BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Handout. Bahan Ajar Korosi

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

1 BAB IV DATA PENELITIAN

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc

ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

Hasil dan Pembahasan

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

MODUL III KESETIMBANGAN KIMIA

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

BAB II LANDASAN TEORI

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%),

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

No Indikator Soal Valid

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi.

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

KAJIAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

Materi Pokok Bahasan :

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KUALITAS AIR

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari model NORSOK menjadi awal dari pembahasan. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan tingkat critically pipa serta pengaruh dari penambahan inhibitor terhadap analisis jaringan pipa. 4.1 Model NORSOK : Analisis Prediksi Laju Korosi dan Pengaruh Operasional Pipa Terhadap Laju Korosi Dalam memprediksi laju korosi internal pipa dengan menggunakan model NORSOK, parameter-parameter dalam segi operasional pipa sangat penting peranannya. Parameter-parameter tersebut antara lain adalah tekanan operasi, temperature operasi, serta keasaman (ph) dan kandungan karbon dioksida dalam gas yang mengalir. Selain parameter-parameter tersebut, keberadaan aliran system yang berbeda juga turut mempengaruhi besar laju korosi yang terjadi. 4.1.1 Analisis Prediksi Laju Korosi Laju korosi tiap data jaringan pipa gas dihitung dengan menggunakan model NORSOK dan hasil lengkapnya ada pada tabel 4.1 di bawah. Rentang laju korosi ada pada kisaran 0,151 0,407 mm/tahun. Tabel menunjukkan bahwa nilai laju korosi terendah ada pada data jaringan pipa 12,75 OD-X 5 sedangkan laju korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5. Sisi penjelasan lain yang diperoleh dari tabel, yakni adalah bahwa rata-rata laju korosi yang terdapat pada jaringan pipa (jaringan pipa X) yang tidak mengandung hydrogen sulfide lebih rendah daripada jaringan pipa yang alirannya mengandung hydrogen sulfide (jaringan pipa Y). dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa hydrogen sulfide berperan dalam penentuan laju korosi internal dengan menggunakan model NORSOK ini. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hydrogen 57

sulfide merupakan salah satu senyawa agresif yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi internal pada pipa. Tabel 4.1 Laju Korosi untuk Setiap Data Jaringan Pipa Gas Nama Jaringan Pipa OD (inch) Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) Laju Korosi (mm/y) 12,75 OD-X 1 12,75 180106 6 3,8 0 12,75 OD-X 2 12,75 12422 15 7 0 12,75 OD-X 3 12,75 10622 1 7,5 0 12,75 OD-X 4 12,75 603 14 6,5 0 12,75 OD-X 5 12,75 2225 2 7,5 0 12,75 OD-X 6 12,75 2073 8 7 0 12,75 OD-X 7 12,75 6384 8 6,9 0 16 OD-X 8 16 19020 18 8 0 16 OD-X 9 16 21245 35 6 0 12,75 OD-X 10 12,75 3678 6 4,2 0 12,75 OD-X 11 12,75 2523 18 3,9 0 20 OD-X 12 20 5777 20 3,5 0 12,75 OD-X 13 12,75 644 1 5,5 0 26 OD-X 14 -X60 26 312617 8 3,7 0 26 OD-X 15 -X60 26 242697 2 4 0 14 OD-X 16 14 93279 30 4 0 0,323 0,187 0,246 0,182 0,151 0,155 0,195 0,262 0,351 0,286 0,311 0,236 0,196 0,397 0,391 0,307 Nama Jaringan Pipa OD (inch) Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) Laju Korosi (mm/y) 14 OD-Y 1 14 8263 2 4 2,3 8,625 OD-Y 2 8,625 321 14 3,8 12 12,75 OD-Y 3 12,75 598 1 5 0,5 16 OD-Y 4 16 20438 60 3,6 2,0 0,179 0,291 0,212 0,321 58

16 OD-Y 5 16 224110 50 3,5 3,5 24 OD-Y 6 -X60 24 82712 7 4,1 5 0,407 0,386 Akan tetapi, model NORSOK tidak memperhitungkan tepat seberapa besar peningkatan laju korosi internal pada pipa denga adanya kandungan hydrogen sulfide pada aliran. Hydrogen sulfide, pada model NORSOK, hanya diperhutngkan sebagai senyawa asam yang mempengaruhi tingkat keasaman aliran (ph). Hal ini terlihat pada tabel bahwa ph yang dimiliki oleh aliran jaringan pipa yang mengandung hydrogen sulfide umumnya lebih asam (lebih rendah). Tingkat keasaman inilah yang diperhitungkan dalam model NORSOK. Faktor keasaman aliran (ph), dalam model NORSOK, dalam pengaruhnya terhadap laju korosi akan dibahas pada pembahasan 4.1.2 berikut secara lebih mendetail dengan menggunakan contoh perhitungan. 4.1.2 Analisis Pengaruh ph dan Kandungan Karbon Dioksida terhadap Laju Korosi Dalam tinjauan pustaka disebutkan, korosi merupakan salah satu jenis kegagalan pipa yang disebabkan oleh karena factor lingkungan. Keasaman merupakan salah satu factor lingkungan yang berpengaruh terhadap korosi. Dalam hal ini, keasaman lingkungan pipa digambarkan dalam nilai ph. Model NORSOK memperhitungkan nilai ph sebagai salah satu factor untuk memprediksi laju korosi. Pengaruh ph terhadap laju korosi dalam model NORSOK digambarkan dalam grafik dalam gambar 4.1. Grafik dibentuk dari data jaringan pipa yang sama yang digunakan dalam contoh perhitungan yakni jaringan pipa 12,75 OD-X 4 dengan parameter yang diubah adalah nilai ph sedangkan parameter lain dibiarkan seperti asal nilai dalam data semula. 59

