PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional"

Transkripsi

1 PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik yang selalu digunakan oleh petani dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Jumlah dan waktu pemupukan urea sangat penting diperhatikan bukan hanya untuk optimalisasi produksi kelapa sawit, namun untuk meminimalkan emisi GRK yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Ketersediaan unsur N dalam tanah mempunyai peranan penting dalam mengendalikan reaksi-reaksi biologi dalam tanah, termasuk mengendalikan mikroorganisme dan akar tanaman yang memproduksi CO 2 untuk dilepaskan ke atmosfer, sehingga aplikasi pemupukan N mempunyai pengaruh nyata dalam meningkatkan respirasi (Lai et al., 2002; Zhang et al., 2007). Pemupukan urea akan meningkatkan emisi CO 2 dengan cara memacu pertumbuhan akar, aktivitas mikrob, dan proses dekomposisi bahan organik. Pengaruh pemupukan N terhadap emisi CH 4 pada lahan basah masih menjadi perdebatan. Pengaruh pemupukan N terhadap metanogenesis tidak diketahui dengan pasti. Zhang et al. (2007) melaporkan bahwa pemupukan N akan meningkatkan emisi CH 4, namun Cai et al. (1997) melaporkan bahwa ratarata fluks CH 4 cenderung menurun dengan meningkatnya dosis pupuk N. Berlainan dengan Flessa et al. (2002) yang menunjukkan bahwa pemupukan N tidak mempunyai pengaruh terhadap emisi CH 4. Menurut Kruger dan Frenzel (2003), penambahan pupuk N pada lahan basah dapat memacu: (1) pertumbuhan tanaman sehingga emisi CH 4 lebih intensif karena pemupukan N akan meningkatnya substrat untuk bakteri metanogen dan membaiknya kondisi aerenkim, (2) oksidasi CH 4, karena adanya O 2 dari rhizosfer akibat membaiknya saluran aerenkim, sehingga emisi CH 4 menurun, dan (3) konsumsi CH 4, karena dipacu oleh aktivitas bakteri metanotropik. Berdasarkan uraian di atas, percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dosis N terhadap fluks CO 2 pada bahan gambut dengan tingkat

2 40 kematangan yang berbeda yang didukung oleh data kadar air gambut, kadar abu, kandungan C-organik, nisbah C/N dan total populasi mikrob. Bahan dan Metode Untuk mempelajari pengaruh dosis pupuk N pada bahan gambut dengan tingkat kematangan yang berbeda terhadap fluks CO 2 dilakukan percobaan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel bahan gambut yang digunakan untuk percobaan ini berasal dari lahan gambut di Meulaboh, Aceh Barat yang ditanami kelapa sawit di Desa Suak Puntong, Suak Raya dan Cot Gajah Mati. Pada setiap titik pengamatan sesuai dengan transek yang telah ditentukan, dilakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan bor gambut. Komposit sampel tanah dari masing-masing titik pengamatan pada transek yang sama dikelompokkan berdasarkan tingkat kematangan gambut yaitu fibrik, hemik, dan saprik yang ditentukan dengan metode cepat di lapang. Percobaan di laboratorium disusun dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk N (N) yang terdiri dari 5 taraf yaitu: 0 g/100 g tanah (n 0 ), 0,25 g/100 g tanah (n 1 ), 1 g/100 g tanah (n 2 ), 4 g/100 g tanah (n 3 ), 16 g/100 g tanah (n 4 ). Faktor kedua adalah tingkat kematangan gambut (G) yang terdiri dari fibrik (g 1 ), hemik (g 2 ), dan saprik (g 3 ). Dengan demikian diperoleh 15 kombinasi percobaan yaitu n 0 g 1, n 0 g 2, n 0 g 3, n 1 g 1, n 1 g 2, n 1 g 3,n 2 g 1, n 2 g 2, n 2 g 3, n 3 g 1, n 3 g 2, n 3 g 2, n 4 g 1, n 4 g 2, n 4 g 3. Sampel tanah berasal dari bahan gambut sesuai dengan tingkat kematangannya (fibrik, hemik, dan saprik) sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam toples tertutup. Pupuk N dengan dosis 0, 0,25, 1, 4, dan 16 g dicampurkan ke dalam 100 g bahan gambut tersebut. Tabung film yang telah diisi 10 ml KOH 0,2 N diletakkan di dalam toples, demikian juga tabung film yang berisi sebanyak 10 ml aquades. Kemudian toples ditutup rapat dan diinkubasi selama 7 hari. Pengukuran CO 2 hasil respirasi bahan gambut dilakukan dengan menggunakan metode titrasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam yaitu membandingkan antara F hitung dengan F tabel pada taraf nyata 5%, namun sebelumnya data diuji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett dan

