BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini akan membahas tentang prosedur penelitian yang tergambar dalam diagram metodologi pada gambar 1.1. Selain itu bab ini juga akan membahas pengolahan dari data yang dikumpulkan untuk penelitian. 3.1 Prosedur Analisis Ada empat hal penting dalam prosedur analisis ini setelah pengumpulan data dan hal-hal tersebut secara kontinyu tergambar seperti diagram di bawah ini : Pengumpulan Data Jaringan Pipa Identifikasi Korosi Pada Pipa Perhitungan Laju Korosi Pada Pipa Analisis Kehandalan Jaringan Pipa Analisis Tingkat Critically Pipa Gambar 3.1 Diagram Prosedur Analisis Dalam analisis ini, data yang dikumpulkan merupakan jaringan pipa yang dialiri oleh gas. Seluruh jaringan pipa bawah laut ini dianalisis terkait dengan korosi internal yang terjadi pada pipa ini akibat aliran gas di dalamnya. Jaringan-jaringan pipa ini beresiko mengalami kegagalan karena gas yang mengalir mengandung 32

2 karbon dioksida dan hydrogen sulfide. Kedua kandungan senyawa tersebut merupakan factor utama yang menyebabkan pipa terkena korosi internal (korosi pada permukaan dalam pipa). Identifikasi jenis korosi internal yang terjadi pada pipa akan dijelaskan selanjutnya pada bab ini. Bab ini juga akan membahas prosedur perhitungan laju korosi sampai dengan cara yang digunakan untuk memprediksi tingkat critically pipa Pengidentifikasian Jenis Korosi pada Pipa Permasalahan di dunia tidak jarang atau bahkan sangat sering tidak sesuai dengan teori yang dipelajari dari buku. Hal ini disebabkan oleh adanya asumsi-asumsi yang membatasi antara teori dengan praktek yang sesungguhnya. Demikian juga pada korosi internal yang terjadi pada pipa. Tidak jarang ditemui bahwa di dalam gas maupun fluida yang mengalir ditemukan adanya kandungan baik karbon dioksida dan hidrogen sulfida secara bersamaan. Oleh sebab itu perlu adanya suatu batasan atau kondisi untuk menentukan jenis korosi internal yang dialami oleh pipa. Jenis korosi internal yang mendominasi ditentukan oleh besarnya tekana parsial tiap senyawa yang terkandung dalam gas, dalam hal ini CO 2 dengan H 2 S. Tekanan parsial dapat dirumuskan sebagai [6] : %... (3.1) %... (3.2) Kondisi untuk menentukan jenis korosi internal yang terjadi dalam pipa adalah : 20 : Sour Corrosion mendominasi : Mixed Corrosion 500 : Sweet Corrosion mendominasi 33

3 3.1.2 Sistem Perhitungan Laju Korosi dengan Model NORSOK Korosi internal yang terjadi pada pipa dapat diprediksi dan diperhitungkan tingkat kecepatannya dengan asumsi korosi internal yang terjadi pada pipa adalah korosi merata (general corrosion). Ada banyak model yang telah dikembangkan untuk memprediksi laju korosi internal. Model-model tersebut merupakan pengembangan dari rumus pelopor yang disusun oleh pasangan De Waard- Milliam [4]. Model NORSOK merupakan salah satu model untuk memperhitungkan laju korosi internal jenis sweet corrosion. Pada umumnya Model NORSOK dibuat untuk menambah daya nilai tiap perusahaan migas yang menggunakannya, mengurangi ongkos untuk pengoperasian, dan pengurangan aktivitas yang tidak efektif dalam pengoperasian dunia pipa migas bawah laut. Model NORSOK dikembangkan berdasarkan NORSOK Standard yang dikembangkan oleh OLF (The Norwegian Oil Industry Association) dan TBL (The Federation of Norwegian Engineering Industries). NORSOK Standard dibuat untuk menggantikan standar-standar dari tiap perusahaan migas internasional yang terlebih dahulu memiliki standar tersendiri. Hal ini mempermudah pengamatan dan perkembangan tiap perusahaan migas satu sama lain sebab memiliki satu standar yang sama dalam pengoperasian dan perkembangan dunia pipa bawah laut. NORSOK Standard memuat cakupan antara lain pemilihan material untuk pembuatan pipa, prediksi laju korosi internal akibat karbon dioksida untuk pipa baja karbon, dan standar lain yang berguna dalam industry pipa bawah laut. Model NORSOK memiliki keunggulan dalam memprediksi laju korosi internal pipa dibandingkan dengan model lain seperti BP-Cassandra dan ECE [6]. Keunggulan model ini adalah model ini dapat digunakan oleh operator yang bahkan memiliki pengalaman yang sedikit di bidang pipa. Selain itu, model NORSOK tidak memerlukan detail komposisi gas maupun fluida yang mengalir di dalamnya (kecuali kandungan karbon dioksida) dengan tingkat ketelitian yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kedua model lain. 34

