BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS) demontrasi. (Trianto, 2011:222).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar. keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang

BAB II KAJIAN TEORETIK. fisik. Goleman (1996:63) menjelaskan bahwa, kesadaran diri adalah

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KERANGKA TEORETIS. segi subjek yang melakukannya. Akan tetapi kedua kegiatan ini saling

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU no. 20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November

BAB V PEMBAHASAN. verifikasi atau pengecekan data diperoleh jenis-jenis kesalahan yang. prisma dan limas beserta penyebabnya adalah sebagai berikut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

PENERAPAN STRATEGI METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar,

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam upaya meningkatkan pembelajaran matematika. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BABI. yang mengungk:apkan kemampuan pemahaman. Setelah itu, diberikan soalsoal

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting yaitu sebagai proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB II KAJIAN TEORITIK

TABEL ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI DESAIN DIDAKTIS AWAL

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Ahmadi Habibie Asmariana, 2013

BAB II KAJIAN TEORETIS

Kata kunci: Teknik MURDER, Pendekatan Metakognitif, Penalaran Matematis.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF. : SMP Pasundan 4 Bandung

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

Lampiran 1. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian Lampiran 1.1. RPP Matematika Berbantuan GeoGebra

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematika Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan penalaran. Menurut Russeffendi (dalam Suwangsih, 2006 : 3) matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika. Menurut Suriasumantri (1999 : 42) penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Menurut Fadjar Shadiq (dalam Wardhani, 2008 : 11) penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Jadi pola pikir 6

7 yang dikembangkan matematika seperti yang dijelaskan di atas memang membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif. Ada dua tipe penalaran yang digunakan dalam menarik sebuah kesimpulan yaitu : 1. Penalaran induktif merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran induktif berkaitan dengan empiris, bersumber pada empiri atau fakta. 2. Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Penalaran deduktif berkaitan dengan rasionalisme, bersumber pada rasio. Menurut Suriasumantri (1999 : 43) sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu. Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis. Analisis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

8 Indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu: 1. Mengajukan dugaan Kemampuan mengajukan dugaan merupakan kemampuan siswa dalam merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Contoh soal : Suatu prisma segi empat yang alasnya berbentuk persegi mempunyai volume 144 cm 3. Bila dibuat prisma dengan panjang rusuk 2 cm, berapa banyaknya prisma semacam itu yang dapat dibuat! Penyelesaian : Diketahui : V prisma besar = 144 cm 3 panjang rusuk prisma kecil = 2 cm Ditanya Jawab : Banyaknya prisma kecil yang dapat dibuat : V prisma kecil = L.alas x tinggi = (s x s) x t = (2 x 2) x 2 = 8 cm 3 Jadi banyaknya prisma kecil yang dapat dibuat adalah 18 buah.

9 2. Melakukan manipulasi matematika Kemampuan manipulasi matematika merupakan kemampuan siswa dalam mengerjakan atau menyelesaikan suatu permasalahan dengan menggunakan cara sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki. Contoh soal : Sebuah pengki (alat pengumpul sampah) berbentuk seperti prisma tegak segitiga dengan ukuran yang terlihat pada gambar di bawah ini. Apabila pengki (tanpa pegangan) itu dibuat dari bahan plastic, 8 cm 20 cm tentukanlah luas bahan plastik 15 cm yang dibutuhkan untuk membuat pengki! Penyelesaian : Diketahui : Pengki (berbentuk prisma) Alas berbentuk segitiga siku-siku a segitiga = 15 cm t segitiga = 8 cm t prisma = 20 cm Ditanya Jawab : Luas bahan plastik yang diperlukan : Sebuah pengki terdiri dari dua buah bidang segitiga kongruen serta dua buah bidang persegi panjang.

10 L. bahan 2 x L. segitiga L. persegi panjang + L. persegi panjang 1 2 x ( x a x t) (15 x 20) + (8 x 20) 2 1 2 x ( x 15 x 8) 300 +160 2 2 x 60 460 = 580 cm 2 Jadi, luas bahan plastik yang diperlukan untuk membuat pengki adalah 580 cm 2. 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi Siswa mampu menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi apabila siswa mampu menunjukkan lewat penyelidikan. Contoh soal : Kardus pepsodent alasnya berbentuk persegi, bagaimanakah cara menemukan luas permukaan kardus pepsodent tersebut? Penyelesaian : Kardus pepsodent merupakan prisma segi empat yang terdiri dari dua buah bidang persegi yang kongruen serta empat buah bidang persegi panjang. Jika prisma tersebut dibuka, maka akan membentuk jaring-jaring.