3 ketidakaditifan dengan menggunakan uji Tuckey. Pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Variabel yang diamati pada percobaan pengaruh dosis pupuk urea pada bahan gambut dengan tingkat kematangan yang berbeda terhadap fluks CO No. Variabel Pengamatan Metode 1. Fluks CO2 Titrasi 2. Kadar air Gravimetri 3. Kadar Abu Pengabuan kering 4. C-organik Pengabuan kering 5. Bahan organik Pengabuan kering 6. Total populasi mikrob Media Nutrien Agar 7. Nitrogen Kjeldahl 8. Nisbah C/N Hasil dan Pembahasan 1. Pengaruh Dosis Pupuk N pada Bahan Gambut dengan Tingkat Kematangan yang Berbeda terhadap Kadar Air, Kadar Abu, C-Organik dan Bahan Organik Gambut Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air gambut hanya dipengaruhi oleh tingkat kematangan gambut, sedangkan penambahan dosis urea tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air gambut. Antara dosis pupuk urea dan tingkat kematangan gambut tidak terdapat interaksi terhadap kadar air gambut (Lampiran 52 54). Kadar air (%) Dosis urea (g/100 g gambut) Fibrik Hemik Saprik Gambar 12. Kadar air bahan gambut yang diberi perlakuan dosis urea pada berbagai tingkat kematangan gambut

4 Dari Gambar 12 jelas terlihat bahwa gambut dengan tingkat kematangan yang sama memiliki kadar air yang relatif sama. Kadar air gambut fibrik berkisar antara %, gambut hemik %, dan gambut saprik %. Kadar air gambut fibrik lebih tinggi daripada gambut hemik dan saprik. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan dosis urea tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, namun tingkat kematangan gambut berpengaruh nyata dalam kadar abu gambut, dan tidak terdapat interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut (Lampiran 55 57). Pengaruh tingkat kematangan gambut terhadap kadar abu sangat berkaitan erat dengan perbedaan karakteristik gambut tersebut terhadap daya serap terhadap air. Semakin besar kandungan air pada gambut tersebut semakin sedikit kadar abu setelah pembakaran gambut pada suhu 700 o C. Dengan uji lanjut dapat diketahui bahwa gambut saprik memiliki rata-rata kadar abu tertinggi dibandingkan dengan gambut hemik dan fibrik, dan kadar abu gambut fibrik sama dengan gambut hemik. Hasil analisis kadar abu pada masing-masing lokasi kebun kelapa sawit, disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata kadar abu bahan gambut di tiga kebun kelapa sawit yang diberi perlakuan dosis urea. Lokasi kebun Tingkat kematangan Kadar abu dengan penambahan dosis N (%) Ratagambut 0 0, rata Suak Puntong Fibrik 3,200 4,267 5,314 5,533 5,997 4,862 Hemik 3,585 5,074 6,104 7,121 7,773 5,931 Saprik 5,172 6,117 7,642 8,319 9,411 7,332 Suak Raya Fibrik 3,308 3,849 4,375 7,082 7,318 5,187 Hemik 3,352 4,573 4,978 7,151 7,558 5,522 Saprik 4,357 5,045 6,291 7,299 7,685 6,135 Cot Gajah Mati Fibrik 2,764 4,662 5,419 6,878 7,287 5,402 Hemik 3,676 6,390 6,847 6,888 8,621 6,484 Saprik 4,935 7,236 7,108 8,261 9,620 7,432 Walaupun penambahan dosis urea tidak berpengaruh terhadap kadar abu bahan gambut, namun terdapat kecenderungan peningkatan kadar abu dengan penambahan dosis urea, hal ini terjadi karena ternyata dalam pupuk urea juga 42