4 Laju korosi karena CO 2 pada baja karbon dalam berbagai temperatur dapat dihitung dengan menggunakan model NORSOK. Model ini merupakan persamaan empirik laju korosi sebagai fungsi temperatur, fugasitas CO 2, tekanan gesek pada dinding pipa, dan ph. Pada temperatur 20, 40, 60, 80, 90, 120, dan C digunakan persamaan empirik sebagai berikut [14] :,,...(3.3) Di mana : CR t = laju korosi pada temperatur t (mm/y) t = temperatur (20, 40, 60, 80, 90, 120, atau C) K t f CO2 S = Konstanta pada temperatur t = fugasitas CO 2 (bar) = tekanan pada dinding pipa (Pa) F(pH) t = nilai faktor ph pada temperatur t Nilai konstanta pada temperatur tertentu telah diberikan dalam sebuah tabel di bawah yang telah dihitung melalui hasil ekstrapolasi antara laju korosi dengan temperatur tertentu. Tabel 3.1 Konstanta Perhitungan Laju Korosi pada Temperatur Tertentu [14] Temperatur ( 0 C) Konstanta (K t ) 5 0, , , , , , , , ,203 35

5 Nilai factor ph pada temperature tertentu juga diberikan dalam bentuk table sesuai dengan rentang ph dan temperature tertentu. Nilai-nilai factor ini telah diperhitungkan sebelumnya oleh standard yang digunakan dalam model NORSOK. Tabel 3.2 Nilai Faktor ph pada Temperatur Tertentu [14] Temperatur ( 0 C) ph 3,5 ph < 4,6 4,6 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,6 4,6 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,6 4,6 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,6 4,6 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,6 4,6 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,6 4,6 < ph < 6,5 3,5< ph < 4,57 4,57< ph < 5,62 5,62 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,3 4,3 < ph < 5 5 < ph < 6,5 3,5 < ph < 4,3 4,3 < ph < 5 5 < ph < 6,5 f (ph) f(ph) = 2, (0,2309 x ph) f(ph) = 4,342 - (1,051 x ph) + (0,0708 x ph 2 ) f(ph) = 2, (0,2309 x ph) f(ph) = 4,986 - (1,191 x ph) + (0,0708 x ph 2 ) f(ph) = 2, (0,2309 x ph) f(ph) = 5, (1,2353 x ph) + (0,0708 x ph 2 ) f(ph) = 2, (0,2309 x ph) f(ph) = 5, (1,2353 x ph) + (0,0708 x ph 2 ) f(ph) = 1,836 - (0,1818 x ph) f(ph) = 15,444 - (6,1291 x ph) + (0,8204 x ph 2 ) - (0,0371 x ph 3 ) f(ph) = 2, (0,3636 x ph) (-1,2618 x ph) f(ph) = 331,68 x e f(ph) = 3, (0,4673 x ph) (-2,1811 x ph) f(ph) = x e f(ph) = 0, (0,0538 x ph) f(ph) = 1, (0,125 x ph) f(ph) = 5, (1,157 x ph) f(ph) = 0, (0, x ph) f(ph) = 1 f(ph) = 17,634 - (7,0945 x ph) + (0,715 x ph 2 ) f(ph) = 0,037 36

6 Selain nilai konstanta, persamaan di atas memiliki tiga factor utama dalam perhitungannya yakni nilai fugasitas karbon dioksida, ph, dan wall shear stress. Ketiga perhitungan tersebut dibahas lebih lanjut di bawah ini. Fugasitas CO2 Pada tekanan tinggi, gas dalam keadaan tidak ideal. Hal ini mengakibatkan tekanan parsial gas berubah besarnya. Perubahan tersebut dapat dihitung dengan mengalikan tekanan parsial gas dengan koefisien fugasitas dari gas pada tekanan tertentu.... (3.4) Tekanan parsial gas CO 2 dalam keadaan ideal dapat dicari dengan persamaan : %...(3.5) Atau...(3.6) Koefisien fugasitas diberikan sebagai fungsi tekanan dan temperatur : Untuk P 250 bar,, 10...(3.7) Untuk P > 250 bar,, 10...(3.8) Perhitungan ph Pada umumnya ph dapat diukur secara langsung dengan menggunakan alat (seperti ph meter) pada sampel. Akan tetapi, jika tidak ada data yang menggambarkan tingkat keasaman gas, ph dapat diperkirakan dengan 37