11 L. permukaan kardus pepsodent (s x s) + (s x s) + (s x t) ( 2 x s x s) (4s x t) 4. Menarik kesimpulan dari pernyataan (2 x L. alas) + (K. alas + (s x t) + (s x t) + (s x t) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan merupakan proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran. Contoh soal : Ada sebuah jaring-jaring yang mempunyai lima sisi berbentuk segitiga sama kaki dan satu buah sisi berbentuk segi lima beraturan. Jaring-jaring apakah itu? Gambarkan! Penyelesaian : Limas segi lima beraturan. x t)

12 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen merupakan kemampuan yang menghendaki siswa agar mampu menyelidiki tentang kebenaran dari suatu pernyataan yang ada. Contoh soal : Sebuah tempat makanan berbentuk prisma dengan alasnya belah ketupat dengan panjang diagonal-diagonalnya adalah 7 cm dan 14 cm. Tingginya 15 cm. Benarkah volume tempat makanan tersebut 735 cm 3? Penyelesaian : Diketahui : Tempat makanan (berbentuk prisma) Alas berbentuk belah ketupat panjang diagonal = 7 cm dan 14 cm t = 15 cm Ditanya : Benarkah volume tempat makanan tersebut 735 cm 3 Jawab : V. prisma L. alas x t 1 ( x d1 x d 2 ) x t 2 1 ( x 7 x 14) x 15 2 3 735cm Jadi, benar volume tempat makanan tersebut 735 cm 3.

13 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi merupakan kemampuan siswa dalam menemukan pola atau cara dari suatu pernyataan yang ada sehingga dapat mengembangkannya ke dalam kalimat matematika. Contoh soal : Alas sebuah prisma berbentuk segitiga siku-siku dengan panjang alas segitiga 9 cm dan tinggi segitiga 12 cm. Hitunglah volume prisma tersebut jika tinggi prisma 20 cm! Penyelesaian : Diketahui : Prisma dengan alas berbentuk segitiga siku-siku a segitiga = 9 cm t segitiga = 12 cm t prisma = 20 m Ditanya : Volume prisma Jawab : V. prisma L. alas x t 1 ( 2 1 ( 2 1080 x a x t) x t x 9 x 12) x 20 3 cm Jadi, volume prisma tersebut adalah 1080 cm 3. (Wardhani, 2008 : 14)

14 Penalaran merupakan salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut, tentunya tidak terlepas dari upaya pembelajaran di sekolah. Walaupun pembelajaran di sekolah selama ini memiliki peran tinggi pada keaktifan siswa, misalnya melalui pembentukan kelompok belajar, namun ternyata dampaknya terhadap kemampuan penalaran siswa belum terlihat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran yaitu melalui penerapan strategi metakognitif. Menurut Sudiarta strategi metakognitif dapat mendorong siswa untuk belajar mencari alasan terhadap solusi yang benar dan lebih mendorong siswa untuk membangun, mengkonstruksi, dan mempertahankan solusi-solusi yang argumentatif dan benar. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi merupakan salah satu indikator kemampuan penalaran. Oleh karena itu cara untuk meningkatkan kemampuan penalaran yaitu dengan perbaikan proses pembelajaran melalui penerapan strategi metakognitif. Adapun kendala dalam penalaran matematika antara lain : 1. Siswa kurang atau tidak dibiasakan mengemukakan gagasan. Contoh : Guru harus dapat melatih siswa untuk mengemukakan gagasan dari suatu masalah baik lisan maupun tulisan. Dengan melatih siswa untuk mengemukakan gagasan maka siswa akan menjadi terbiasa memecahkan suatu masalah dengan baik.

15 2. Guru kesulitan dalam membimbing siswa merumuskan suatu konjektur (dugaan) dari data yang ada. Contoh : Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda oleh karena itu pada saat guru membimbing siswa untuk merumuskan suatu konjektur dari data yang ada mengalami kesulitan, siswa ada yang cepat tanggap dan ada pula yang lambat. (Shadiq, 2006) B. Strategi Belajar Mengajar Menurut Djamarah (2006 : 5) secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut : 1. Mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan. 2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

16 3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. C. Strategi Metakognitif Menurut Flavell (dalam Mahmud, 1989 : 140) metakognisi ialah pengetahuan seseorang mengenai proses-proses dan produk-produk kognitifnya sendiri atau sesuatu yang bertalian dengan dengannya, misalnya data-data yang ada kaitannya dengan belajar. Sebagai contoh, siswa diberi tugas membaca suatu bab tentang bangun ruang sisi datar. Menurut Wuryani (2008 : 168) metacognitive adalah pengetahuan yang berasal dari proses kognitif kita sendiri beserta hasil-hasilnya. Ketika anak-anak berkembang, mereka menjadi lebih cermat dalam pengertian bagaimana mengontrol dan memonitor belajar mereka sendiri, bagaimana menggunakan bahasa, dan sebagainya. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metakognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang bagaimana proses untuk mengontrol dan memonitor diri mereka sendiri.