5 menyumbangkan kadar abu sebesar 0,06%. Hasil perhitungan setelah konversi dengan sumbangan kadar abu dari pupuk urea disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata kadar abu bahan gambut di tiga kebun kelapa sawit yang diberi perlakuan dosis urea (Hasil konversi). Lokasi kebun Tingkat Kadar abu dengan penambahan dosis N Ratarata kematangan (%) gambut 0 0, Suak Puntong Fibrik 3,197 4,263 5,310 5,528 5,992 4,858 Hemik 3,583 5,072 6,101 7,117 7,769 5,928 Saprik 5,170 6,115 7,640 8,317 9,408 7,330 Suak Raya Fibrik 3,305 3,845 4,371 7,076 7,312 5,182 Hemik 3,350 4,570 4,975 7,147 7,555 5,519 Saprik 4,356 5,043 6,289 7,297 7,682 6,133 Cot Gajah Mati Fibrik 2,761 4,657 5,414 6,871 7,280 5,397 Hemik 3,674 6,386 6,843 6,884 8,616 6,480 Saprik 4,933 7,234 7,105 8,258 9,617 7,429 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan dosis urea dan tingkat kematangan gambut mempengaruhi kandungan C-organik, namun tidak terdapat interaksi antara ke dua perlakuan tersebut (Lampiran 58-60). Peningkatan dosis urea yang ditambahkan ke dalam bahan gambut, diikuti oleh berkurangnya kandungan C-organik pada masing-masing tingkat kematangan gambut. Hubungan kandungan C-organik pada masing-masing tingkat kematangan gambut akibat penambahan urea sampai dengan dosis 16 g/100 g gambut diilustrasikan dengan persamaan regresi Y=-0,57x + 56,72 (R 2 = 0,98) untuk gambut fibrik, Y= -0,61x + 56,38 (R 2 = 0,97) untuk gambut hemik dan Y = -0,57x + 55,70 (R 2 = 0,99) untuk gambut saprik (Gambar 13). Penurunan kandungan C-organik ini disebabkan oleh semakin meningkatnya laju dekomposisi cadangan C pada bahan gambut dengan semakin meningkatnya penambahan dosis urea. Demikian halnya dengan kandungan bahan organik, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan dosis urea dan tingkat kematangan gambut mempengaruhi kandungan bahan organik, namun tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 61-63). 43

6 44 57 Kandungan C-Organik (%) y = -0,568x + 56,721 R 2 = 0,9771 y = -0,5797x + 55,703 R 2 = 0,9946 y = -0,6149x + 56,381 R 2 = 0, Dosis urea (g/100 g gambut) Fibrik Hemik Saprik Linear (Fibrik) Linear (Hemik) Linear (Saprik) Gambar 13. Kandungan C-organik bahan gambut yang diberi perlakuan dosis urea pada berbagai tingkat kematangan gambut Peningkatan dosis urea yang ditambahkan ke dalam bahan gambut, diikuti oleh menurunnya kandungan bahan organik pada masing-masing tingkat kematangan gambut. Dari persamaan regresi Y=-0,98x + 97,80 (R 2 = 0,98) untuk gambut fibrik, Y=-1,06x + 97,20 (R 2 = 0,97) untuk gambut hemik dan Y=-0,99x + 96,03 (R 2 = 0,99) untuk gambut saprik menunjukkan bahwa respon penurunan kandungan bahan organik pada gambut akibat penambahan dosis pupuk urea bergantung pada tingkat kematangan gambut (Gambar 14). Kandungan bahan organik (%) y = -0,9792x + 97,787 R 2 = 0,9771 y = -1,06x + 97,201 R 2 = 0,9741 y = -0,9995x + 96,032 R 2 = 0, Dosis urea (g/100 g gambut) Fibrik Hemik Saprik Linear (Fibrik) Linear (Hemik) Linear (Saprik) Gambar 14. Kandungan bahan organik bahan gambut yang diberi perlakuan dosis urea pada berbagai tingkat kematangan gambut