7 menggunakan perhitungan yang melibatkan 3 reaksi kesetimbangan, yaitu kesetimbangan CO 2 /HCO 3, H 2 S/HS -, dan CH 3 COOH/CH 3 COO -. Kesetimbangan CH 3 COOH/CH 3 COO - dipilih untuk mewakili semua asam organik yang akan mempengaruhi tingkat ph. Konsentrasi bikarbonat, yang akan digunakan untuk dasar perhitungan ph, didapatkan melalui titrasi dan hasil yang diperoleh akan digunakan sebagai standar keasaman. Hal tersebut dibenarkan sejauh kandungan H 2 S cukup rendah dan sistem tidak menunjukkan adanya kandungan asam organik. Lain halnya jika sistem mengandung asam organik (biasanya jika sistem gas tercampur dengan likuid atau minyak yang mengandung asam organik), hasil pengukuran bikarbonat tersebut harus dikoreksi kembali. Perhitungan ph didasarkan pada kesetimbangan beberapa reaksi kimia : Dalam sistem ini, terjadi korosi, yang berarti sistem mengalami reaksi elektrokimia dan dapat digambarkan sebagai persamaan berikut: 2... (3.9) 38

8 Diasumsikan dalam perhitungan ph ini bahwa senyawa bikarbonat yang ditambahkan ke dalam sistem adalah natrium bikarbonat (NaHCO 3 ). Asumsi lainnya adalah bahwa tidak ada garam dalam sistem baik yang terbentuk atau yang terbawa dalam gas selain natrium bikarbonat dan natrium klorida. Garamgaram ini kemudian akan terurai : Berdasarkan asumsi tersebut, jumlah bikarbonat setara dengan perbedaan konsentrasi natrium dengan konsentrasi klorida..... (3.10) Dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan (3.7) dan (3.8) di atas maka akan diperoleh : (3.11) Persamaan di atas dapat dipecahkan menggunakan metode Newton. Dengan mengkombinasikan pula persamaan-persamaan di atas, ph pada sistem air terkondensasi yang tersaturasi dengan besi karbonat juga dapat dihitung (3.12) Di mana [14] : 0, ,,.,.,,. 55,5084.,,,.10,..,. (0 0 C TC < 80 0 C) 39

9 55,5084.,,,,.10,..,. (TC < C) 10,,,,.,,..,.,,.,..,... 10,,,,.,,..,.,,.,..,... 10,,.,.. Wall Shear Stress Wall shear stress merupakan tegangan yang terjadi pada permukaan dalam pipa akibat adanya gas yang mengalir di dalam pipa mengalami perputaran turbulen. Wall shear stress merupakan salah satu factor terpenting di dalam perhitungan laju korosi internal. Pada perhitungan menggunakan NORSOK, wall shear stress yang dihitung diasumsikan terdapat pada pipa yang lurus. Pada prakteknya perubahan geometri pipa dan adanya belokan-belokan akan menyebabkan wall shear stress lebih besar nilainya daripada yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan ini. Semakin tinggi nilai wall shear stress, maka semakin tinggi pula laju korosi hasil perhitungan melalui metode NORSOK ini. Nilai wall shear stress yang terlalu tinggi akan menyebabkan pipa terkena serangan mesa sehingga laju korosi akan meningkat secara signifikan daripada laju korosi yang dapat dihitung dengan metode ini. Jika hal tersebut terjadi, pengalaman dari orang yang mengoperasikan pipa tersebut sangat diperlukan untuk menginput data baru dalam perhitungan laju korosi baru dengan menggunakan metode NORSOK ini. Wall shear stress dirumuskan sebagai [14] : 0,5... (3.13) 40

10 Pada dasarnya pipa dialiri oleh gas dan fluida. Fluida sendiri terdiri atas minyak dan air, sehingga system yang mengalir di dalam pipa memiliki densitas tertentu (densitas campuran) dan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1... (3.14) Di mana : Densitas Fluida 1... (3.15) Densitas Gas,,,... (3.16) Sedangkan faktor perbandingan antara laju fluida dengan gas dituliskan sebagai :... (3.17) Di samping densitas, velositas gas dan fluida yang mengalir dalam pipa juga harus diperhitungkan sebagai system yang kompleks : 1... (3.18) Di mana : Velositas Gas...(3.19) Velositas Fluida Ada dua kondisi asumsi dalam perhitungan velositas fluida : 41

11 Tidak ada air terkandung dalam fluida...(3.20) Ada air terkandung dalam fluida Viskositas efektif dari campuran air dan oli bergantung pada besarnya watercut (ф). Watercut adalah perbandingan antara jumlah air yang ada dengan dengan jumlah total fluida yang mengalir di dalam pipa. Di dalam proses produksi, data watercut sangat penting sebab menjadi patokan bahwa produksi akan banyak menghasilkan minyak atau sebaliknya. Patokan tersebut kemudian akan direkonsiderasi sebagai bahan pertimbangan proses produksi selanjutnya. Viskositas campuran likuid tersebut dapat dirumuskan : 1,...(3.21),,,... (3.22) Adapun watercut dapat diperoleh dari persamaan : 100%... (3.23) Viskositas berperan dalam penentuan factor friksi yang berperan dalam penentuan besar wall shear stress. 0, ,,, 10,,,,...(3.24) Besarnya debit aliran gas dan fluida yang mengalir juga menentukan besarnya velositas. Velositas merupakan kecepatan dan dalam perhitungan wall shear stress, velositas diperhitungkan sebagai sebuah system campuran. 42

