BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

Iklim Perubahan iklim

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Biomassa. pohon untuk jenis Mahoni, Jati dan Akasia dari berbagai variasi ukuran, diperoleh

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lundgren dan Raintree (1982) dalam Hairiah (2003) mengajukan definisi

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam dedaunan hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan. (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca yang utama adalah karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan nitrogen oksida (N 2 O). Gas-gas rumah kaca yang kurang umum, tetapi sangat kuat, adalah hydrofluorocarbons (HFCs), perfluorocarbons (PFCts) dan sulphur hexafluoride (SF6) (Anonim, 2010). Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan nitrogen oksida (N 2 O) yang lebih dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). Emisi rumah kaca sebagai penyebab terjadinya pemanasan global. Industrialisasi dan pembangunan memberikan andil terciptanya pemanasan global. Sudah banyak upaya untuk menekan atau mencegah peningkatan pemanasan 6

global, tidak hanya dalam konteks lokal, tetapi juga di level internasional dan nasional (Rudy 2008). Akumulasi gas rumah kaca akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan diperkirakan sebesar 20% dari total emisi global yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Hal ini menegaskan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim perlu melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan. Mengingat hutan berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di bumi sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola dengan baik (Manuri, Chandra dan Agus., 2011). 2.2 Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan dunia. Tingkat kekhawatiran perubahan iklim global ini terendam dalam dokumen Protokol Kyoto dan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menekankan pentingnya usaha kearah pengurangan emisi karbon serta penyerapan karbon di atmosfir. Demikian halnya dalam konferensi PBB tentang pembangunan dan lingkungan hidup atau United Nation Conference on Environmentand Development (UNCED) pada tahun 1992 di Rio Janeiro, Brazil, dimana menghasilkan dua deklarasi umum yang salah satu diantaranya juga menekankan bagaimana upaya mengurangi perubahan iklim global (Yusuf, 2008). 7

Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi seperti karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitrogen oksida (N 2 O) dan uap air. Peristiwa perubahan iklim akan berakibat fatal bagi kehidupan di permukaan bumi, seperti pada bidang pertanian, perubahan ekosistem alam, meluasnya padang rumput dan gurun, areal hutan menyusut dan bergeraknya suhu panas ke arah kutub. Sedangkan daerah kutub sendiri karena naiknya suhu air laut mengakibatkan mencairnya sebagian besar bongkahan es dan lambat laun mengakibatkan banyak daerah pantai yang terendam (Arief, 2001). Pemanasan global dapat menimbulkan berbagai kerusakan melalui dampak terhadap atmosfer, hidrosfer, geosfer dan terakhir terhadap manusia. Semua dampak akan menimbulkan bencana bagi umat manusia, baik yang melakukan pencemaran maupun yang tidak melakukannya (Wardhana, 2010). Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi seperti karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitrogen oksida (N 2 O) dan uap air membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat pemantulan sinar infra merah dan menyebabkan efek rumah kaca. Dengan naiknya konsentrasi gas-gas tersebut maka akan lebih banyak panas tertekan di dalam atmosfer dan menyebabkan suhu bumi naik (Mulyanto, 2007). Hairiah dan Rahayu (2007) juga menyebutkan bahwa konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir meningkat karena adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan 8

pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa Indonesia berada dibawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai 2 milyar ton karbon pertahunnya atau menyumbang 10% dari emisi karbon di dunia. 2.3 Hutan Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dikatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan itu dibedakan pengertiannya dengan kawasan hutan, yakni wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Ekosistem hutan berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangan siklus karbon global. Dalam proses fotosintesis, CO 2 dari atmosfer diikat oleh vegetasi dan disimpan dalam bentuk biomassa. Penyerapan dan penyimpanan CO 2 oleh hutan berperan penting dalam menurunkan konsentrasi CO 2 di atmosfer. Peranan hutan ini telah mendapat pengakuan Kyoto Protokol pada tahun 1997. Dalam Convention on Parties (COP) 13 yang diselenggarakan pada tanggal 7 14 Desember 2007 di Bali, Indonesia bersama dengan negara-negara yang memiliki hutan tropis mengusulkan agar program Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) diakui sebagai program yang dapat mengurangi emisi 9