7 45 2. Pengaruh Dosis Pupuk N pada Bahan Gambut dengan Tingkat Kematangan yang Berbeda terhadap Fluks CO2, Total Populasi Mikroba, dan Nisbah C/N. Pada penelitian ini pengukuran CO 2 hasil respirasi bahan gambut yang telah diberi pupuk urea sesuai dengan dosis perlakuan dan diinkubasi selama satu minggu diukur dengan metode titrasi. Fluks CO 2 tanah merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk menggambarkan aktivitas kehidupan biologi tanah. Pendekatan respirasi lebih komprehensif karena didalamnya tercakup informasi variasi populasi, ukuran, dan aktivitas yang secara bersamaan mempengaruhi produksi CO 2 dari dalam tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan penambahan dosis urea dan tingkat kematangan gambut terhadap fluks CO 2 dari bahan gambut yang telah diinkubasi selama satu minggu (Lampiran 64-66). Penambahan dosis urea sampai dengan dosis 4 g/100 g gambut ternyata meningkatkan fluks CO 2 gambut pada berbagai tingkat kematangan gambut baik gambut dari kebun kelapa sawit Desa Suak Puntong, Desa Suak Raya, maupun Desa Cot Gajah Mati. Namun dengan penambahan dosis urea yang lebih tinggi, fluks CO 2 pada masing-masing tingkat kematangan gambut dari ketiga lokasi penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan. Fluks CO 2 gambut fibrik masih meningkat dengan meningkatnya dosis urea, sedangkan fluks CO 2 pada gambut hemik dan saprik sudah mengalami penurunan dengan bertambahnya dosis urea dari 4 g/100 g gambut menjadi 16 g/100 g gambut (Gambar 15). Fluks CO2 bahan gambut (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) Dosis urea (g/100 g gambut) Fibrik SP Hemik SP Saprik SP Fibrik SR Hemik SR Saprik SR Fibrik CGM Hemik CGM Saprik CGM Gambar 15. Fluks CO 2 bahan gambut yang diberi perlakuan dosis urea pada berbagai tingkat kematangan gambut

8 46 Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa meningkatnya dosis pupuk urea akan meningkatkan respirasi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa meningkatnya respirasi akibat pemupukan urea tersebut dapat mencapai 10 kali setelah gambut diinkubasi selama satu minggu, namun respons tersebut tergantung pada tingkat kematangan gambut dan dosis pupuk urea. Zhang et al. (2007) melaporkan peningkatan respirasi akibat penambahan pupuk N pada marsh di timur laut Cina dapat mencapai 140%. Meningkatnya respirasi akibat penambahan pupuk urea menunjukkan adanya percepatan laju aktivitas mikrob karena tersedianya sumber energi yang lebih besar dengan meningkatnya dosis pupuk urea yang diberikan. Menurut Silva et al. (2008), dampak dari meningkatnya respirasi dengan penambahan urea adalah peningkatan produksi dan emisi CO 2, namun Yang dan Chang (1998) melaporkan bahwa peningkatan respirasi dapat menghambat produksi metan. Penelitian lain melaporkan bahwa pada tanah yang jarang diberi pupuk, penambahan urea akan meningkatkan ph tanah dan menurunkan produksi CH 4 (Shine et al., 1995). Pemupukan urea pada tanah salin tidak mempengaruhi produksi metan, walaupun pemupukan urea akan merangsang pertumbuhan tanaman yang mampu mengeluarkan lebih banyak sekresi bahan organik (seperti gula terlarut, asam-asam organik dan asam amino) yang merupakan substrat untuk produksi CH 4 di lapisan bawah (Lindau et al., 1991). Dari dua metode pengukuran hilangnya C menunjukkan hasil yang berbeda. Dengan pengukuran kadar abu dapat diketahui bahwa peningkatan dosis urea sampai dengan dosis 16 g urea/100 g bahan gambut basah menyebabkan 0,1% C gambut hilang, namun dengan metode titrasi untuk menghitung fluks CO 2 dapat diketahui bahwa kehilangan CO 2 sebesar 2% dalam inkubasi selama satu minggu. Hasil penelitian terhadap nisbah C/N menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan dosis urea dan tingkat kematangan gambut juga terjadi terhadap nisbah C/N (Lampiran 67-69). Secara umum penambahan dosis urea akan menurunkan nisbah C/N gambut, namun besarnya penurunan tergantung pada tingkat kematangan gambut dari masing-masing lokasi penelitian. Gambut saprik mengalami penurunan nisbah C/N lebih rendah daripada gambut hemik dan fibrik.

