BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari

dokumen-dokumen yang mirip
I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP)

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas Biologi Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. dunia, menurut Arthritis Research UK (2013) osteoartritis dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cedera saraf tepi dapat diakibatkan oleh proses traumatik misalnya karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Cedera otot merupakan salah satu penyebab morbiditas dan penurunan

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia Harapan Hidup (UHH), di seluruh dunia mengalami kenaikan dari usia 67 tahun pada tahun 2009 menjadi 71 tahun pada tahun 2013. Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari populasi orang tua pada tahun 1985 (WHO, 2015). Dengan bertambahnya populasi orang tua dapat dipastikan bahwa penyakit degeneratif akibat penuaan akan meningkat. Salah satu sistim organ tubuh yang terkena adalah sistim musculoskeletal. Kolumna vertebralis merupakan salah satu yang terkena akibat penyakit degeneratif tulang belakang. Kelainan pada tulang belakang pada saat ini merupakan masalah yang sering terjadi dengan insiden meningkat dari tahun ke tahun. Sekitar 65% dari seluruh populasi mengalami nyeri pinggang. Keadaan ini akan menyebabkan kualitas hidup menurun dan pengeluaran yang banyak sekali. Bagian yang sering terkena adalah pada tulang leher dan pinggang. Patologi dasar dari nyeri dapat berupa kelainan di dalam ataupun di luar tulang belakang. Tiap tahun 16,6% populasi dewasa mengeluh rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% berlanjut menjadi nyeri leher yang berat. Insiden nyeri leher meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih sering mengenai pria daripada wanita dengan perbandingan 1,67:1 (Eberaold MJ, 2005). Tulang belakang merupakan struktur vital yang menyangga tubuh manusia yang merupakan integrasi dari tulang, ligamen, otot, saraf, dan pembuluh darah. Tulang-tulang ini tersusun sedemikian rupa dengan celah-celah yang merupakan tempat lewatnya saraf tulang belakang. Berbagai hal dapat menyebabkan celah ini menyempit (stenosis) sehingga menimbulkan jepitan bahkan cedera saraf sehingga

2 menimbulkan morbiditas dan disabilitas dari kesemutan, baal, kelemahan otot, kelumpuhan sampai gangguan fungsi miksi dan defekasi (Martini, 2006). Stenosis spinal ini merupakan kasus terbanyak dalam proses degeneratif di tulang belakang seiring dengan bertambahnya usia. Stenosis dapat terjadi pada daerah central, lateral reses, ataupun di foramen tempat keluarnya radiks dari medula spinalis (Martini, 2006). Berbagai upaya untuk membebaskan jepitan saraf telah banyak dilakukan dengan dekompresi, baik dengan pendekatan anterior maupun posterior. Pada stenosis yang multipel di daerah cervikal, teknik dekompresi dengan laminektomi saja tidak cukup bahkan sering menimbulkan kifosis karena berkurangnya kekuatan otot untuk memegang tulang-tulang servikal dan berkurangnya pergerakan leher akibat fusi. Namun dengan teknik laminoplasti, dekompresi dapat dicapai dengan tetap mempertahankan pergerakan leher (Fateh, 2013). Laminoplasti merupakan teknik pembedahan untuk dekompresi medula spinalis dan neuroforamen dengan melakukan rekonstruksi arkus lamina melalui sisi posterior vertebra. Berbagai jenis teknik laminoplasti telah dilakukan. Pada teknik Hirabayasi, dilakukan rekonstruksi untuk membuat engsel dimana lamina diangkat tapi tidak dilepaskan. Teknik rekonstruksi lamina atau laminoplasti dengan mengangkat lamina pada satu sisi bertujuan untuk melepaskan penekanan pada medula spinalis (dekompresi) (Hirabayashi,1998). Teknik laminoplasti Kurokawa merupakan teknik rekonstruksi yang lebih simetris dimana celah yang dibuat berada di tengah-tengah dengan membelah prosesus spinosus dan membuat dua hinge di hemilamina kiri dan kanan (dua-pintu) (Kurokawa, 2015). Pada perkembangannya, beberapa teknik telah diusulkan untuk mengisi celah yang terbentuk dan melindungi medula spinalis, diantaranya dengan autograft

3 prosesus spinosus yang difiksasi dengan kawat, autograft dari krista iliaka atau costae. Autograft menjadi standar emas dalam hal merangsang tercapainya osteogenesis, osteoinduktif, dan juga sebagai osteokonduktif. Namun dalam penggunaan autograft juga membawa morbiditas yang juga sangat mengganggu pada pasien. Kecukupan graft yang akan diambil terbatas juga pada tempat pengambilan graft dan resiko terjadinya infeksi, sehingga ini pulalah yang menyebabkan keputusan beralih ke pilihan lain. Selanjutnya, allograft telah digunakan namun efek osteoinduktif sangat minimal, ketersediaan terbatas, dan dalam perkembangan terakhir mulai memikirkan dalam bentuk yang lain yaitu biomaterial seperti hidroksiapatit atau keramik. Ada yang fiksasi dengan benang, kawat, dan juga ada dengan pemakaian mini implant pada lamina yang dilakukan laminoplasti (Ahlmann E, 2002). Rekonstruksi dari tulang dan tulang rawan tidak dapat dilepaskan dari penggunaan bahan-bahan biomaterial, autograft atau allograft yang merupakan komponen dari rekayasa jaringan. Rekayasa jaringan tulang dan tulang rawan seperti halnya rekayasa jaringan lainnya mengupayakan pertumbuhan jaringan tubuh, mempertahankan atau meningkatkan fungsi jaringan dengan berbagai macam pendekatan. Prinsip dari pendekatan tersebut adalah dengan regenerasi jaringan in situ, implantasi sel yang telah dikultur atau freshly isolated, dan implantasi jaringan yang mirip tulang atau mirip tulang rawan yang disiapkan secara in vitro dari sel dan scaffold (Wang, 2007). Biomaterial menurut Park dan Bronzio adalah material sintetis yang digunakan untuk mengganti bagian sistem atau fungsi tubuh yang dihubungkan langsung dengan sel hidup. Pada saat ini yang banyak digunakan adalah scaffold. Penggunaan scaffold atau wadah iga dimensi sebagai biomaterial memberikan

4 struktur pendukung untuk proliferasi dan diferensiasi sel. Rasionalisasi penggunaannya sendiri adalah untuk mengurangi potensi penolakan jaringan atau transmisi penyakit seperti pada penggunaan allograft serta mengurangi morbiditas yang ditimbulkan akibat pengambilan donor jaringan dari tempat lain di tubuh pasien (autograft). Beberapa jenis material scaffold telah banyak diteliti seperti hidroksiapatit (HA), polimer, keramik, komposit polimer, dan keramik serta polimer natural seperti kolagen dan kitin. Penelitian pendahuluan dengan uji biokompatibilitas baik secara langsung maupun tidak langsung, didapatkan bahwa scaffold yang berasal dari polimer lebih baik dari scaffold yang berasal dari keramik nano ataupun polimer nano. Scaffold dirancang untuk bersifat biokompatibel, biodegradasi, dapat direproduksi, mempunyai porositas tinggi dengan celah yang saling terhubung, dan properti mekanik yang mirip dengan jaringan inang serta tidak berpotensi menimbulkan reaksi imunologis dan reaksi penolakan yang serius. Selain itu, scaffold juga diharapkan dapat memediasi proliferasi dan diferensiasi sel, sekresi matriks ekstraseluler serta membawa sinyal biomolekuler untuk komunikasi sel. Penggunaan scaffold diharapkan dapat memediasi penyembuhan tulang. Tindakan laminoplasti dan penanaman scaffold akan menimbulkan respon inflamasi. Respon inflamasi akut yang meningkat akan menyebabkan peningkatan pelepasan mediator kimia sitokin seperti Interleukin 1 (IL-1), Tumor Necrosis Factorα (TNF-α) yang diinisiasi oleh makrofag yang terbentuk sebagai respon inflamasi (Enoch, 2004). Disamping pelepasan sitokin, inflamasi juga akan meningkatkan enzim proteolitik, seperti alkaline phosphatase dan matrix metalloproteinase-8 (MMP-8) yang berkontribusi terhadap kerusakan jaringan (Tester, 2007).

5 Matrix metalloproteinase-8 berpotensi merusak jaringan dengan cara merusak kolagen tipe 1 (Apajalahti, 2004), sehingga terjadi degradasi matriks ekstra seluler. Kusuma (2014) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara kadar MMP-8 dengan penyakit periodontitis, sehingga berkontribusi menimbulkan kerusakan jaringan pada periodontal gigi. Beberapa molekul pembawa sinyal seperti Bone Morphogenetic Protein (BMP), Transforming Growth Factor-β (TGF-β), dan Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) terlibat pada migrasi, proliferasi, dan diferensiasi sel punca mesenkimal (SPM) di tempat yang membutuhkan pembentukan tulang baru. Bone Morphogenetic Protein (BMP) yang terbukti bersifat osteoinduktif dengan menginduksi diferensiasi SPM yang pluripoten menjadi berbagai sel dari keturunan osteoblasik melalui stimulasi Alkaline Phosphatase (ALP) dengan aktifasi reseptor BMP, Sma and Mad related proteins (SMAD), dan ekspresi Runt-related transcription factor 2 (Runx- 2/Cbfα1) (Jahan, 2015). Proses penyembuhan tulang merupakan suatu pengulangan dari proses yang terjadi pada masa embrionik yakni pembentukan tulang secara endokondral. Proses tersebut secara histologis dapat dibagi menjadi dua yakni penyembuhan primer dan sekunder. Penyembuhan primer jarang terjadi dan dimungkinkan hanya bila tidak ada jarak antara fragmen (kontak absolut) atau dengan jarak minimal. Sedangkan penyembuhan tulang secara sekunder terjadi pada sebagian besar disrupsi tulang yang terdiri dari osifikasi baik intramembran maupun endokondral serta pembentukan kalus dan melibatkan aktivasi dari SPM yang berada baik di periosteum maupun endosteum. Hampir semua jaringan dapat menjadi sumber SPM. Pada penyembuhan tulang, sel ini dapat berasal dari periosteum, jaringan lunak sekitar tulang, sumsum

6 tulang, dan endosteum. Sel punca mesenkimal mempunyai kemampuan untuk memperbaharui dirinya sendiri untuk waktu lama tanpa merubah strukturnya secara signifikan dan dapat distimulasi untuk berdiferensiasi menjadi bermacam-macam tipe sel yang dikehendaki, membentuk jaringan tertentu untuk kepentingan terapi dengan struktur dan properti mekanik yang sesuai dengan kondisi fisiologis, serta dapat berintegrasi sempurna dengan jaringan sekitarnya. Oleh karena karakteristiknya tersebut, SPM terbukti efektif sebagai terapi pada cedera jaringan (Haddad, 2011). Saat ini teknik laminoplasti yang dikerjakan di Indonesia khususnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menggunakan allograft yang berupa tandur tulang sintetik berbahan dasar hidroksiapatit (HA) yang di import dari luar negri. Pemakaian allograft import ini tentunya menambah beban biaya operasi secara signifikan terhadap prosedur laminoplasti sendiri yang menghabiskan biaya yang banyak. Di RS M. Djamil juga telah banyak kasus laminoplasti dengan menggunakan autograft dari prosesus spinosus. Seiring dengan meningkatnya prevalensi stenosis kanalis spinalis yang mempunyai morbiditas tinggi dan mempengaruhi kualitas serta produktifitas hidup pasien yang tentu saja jumlah kasus yang dilakukan laminoplasti juga bertambah. Dengan memproduksi sendiri spacer untuk laminoplasti, diharapkan bentuk dapat lebih disesuaikan dengan ukuran pasien di Indonesia, mempercepat proses penyembuhan dengan menambahkan sel punca mesenkimal yang bersifat osteoinduktif. Sel punca mesenkimal yang berasal dari sumsum tulang memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi sel keturunan yang berbeda, termasuk osteoblas, kondrosit, adiposit, dan tenosit.

7 Disamping itu, SPM juga akan meningkatkan sitokin anti inflamasi Transforming Growth Factor (TGF-β) dengan menghambat sintesis sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Penurunan sitokin pro inflamasi ini akan menghambat prostaglandin sehingga pembentukan MMP-8 juga dihambat (Haddad, 2011). Beberapa penelitian telah meneliti berbagai macam bahan scaffold begitu pula dengan SPM sebagai zat osteoinduktif, namun belum banyak literatur yang membandingkan bahan scaffold yang digunakan sebagai spacer pada prosedur laminoplasti. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan penelitian pendahuluan mengenai materi scaffold maka penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh scaffold dengan SPM terhadap regenerasi tulang belakang. Penelitian ini penting dilakukan untuk melihat bagaimana scaffold yang ditanami sel punca mesenkimal bisa menjadi penyangga yang kuat dan terjadi fusi yang baik pada level yang dilakukan laminoplasti sehingga akan menurunkan angka kesakitan dan memperbaiki kualitas hidup penderita. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh scaffold dengan sel punca mesenkimal yang dipasang pada laminoplasti terhadap kadar MMP-8?

8 2. Apakah ada pengaruh scaffold dengan sel punca mesenkimal yang dipasang pada laminoplasti terhadap kadar TGF-β? 3. Apakah ada pengaruh scaffold dengan sel punca mesenkimal yang dipasang pada laminoplasti terhadap terjadinya fusi di tulang belakang? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Menganalisa pengaruh pemasangan scaffold dengan SPM, terhadap kadar MMP-8, TGF-β, dan fusi pada tulang belakang yang dilakukan laminoplasti. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Membuktikan pengaruh scaffold dengan SPM yang dipasang pada laminoplasti terhadap kadar MMP-8. 2. Membuktikan pengaruh scaffold dengan SPM yang dipasang pada laminoplasti terhadap kadar TGF-β. 3. Membuktikan pengaruh scaffold dengan SPM yang dipasang pada laminoplasti terhadap terjadinya fusi di tulang belakang. 1.4. Manfaat Penelitian Bila penelitian ini berhasil dapat memberi manfaat pada : 1. Pengembangan ilmu a. Memberikan penjelasan secara ilmiah mengenai penyembuhan tulang dengan memakai scaffold ditambah SPM dapat mempercepat fusi pada laminoplasti yang dilakukan.

9 b. Berkontribusi dalam pengembangan advanced technology dalam tindakan laminoplasti di tulang belakang. 2. Terapan Pada kasus spinal stenosis yang akan dilakukan laminoplasti, scaffold yang dibuat menjadi alternatif yang baik sehingga penggunaannya menjadi pilihan oleh setiap ahli tulang belakang. 3. Masyarakat Sangat berguna sekali karena dengan adanya pemakaian scaffold dengan SPM ini dapat menghemat biaya operasi yang tinggi dan dapat meningkatkan kualitas hidup.