Laju Korosi (mm/y) 2 1.5 1 0.5 0 Pengaruh ph terhadap Laju Korosi 0 2 4 6 8 ph Gambar 4.1 Grafik Pengaruh ph terhadap Laju Korosi Dalam grafik menunjukkan bahwa seiring dengan naiknya nilai ph dalam berbagai kondisi, laju korosi akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi sebab kenaikan nilai ph menandakan system menjadi basa, dan kebasaan ini akan membuat baja, yang menjadi bahan dasar pipa, menjadi masuk daerah pasif. Gambar 4.2 Diagram Eh-pH Sistem Fe-H 2 O Laju korosi pada daerah pasif umumnya lebih rendah daripada laju korosi pada daerah aktif, walaupun demikian baja tetap akan terkorosi dengan laju yang 60

rendah [15]. Oleh sebab itu grafik pengaruh ph terhadap laju korosi tidak menunjukkan bahwa kenaikan ph terus menerus akan menyebabkan laju korosi berada pada nilai nol. Gambar 4.3 Kurva Polarisasi Anodik Fe Kurva menunjukkan laju korosi pada daerah pasif (i passive ) umumnya lebih rendah daripada nilai pada perpotongan dengan garis katodik (laju korosi pada daerah aktif terkorosi) [15]. Telah disinggung sebelumnya keasaman merupakan factor lingkungan dan dipengaruhi oleh keadaan di sekitar pipa. Akan tetapi, jika yang dipermasalahkan adalah keasaman di dalam pipa yang menyebabkan korosi internal, maka yang menentukan tinggi rendahnya nilai keasaman adalah aliran yang mengalir di dalam pipa tersebut. Kandungan dalam aliran yang menentukan keasaman yakni adalah kandungan karbon dioksida dan hydrogen sulfide. Karbon dioksida dan hydrogen sulfide diketahui akan melepaskan ion H +, di mana semakin banyak kandungan senyawa maka akan semakin banyak pula ion H + terbentuk. Sedangkan di lain pihak, keasaman sendiri merupakan nilai dari fungsi logaritmik banyaknya konsentrasi ion H + dalam sebuah system [5]. Oleh karena itu, kandungan kedua senyawa ini tentu akan memberikan fungsi yang logaritmik pula terhadap laju korosi. 61

Dalam pembahasan ini, hanya ditinjau satu senyawa saja dalam pengaruhnya terhadap laju korosi, yakni karbon dioksida. Hal ini dikarenakan oleh kasus yang terjadi dalam pipa semuanya merupakan jenis sweet corrosion, di mana karbon dioksida berperan dominan dalam proses korosi yang terjadi pada pipa. Selain itu, model yang digunakan (model NORSOK) adalah model yang memperhitungkan laju korosi karena karbon dioksida saja. Laju korosi (mm/y) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Pengaruh Kandungan Karbon Dioksida terhadap Laju Korosi 0 20 40 60 80 100 120 Kandungan Karbon Dioksida (% mole) Gambar 4.4 Kurva Pengaruh Kandungan Karbon Dioksida terhadap Laju Korosi Kurva yang ditunjukkan oleh gambar 4.4 menunjukkan bahwa ada batas dalam kandungan karbon dioksida sehingga laju korosi menunjukkan nilai konstan dalam berbagai kondisi. Nilai-nilai batas tersebut adalah di mana kandungan karbon dioksida menunjukkan angka nol dan seratus persen. Laju korosi pada saat kandungan karbon dioksida menunjukkan angka nol tidak secara otomatis menjadi nol pula (korosi terhenti). Sama seperti nilai ph yang memasuki nilai laju korosi pasif, pada saat kandungan karbon dioksida nol pipa tetap terkorosi hanya saja nilainya tidak sebesar jika aliran ada kandungan karbon dioksidanya [5]. Hal ini disebabkan kandungan karbon dioksida bukan merupakan satu-satunya factor yang berpengaruh dalam menentukan tinggi rendahnya laju korosi. Factor lain yang menentukan antara lain temperature dan tekanan operasi pipa. 62