12 ... (3.25)... (3.26) Analisis Kehandalan dengan FOSM (First Order Second Moment) Dalam bab sebelumnya telah dibahas beberapa metode dan distribusinya dalam perhitungan analisis kehandalan pipa. Perhitungan peluang kegagalan pipa merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk memperkirakan kehandalan pipa. Dalam penelitian ini digunakan metode probabilistic dengan menggunakan peluang kegagalan untuk memperkirakan kehandalan dari data pipa gas. Metode perhitungan peluang kegagalan yang dipilih adalah metode pendekatan FOSM (First Order Second Moment). Dari hasil perhitungan laju korosi dengan menggunakan model NORSOK, akan diperoleh laju korosi tiap jaringan pipa. Untuk perhitungan selanjutnya, laju korosi diasumsikan tetap untuk beberapa tahun berikutnya. Kemudian, selanjutnya dilakukan perhitungan prediksi ketebalan sisa pipa dengan menggunakan persamaan berikut :...(3.27) Keterangan : t = prediksi ketebalan sisa t 0 = ketebalan pipa awal Ketebalan setiap titik pada tiap tahun digunakan untuk menghitung nilai tegangan yang terjadi pada dinding pipa akibat tekanan dalam. Tegangan ini dinyatakan oleh persamaan Barlow sebagai berikut [10] : 43

13 ....(3.28). Keterangan : σ HS P D = tegangan Hoop (Hoop Stress) = tekanan rata-rata operasi = diameter pipa Penggunaan nilai tekanan rata-rata pada perhitungan di atas merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan berikut [11] :.... (3.29) Adapun fungsi limit state (g) yang digunakan dalam pengolahan data adalah :... (3.30)..... (3.31) Keterangan : g = fungsi limit state σ ys = Yield Strength (psi) Pipa merupakan susunan dari baja yang memiliki tingkat kekuatan mekanik tertentu dan berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan bahan penyusun pipa dapat diketahui dari grade tiap pipa. Nilai yield strength untuk tiap grade pipa berbeda-beda. Hal tersebut tergantung dari perilaku elastis dan perilaku plastis tiap grade pipa. Dalam pendesainan tiap grade pipa telah dilakukan uji tarik untuk mengetahui dengan pasti perilaku pipa. Dalam uji tarik ini dilakukan perhitungan tegangan dan regangan yang terjadi. Hasilnya dari uji tarik ini berupa kurva tegangan dan regangan teknik. Dari kurva tersebut kita dapat menentukan kekuatan luluhnya. Penjelasanya lebih rincinya seperti berikut. 44

14 Tabel 3.3 Kekuatan Luluh dan Kekuatan Tarik untuk Beberapa Grade Pipa [11] Grade Minimum Yield Strength Minimum Tensile Strength YS / TS lb/in 2 Mpa lb/in 2 Mpa ratio A25 25, , ,556 A 30, , ,625 B 35, , ,583 X42 42, , ,700 X46 46, , ,730 X52 52, , ,788 X56 56, , ,789 X60 60, , ,800 X65 65, , ,844 X70 70, , ,854 X80 80, , ,889 Perhitungan nilai parameter-parameter ketidakpastian mutlak dilakukan dalam menentukan tingkat kehandalan jaringan-jaringan pipa gas ini. Parameterparameter yang akan dihitung tersebut adalah rata-rata (mean μ), simpangan (standard deviation σ) serta nilai Coefficient of Variation (COV). Metode FOSM (First-Order Second-Moment Method) digunakan dalam penelitian ini. Parameterparameter seperti mean dan standar deviasi digunakan untuk menentukan nilai cornell safety index atau reliability index yang dinotasikan dengan beta (β) [12] :... (3.32) dengan mengambil acuan fungsi limit state (g) pada persamaan (3.28) maka μ g dan σ g adalah : 45

15 ... (3.33)... (3.34) dapat diselesaikan menjadi : (3.35) Probability of Failure (PoF) dan Nilai Kehandalan (Reliability R) dapat dihitung dengan mensubstitusikan nilai beta pada persamaan di bawah ini [12] : Φ 1Φ... (3.36) 1... (3.37) 46

16 JARINGAN PIPA NORSOK Model Jaringan Pipa Lokasi x Jaringan Pipa Lokasi y Jaringan Pipa Lokasi z Wall Fak Fuga Wall Fak Fuga Wall Fak Fuga Shear tor Sitas Shear tor Sitas Shear tor Sitas Stress ph CO 2 Stress ph CO 2 Stress ph CO 2 Laju Korosi Lokasi x Laju Korosi Lokasi y Laju Korosi Lokasi z Peluang Kegagalan Lokasi x Peluang Kegagalan Lokasi y Peluang Kegagalan Lokasi z RELIABILITY / KEHANDALAN JARINGAN PIPA Metode First Order Second Moment Gambar 3.2 Diagram Peralihan Model NORSOK ke Metode FOSM Analisis Tingkat Critically Pipa Penanganan pada area yang dianggap kritikal memerlukan suatu penilaian resiko. Penilaian resiko dibedakan atas suatu pengkajian setiap modus kegagalan atau ancaman yang diterima, yang pada kasus ini teridentifikasi merupakan korosi internal (sweet corrosion). Pengkajian tersebut membuahkan hasil yang dapat dipetakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Peluang kegagalan dan konsekuensi kegagalan kualitatif sesuai standard ASME [10] dalam kasus ini menjadi dasar kriteria penilaian resiko. Perencanaan mitigasi resiko dari area yang 47