CO 2 di atmosfer. Salah satu aspek penting dalam menyukseskan program REDD adalah tersedianya metode estimasi stok karbon hutan yang akurat (Elias, Nyoman, Miranti dan Haniah., 2010). Hutan mempunyai peran penting dalam perubahan iklim melalui tiga cara, yaitu (1) sebagai carbon pool, (2) sebagai sumber emisi CO 2 ketika terbakar, (3) sebagai carbon sink ketika tumbuh dan bertambah luas arealnya. Bila dikelola secara baik, hutan akan mampu mengatasi jumlah karbon yang berlebih di atmosfer dengan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Bahan organik yang mengandung Karbon mudah teroksidasi dan kembali ke atmosfer dalam bentuk CO 2. Karbon disimpan di hutan dalam bentuk: (1) biomassa dalam tanaman hidup yang terdiri dari kayu dan nonkayu, (2) massa mati (kayu mati dan serasah) dan (3) tanah dalam bahan organik dan humus. Humus berasal dari dekomposisi serasah. Karbon organik tanah juga merupakan pool yang sangat penting (Wahyuningrum, 2008). 2.4 Sekilas tentang Karbon Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan oksigen (O 2 ) dan menjadi karbondioksida (CO 2 ). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomassa pohon-pohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi, dan 10

ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomassa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomassa (cadangan karbon), sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO 2 dapat dikurangi, karena kandungan CO 2 di udara otomatis menjadi berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanamantanaman tersebut mati (Kauffman and Donato, 2012). Meningkatnya kandungan karbondioksida (CO 2 ) di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto, 2006). Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah dan Rahayu, 2007). Pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian baru dapat menyebabkan pelepasan karbon (C) ke atmosfer. Karbon (C) yang pada awalnya tersimpan dalam pepohonan dan tanaman lainnya dilepaskan melalui pembakaran (dalam bentuk asap) atau terdekomposisi diatas ataupun 11

dibawah permukaan tanah sewaktu pembukaan lahan (land clearing) (Hairiah, Andre, Rika dan Subekti., 2011). 2.5 Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan pohon, dan tumbuhan bawah lainnya, tumbuhan menjalar, liana, epifit dan sebagainya ditambah dengan biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah. Pohon (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (Karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan lain-lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktifitas primer. Dalam aktifitas respirasi, sebagian CO 2 yang sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk CO 2 ke atmosfer. Selain melalui respirasi, sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui berbagai proses misalnya herbivory dan dekomposisi (Sutaryo, 2009). Pada ekosistem daratan, cadangan Karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu: 1) Bagian hidup (biomassa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. 2) Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu 12

tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daundaun gugur (seresah) yang belum terlapuk. 3) Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm. Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi: Biomasa pohon, proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada). Biomasa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). Nekromasa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat. 13

Seresah, Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah. b. Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomasa akar, akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang. Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah ( Hairiah, Andre, Rika dan Subekti., 2011). Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO 2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah mnyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat 14

karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO 2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001 dalam Chanan, 2012). 2.6 Biomassa Tumbuhan Biomassa tumbuhan merupakan hasil dari proses pertumbuhan tanaman selama periode tertentu pada satuan luas tertentu. Dengan demikian biomassa suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh pertumbuhan jenis tanaman tersebut (Woesono, 2002). Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Teknik untuk mengukur biomassa bisa dilakukan dengan metode destruktif dan menggunakan persamaan allometrik. Penggunaan metode destruktif sangat memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang terutama jika dilakukan terhadap vegetasi hutan. Salah satu pemecahannya maka dapat digunakan persamaan allometrik yang telah disusun dari tanaman yang sejenis. Persamaan ini menghubungkan biomassa tanaman dengan diameter dan tinggi tanaman. Karbon atas permukaaan dapat diduga jika biomassa telah diketahui (Pearson, Sandra dan Richard., 2007). Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat) tanaman relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya, sehingga parameter ini merupakan indikator pertumbuhan yang 15

paling representatif apabila tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau organ tertentu. Berat segar dapat digunakan untuk menggambarkan biomassa tanaman apabila hubungan berat segar dengan berat kering linier. Tetapi karena kandungan air dari suatu jaringan atau keseluruhan tubuh tanaman berubah dengan umur dan dipengaruhi oleh lingkungan yang jarang konstan, suatu hubungan yang linier di antara kedua bagian ini untuk seluruh massa pertumbuhan tanaman dapat tidak linier. pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan melalui penimbangan bahan tanaman yang sudah dikeringkan. Data biasanya disajikan dalam satuan berat yang akan proporsional dengan biomassa apabila tempat yang sama digunakan selama penimbangan. Pengeringan bahan bertujuan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan yang dilaksanakan pada suhu yang relatif tinggi selama jangka waktu tertentu. Untuk mendapatkan berat yang konstan, penimbangan bahan yang sedang dikeringkan perlu dilakukan berulang-ulang secara berkala. Dalam proses pengeringan ukuran bahan harus cukup kecil untuk memudahkan pengeringan. Bahan yang berukuran besar akan mengalami proses pengeringan yang lambat dan tidak merata pada semua bagian bahan (Minarni dan Bambang, 1995). Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik (Arief, 2005 dalam Chanan, 2012). Biomassa ini merupakan hasil fotosintesis berupa sellulosa, lignin, gula, lemak, pati, protein, damar, fenol dan senyawa lainnya. Begitu pula unsur hara, nitrogen, fosfor, 16