4.1.3 Analisis Pengaruh Temperatur Operasi terhadap laju Korosi Dalam setiap lingkungan, temperature merupakan syarat mutlak untuk membentuk sebuah system. Di dalam korosi internal pipa, factor temperature juga yang ikut menentukan besarnya laju korosi. Model NORSOK mengindikasikan grafik di bawah ini sebagai pengeruh temperature terhadap laju korosi. 0.25 0.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Korosi laju Korosi (mm/y) 0.15 0.1 0.05 0 0 50 100 150 200 250 Temperatur (0C) Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Laju Korosi Dari grafik terlihat bahwa pada awalnya laju korosi akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya temperature. Akan tetapi kecenderungan itu berubah pada temperature yang lebih tinggi di mana laju korosi akan cenderung menurun. Model NORSOK memperhitungkan penurunan laju korosi itu sebagai sebuah konstanta temperature di mana konstanta yang paling tinggi ada pada temperature 60 0 C (tabel 3.1). Pada awalnya kenaikan temperature akan meningkatkan dan mempercepat proses difusi dari kandungan ion maupun senyawa agresif yang menyebabkan korosi terjadi. Hal ini menyebabkan laju korosi akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan temperature sebab ion maupun senyawa agresif lebih cepat mendegradasi pipa baja. Akan tetapi seiring dengan naiknya temperature yang semakin tinggi, kelembaban lingkungan semakin berkurang. Hal ini ditandai oleh 63

berkurangnya kandungan oksigen terlarut, yang juga merupakan salah satu pengendali reaksi dalam korosi [5]. Dalam kasus korosi internal, kandungan oksigen terlarut merupakan perspeksi dari kandungan karbon dioksida dalam aliran gas dalam pipa. Gambar 4.6 Grafik Penurunan Konsentrasi Oksigen Terlarut terhadap Peningkatan Temperatur [5] Menurunnya konsentrasi oksigen terlarut membuat berkurangnya senyawa agresif yang menyebabkan korosi terjadi. Walaupun proses difusi oksigen terlarut tetap tinggi, laju korosi akan cenderung menurun karena kurangnya senyawa agresif yang menyebabkan proses korosi berlangsung. Jika senyawa agresif tetap dipertahankan pada kondisinya (konstan), laju korosi akan terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan temperature. Gambar 4.7 Grafik Korosi terhadap Temperatur 64

4.1.4 Analisis Pengaruh Tekanan Operasi terhadap Laju Korosi Selain keasaman aliran dan temperature, factor lain yang tak kalah penting dalam penentuan laju korosi internal adalah tekanan operasi pada pipa. Tekanan, sama seperti temperature, merupakan factor yang paling banyak terdapat pada sebuah system. Akan tetapi, berbeda dengan temperature, tekanan akan memberikan efek yang cenderung linier terhadap peningkatan laju korosi seiring dengan peningkatan tekanan. Laju Korosi (mm/y) 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 Pengaruh Tekanan terhadap Laju Korosi 0 50 100 150 200 250 300 350 Tekanan (psi) Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Tekanan terhadap Laju Korosi Tekanan merupakan sebuah gaya yang membebani sebuah system, dalam hal ini pipa baja. Semakin berat suatu benda yang jatuh dari ketinggian yang sama, maka gaya gravitasi akan semakin besar. Hal ini menyebabkan benda tersebut ketika menyentuh permukaan tanah akan menimbulkan efek lubang yang lebih besar. Sama seperti hal itu, tekanan yang semakin besar menyebabkan proses degradasi pipa menjadi lebih besar karena gaya untuk mendegradasi pipa akan semakin besar. Hal tersebut akan berlangsung terus menerus membentuk kelinieran yang tergambar pada grafik di atas (gambar 4.8). 65

4.2 Analisis Pengaruh Peluang Kegagalan Terhadap Tingkat Critically Pipa Tingkat critically sebuah jaringan pipa, seperti telah disebutkan sebelumnya, merupakan gambaran keadaaan dan kondisi sebuah jaringan pipa. Sebuah jaringan pipa dikatakan harus diganti atau tetap dapat dipertahankan tetapi memerlukan pemantauan atau bahkan dalam kondisi aman, semuanya merupakan hasil dari tingkat critically pipa. Peluang kegagalan suatu jaringan pipa dapat mendeskripsikan tingkat critically sebuah jaringan pipa tersebut. Dalam hasil percobaan ditunjukkan grafik peluang kegagalan pipa 16 OD-Z pada tiap tahun pada beberapa lokasi berbeda. 0.18 0.16 0.14 Kurva Peluang Kegagalan Peluang Kegagalan 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Tahun Lokasi 240 340 Meter Lokasi 341 440 Meter Lokasi 441 550 Meter Lokasi 551 640 Meter Gambar 4.9 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z pada Tiap Tahun Grafik tersebut merupakan fungsi sebuah tabel, yang jika disesuaikan kriterianya dengan tabel 3.3 akan menjadi seperti table 4.2. 66