17 Menurut Mahmud (1989 : 141) metakognisi memiliki dua komponen, yaitu : 1. Kesadaran akan adanya ketrampilan, strategi dan sumber-sumber yang diperlukan untuk melakukan tugas secara efektif, dengan perkataan lain mengetahui apa yang harus diperbuat. Yang termasuk dalam komponen ini adalah : Mengidentifikasi gagasan pokok Mengulang-ulang informasi Membentuk asosiasi-asosiasi dan gambaran batin Mengorganisir atau menyusun bahan yang baru agar lebih mudah diingat Menerapkan teknik-teknik menempuh ujian Membuat garis besar dan mencatat. 2. Kemampuan menggunakan mekanisme pengaturan diri (self regulatory mechanism) untuk menjamin penyelesaian tugas secara berhasil, dengan perkataan lain mengetahui kapan dan bagaimana melakukan sesuatu atau apa itu. Yang termasuk dalam komponen ini adalah : Mengecek apakah kita mengerti Memperkirakan hasil Mengevaluasi efektivitas pelaksanaan tugas Merencanakan langkah berikutnya Menguji strategi

18 Menentukan cara membagi waktu dan kegiatan Merevisi atau berganti dengan strategi-strategi lain untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Menurut Weinstern dan Mayer (dalam Mahmud, 1989 : 142) ada lima unsur yang mendasari strategi metakognitif, yaitu : a. Rehearsal strategy Dengan strategi ini, seseorang secara aktif mengulang-ulang bahan yang dipelajari, baik secara lisan maupun secara tertulis, ataupun memusatkan perhatian pada bagian-bagian yang penting. Untuk bahanbahan hafalan, strategi ini berupa mengulang-ulang bahan dengan suara keras agar mudah diingat. Untuk hal-hal yang lebih rumit, strategi ini berupa mengulang istilah-istilah kunci dengan suara keras atau dalam hati, atau menggaris bawahi bagian-bagian yang penting. Contoh : Guru meminta siswa untuk mengulangi kembali bagaimana cara menemukan rumus luas permukaan prisma dan limas. b. Elaboration strategy Strategi ini berupa membuat hubungan antara bahan yang baru dengan bahan yang sudah lebih dulu dimiliki. Strategi ini berwujud dengan membuat kalimat-kalimat yang menghubungkan bahan-bahan yang harus dipelajari. Contoh : Guru membuat hubungan antara materi luas pada bangun datar dengan materi luas permukaan pada prisma dan limas.

19 c. Organizational strategy Dengan strategi ini orang menyusun bahan dengan jalan mengelompok-kelompokkan menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan-hubungannya satu dengan yang lain. Untuk bahan-bahan belajar yang sederhana, strategi ini berupa menyusun bahan menjadi kelompokkelompok yang lebih kecil. Sedangkan untuk bahan-bahan yang lebih rumit berupa membuat garis besar bahan-bahan belajar. Contoh : Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi mengenai unsur-unsur prisma dan limas. d. Comprehension monitoring strategy Dengan strategi ini orang tetap sadar dan tetap pendirian pada tugas-tugas belajar yang harus diselesaikannya, kalau perlu tetap menggunakan strategi yang telah dipilihnya dan tetap waspada terhadap keberhasilan yang telah dicapainya serta menyesuaikan perilakunya sesuai dengan strategi tersebut. Untuk strategi ini, guru meminta siswa untuk melakukan suatu tindakan atau bertanya apabila ada bahan atau materi pelajaran yang belum dipahami, serta guru menyiapkan pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan kepada siswa. Contoh : Guru memberi pertanyaan kepada siswa seputar materi prisma dan limas.

20 e. Affective strategy Pada pokoknya, strategi ini berupa menghilangkan perasaanperasaan yang mengganggu belajar. Dalam strategi ini, guru meminta siswa untuk tetap berkonsentrasi dalam proses pembelajaran serta mengatur waktu sebaik-baiknya. Contoh : Guru meminta siswa untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Menurut Elawar (dalam Maulana, 2008 : 8) strategi metakognitif diupayakan melalui tiga tahap, antara lain adalah : a. Diskusi awal Pertama-tama guru menjelaskan tujuan tentang topik yang sedang dipelajari. Siswa diberi materi, dan penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam pemberian materi tersebut. Kesalahan siswa diminimalkan dengan pemantauan.siswa dibimbing untuk menanamkan kesadaran dengan bertanya kepada diri sendiri saat menjawab pertanyaan-pertanyaan. Pada akhir pemahaman konsep, diharapkan siswa memahami semua uraian materi dan sadar apa yang dilakukannya, bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum dipahami, pertanyaan apa yang timbul, dan bagaimana upaya untuk mencari solusinya.

