TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah Pemanasan global berkaitan dengan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dan perubahan iklim. Metan (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O) merupakan GRK utama yang dapat terbentuk dari lahan persawahan. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), CH 4 dan N 2 O memiliki potensi pemanasan global berturut-turut sebanyak 21 dan 310 kali dibandingkan karbon dioksida (CO 2 ) (EPA 2010). Indonesia sebagai salah satu negara agraris memiliki potensi dalam menyumbang emisi CH 4 dan N 2 O global. Menurut Dubey (2005), CH 4 merupakan GRK penting yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap radiasi infra merah. Jerami padi pada lahan persawahan tergenang merupakan substrat utama pembentukan CH 4 (Weber et al. 2001; Whitman et al. 2006). Emisi CH 4 ke atmosfer secara umum dipengaruhi oleh produksi CH 4 oleh metanogen, aktivitas penggunaan CH 4 oleh metanotrof, dan transfer CH 4 secara vertikal melalui sistem transportasi dalam tanaman padi atau difusi antara permukaan air sawah dan udara (Dubey 2005). Metanogen merupakan mikroorganisme dari domain Arkea yang membentuk metan sebagai hasil utama metabolisme secara anaerob (Whitman et al. 2006). Produksi metan oleh metanogen dilakukan melalui aktivitas metanogenesis yang melibatkan enzim-enzim khusus seperti C1-carrier dan koenzim redoks. Metanogenesis oleh metanogen dapat berupa metanogenesis dari H 2, CO 2, atau asam asetat (Dubey 2005). Selain metan, N 2 O merupakan salah satu GRK yang berperan dalam pemanasan global. Gas N 2 O dikenal sebagai ozone depleting substance (ODS) yang mampu merusak lapisan atmosfer sebagai pelindung bumi. Emisi N 2 O salah satunya dihasilkan dari lahan persawahan (Setyaningsih et al. 2010). Pemberian pupuk nitrogen pada lahan persawahan dan kelebihan atau hanyutannya menuju lingkungan perairan lain berpotensi sebagai sumber N 2 O melalui denitrifikasi oleh mikroorganisme (Dong et al. 2002; Beaulieu et al. 2001). Emisi N 2 O sebagai hasil dari pemberian pupuk nitrogen pada lahan pertanian dapat terjadi melalui dua cara, emisi langsung dan tak langsung (Millar
4 et al. 2010). Emisi langsung N 2 O didefinisikan sebagai emisi N 2 O dari tanah di lahan pertanian yang telah diberikan pupuk nitrogen, sedangkan hanyutan pupuk nitrogen pada badan air atau tanah di sekitar lahan pertanian yang menyebabkan terbentuknya emisi N 2 O disebut sebagai emisi N 2 O tak langsung. Pada lahan persawahan kedua cara emisi N 2 O ini dapat dengan mudah terjadi. N 2 O terutama dihasilkan dari proses denitrifikasi dan reduksi nitrat disimilatif oleh mikroorganisme pada lingkungan perairan (Rusmana 2007). Mikroorganisme yang terlibat antara lain dari berbagai jenis arkaea, bakteri, dan bakteri ungu (Shapleigh 2006). Proses denitrifikasi merupakan proses pengubahan nitrat (NO - 3 ) menjadi bentuk nitrogen yang lebih terreduksi, yaitu NO - 2, NO, N 2 O, dan N 2. Di antara bentuk nitrogen terreduksi tersebut, N 2 O dan N 2 kemudian diemisikan menuju atmosfer. Rasio emisi N 2 O dan N 2 + N 2 O menuju atmosfer terutama dipengaruhi oleh ph di mana terjadi peningkatan emisi N 2 O ketika terjadi penurunan ph - (Cuhel et al. 2010). Reduksi nitrat disimilatif mereduksi nitrat menjadi NO 2 mengubahnya menjadi N 2 O dan NH 4. Semua proses tersebut dilakukan oleh bakteri denitrifikasi dan bakteri lain yang terlibat dalam siklus nitrogen. Emisi gas CH 4 dan N 2 O diketahui meningkat mendekati 17% dari tahun 1990 sampai 2005 (Smith et al. 2007). Angka tersebut secara keseluruhan berasal dari emisi dari pertanian. Emisi CH 4 dari lahan persawahan diduga akan meningkat 16% sepanjang tahun 2005 sampai dengan 2020 seiring dengan meningkatnya lahan sawah beririgasi. Sementara itu, pengurangan praktik budidaya padi sistem tergenang dan perkembangan kultivar padi baru rendah emisi CH 4 dapat mereduksi emisi dari lahan pertanian sawah. Emisi N 2 O diperkirakan meningkat 35-60% pada tahun 2030 akibat dari peningkatan penggunaan pupuk nitrogen dan penggunaan pupuk kandang. Peningkatan pengelolaan budidaya dan teknologi baru diharapkan dapat mereduksi emisi N 2 O. Reduksi Metan (CH 4 ) oleh Metanotrof Pada lahan persawahan, emisi CH 4 berkaitan dengan bakteri metanotrof yang menggunakan CH 4 sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan. Metanotrof ini dapat ditemukan pada bagian permukaan sawah yang bersifat aerobik. Menurut