9 47 Respons gambut akibat penambahan dosis urea pada nisbah C/N menunjukkan bahwa penambahan urea sampai dengan dosis 16 g/100 g gambut, menurunkan nisbah C/N, namun besarnya masing-masing penurunan tergantung pada tingkat kematangan gambut tersebut (Gambar 16). Nisbah C/N Dosis urea (g/100 g gambut) Fibrik SP Hemik SP Saprik SP Fibri SR Hemik SR Saprik SR Fibrik CGM Hemik CGM Saprik CGM Gambar 16. Nisbah C/N bahan gambut yang diberi perlakuan dosis urea pada berbagai tingkat kematangan gambut Dari analisis unsur N dapat diketahui bahwa penambahan dosis urea akan menambah ketersediaan N pada bahan gambut dan kandungan N pada gambut saprik baik dengan maupun tanpa penambahan urea ternyata lebih tinggi daripada gambut hemik dan fibrik. Hal ini menyebabkan nisbah C/N pada gambut saprik lebih rendah daripada gambut hemik dan fibrik, karena kandungan unsur N merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju proses dekomposisi. Semakin banyak N, maka laju proses dekomposisi semakin cepat. Berglund (1995) melaporkan bahwa gambut yang kaya unsur N akan memiliki nisbah C/N rendah, namun emisi CO 2 lebih tinggi daripada gambut yang memiliki nisbah C/N tinggi. Nilai nisbah C/N pada gambut miskin berada pada kisaran , sedangkan pada gambut kaya dari kisaran (Berglund, 1995). Nilai nisbah C/N hasil penelitian tergolong tinggi. Tingginya nisbah C/N mengakibatkan kandungan N total yang tinggi tidak diikuti oleh tingginya ketersediaan N. Hal ini berdampak pada kehidupan mikrob tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap emisi CO 2 dari lahan gambut. Menurut

10 48 Klemedtsson et al. (1997), gambut dengan nisbah C/N yang tinggi mendukung tingginya rata-rata produksi CO 2 karena C selulose labil. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan penambahan dosis urea dan tingkat kematangan gambut terhadap total populasi mikrob dari bahan gambut yang telah diinkubasi selama satu minggu (Lampiran 70-72). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan dosis urea sampai dengan 1 g/100 g gambut, jumlah total populasi mikrob meningkat, namun dengan penambahan dosis urea yang lebih tinggi berdampak penurunan jumlah total populasi mikrob pada gambut saprik, sedangkan jumlah populasi mikrob pada gambut hemik dan fibrik ada yang masih menunjukkan peningkatan, namun ada yang sudah menurun (Gambar 17). Total populasi mikroba (SPK/ g gambut) Dosis urea (g/100 g gambut) Fibrik SP Hemik SP Saprik SP Fibrik SR Hemik SR Saprik SR Fibrik CGM hemik CGM Saprik CGM Gambar 17. Total populasi mikrob bahan gambut yang diberi perlakuan dosis urea pada berbagai tingkat kematangan gambut Pupuk N merupakan salah satu faktor pengendali terpenting dalam reaksireaksi biologi dalam tanah, meliputi mikroorganisme heterotropik dan akar tanaman, yang memproduksi gas CO 2 ke atmosfer. Dalam penelitian Zhang et al. (2007) ternyata respirasi pada lahan yang dipupuk lebih tinggi daripada yang tidak dipupuk, karena pemupukan meningkatkan respirasi biomas di atas permukaan tanah. Peningkatan biomass akibat pemupukan N dapat mencapai 250% (Lai et al., 2002), % (Makipaa et al., 1998). Secara umum, pemupukan urea akan meningkatkan emisi CO 2 dengan jalan memacu pertumbuhan akar, jumlah populasi mikrob, dan aktivitas mikrob. Pengaruh pemupukan urea terhadap fluks CO 2, jumlah total populasi mikrob, dan

