BAB IV. Diakonia dan Warung Tiberias

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB I. Indonesia maupun di dunia. Kemiskinan seolah menjadi salah satu ciri yang dimiliki bangsa

WARUNG TIBERIAS. (Suatu studi kasus tentang aspek pelayanan diakonia di lingkungan warga jemaat. GKI Salatiga) Skripsi

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

1.2 Menegakkan Kerajaan Allah dalam Modernisasi Indonesia: O. Notohamidjojo...33

Bab 1. Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,

MTPJ 05 s/d 11 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V PENUTUP. observasi lapangan yang kemudian penulis kaitkan dengan teori-teori yang ada,

Monday, 23 September, 13 IBADAH DAN KEPEDULIAN SOSIAL

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

Setelah Ono Niha menjadi Kristen, lalu apa yang terjadi?

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB IV. Refleksi Teologis

BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan ekonomi yang baik tidak hanya bergerak dalam aspek-aspek. ekonomi saja, tetapi juga dalam aspek-aspek lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan UKDW

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

BAB I PENDAHULUAN. timbul karena adanya hubungan antara organisasi dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

BAB IV ANALISA PERAN GEREJA DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI WARGA JEMAAT GMIT BETANIA OETAMAN DI DESA LINAMNUTU

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

Bab I PENDAHULUAN. Dalam perspektif sosiologis dapat dikatakan bahwa, gereja sebagai suatu institusi sosial,

BAB 4 RELEVANSI PEMURIDAN YANG SEDERAJAT BAGI KEHIDUPAN BERGEREJA DI INDONESIA

RESUME. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak. ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia!

3. Apa arti keadilan? 4. Apa arti keadilan menurut keadaan, tuntutan dan keutamaan? 5. Apa Perbedaan keadilan komutatif, distributive dan keadilan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN SEMESTER GENAP (II) TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. mereka untuk melanjutkan sekolah dan siswa berprestasi mempunyai. berbeda dengan siswa dari sekolah pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dilakukan terhadap orang-orang miskin. Pertanyaan yang sangat crucial

1. BELAS KASIH ILAHI: ALLAH 2. BELAS KASIH MANUSIA:

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

PERSEPSI MAHASISWA FISIP UNDIP TENTANG KEBIJAKAN PENANGGULANGAN TUNA SOSIAL DI KOTA SEMARANG.

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN

Transkripsi:

BAB IV Diakonia dan Warung Tiberias Seperti kita ketahui bersama, bahwa kemiskinan adalah sebuah masalah yang amat sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak dan elemen masyarakat termasuk di dalamnya adalah gereja. Mengapa kemiskinan menjadi masalah yang amat penting dan membutuhkan banyak perhatian, karena kemiskinan bukanlah akibat dari kehendak jelek orang miskin itu sendiri, misalnya malas atau judi, melainkan akibat strukturisasi proses-proses ekonomi, politik, sosial, dan ideologis, bahwa masyarakat dibelenggu faham-faham yang menutup-nutupi ketidakadilan dan kemiskinan dan memperlihatkannya sebagai faktor-faktor objektif belaka. Perlu digaris bawahi, bahwa ada tiga sebab mengapa manusia pada umumnya dan gereja pada khususnya berkewajiban moral terhadap masalah kemiskinan, yaitu: (1) Kemiskinan membuat orang menderita, dan karena itu kita tidak boleh acuh-tak acuh terhadapnya, (2) Kemiskinan mencegah seseorang untuk mengembangkan kemanusiaannya secara utuh, jadi bertentangan dengan martabat manusia, (3) Kemiskinan untuk sebagian besar orang adalah akibat ketidakadilan sosial, maka orang miskin berhak menuntut suatu perubahan. Pada intinya kita sebagai orang Kristen dan gereja berkewajiban untuk sedapat-dapatnya menghilangkan sebab-sebab kemiskinan, khususnya untuk membongkar struktur proses-proses ekonomis dan struktur-struktur kekuasaan yang melestarikan ketidakadilan sosial. 1 1 J. B. Banawiratma (Ed), Kemiskinan dan Pembebasan, 37-39. 58