5 Dubey (2005), oksidasi CH 4 pada tanah oleh bakteri metanotrof adalah satusatunya sistem biologis yang berperan sebagai sink metan. Bakteri ini disebut pula memiliki peran kunci dalam siklus metan di dunia (Dedysh et al. 2005). Bakteri metanotrof didefinisikan sebagai kelompok bakteri aerobik obligat yang dapat menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi untuk tumbuh (Roslev & King 1994). Metanotrof memiliki metabolisme khas yaitu menggunakan metan dan metanol dan merupakan subset dari metilotrof (Bowman 2006). Metilotrof didefinisikan sebagai kelompok bakteri dan arkaea yang mampu menggunakan substrat komponen C1 seperti CO 2 dan CH 4. Bakteri metanotrof mampu mengubah metan menjadi CO 2 melalui proses oksidasi dengan menggunakan metan monooksigenase (MMO). Aktivitas oksidasi CH 4 yang tinggi telah ditemukan pada bakteri yang diisolasi dari lahan persawahan di Bogor dan Sukabumi (Hapsari 2008). Isolat bakteri tersebut adalah BGM 1, BGM 2, BGM 3, BGM 5, BGM 9, dan SKM 14. Isolat bakteri BGM 1, BGM 3, BGM 5, dan BGM 9 juga diketahui dapat memfiksasi nitrogen (Sagala 2009). Berdasarkan analisis sekuen gen 16S rrna (Astuti 2009), BGM 1 diketahui sebagai Methylocystis rosea strain SV97T, BGM 3 diketahui sebagai Methylocystis parvus strain 57, BGM 2 dan BGM 9 diketahui sebagai Methylococcus capsulatus strain texas, dan SKM 14 diketahui sebagai Methylobacter sp. klon GASP-OKA-565-E11. Reduksi Dinitrogen Oksida (N 2 O) Emisi N 2 O dapat dikendalikan terutama dengan pengaturan pemberian pupuk nitrogen pada lahan persawahan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian pupuk secara bertahap dan pengurangan dosis pupuk nitrogen. Beberapa prosedur mengenai pengendalian pemberian pupuk nitrogen telah disusun di berbagai negara (Oenema & Velthof 2007; Wihardjaka 2010). Secara biologis, emisi N 2 O dapat dimitigasi dengan menggunakan bakteri yang terlibat dalam proses denitrifikasi. Beberapa bakteri yang terlibat dalam proses denitrifikasi memiliki kemampuan dalam mereduksi N 2 O di lingkungan. N 2 O ini dimanfaatkan sebagai akseptor elektron dalam proses oksidasi bahan organik.
6 Menurut Setyaningsih et al. (2010) telah ditemukan isolat-isolat bakteri denitrifikasi asal lahan sawah yang berpotensi dalam mereduksi emisi N 2 O. Isolatisolat yang diisolasi dari lahan sawah di Belendung Tangerang Banten tersebut adalah BL1, BL2, dan BLN1. Berdasarkan analisis gen penyandi 16S rrna, ketiga isolat tersebut diketahui sebagai Ochrobactrum anthropi ATCC 49188. Ochrobactrum anthropi termasuk ke dalam subdivisi beta bakteri ungu (Shapleigh 2006). Bakteri ini merupakan jenis bakteri Gram negatif dan aerob serta diketahui dapat juga ditemukan pada berbagai sampel klinis dengan peran yang belum diketahui (Swings et al. 2006). Enzim-enzim denitrifikasi O. anthropi - telah dipelajari sebagai dasar untuk pengelolaan NO 3 di lingkungan perairan (Sung et al. 2002). Bakteri Penambat Nitrogen (N 2 ) Telah dikenal dua jenis bakteri yang mampu menambat nitrogen dari atmosfer. Bakteri tersebut adalah Azotobacter spp. dan Azospirillum spp.. Azotobacter adalah spesies rizobakteri aerob obligat yang mengubah N 2 menjadi amonium melalui reduksi elektron dan protonisasi gas dinitrogen (Hindersah & Simamarta 2004). Azotobacter diketahui dapat pula menghasilkan fitohormon indol acetic acid (IAA) yang merupakan senyawa aktif hormon tumbuhan auksin (Razie & Anas 2005). Dalam konsentrasi rendah, IAA berperan sebagai pendorong pemanjangan koleoptil tumbuhan. Azotobacter umum dijumpai pada tanah, namun keberadaan Azotobacter sangat dipengaruhi oleh kondisi mikrohabitat yang komplek (Tejera et al. 2005). Pada lingkungan persawahan, Azotobacter dapat dijumpai pada daerah rizosfer padi (Wedhastri 2002). Azospirillum termasuk ke dalam bakteri endofit fakultatif yang dapat mengkolonisasi permukaan atau bagian dalam akar. Azospirillum berbentuk batang, Gram negatif, dan tumbuh dalam keadaan mikroaerofilik. Azospirillum secara alami dapat ditemukan pada bagian perakaran tanaman padi atau tanah di sekitarnya (Hartmann & Baldani 2006). Azospirillum umum digunakan sebagai pupuk hayati pada berbagai tanaman pertanian (Halbleib & Ludden 2000). Kedua jenis bakteri penambat N 2 tersebut dapat ditemukan pada lahan pertanian. Selain itu, jenis Beijerinckia, Pseudomonas, Klebsiella, Enterobacter, Sphingomonas,
7 Agromonas, Herbaspirillum spp., bakteri pereduksi sulfur, dan Azoarcus dapat ditemukan juga pada lahan persawahan (Martinez-Romero 2006).