kalium dan berbagai unsur lain yang dibutuhkan tumbuhan melalui perakaran. Biomassa inilah merupakan kebutuhan makhluk di atas bumi melalui mata rantai antara binatang dan manusia dalam proses kebutuhan CO 2 yang diikat dan O 2 yang dilepas (Arief, 1994) 2.7 Metode Penghitungan Biomassa Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), cadangan karbon yang tersimpan di daratan (teresterial) terbagi menjadi karbon di atas permukaan (above ground carbon) dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah (below ground carbon). Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak berdiameter <5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan, meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi. Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagianbagian tertentu saja seperti kayu yang sudah diekstraksi. Biomassa vegetasi suatu pohon dalam pengukurannya tidaklah mudah, khususnya hutan campuran dan tegakan tidak seumur. Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan cara destruktif dan non-destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur (Murdiyarso, Kurniatun dan Meine., 1994). Biomasa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas tanah (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) dan biomasa di dalam 17

tanah (akar). Kusmana, Supiandi, Kenichi dan Hiroyuki (1992) menyatakan bahwa, besarnya biomassa ditentukan oleh diameter, tinggi tanaman, kerapatan kayu dan kesuburan tanah. Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman tersebut dapat mengikat CO 2 dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi untuk proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada batang, akar, ranting dan daun. Secara umum terdapat dua metode untuk memperkirakan biomassa. Metode destruktif sampling yaitu metode yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk memberikan hasil yang lebih akurat dan metode nondestruktif dengan menggunakan allometrik. Metode ini tergantung persamaan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dengan menggunakan metode destruktif sampling. Berikut kedua metode tersebut yaitu: 1. Metode destruktif (pemanenan) a. Area yang dijadikan contoh tergantung pada tingkat homogenitas vegetasi dan distribusi penyebaran. Area contoh biasanya terbagi-bagi sesuai dengan tipe vegetasi untuk memperoleh perkiraan yang lebih akurat. Plot berbentuk lingkaran lebih mudah untuk vegetasi yang rendah dan plot berbentuk persegi atau empat persegi panjang jika terdapat tingkat pohon. b. Dalam metode destruktif, vegetasi dalam area yang ditebang lalu ditimbang untuk mengetahui berat basah setiap bagian vegetasi (tumbuhan bawah, batang pohon, cabang, daun dan buah) dan dikeringkan untuk mendapatkan konversi berat kering. 18

2. Metode non-destruktif (tidak langsung) a. Metode hubungan allometrik. Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. Biomassa pohon dalam plot satu hektar dihitung dengan mengalikan kandungan karbon serta biomassa dikalikan dengan faktor 0,5 (Prasetyo, Ellin, Marina, Syarif, Hendi, Berthold dan Zulfikhar., 2014). 2.8 Peran Vegetasi dalam Mengurangi Pemanasan Global Pohon-pohon menjadi organisme dominan di hutan tropis, bentuk kehidupan pohon berpengaruh pada fisiognomi umum, produksi dasar,dan lingkaran keseluruhan dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah lain mengingat terdapat ciri-ciri tertentu dan kebiasaan bercabang, dedaunan, buah-buahan,dan sistem akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi lain (Longman dan Jenik, 1987). Hutan alami merupakan penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpan karbon tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah karbon tersimpan akan merosot. Jumlah karbon tersimpan antar lahan tersebut berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Indonesia memiliki berbagai 19

macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Pengukuran secara kuantitatif karbon tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan metode pengukuran standar yang baku dan telah dipergunakan secara luas, agar hasilnya dapat dibandingkan antarlahan dan antarlokasi (Hairiah dan Rahayu, 2007). Dampak perubahan iklim yang kita rasakan saat ini dapat dikurangi dengan cara meningkatkan penyerapan karbon dan atau menurunkan emisi karbon. Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut,dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Lasco, 2002). Peranan hutan dalam mencegah dan mengurangi emisi karbon atau mitigasi perubahan iklim dapat dilihat dari berbagai kemungkinan menurut Thomson (2008) sebagai berikut: 1. Mengurangi kebakaran hutan dan emisi gas rumah kaca. 2. Mempertahankan penutupan hutan dan potensinya untuk mencegah perubahan iklim. 20

3. Pengaturan kegiatan manajemen hutan untuk menangkap atau menyerap tambahan CO di atmosfer. 4. Penangkapan dan penyimpanan karbon dalam pool karbon hutan dan penggunaan kayu dalam jangka panjang. 5. Mengembangkan pasar perdagangan karbon dan menciptakan insentif untuk kegiatan kehutanan yang mengurangi emisi industri dan penghasil polutan lainnya. Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, dengan jumlah total vegetasi hutan di Indonesia yang terus meningkat, dapat menghasilkan lebih dari 14 milliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5 milliar ton karbon (Anonim, 2003). 21