Tabel 4.2 Tabel Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z Pada Tiap Lokasi Per Tahun Peluang Kegagalan Lokasi (meter) Tahun 240 340 341 440 441 550 551 640 2009 3,59426.10 09 7,47468.10 08 8,546.10 06 2,1146.10 06 2010 4,39874.10 09 9,9834.10 08 4,3354.10 05 3,4008.10 06 2011 5,20322.10 10 1,7012.10 07 2,5622.10 05 4,2972.10 06 2012 6,0077.10 09 2,871.10 07 4.10 05 6,812.10 06 2013 7,90302.10 09 6,1815.10 07 7.10 05 1,0696.10 05 2014 9,79834.10 09 1,0183.10 06 1,2.10 04 1,6633.10 05 2015 1,0746.10 08 1,6615.10 06 2,1.10 04 2,5622.10 05 2016 1,4891.10 08 3,4008.10 06 3,8.10 04 4.10 05 2017 1,9036.10 08 5,417.10 06 6,4.10 04 7.10 05 2018 2,6216.10 08 1,07.10 05 1,11.10 03 1,1.10 04 2019 3,3396.10 08 2,0669.10 05 1,93.10 03 1,9.10 04 2020 4,5709.10 08 4.10 05 3,17.10 03 3.10 04 2021 5,8022.10 08 8.10 05 5,23.10 03 4,8.10 04 2022 9,14716.10 08 1,4.10 04 8,42.10 03 7,9.10 04 2023 1,7012.10 07 5,2.10 04 1,97.10 02 1,99.10 03 2024 2,40308.10 07 9,4.10 04 2,938.10 02 3,17.10 03 2025 2,871.10 07 1,69.10 03 4,182.10 02 4,66.10 03 2026 6,1815.10 07 2,98.10 03 5,705.10 02 7,14.10 03 2027 7,9435.10 07 5,08.10 03 7,8.10 02 1,044.10 02 2028 1,3023.10 06 8,2.10 03 1,0027.10 01 1,5.10 02 2029 2,1146.10 06 1,321.10 02 1,2924.10 01 2,118.10 02 2030 3,4008.10 06 1,97.10 02 1,5866.10 01 2,938.10 02 Tabel 4.2 memberikan gambaran yang jelas tentang grafik pada gambar 4.9. Pada lokasi 240-340 meter, grafik menunjukkan bahwa garis peluang kegagalan pada lokasi tersebut lurus dan tidak menunjukkan peningkatan. Dari tabel, dapat dilihat dengan jelas pada setiap tahunnya sampai dengan tahun 2028, pada lokasi tersebut semua berwarna hijau muda. Hijau muda mengindikasikan tingkat critically pipa sangat rendah, artinya jaringan pipa pada lokasi tersebut sangat kecil kemungkinannya untuk mengalami kegagalan. Walaupun pada tahun 2028 tabel berubah menjadi berwarna hijau tua, akan tetapi tingkat critically pipa masih tergolong rendah. 67

Lokasi selanjutnya yakni lokasi 331-440 meter. Grafik pada gambar 4.9 menunjukkan bahwa pada awal tahun sampai dengan sekitar tahun 2022 garis yang menunjukkan lokasi ini linier lurus pada tingkat paling bawah. Grafik mulai menunjukkan kenaikan pada tahun 2022 dan meningkat tajam sejak tahun 2025. Hal ini sesuai dengan tabel bahwa pada awalnya jaringan pipa pada lokasi ini dalam keadaan baik-baik saja sampai dengan pada tahun 2022, jaringan pipa pada lokasi ini menjadi berwarna jingga. Warna ini mengindikasikan tingkat critically pipa yang tinggi. Ini berarti jaringan pipa pada lokasi ini sejak tahun 2023 beresiko tinggi mengalami kegagalan dan sejak tahun 2025 resiko tersebut akan menjadi sangat tinggi. Hal tersebut diindikasikan oleh warna merah yang mulai tercuat pada tabel sejak tahun 2025 pada lokasi 331-440 meter ini. Gambar 4.10 Gambar Kegagalan Pipa Tingkat critically pipa mengindikasikan tinggi atau rendahnya peluang pipa mengalami kegagalan seperti yang dicontohkan pada gambar. Jaringan pipa pada lokasi 441-550 meter merupakan data yang paling menarik. Dari grafik dapat dilihat bahwa kenaikan garis yang menunjukkan lokasi ini jauh 68

lebih tajam dibandingkan dengan lokasi jaringan pipa lainnya. Tabel menunjukkan bahwa pada awal mula tahun 2009 ini, pipa berada pada tingkat critically rendah, yang resiko kegagalanya lebih tinggi daripada yang akan terjadi jika tabel menunjukkan warna hijau muda (seperti pada lokasi 240-340 meter). Dari tabel pula dapat dilihat bahwa kenaikan peluang kegagalan yang terjadi pada grafik, yakni pada pada tahun 2018, berwarna merah. Ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2018 di lokasi 441-550 meter, pipa 16 OD-Z berada pada tingkat critically pipa sangat tinggi. Jaringan pipa 16 OD-Z pada lokasi tersebut sangat mungkin terjadi kegagalan pipa berupa kebocoran atau bahkan pecahnya pipa. Jaringan pipa pada lokasi terakhir hampir serupa dengan lokasi 441-550 meter. Hanya saja dari grafik ditunjukkan bahwa kenaikan garis yang menunjukkan lokasi ini sedikit lebih lambat daripada lokasi 441-550 meter. Tabel 4.2 menjelaskan lebih detail, di mana resiko pipa mengalami kegagalan sangat tinggi terjadi lebih lambat 5 tahun daripada lokasi 441-550 meter. Walaupun demikian lokasi ini termasuk yang berbahaya sebab peluang kegagalannya dari awal tahun 2013 mengindikasikan adanya bahaya dan jaringan pipa lokasi ini sudah harus mendapat perhatian khusus sejak tahun itu. 4.3 Analisis Pengaruh Penambahan Inhibitor dan Jumlah Penambahan Inhibitor pada Jaringan Pipa Secara umum suatu inhibitor dalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. Mekanisme penghambatannya terkadang lebih dari satu jenis. Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan menghasilkan 69