11 49 nisbah C/N pada penelitian ini menunjukkan pola yang sama antar lokasi penelitian. Pada masing-masing tingkat kematangan gambut, potential fluks CO 2 berkorelasi erat dengan total populasi mikrob. Jumlah populasi mikrob Semakin banyak dengan penambahan urea sampai dengan dosis 4 g/100 g gambut dan akan diikuti oleh semakin tinginya CO 2 hasil respirasi. Penambahan dosis urea meningkatkan laju dekomposisi bahan organik baik pada gambut fibrik, hemik, maupun saprik. Hal ini terbukti dengan semakin menurunnya nilai nisbah C/N gambut dengan semakin meningkatnya dosis pupuk urea yang ditambahkan. Kesimpulan Dari serangkaian percobaan laboratorium yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kematangan gambut berpengaruh nyata terhadap kadar air dan kadar abu, namun dosis pupuk urea tidak berpengaruh nyata. Kadar air gambut fibrik ( %) > hemik ( %) > saprik ( %). Kadar abu gambut saprik > hemik = fibrik. 2. Perlakuan dosis urea dan tingkat kematangan gambut mempengaruhi kandungan C-organik, namun tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan. C-organik fibrik > hemik > saprik. Penurunan kandungan C- organik mengikuti persamaan regresi untuk gambut fibrik Y=-0,57x + 56,72 (R 2 = 0,98), hemik Y= -0,61x + 56,38 (R 2 = 0,97), dan saprik Y= - 0,57x + 55,70 (R 2 = 0,99). 3. Perlakuan dosis urea dan tingkat kematangan gambut mempengaruhi kandungan bahan organik, namun tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan. Bahan organik fibrik > hemik > saprik. Penurunan kandungan bahan organik mengikuti persamaan regresi untuk gambut fibrik Y=-0,98x + 97,80 (R 2 = 0,98), hemik Y=-1,06x + 97,20 (R 2 = 0,97), saprik Y=-0,99x + 96,03 (R 2 = 0,99). 4. Terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut terhadap fluks CO 2 gambut. Penambahan dosis urea sampai dengan dosis 4 g/100 g gambut ternyata meningkatkan fluks CO 2, namun pada dosis urea yang lebih tinggi, respons fluks CO 2 tergantung pada tingkat kematangan gambut.

12 50 5. Terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut terhadap nisbah C/N dan total populasi mikrob. Respons penurunan nisbah C/N dengan penambahan dosis urea tergantung pada tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea sampai dengan dosis 1 g/100 g gambut ternyata meningkatkan total populasi mikrob, namun pada dosis urea yang lebih tinggi, respons total populasi mikrob tergantung pada tingkat kematangan gambut.

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo J. Agrotek Tropika. ISSN 233-4993 60 Jurnal Agrotek Tropika 3():60-64, 205 Vol. 3, No. : 60 64, Januari 205 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

EMISI CO 2 DAN CH 4 PADA LAHAN GAMBUT YANG MEMILIKI KERAGAMAN DALAM KETEBALAN GAMBUT DAN UMUR TANAMAN. Rasional

EMISI CO 2 DAN CH 4 PADA LAHAN GAMBUT YANG MEMILIKI KERAGAMAN DALAM KETEBALAN GAMBUT DAN UMUR TANAMAN. Rasional EMISI CO 2 DAN CH 4 PADA LAHAN GAMBUT YANG MEMILIKI KERAGAMAN DALAM KETEBALAN GAMBUT DAN UMUR TANAMAN Rasional Pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut mempunyai potensi nyata dalam emisi