17 terdeteksi beresiko tinggi membutuhkan pemahaman yang mendasar dan konsisten tentang safety, misalnya terkait upaya pengurangan resiko yang tidak membedakan antara segmen yang berpotensi menyebabkan resiko injury (terluka sampai cacat) dengan yang berpotensi menyebabkan fatality (kematian). Pengendalian atau mitigasi korosi yang baik, dalam implementasinya tentu memerlukan desain yang baik pula. Oleh karena itu, ketersediaan informasi terkait dengan aspek safety terhadap korosi pada tahap desain akan sangat membantu. Target akhir dari analisis adalah membentuk suatu desain yang baik supaya terbentuk sistem yang aman dalam pengoperasian pipa gas. Tabel 3.4 Batas PoF dan Beta untuk masing-masing Tingkat Critically Beta (β) PoF Kategori Critically < 4,753 < Very Low 4,265-4, Low 3,179-4, Medium 3,07-3, High < 3,06 > Very High 3.2 Pengolahan Data Data-data yang diolah dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni : a. Data operasional pipa penyalur gas dari beberapa industri pada tahun awal pembuatannya, yakni berupa jenis pipa, tekanan operasi, temperatur operasi, tingkat kandungan CO 2 dan H 2 S, ph, laju alir gas dalam pipa, dll. b. Data penipisan tebal dinding pipa jaringan pipa transmisi gas yang diakibatkan oleh proses korosi diperoleh dari hasil Intelligent Pig tahun Identifikasi Jenis Korosi Internal Pada Pipa Pengidentifikasian jenis korosi internal dari data operasional pipa penyalur gas harus dilakukan terlebih dahulu sebab adanya gas yang mengandung H 2 S yang mengalir pada pipa. Berikut dibedakan data dengan aliran yang mengandung 48

18 hydrogen sulfida dengan yang hanya mengandung karbon dioksida (pure sweet corrosion). Data pipa yang digunakan dalam analisis dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2. Jaringan pipa yang mengandung hydrogen sulfida, dengan menggunakan persamaan (2.9) dan (2.10), data tersebut diolah sehingga menjadi tabel perbandingan tekanan parsial antara karbon dioksida dan hydrogen sulfida. Dari perbandingan tekanan parsial kedua kandungan senyawa dalam gas tersebut, dapat ditentukan jenis korosi internal yang mendominasi terjadinya degradasi pada jaringan pipa terkait. Tabel 3.5 Perbandingan Tekanan CO 2 dan H 2 S untuk Tiap Pipa Nama Jaringan Pipa 14 OD-Y -X52 1 8,625 OD-Y 2 -X52 12,75 OD-Y 3 -X52 16 OD-Y 4 -X52 16 OD-Y 5 -X52 24 OD-Y 6 -X60 Opr.Press (psig) CO2 (% mol) H2S (ppm) P CO 2 P H 2 S ,3 2,1 0, , ,4 0, , ,5 0,6 0, ,0 43,8 0, , , , ,4 0, Jenis Korosi Internal Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Sweet corrosion Analisis Laju Korosi Menggunakan Model NORSOK Data operasional pipa dioleh dengan menggunakan model NORSOK untuk diprediksi laju korosinya. Prediksi laju korosi dengan menggunakan model NORSOK memperhitungkan tiga factor utama, seperti tercantum dalam bab sebelumnya, yakni tekanan geser pada dinding pipa (wall shear stress), factor keasaman ph), dan fugasitas karbon dioksida yang terkandung dalam aliran. Pada bab ini akan dibahas aplikasi prediksi laju korosi menggunakan model NORSOK dengan data yang akan dianalisis. Oleh karena data yang digunakan dalam analisis terlalu banyak maka dalam contoh perhitungan akan digunakan salah satu ajringan 49