produk yang membentuk lapisan pasif, dan ada pula yang menghilangkan konstituen yang agresif. Dewasa ini terdapat 6 jenis inhibitor, yaitu inhibitor yang memberikan pasivasi anodik, pasivasi katodik, inhibitor ohmik, inhibitor organik, inhibitor pengendapan, dan inhibitor fasa uap [15]. 4.3.1 Analisis Pengaruh Penambahan Inhibitor pada Jaringan Pipa Inhibitor memiliki tingkat efisiensi jika ditambahkan dalam suatu system. Tingkat efisiensi ini menggambarkan daya kerja inhibitor dalam menghambat laju korosi. Biasanya efisiensi inhibitor yang ditambahkan dalam pipa untuk menghambat korosi ada dalam kisaran 70-90 % [6]. Pengaruh Penambahan Inhibitor Corr Rate (mm/y) tanpa inhibitor inhibitor efisiensi 70 % inhibitor efisiensi 80 % inhibitor efisiensi 90 % Kandungan CO2 (%) Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Penambahan Inhibitor terhadap Laju Korosi Data jaringan pipa yang ada, dianalisis dengan penambahan inhibitor dengan efisiensi 70 % dan hasilnya adalah : 70

Tabel 4.3 Laju Korosi Jaringan Pipa dengan Penambahan Inhibitor Nama jaringan Pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) 12,75 OD-X 1 180106 6 3,8 0 12,75 OD-X 2 12422 15 7 0 12,75 OD-X 3 10622 1 7,5 0 12,75 OD-X 4 603 14 6,5 0 12,75 OD-X 5 2225 2 7,5 0 12,75 OD-X 6 2073 8 7 0 12,75 OD-X 7 6384 8 6,9 0 16 OD-X 8 19020 18 8 0 16 OD-X 9 21245 35 6 0 12,75 OD-X 10 3678 6 4,2 0 12,75 OD-X 11 2523 18 3,9 0 20 OD-X 12 5777 20 3,5 0 12,75 OD-X 13 644 1 5,5 0 26 OD-X 14 -X60 312617 8 3,7 0 26 OD-X 15 -X60 242697 2 4 0 14 OD-X 16 93279 30 4 0 Laju Korosi tanpa Penambahan Inhibitor (mm/y) Laju Korosi dengan Penambahan Inhibitor (mm/y) 0,323 0,0969 0,187 0,0561 0,246 0,0738 0,182 0,0546 0,151 0,0453 0,155 0,0465 0,195 0,0585 0,262 0,0786 0,351 0,1053 0,286 0,0858 0,311 0,0933 0,236 0,0708 0,196 0,0588 0,397 0,1191 0,391 0,1173 0,307 0,0921 Nama jaringan Pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) 14 OD-Y 1 8263 2 4 2,3 8,625 OD-Y 2 321 14 3,8 12 12,75 OD-Y 3 598 1 5 0,5 16 OD-Y 4 20438 60 3,6 2,0 16 OD-Y 5 224110 50 3,5 3,5 24 OD-Y 6 -X60 82712 7 4,1 5 Laju Korosi tanpa Penambahan Inhibitor (mm/y) Laju Korosi dengan Penambahan Inhibitor (mm/y) 0,179 0,0537 0,291 0,0873 0,212 0,0636 0,321 0,0963 0,407 0,1221 0,386 0,1158 71

Korosi adalah proses degradasi dan akan berakhir jika benda yang mengalami degradasi telah habis. Pada pipa, korosi akan berhenti ketika tebal pipa habis oleh proses korosi. Lama tebal pipa yang akan habis merupakan fungsi dari tebal pipa dibandingkan dengan laju korosi dan disebut umur sisa pipa (remaining life). Tabel 4.4 Umur Sisa Jaringan Pipa Tanpa dan Dengan Penambahan Inhibitor Pipeline Name TAHUN INSTALASI CO2 (% mol) PH H2S (ppm) UMUR SISA TANPA INHIBITOR (SEJAK 2009) UMUR SISA DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR (SEJAK 2009) 12,75 OD-X 1 1976 6 3,8 0 6 21 12,75 OD-X 2 1992 15 7 0 51 170 12,75 OD-X 3 1980 1 7,5 0 23 75 12,75 OD-X 4 1984 14 6,5 0 45 149 12,75 OD-X 5 1982 2 7,5 0 57 190 12,75 OD-X 6 1982 8 7 0 55 183 12,75 OD-X 7 1982 8 6,9 0 38 127 16 OD-X 8 1982 18 8 0 21 72 16 OD-X 9 1980 35 6 0 7 24 12,75 OD-X 10 1983 6 4,2 0 18 61 12,75 OD-X 11 1993 18 3,9 0 15 49 20 OD-X 12 1986 20 3,5 0 31 103 12,75 OD-X 13 1986 1 5,5 0 42 139 26 OD-X 14 -X60 1993 8 3,7 0 20 67 26 OD-X 15 -X60 1993 2 4 0 21 68 14 OD-X 16 1986 30 4 0 18 61 UMUR SISA TANPA UMUR SISA DENGAN Pipeline Name TAHUN INSTALASI CO2 (% mol) PH H2S (ppm) PENAMBAHAN INHIBITOR (SEJAK 2009) PENAMBAHAN INHIBITOR (SEJAK 2009) 14 OD-Y 1 8,625 OD-Y 2 1973 1993 2 4 2,3 14 3,8 12 35 116 28 92 72