21 b. Kemandirian Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakannya secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan feedback secara individual. Feedback metakognitif akan menuntun siswa untuk memusatkan perhatian pada kesalahannya dan memberikan petunjuk agar siswa dapat mengoreksinya sendiri. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan. c. Penyimpulan Penyimpulan yang dilakukan siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang dilakukan di kelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Adapun kelebihan dan kelemahan strategi metakognitif adalah sebagai berikut : Kelebihan - Kerjasama dan bantuan dari guru yang bertindak sebagai observer dan teman diskusi dalam menyelesaikan setiap kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran. - Keterlibatan siswa secara aktif untuk dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Kelemahan - Waktu yang tersedia relatif sedikit untuk melakukan pengembanganpengembangan dalam pembelajaran.

22 - Kesulitan dalam membuat kelompok diskusi dengan anggota kelompok yang beragam tingkat kemampuan matematikanya, sehingga diharapkan dalam masing-masing kelompok terjadi kegiatan diskusi kelompok yang produktif. (Maulana, 2008: 11) D. Materi Pelajaran Matematika Pada Pokok Bahasan Prisma dan Limas 1. Mengidentifikasi sifat-sifat prisma dan limas serta bagian-bagiannya. Menyebutkan unsur-unsur prisma dan limas : rusuk, bidang sisi, diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal. 2. Membuat jaring-jaring prisma dan limas. Membuat jaring-jaring prisma tegak dan limas. 3. Menghitung luas permukaan dan volume prisma dan limas. Menemukan rumus luas permukaan prisma dan limas. Menghitung luas permukaan prisma dan limas. Menemukan rumus volume prisma dan limas. Menghitung volume prisma dan limas.

23 E. Kerangka Pikir Indikator kemampuan penalaran matematika 1. Mengajukan dugaan 2. Melakukan manipulasi matematika 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi 4. Menarik kesimpulan dari pernyataan 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi Berdasarkan hasil observasi bahwa indikator-indikator di atas dinyatakan masih rendah. Tahap-tahap strategi metakognitif yaitu : 1. Diskusi awal 2. Kemandirian 3. Penyimpulan Dengan adanya perlakuan strategi metakognitif diharapkan indikatorindikator kemampuan penalaran matematika yang telah disebutkan di atas dapat meningkat. Pembelajaran dengan strategi metakognitif dilaksanakan melalui tiga tahap, dimana di dalamnya terdapat unsur-unsur strategi metakognitif. Unsurunsur strategi metakognitif ini yang akan digunakan untuk meningkatkan indikator-indikator kemampuan penalaran matematika. Indikator mengajukan dugaan akan muncul pada tahap diskusi awal (affective strategy dan elaboration strategy), siswa dapat memanfaatkan sumber belajar atau lingkungan belajar yang ada di sekitarnya secara optimal dan merespon stimulus belajar yang diberikan oleh guru. Hal ini terjadi pada saat siswa diminta berkonsentrasi selama pelajaran, memperhatikan penjelasan

24 hubungan materi yang lalu dengan materi yang akan diajarkan, dan penjelasan materi secara rinci. Indikator melakukan manipulasi matematika akan muncul pada tahap diskusi awal (elaboration strategy dan rehearsal strategy), siswa banyak mengajukan pertanyaan baik kepada guru maupun kepada siswa lainnya. Hal ini terjadi pada saat siswa mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum dipahami. Indikator menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, dan memeriksa kesahihan suatu argument akan muncul pada tahap kemandirian (comprehension monitoring strategy), siswa lebih banyak mengajukan pendapat terhadap informasi yang disampaikan oleh guru atau siswa lain. Hal ini terjadi pada saat siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun siswa lain. Siswa juga memberi respon nyata terhadap stimulus belajar yang diberikan oleh guru, hal ini terjadi pada saat siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Siswa berkesempatan melakukan penelitian sendiri terhadap hasil pekerjaannya, sekaligus memperbaiki dan menyempurnakan pekerjaan yang dianggapnya masih belum sempurna. Hal ini terjadi pada saat siswa menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis. Indikator menarik kesimpulan dari pernyataan dan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi akan muncul pada tahap penyimpulan (organizational strategy), siswa membuat sendiri

25 kesimpulan materi dengan bahasa dan cara masing-masing. Hal ini terjadi pada saat siswa menyimpulkan materi dan membuat rangkuman. F. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah melalui strategi metakognitif kemampuan penalaran matematika siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Purwokerto meningkat.