19 pipa saja. Hasil akhir dari perhitungan tiap factor yang mempengaruhi laju korosi akan ditampilkan dalam bentuk table (lampiran D,E,F) Analisis Perhitungan Fugasitas Karbon Dioksida Persamaan yang digunakan dalam penentuan fugasitas karbon dioksida tercantum dalam bab sebelumnya (persamaan 3.4 sampaim dengan 3.8). Dari data jaringan pipa yang digunakan dalam analisis, rata-rata tekanan yang dipakai adalah di bawah 250 bar (sekitar 3625 psi). oleh karena itu, koefisien fugasitas yang digunakan hampir seluruhnya menggunakan persamaan 3.7. Contoh perhitungan akan dijelaskan dengan menggunakan data jaringan pipa 12,75 OD-X 4 -X52. Tabel 3.6 Data Jaringan Pipa 12,75 OD-X 4 -X52 Nama Jaringan Pipa 12,75 OD-X 4 - X52 OD (inch) WT (inch) Panjan g (miles) 12,75 0,50 1,77 Spesifikas i API-5L- X52 Tahun Pembuata n Opr,Pre ss (psig) Opr,Temp (F) Laju Alir (MSCF D) CO2 (% mol) PH H2S (ppm ) ,5 0,, 10,, 10 0,971 % ,4 0,971 1,4 50

20 1, Analisis Perhitungan Faktor ph Factor keasaman aliran (ph) ditunjukkan dalam table 3.2. Dalam contoh perhitungan akan digunakan jaringan pipa yang sama dalam contoh perhitungan fugasitas CO 2. Dari data, temperature aliran pada jaringan pipa berada pada kisaran 40 O C dan ph diketahui 6,5 sehingga digunakan persamaan : f(ph) = 5, (1,2353 x ph) + (0,0708 x ph 2 ) f(ph) = 5, (1,2353 x 6,5) + (0,0708 x 6,5 2 ) f(ph) = 0, Analisis Perhitungan Tekanan Geser Pada Dinding Pipa (Wall Shear Stress) Persamaan yang menunjukkan proses perhitungan wall shear stress terdapat pada persamaan 3.13 sampai Perhitungan wall shear stress lebih rumit daripada perhitungan kedua factor lain. Contoh perhitungan dilakukan dengan menggunakan data jaringan pipa yang sama dengan contoh perhitungan di atas. Langkah pertama yang harus dilakukan adala dengan memperhitungkan densitas campuran dengan velositas campuran. Kedua factor ini dipengaruhi oleh perbandingan aliran likuid yang mengalir dalam pipa dengan aliran gasnya , ,7 14,5 16,

21 2,7 14,5 16, ,8 0, ,84 / 0,0115 / Factor yang mempengaruhi wall shear stress selanjutnya adalah factor friksi aliran. Perhitungan dari factor ini melibatkan besarnya viskositas campuran yang mengalir dalam pipa. 0, , , ,00003 / 0, ,00005, 0, , ,84 0,0115 0, ,0142 Wall Shear Stress : 0,5 0,5 9,84 0,0142 0,0115 9,36 10 Laju korosi jaringan pipa 12,75 OD-X 4 -X52 adalah : 19,, 52

22 9, ,927 1, ,182,,, 0,15035 Hasil keseluruhan laju korosi tiap jaringan pipa tercantum dalam tabel Analisis Peluang Kegagalan Pipa Data pengolahan laju korosi dengan model NORSOK dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menganalisis peluang kegagalan pipa setiap tahunnya. Data yang digunakan untuk analisis pekuang kegagalan pipa adalah data intelligent pig tiap jaringan pipa. Akan tetapi dalam pembahasan ini, hanya diolah satu data jaringan pipa saja. Ini disebabkan keterbatasan data yang ada di lapangan dan pembahasan ini hanya sebagai gambaran selanjutnya dalam pengolahan dengan model NORSOK. Data yang digunakan adalah data intelligent pig pipa 16 OD-Z-X52. kelengkapan data dan pengolahannya dapat dilihat lebih lanjut pada lampiran Laju Korosi Tiap Lokasi Laju Korosi (mm/y) Lokasi (meter) Gambar 3.3 Kurva Laju Korosi Pada Tiap Lokasi Pipa 16 OD-Z-X52 53

23 Ketebalan Pipa (inch) Kurva Ketebalan Pipa Tahun Lokasi (meter) Gambar 3.4 Kurva Ketebalan Pipa 16 OD-Z-X52 Pada Tiap Lokasi Tahun Kurva Ketebalan Pipa Tahun 2020 Ketebalan Pipa (inch) Lokasi (m) Gambar 3.5 Kurva Ketebalan Pipa 16 OD-Z-X52 Pada Tiap Lokasi Tahun

24 Kurva Ketebalan Pipa Tahun 2030 Ketebalan Pipa (inch) Lokasi (m) Gambar 3.6 Kurva Ketebalan Pipa 16 OD-Z-X52 Pada Tiap Lokasi Pada Tahun Kurva Keandalan Pipa Nilai Keandalan Tahun Lokasi Meter Lokasi Meter Lokasi Meter Lokasi Meter Gambar 3.7 Tingkat Kehandalan Pipa 16 OD-Z-X52 pada Tiap Tahun 55

25 Kurva Peluang Kegagalan Peluang Kegagalan Tahun Lokasi Meter Lokasi Meter Lokasi Meter Lokasi Meter Gambar 3.8 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z-X52 pada Tiap Tahun 56

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK

ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan tingkat sarjana Program Studi Teknik Metalurgi Fakultas Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN

BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN 30 BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN Data data hasil penelitian mencakup semua data yang dibutuhkan untuk penentuan laju korosi dari metode metode yang digunakan (kupon, software, dan metal loss). Pengambilan

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN 3.1. Gaya-gaya Pada Kawat Baja Karbon 0,125 inch Pada dasarnya gaya-gaya yang mempengaruhi umur pemakaian dari kawat baja karbon 0,125 inch dikategorikan menjadi dua jenis,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2)

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2) iv BAB 2 DASAR TEORI Sistem produksi minyak dan gas terutama untuk anjungan lepas pantai memerlukan biaya yang tinggi untuk pemasangan, pengoperasian dan perawatan. Hal ini diakibatkan faktor geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Separator minyak dan pipa-pipa pendukungnya memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pengilangan minyak. Separator berfungsi memisahkan zat-zat termasuk

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( ) SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI Arif Rahman H (4305 100 064) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc 2. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Materi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA Oleh : Agus Solehudin 1), Ratnaningsih E. Sardjono 2), Isdiriayani Nurdin 3) dan Djoko H.Prajitno 4) (1) Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Bukit Asam adalah perusahaan penghasil batu bara terbesar di Indonesia yang bertempat di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Indonesia. PT. Bukit Asam menggunakan pembangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa disadari begitu dekat dengan kehidupan kita, misalnya paku berkarat, tiang listrik berkarat,

Lebih terperinci

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Yunita Sari, Siska Titik Dwiyati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : siska.td@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING

STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING PROS ID ING 2 0 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING Jurusan

Lebih terperinci

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan yang terjadi pada suatu material bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah korosi. Korosi adalah suatu kerusakan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG Sistem pipeline yang dipilih sebagai studi kasus adalah sistem pipeline yang terdapat di daerah Porong, Siodarjo, Jawa Timur yang lokasinya berdekatan dengan daerah

Lebih terperinci

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT OLEH: LILIK SULAIMANSYAH NIM : 020401007 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

C iklm = sebagai tensor elastisitas

C iklm = sebagai tensor elastisitas Teori elastisitas menjadi dasar pokok untuk mendiskripsikan perambatan gelombang elastik. Tensor stress σ ik dan tensor strain ε ik dihubungkan oleh persamaan keadaan untuk suatu medium. Pada material

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2

PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2 PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2 RENDY WAHYU SANTOSO NRP 2707 100 040 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., MSc. JURUSAN TEKNIK MATERIAL

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM : LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM : 2008430039 Fakultas Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Jakarta 2011 PENGOSONGAN

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga Pada bab ini dianalisis pengaruh dari variasi parameter kondisi pipeline terhadap kategori resiko pipeline. Dengan berbagai macam parameter

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas tentang segala tinjauan teori yang digunakan selama penelitian ini berlangsung. Ada 3 hal utama yang akan dibahas pada bab ini, yakni teori-teori tentang

Lebih terperinci

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV 3.1 Metodologi Optimasi Desain Tabung COPV Pada tahap proses mengoptimasi desain tabung COPV kita perlu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, setelah itu melakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Analisis Kategorisasi Risiko Pada penelitian kali ini didapatkan hasil berupa nilai kategorisasi risiko pada bagian ini akan membahas tentang hasil dari risiko pipa Kurau dan Separator

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Tugas Akhir Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Oleh : Wishnu Wardhana 4305 100 024 Dosen Pembimbing: Murdjito, M.Sc.

Lebih terperinci

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk.

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk. RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh : Ilham Khoirul

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

OPTIMASI DESAIN ELBOW PIPE

OPTIMASI DESAIN ELBOW PIPE OPTIMASI DESAIN ELBOW PIPE PADA JARINGAN PIPA TRANSPORTASI MIGAS MILIK JOINT OPERATING BODY PERTAMINA-PETROCHINA EAST JAVA (JOB P-PEJ) TUBAN DENGAN BERBASIS KEANDALAN S. M. Yusuf 1, D. M. Rosyid 2, H.

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

Metode Perencanaan Berdasarkan Kondisi Keamanan*

Metode Perencanaan Berdasarkan Kondisi Keamanan* TKS 6112 Keandalan Struktur Metode Perencanaan Berdasarkan Kondisi Keamanan* * www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Pendahuluan Metode perencanaan berdasarkan kondisi keamanan ada dua, yaitu Metode Deterministik

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Pada lingkungan industri modern saat ini, kegagalan sistem (failure) akibat korosi adalah hal yang tidak ditolerir, terutama ketika hal tersebut melibatkan penghentian

Lebih terperinci

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH Fatique Testing (Pengujian Lelah) Fatique Testing (Pengujian Lelah) Definisi : Pengujian kelelahan adalah suatu proses pengujian dimana material tersebut menerima pembebanan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 3 ISSN (E) :