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan 17 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan disusun secara split plot dengan 5 ulangan. Sebagai petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 musim ke 43 sampai dengan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 musim ke 43 sampai dengan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 musim ke 43 sampai dengan bulan April 2013 di lahan Politeknik Negeri Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Percobaan penanaman dilakukan di lahan alang-alang di daerah Blora

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur. Analisis sifat kimia tanah dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. Ekstraksi, analisis sifat kimia ekstrak campuran bahan organik dan analisis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di Laboratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. sistem olah tanah dengan pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987 sampai

III. BAHAN DAN METODE. sistem olah tanah dengan pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987 sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung dengan perlakuan sistem olah tanah dengan pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Mei 2014 April 2015. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Secara geografis Kota Sepang Jaya terletak pada koordinat antara 105 15 23 dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung. Lokasi percobaan secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTOSIL TERHADAP TOTAL MIKROORGANISME TANAH DAN AKTIVITAS MIKROORGANISME (RESPIRASI) TANAH PADA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang yang telah berlangsung sejak tahun 1987. Pola tanam yang diterapkan adalah serealia (jagung dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 BAHAN DAN ALAT 3.3 TAHAPAN PENELITIAN Pengambilan Bahan Baku Analisis Bahan Baku

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 BAHAN DAN ALAT 3.3 TAHAPAN PENELITIAN Pengambilan Bahan Baku Analisis Bahan Baku 3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian mengenai produksi gas dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dengan menggunakan digester dua tahap dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2011.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang pertanian, sebab tanah merupakan media tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung pada September 2014 sampai Januari 2015. Identifikasi jumlah spora

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pembuatan kompos dilakukan di saung plastik yang dibuat di University Farm kebun percobaan Cikabayan (IPB) Dramaga.Analisis fisik, kimia dan pembuatan Soil Conditionerdilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai dengan November 2009 bertempat di lapangan dan di laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan pada lahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI EMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DAN METAN (CH 4 ) PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT YANG MEMILIKI KERAGAMAN DALAM KETEBALAN GAMBUT DAN UMUR TANAMAN ETIK PUJI HANDAYANI PROGRAM STUDI ILMU TANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis Parameter yang diamati pada hasil pertumbuhan tanaman kubis terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, diameter

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung Tengah pada bulan Juni- Desember 2014. Percobaan dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 7 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012 di kebun percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga, Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang dikumpulkan melalui dua percobaan yang telah dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Sepang Jaya Kecamatan Labuhan Ratu Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Sepang Jaya Kecamatan Labuhan Ratu Bandar III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sepang Jaya Kecamatan Labuhan Ratu Bandar Lampung pada bulan Desember 2014 sampai dengan Febuari 2015. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga bulan Maret 2016. Pengambilan sampel tanah untuk budidaya dilaksanakan di Desa Kemuning RT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai dengan bulan Desember 2013. Penelitian dilakukan di kebun percobaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA MACAM BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) di POLYBAG Nerty Soverda, Rinaldy, Irmia Susanti Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB 091358) BIOAUGMENTASI BAKTERI PELARUT FOSFAT GENUS Bacillus PADA MODIFIKASI MEDIA TANAM PASIR DAN KOMPOS (1:1) UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica sinensis) Oleh : Resky Surya Ningsih

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Maret sampai dengan 15 Juni 2015.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Maret sampai dengan 15 Juni 2015. 21 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Maret sampai dengan 15 Juni 2015. Tempat yang digunakan yaitu di tempat peneliti di desa Pacing, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistematika hasil dan pembahasan disajikan dalam beberapa sub bagian yaitu Fluks metana dan karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman; Pengaruh pengelolaan air terhadap

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

Tata Cara penelitian

Tata Cara penelitian III. Tata Cara penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Juli 2015 di Laboratorium Daya dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Juli 2015 di Laboratorium Daya dan 1 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Juli 2015 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian (LDAMP) serta Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan dari

Lebih terperinci