12,75 OD-Y 3 16 OD-Y 4 16 OD-Y 5 24 OD-Y -X60 6 1986 1983 1982 1993 1 5 0,5 60 3,6 2,0 50 3,5 3,5 7 4,1 5 37 123 14 45 4 14 21 70 Laju korosi yang berkurang oleh karena adanya inhibitor dalam system akan mempengaruhi proses analisis berikutnya, yakni analisis peluang kegagalan dan penentuan tingkat critically pipa. Peluang kegagalan merupakan fungsi dari laju korosi, oleh sebab itu jika laju korosi jaringan pipa menjadi lebih kecil maka peluang kegagalan pun akan berubah menjadi lebih kecil pula. 0.0002 Peluang Kegagalan Pipa Per Tahun Peluang Kegagalan 0.00018 0.00016 0.00014 0.00012 0.0001 0.00008 0.00006 0.00004 0.00002 0 240 340 341 440 441 550 551 640 Tahun Gambar 4.12 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z Per Tahun Sejak Penambahan Inhibitor Tahun 2009 73

Tabel 4.5 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z Per Tahun Sejak Penambahan Inhibitor Tahun 2009 Peluang Kegagalan Lokasi (meter) Tahun 240-340 341-440 441-550 551-640 2009 5,32.10-10 1,8236.10-09 2,6216.10-08 1,02722.10-08 2010 5,78.10-10 1,9739.10-09 3,3396.10-08 1,2404.10-08 2011 6,24.10-10 2,2744.10-09 4,07838.10-08 1,7378.10-08 2012 6,7.10-10 2,5749.10-09 5,13342.10-08 2,0472.10-08 2013 7,15.10-10 2,8754.10-09 6,63844.10-08 2,6216.10-08 2014 7,15.10-10 3,1759.10-09 7,8928.10-08 3,3396.10-08 2015 8,07.10-10 3,3261.10-09 3,3396.10-08 4,07838.10-08 2016 8,07.10-10 4,1306.10-09 5,30968.10-08 5,13342.10-08 2017 8,53.10-10 4,6669.10-09 7,8928.10-08 6,63844.10-08 2018 8,53.10-10 5,4714.10-09 9,9834.10-08 7,8928.10-08 2019 9,9.10-10 6,0077.10-09 2,05214.10-07 3,3396.10-08 2020 1,82.10-09 7,4292.10-09 2,871.10-07 5,30968.10-08 2021 1,97.10-09 8,8507.10-09 5,62838.10-07 7,8928.10-08 2022 2,27.10-09 1,0272.10-08 9,2872.10-07 9,9834.10-08 2023 2,57.10-09 1,2404.10-08 1,2515.10-06 2,05214.10-07 2024 2,88.10-09 1,7378.10-08 1,6615.10-06 2,871.10-07 2025 3,18.10-09 2,0472.10-08 2,6849.10-06 5,62838.10-07 2026 3,33.10-09 2,6216.10-08 4,2972.10-06 9,2872.10-07 2027 4,13.10-09 3,3396.10-08 5,5417.10-06 9,2872.10-07 2028 4,67.10-09 4,0784.10-08 6.10-06 1,2515.10-06 2029 5,47.10-09 5,1334.10-08 7.10-06 1,6615.10-06 2030 6,01.10-09 6,6384.10-08 8,5460.10-06 2,6849.10-06 2031 7,43.10-09 7,8928.10-08 1,0696.10-05 4,2972.10-06 2032 8,85.10-09 3,3396.10-08 1,3354.10-05 5,5417.10-06 2033 1,03.10-08 5,3097.10-08 2,0669.10-05 6.10-06 2034 1,24.10-08 7,8928.10-08 3,17.10-05 7.10-06 2035 1,74.10-08 9,9834.10-08 4.10-05 8,546.10-06 2036 2,05.10-08 2,0521.10-07 5.10-05 9,00.10-06 2037 2,62.10-08 2,871.10-07 7.10-05 9,50.10-06 2038 3,34.10-08 5,6284.10-07 9.10-05 1,3354.10-05 2039 4,08.10-08 9,2872.10-07 1,3.10-04 1,633.10-05 2040 5,13.10-08 9,2872.10-07 1,8.10-04 2,0669.10-05 74

Pada gambar 4.12 diperoleh peluang kegagalan yang lebih kecil dibandingkan dengan pada gambar 4.9 walaupun kenaikan peluang kegagalan tetap terjadi. Dari tabel 4.4 dapat diketahui lebih pasti perbedaan tersebut, di mana kenaikan peluang kegagalan adalah ketika tingkat critically pipa mencapai warna kuning. Hal ini berbeda bila pipa belum ditambahkan inhibitor, yakni kenaikan peluang kegagalan pada saat tingkat critically pipa menjadi berwarna merah (pembahasan 4.2). Dengan demikian diperoleh hasil bahwa penambahan inhibitor sejak tahun 2009 dengan efisiensi 70 % dapat mengubah peluang kegagalan pipa menjadi lebih kecil. Hal ini pun berpengaruh tingkat critically pipa, di mana lokasi yang paling parah adalah pada lokasi 441-550 meter dengan tingkat critically sedang. 4.3.2 Jumlah Penambahan Inhibitor pada Jaringan Pipa Inhibitor yang ditambahkan pada system yang mengalir pada pipa memiliki jumlah tertentu. Besar jumlah inhibitor yang ditambhakan tergantung dari kondisi aliran pada pipa dan kandungan karbon dioksida yang terkandung dalam aliran pipa. Inhibitor yang ditambahkan merupakan fungsi dari flow rate gas pada pipa dengan persen inhibitor yang disesuaikan dengan kandungan karbon dioksida dalam gas. Tabel 4.6 Pembagian Penambahan Inhibitor yang Disesuaikan dengan Kandungan CO 2 PERSEN KARBON DIOKSIDA PENAMBAHAN INHIBITOR (ppm) 60 % 100 30 60 % 80 20-30 % 60 10-20 % 40 < 10 % 20 75

Tabel 4.7 Jumlah Penambahan Inhibitor Tiap Jaringan Pipa Nama Jaringan Pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H 2 S (ppm) PENAMBAHAN INHIBITOR (ppm) Laju Injeksi Inhibitor (MSCFD) 12,75 OD-X 1 180106 6 3,8 0 12,75 OD-X 2 12422 15 7 0 12,75 OD-X 3 10622 1 7,5 0 12,75 OD-X 4 603 14 6,5 0 12,75 OD-X 5 2225 2 7,5 0 12,75 OD-X 6 2073 8 7 0 12,75 OD-X 7 6384 8 6,9 0 16 OD-X 8 19020 18 8 0 16 OD-X 9 21245 35 6 0 12,75 OD-X 10 3678 6 4,2 0 12,75 OD-X 11 2523 18 3,9 0 20 OD-X 12 5777 20 3,5 0 12,75 OD-X 13 644 1 5,5 0 26 OD-X 14 -X60 312617 8 3,7 0 26 OD-X -X60 15 242697 2 4 0 14 OD-X 16 93279 30 4 0 20 3,60212 40 0,49688 20 0,21244 40 0,02412 20 0,0445 20 0,04146 20 0,12768 40 0,7608 80 1,6996 20 0,07356 40 0,10092 60 0,34662 20 0,01288 20 6,25234 20 4,85394 80 7,46232 Nama Jaringan pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) PENAMBAHAN INHIBITOR (ppm) Laju Injeksi Inhibitor (MSCFD) 14 OD-Y 1 8263 2 4 2,3 8,625 OD-Y 2 321 14 3,8 12 12,75 OD-Y 3 598 1 5 0,5 16 OD-Y 4 20438 60 3,6 2,0 16 OD-Y 5 224110 50 3,5 3,5 20 0,16526 40 0,01284 20 0,01196 100 2,0438 80 17,9288 76

24 OD-Y 6 -X60 82712 7 4,1 5 20 1,65424 Adapun inhibitor yang disarankan dalam analisis adalah inhibitor jenis surfactant organik berbasis nitrogen yakni imidazoline. Imidazoline, seperti oleic imidazoline dan imidazoline amide, telah biasa digunakan pada industry untuk menanggulangi masalah sweet corrosion yang terjadi pada pipa. Hal tersebut dikarenakan jenis ini dikategorikan paling efektif dalam segi financial. Secara singkat, imidazoline bekerja pada permukaan baja karbon bahkan baja karbon yang telah terkorosi menjadi besi karbonat untuk membuat permukaan baja karbon menjadi bersifat hydrophobia. Sifat baja karbon yang hydrophobia menyebabkan molekul-molekul air (H 2 O) tidak dapat mengendap maupun terkonsentrasi pada permukaan baja tersebut. Telah diketahui sebelumnya bahwa molekul air merupakan molekul yang dibutuhkan oleh senyawa karbon dioksida supaya korosi dapat terjadi. Jika molekul air tidak dapat terendapkan pada permukaan pipa maka idealnya senyawa karbon dioksida tidak dapat bereaksi membentuk asam karbonat pada permukaan pipa dan korosi tidak terjadi. Struktur molekul oleic imidazoline amide Struktur Molekul imidazoline 77

Gambar 4.13 Mekanisme Inhibitor Imidazoline pada Permukaan Pipa Gambar 4.13 merupakan gambar baja karbon yang ditetesi oleh air. Sisi baja karbon di sebelah kiri garis putus-putus adalah permukaan baja karbon yang ditambah oleh inhibitor imidazoline sedangkan yang kanan tidak dan keduanya ditetesi oleh air. Permukaan yang telah ditambah oleh inhibitor tidak menyerap air terbukti dari butir air yang masih utuh sedangkan yang tidak ditambah inhibitor air meresap masuk. Sifat inhibitor yang membuat permukaan pipa menjadi hydrophobia inilah yang dapat mencegah terjadinya sweet corrosion terjadi. 4.4 Perbandingan Model NORSOK dengan Perhitungan Intelligent Pig Biasa Model NORSOK dalam prediksi laju korosi mengasumsikan bahwa korosi internal yang terjadi pada pipa umumnya adalah general corrosion. Pada kenyataannya, korosi internal yang terjadi pada pipa tidak terjadi hanya sekedar general corrosion. Oleh sebab itu, dibuat perbandingan antara prediksi laju korosi hasil intelligent pig dengan menggunakan model NORSOK dengan perhitungan biasa. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat ketelitian model NORSOK ini. Dengan cara yang sama, peluang kegagalan tiap lokasi jaringan pipa 16 OD-Z- X52 dihitung, akan tetapi laju korosi ditentukan berdasarkan perhitungan tebal semula dikurangi dengan tebal yang tercatat dalam data intelligent pig yang 78