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 3 ISSN (E) : KOMPARASI HARAPAN UMUR PAKAI ANTARA DESAIN AWAL PIPA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN ERF PIGGING PADA JARINGAN PIPA DISTRIBUSI GAS PT. XYZ DARI TEMPINO KECIL KE PAYO SELINCAH, JAMBI Hary Munandar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis History

BAB V ANALISIS BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis History BAB V ANALISIS 5.1 Analisis History Seperti telah diuraikan di Bab III bahwa hasil perkiraan tingkat risiko yang dijadikan dasar untuk membuat Corrosion Mapping disandingkan dengan data historis yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV. 1 PERHITUNGAN CORROSION RATE PIPA Berdasarkan Corrosion Rate Qualitative Criteria (NACE RP0775-99), terdapat empat (4) tingkat laju korosi (hilangnya ketebalan per mm/

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304

ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304 ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304 Oleh Alim Mardhi dan Roziq Himawan Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ABSTRAK DISERTASI. tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj. biasanya jauh lebih besar. Oleh sebab itu gejala tersebut

ABSTRAK DISERTASI. tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj. biasanya jauh lebih besar. Oleh sebab itu gejala tersebut ABSTRAK DISERTASI Sulfide Stress Corrosion Cracking (SSCC) pada baja tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj adi dalam industri kimia. Kerugian yang diakibatkannya tidak saja berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA Jatmoko Awali, Asroni Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No. 116 Kota Metro E-mail : asroni49@yahoo.com

Lebih terperinci

Prediksi Laju Korosi pada Instalasi Pipa Logam Aliran Fluida Cair Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan(JST)

Prediksi Laju Korosi pada Instalasi Pipa Logam Aliran Fluida Cair Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan(JST) JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (1) ISSN: 7-59 (1-971 Print) B- Prediksi Laju Korosi pada Instalasi Pipa Logam Aliran Fluida Cair Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan(JST) Bangkit Dwijo Saputro, Zulkifli,

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL

INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL 1 Energi yang hilang dari suatu fluida yang mengalir di dalam pipa akibat gesekan dengan dinding pipa dapat dihitung dengan persamaan Fanning. L v F = 4 f d dimana f = konstanta fanning, L = panjang pipa,

Lebih terperinci

FAKTOR KEAMANAN (Safety Factor)*

FAKTOR KEAMANAN (Safety Factor)* TKS 6112 Keandalan Struktur FAKTOR KEAMANAN (Safety Factor)* * www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Pendahuluan Faktor keamanan atau Safety Factor (SF) adalah suatu hal yang sangat penting dalam analisis dan perencanaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

Prasetyo Muhardadi

Prasetyo Muhardadi ANALISA KEKUATAN SISA PIPELINE AKIBAT CORROSION BERBASIS KEANDALANDI PETROCHINA-PERTAMINA TUBAN Oleh: Prasetyo Muhardadi 4305 100 039 Dosen Pembimbing: 1.Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, PhD 2. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

Pengaruh Korosi Tulangan Balok Beton Bertulang Terhadap Kuat Lentur Berbasis Waktu Dengan Menggunakan Software LUSAS

Pengaruh Korosi Tulangan Balok Beton Bertulang Terhadap Kuat Lentur Berbasis Waktu Dengan Menggunakan Software LUSAS Tugas Akhir Pengaruh Korosi Tulangan Balok Beton Bertulang Terhadap Kuat Lentur Berbasis Waktu Dengan Menggunakan Software LUSAS Agus Apriyanto 3108 100 075 Latar Belakang Gagalnya elemen struktur beton

Lebih terperinci

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law PENGUKURAN VISKOSITAS RINI YULIANINGSIH Review Viskositas Newtonian Non Newtonian Power Law yz = 0 + k( yz ) n Model Herschel-Bulkley ( yz ) 0.5 = ( 0 ) 0.5 + k( yz ) 0.5 Model Casson Persamaan power law

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman sekarang minyak masih menjadi kebutuhan bahan bakar yang utama bagi manusia. Minyak sangat penting untuk menggerakkan kehidupan dan roda perekonomian.

Lebih terperinci

BAB II INSPEKSI BERBASIS RISIKO

BAB II INSPEKSI BERBASIS RISIKO BAB II INSPEKSI BERBASIS RISIKO 2.1. Inspeksi Berbasis Risiko Berdasarkan API 581 Inspeksi Berbasis Risiko (Risk Based Inspection) adalah suatu metode inspeksi yang menggunakan risiko (risk) sebagai dasar

Lebih terperinci

Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses

Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses Material Selection Methodology in Oil and gas Refinery using Heat Material Balances and

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara kita adalah masalah ketersediaan sumber energi. Mengingat ketersediaan sumber energi nonmigas belum dapat menggantikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL KEKUATAN MATERIAL Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami sifat-sifat material Mahasiswa memahami proses uji tarik Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA 1.1 Alur Analisa Untuk mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda distribusi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghitung tebal pipa minimum yang paling

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber TUGAS AKHIR Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber Disusun Oleh: FEBRIANTO ANGGAR WIBOWO NIM : D 200 040 066 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci