Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

dokumen-dokumen yang mirip
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal,Kementerian Keuangan. 3 Pebruari 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

PENYIAPAN REGULASI: DISTRIBUSI TANGGUNGJAWAB DAN INSENTIF REDD+

POTENSI MOBILISASI PENDANAAN DALAM NEGERI UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pembangunan Kehutanan

REVITALISASI KEHUTANAN

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/KMK.06/2004 TENTANG

PENGELOLAAN PNBP SDA KEHUTANAN. Jakarta 9 Oktober 2015

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMEIRNTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1998 TENTANG PROVISI SUMBER DAYA HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME DISTRIBUSI PEMBAYARAN REDD : Studi Kasus Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan PUSLITSOSEK 2009

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

CATATANKEBIJAKAN. Transparansi Penerimaan Negara Sektor Kehutanan. No. 01, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

Analisis Keuangan Taman Nasional di Indonesia:

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyelenggaraan. Sistem Informasi.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

for-nature and Development Swaps: Peluang Penerapannya di Indonesia

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

3.5.4 Analisis Skala Optimal Prosedur Analisis

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

RPP INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 109/KMK. 06/2004 TENTANG

PEMANFAATAN JASA KARBON HUTAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Operasionalisasi Peran Konservasi kedalam REDD+ di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

(PENGGANTI PP NO. 59 TAHUN 1998 TENTANG TARIF ATAS JENIS PNBP YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN)

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

No Pemberi Saran Saran Tanggapan/Comments

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

2016, No Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehut

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Transkripsi:

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan

PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang emisi terbesar Apabila deforetasi dimasukkan, Indonesia menempati urutan ke 3-5 Bila gambut dimasukkan, urutan Indonesia menjadi ke 2 setelah USA

HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM Kehutanan memiliki peran ganda dalam konteks perubahan iklim: Sebagai peng-emisi karbon (Carbon emitter) Terjadi pada saat penebangan dan pembakaran hutan CO2 yang tersimpan dalam pohon akan keluar Semakin luas hutang ditebang, semakin besar CO 2 yang dikeluarkan Sebagai penyerap karbon (Carbon Sink) Penyerapan CO 2 melalui daun pada siang hari Semakin luas tutupan hutan, semakin banyak CO 2 yang diserap

LAJU DEFORESTASI Rata-rata laju Deforestasi mencapai 1,08 juta Ha / Tahun

LAJU REHABILITASI GAP Sumber : Dep. Kehutanan Laju Deforestasi tidak mampu diimbangi oleh laju rehabilitasi Terjadi Net Deforestasi sebesar 300 ribu Ha / tahun

KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN DALAM PDB

PENERIMAAN PNBP SEKTOR KEHUTANAN Jenis penerimaan 2004 2005 2006 2007 2008 IHPH 90.55 42.99 112.53 36.5 31 PSDH 1,105.81 637.54 560.46 152.07 1,217.00 Dana Reboisasi 2,946.67 2,558.39 1,704.84 440.38 1,302.00 Dana Pengamanan Hutan - - 25.61 - - Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan - 3.64 2.15 0.61 - Iuran Menangkap Satwa Liar - 1.66 3.39 2.19 - Sumber:DJA, Direktorat PNBP

PENERIMAAN PAJAK SEKTOR KEHUTANAN Industri Kayu, Barang- Industri Furnitur Dan Tahun Kehutanan Barang Dari Kayu (Tidak Industri Pengolahan Termasuk Furnitur) Lainnya 2004 596.071.220.733 601.338.213.053 828.415.337.91 2005 595.873.315.706 755.172.616.674 784.359.746.62 2006 634.507.792.854 806.139.048.593 957.269.360.09 2007 459.544.478.701 932.085.219.425 937.863.825.70 2008 116.057.804.371 274.351.959.158 266.303.379.52 Sumber:DJP, diolah

Tujuan Kebijakan Fiskal bidang Kehutanan Pertumbuhan ekonomi peningkatan pertumbuhan PDB Sektor Kehutanan sebagai bagian sasaran-sasaran makro Pemerintah (stimulus pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja dll.) peningkatan pendapatan pemerintah ( fungsi APBN dari kekuasaan eksekutif) Kesejahteraan Masyarakat ( pro poor principle) Redistribusi pendapatan Pembangunan hutan yang berkelanjutan (Sustainable Forest Development) Koreksi eksternalitas nilai hutan melalui proses internalisasi sosial dan ekonomi h4 Pemberian insentif/disinsentif yang efektif dan efisien, sebagai perangkat koreksi eksternalitas nilai hutan, dalam kegiatan-kegiatan pemanfaatan dan konservasi hutan Bila reduksi emisi karbon merupakan bagian dari policy mainstream Pemerintah, maka pemberian insentif/disinsentif harus terintegrasikan ke dalam Sustainable Forest Management

Slide 9 h4 Ilustrasi-Ilustrasi eksternalitas di sektor kehutanan: 1.Nilai Pelestarian Hutan (Forest Conservation) & DAS (Watershed Management) vs Market Price kayu gelondongan 2. Nilai Kerugian Banjir vs Biaya Investasi Forest Conservation & Watershed Management harryks; 14/11/2009

Perbedaan antara PJL dengan Pajak dan PNBP Pajak dan PNBP a. Bersifat wajib (mandatory) b. Besaran ditetapkan pemerintah berdasar peraturan perundang-undangan c. Dikelola sistem administrasi keuangan negara d. Landasan hukum : Undang-undang dan Peraturan Pemerintah e. Bagian dari keuntungan f. Tidak dapat memasuki pasar bursa g. Pungutan Pemerintah merupakan pungutan untuk membiayai pembangunan yang lebih luas. h. Hanya mempertahankan hutan sebagai sumber penghasilan negara i. Tidak berubah konsep j. Tidak demikian Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) a. Bersifat sukarela (voluntary) b. Besaran tetapan berdasar kesepakatan para pihak dengan nilai minimal sama dengan biaya perolehan (opportunity cost) c. Dikelola oleh Lembaga Keuangan Alternatif yang otonom/independen dan akuntabel d. Komitmen global, nasional, lokal e. Bagian komponen biaya produksi (biaya kelola lingkungan/sosial) f. Dapat memasuki pasar bursa (Nasional dan Internasional) g. Pembayaran jasa lingkungan merupakan pembayaran diantara 2 sektor privat bukan subsidi. h. Pembayaran jasa lingkungan meningkatkan kepedulian lingkungan dan produksi lestari. i. Pembayaran jasa lingkungan mendorong untuk membangun lembaga kehutanan yang baru. j. Memobilisasi sumber-sumber keuangan internasional dan domestik pada semua tingkatan. Sumber: Tabulasi disiapkan oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia dalam Focus Group Discussion (FGD) di Departemen Keuangan, Senin/9 Februari 2009

TUGAS MENKEU SEBAGAI PENGELOLA FISKAL PASAL 8 UU NO. 17 TAHUN 2008 menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; melaksanakan fungsi bendahara umum negara; menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Kebijakan Fiskal Pada REDD

MASALAH REDD DI INDONESIA Ketidakpastian regulasi Negosiasi REDD di sidang UNFCCC belum final Petunjuk teknis pelaksanaan operasional REDD masih dalam bentuk draft Permenhut Skema penerimaan REDD belum masuk dalam penerimaan SDA sektor kehutanan. Saat ini penerimaan sektor kehutanan terdiri dari: IHPH PSDH Dana Reboisasi

MASALAH REDD DI INDONESIA Ketidakjelasan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah Kewenangan untuk mengatur politik luar negeri, moneter, dan fiskal adalah kewenangan Pemerintah Pusat. Apakah Pemda boleh melakukan transaksi REDD dengan pihak luar negeri? Bagaimana arus dana dari luar negeri sampai ke daerah? Bagaimana distribusi dana REDD sampai kepada para stakeholder sektor kehutanan? Resistensi beberapa kelompok masyarakat REDD lebih memprioritaskan pengurangan deforestasi dan degradasi hutan dibandingkan pengurangan kemiskinan Penguatan kontrol terhadap akses ke hutan semakin meminggirkan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan REDD lebih mementingkan tujuan negara maju yang mendanainya, dibandingkan dengan penduduk yang hidupnya bergantung pada hutan

MASALAH REDD DI INDONESIA Proteksi terhadap hutan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap industri yang menggunakan produk hutan sebagai input. Dana yang diperoleh dari REDD dikhawatirkan tidak lebih besar dari penurunan sektor industri yang menurun sebagai akibat berkurangnya pasokan bahan baku dari sektor kehutanan Permasalahan Pemda dalam implementasi REDD Belum pernah ada pengalaman sebelumnya yang bisa digunakan sebagai acuan Persepsi para pihak yang beragam, sehingga menimbulkan status quo apakah sebagai peluang atau ancaman Skema REDD menimbulkan harapan yang berlebihan bagi masyarakat dan pemerintah daerah bahwa skema REDD akan menghasilkan dalam waktu singkat Distribusi hasil penerimaan dari REDD belum ada Belum cukup dukungan yang konkrit dari Pemerintah Pusat untuk merealisasikan REDD di daerah

S U N AR S I P Review Atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P- 30/Menhut II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P-36/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung

S U N AR S I P Bagaimana Kedudukan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor Peraturan Menteri Kehutanan No. P-30/Menhut II/2009 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P-36/Menhut- II/2009? (1) Permenhut No. P-30/Menhut-II/2009 ternyata menyebut klausul mengenai distribusi dana REDD sebagaimana terdapat dalam Pasal 20 Ayat (1): Perimbangan Keuangan atas Penerimaan Negara yang bersumber dari pelaksanaan REDD diatur dengan peraturan-perundang-undangan tersendiri ; dan Pasal 20 Ayat (2): Tata Cara pengenaan, pemungutan, penyetoran, dan penggunaan penerimaan dari REDD diatur dengan peraturan-perundang-undangan. Permenhut No. P-36/Menhut-II/2009 ternyata juga telah mengatur distribusi dana REDD sebagaimana terdapat dalam Pasal 17 dan Lampirannya. Pasal 17 Ayat (1): Nilai Jual Jasa Lingkungan (NJ2L) RAP-KARBON dan/atau PAN-KARBON adalah pendapatan dari penjualan kredit karbon yang telah disertifikasi dan dibayar berdasarkan ERPA (Emission Reduction Purchase Agrement). Pasal 17 Ayat (2): Distribusi dari NJ2L adalah sebagaimana dalam Lampiran III Peraturan ini. Pasal 17 Ayat (3): Dana yang diterima oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan PNBP Kehutanan.

S U N AR S I P Bagaimana Kedudukan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor Peraturan Menteri Kehutanan No. P-30/Menhut II/2009 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P-36/Menhut- II/2009? (2) Penetapan mengenai status PNBP yang berasal dari dana REDD seharusnya melalui sebuah Peraturan Pemerintah, bukan melalui sebuah Peraturan Menteri. Penetapan jenis dan tarif PNBP beserta pembagiannya antara Pemerintah Pusat dan Daerah (termasuk pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan REDD) seharusnya juga ditetapkan melalui sebuah Peraturan Pemerintah.

CATATAN PENTING 1. Menteri Keuangan RI memegang kekuasaan tertinggi (setelah Presiden RI) di bidang Keuangan Negara, yang didalamnya termasuk kebijakan fiskal dan kebijakan APBN; 2. Menteri Teknis adalah pelaksana anggaran (APBN). Salah satu tugas Menteri Teknis adalah melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan menyetorkannya ke Kas Negara. 3. Penentuan Jenis PNBP dan Tarif Atas Jenis PNBP semestinya ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah, bukan melalui Peraturan Menteri, sekalipun oleh Peraturan Menteri Keuangan. 4. Penetapan besarnya Jenis PNBP dan Tarif Atas Jenis PNBP seyogyanya mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 5. Penetapan status PNBP yang berasal dari penerimaan dana REDD beserta distribusi melalui Permenhut No. P-30/Menhut II/2009 dan Permenhut No. P-36/Menhut-II/2009 adalah Tidak Tepat dan semestinya diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah.

Langkah Lanjut Kebijakan Fiskal Untuk REDD

PERATURAN YANG PERLU DISIAPKAN DEPKEU DALAM RANGKA IMPLEMENTASI REDD Alur dana REDD dari luar negeri, bagaimana mekanisme dana hasil REDD dari luar negeri? sebagai penerimaan pemerintah pusat (PNBP) seperti yang telah ada saat ini dan diteruskan ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil? mekanisme penerusan pinjaman sesuai dengan hasil perhitungan potensi REDD dari masing-masing daerah? Distribusi insentif, bagaimana mengatur bagi hasil perolehan dana REDD? berapa porsi untuk Pemerintah Pusat? berapa porsi Pemerintah Daerah? Peruntukan Dana REDD, bagaimana peruntukan dana REDD pada APBN dan APBD? apakah harus untuk kegiatan yang terkait REDD atau dapat digunakan pada sektor kehutanan secara keseluruhan. Dana REDD untuk masyarakat penerima, apakah dalam bentuk kegiatan melalui mekanisme APBN/APBD atau transfer langung (BLT).

Terima kasih! Singgih Riphat Kontak: cc.bkfdepkeu@gmail.com