dilakukan pada tahun 2008. Dengan demikian diperoleh tabel peluang kegagalan yang ditampilkan dalam tabel 4.8. Tabel 4.8 Peluang Kegagalan Jaringan Pipa 16 OD-Z dengan Menggunakan Perhitungan Laju Korosi Berdasarkan / Peluang Kegagalan Lokasi (meter) Tahun 240 340 341 440 441 550 551 640 2008 1,8236.10 09 3,3396.10 08 5,417.10 06 1,2515.10 06 2009 1,97385.10 09 5,30968.10 08 8,546.10 06 1,6615.10 06 2010 2,27435.10 09 7,8928.10 08 1,3354.10 05 2,6849.10 06 2011 2,57485.10 09 9,9834.10 08 2,0669.10 05 4,2972.10 06 2012 2,87535.10 09 2,05214.10 07 4.10 05 5,5417.10 06 2013 3,17585.10 09 2,871.10 07 6.10 05 8,5460.10 06 2014 3,3261.10 09 5,62838.10 07 1.10 04 1,3335.10 05 2015 4,13058.10 09 9,2872.10 07 1,7.10 04 2,0669.10 05 2016 4,6669.10 09 1,6615.10 06 3.10 04 3.10 05 2017 5,47138.10 09 2,6849.10 06 5.10 04 6.10 05 2018 6,0077.10 09 5,417.10 06 8,4.10 04 9.10 05 2019 7,42919.10 09 1,3354.10 05 1,39.10 03 1,5.10 04 2020 8,85068.10 09 2,0669.10 05 2,33.10 03 2,3.10 04 2021 1,02722.10 08 3.10 05 3,68.10 03 3,8.10 04 2022 1,2404.10 08 6.10 05 5,7.10 03 6,2.10 04 2023 1,7378.10 08 2,3.10 04 1,321.10 02 1,54.10 03 2024 2,0472.10 08 4,2.10 04 1,923.10 02 2,4.10 03 2025 2,6216.10 08 7,6.10 04 2,743.10 02 3,68.10 03 2026 3,3396.10 08 1,5.10 03 3,836.10 02 5,54.10 03 2027 4,07838.10 08 2,33.10 03 5,155.10 02 8,2.10 03 2028 5,13342.10 08 4,02.10 03 6,681.10 02 1,191.10 02 2029 6,63844.10 08 6,57.10 03 8,692.10 02 1,743.10 02 2030 7,8928.10 08 1,044.10 02 1,0935.10 01 2,835.10 02 Dari tabel 4.8 yang dibandingkan dengan tabel 4.2, terlihat bagaimana perbedaan yang terjadi antara kedua metode perhitungan laju korosi yang digunakan. Perbedaan tersebut dikarenakan nilai laju korosi berbeda antara kedua metode tersebut. Peluang kegagalan yang diperoleh pada tabel 4.2 (dengan menggunakan 79

model NORSOK) mengimpresikan bahwa jaringan pipa 16 OD-Z lebih cepat memasuki tahap kritis daripada yang terlihat pada tabel 4.8 (dengan menggunakan cara biasa). Hal ini dikarenakan nilai laju korosi hasil prediksi dengan menggunakan model NORSOK rat-rata sedikit lebih besar daripada nilai laju korosi yang dihasilkan dengan menggunakan cara biasa (lampiran). Grafik pada gambar 4.13 mempertegas hasil analisis bahwa nilai peluang kegagalan yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan laju korosi dengan model NORSOK akan lebih besar dan lebih cepat dalam segi waktu. Akan tetapi, jika dilihat kembali tabel 4.2 dan tabel 4.8 terlihat bahwa jaringan pipa memasuki tahap-tahap kekritisan dalam waktu yang tidak terlalu jauh. Hal ini menyatakan bahwa walaupun nilai peluang kegagalan berbeda antara kedua metode perhitungan laju korosi yang digunakan, tingkat critically pipa yang dihasilkan tidak jauh berbeda antara kedua metode. Hasil ini menyatakan bahwa model NORSOK memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi untuk dapat menganalisis hasil intelligent pig. Asumsi model NORSOK bahwa korosi internal yang terjadi pada pipa hanya berpengaruh pada nilai laju korosi yang hampir sama pada lokasi yang berdekatan dengan nilai yang rat-rata lebih besar daripada jika perhitungan laju korosi dilakukan dengan menggunakan metode biasa. 80

Peluang Kegagalan 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 Peluang Kegagalan Per Lokasi Tiap Tahun Peluang Kegagalan Lokasi 441 550 meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi NORSOK Peluang Kegagalan Lokasi 441 550 meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi biasa 0.04 0.02 0 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Tahun Peluang Kegagalan Lokasi 551 640 meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi NORSOK Peluang Kegagalan Lokasi 341 440 meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi biasa Peluang Kegagalan Lokasi 341 440 meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi NORSOK Peluang Kegagalan Lokasi 551 640 meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi biasa Gambar 4.13 Grafik Peluang Kegagalan Pipa Tiap Lokasi Per Tahun dengan Perhitungan Laju Korosi Berbeda Pipa 16 OD-Z 81