Disamping itu mengapa gereja ditekankan untuk memperhatikan masalah kemiskinan. Karena di dalam kitab suci orang Kristen yang menjadi pedoman hidup orang Kristen itu sendiri, di dalamnya banyak terdapat ayat-ayat yang mengajarkan kepada umatnya untuk mempedulikan orang miskin. Dalam hal ini gereja diperingatkan secara langsung untuk benar-benar mempedulikan orang miskin, karena orang miskin merupakan bagian dari keberadaan orang Kristen dan gereja. Untuk itulah kehadiran gereja di dunia ini. Bukan untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk mereka yang tertindas dan miskin. Gereja hadir untuk berpihak kepada yang lemah, yang tidak berdaya, yang miskin dan yang terpinggirkan. Jika gereja tidak mempedulikan dan berpihak kepada yang lemah, maka kehadiran gereja tidak memiliki makna. Agar pemikiran di atas menjadi relevan, setidaknya gereja harus didorong untuk hidup dalam kesederhanaan. Dan wujud dari rasa solidaritas gereja kepada orang-orang miskin yang masih belum terentaskan di Indonesia ini adalah gereja harus melakukan kritik internal secara terus-menerus terhadap berbagai aktivitas dan pelayanannya yang hanya menonjolkan kemeriahan, namun tidak berdampak kepada perubahan sikap dan sensitivitas jemaat terhadap berbagai persoalan kemiskinan di masyarakat. Untuk mengatasi persoalan kemiskinan yang sedemikian kompleks ini, gereja dituntut bergerak secara proaktif dan rendah hati bersedia bekerja sama dengan umat beragama lainnya dalam menanggulangi kemiskinan. Dan disaat yang sama pula gereja perlu terus-menerus menyuarakan kritik profetisnya terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan, terjadinya ketidakadilan, terampasnya hak-hak masyarakat, dan terhadap sistem yang menindas dan memiskinkan manusia. 59

Dan yang perlu digarisbawahi pula, bahwa gereja adalah perpanjangan tangan Tuhan di bumi. Untuk itu gereja harus turut berperan aktif dalam penanggulangan kemiskinan, bukan hanya sekedara memberikan sembako pada hari raya Natal atau perayaan-perayaan gerejawi lainnya. Yesus harus dijadikan teladan dalam menyikapi masalah ini, agar kita tidak hanya menjadi penonton dan penaggap dari sebuah wacana kemiskinan. Dengan melihat dan mengetahui kondisi kemiskinan yang terjadi di Salatiga, GKI Salatiga juga menunjukkan perhatian dan kepeduliannya melalui kegiatan warung Tiberias yang dibentuk oleh bebarapa orang warga gereja yang memiliki konsern dan kepedulian terhadap masalah ini dengan memberi bantuan kepada orang-orang miskin yang berada disekitar gereja, seperti tukang becak, kuli panggul di pasar, pengemis anak jalanan dan siapa saja yang ingin menerima bantuan atau merasa membutuhkan bantuan, berupa makanan yang sudah disediakan tim terlebih dahulu. Memang usaha ini tidak langsung menyentuh masalah yang paling mendasar dari kemiskinan. Dan ini adalah salah satu upaya untuk membantu orang miskin memenuhi salah satu dari sekian banyak kebutuhan hidup manusia (orang miskin). Sementara itu jika kita melihat pemaparan pada Bab III melalui hasil penelitian kepada orang-orang yang terlibat secara aktif dan berkesinambungan di dalam warung Tiberias dan yang memiliki kompetensi terhadapnya, bahwa warung Tiberias adalah kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang warga gereja yang memiliki kepedulian terhadap masalah kemiskinan, melalui pemberian makanan secara gratis kepada masyarakat di dalam dan luar gereja, seperti tukang becak, kuli panggul, pengemis, dan sebagainya. Dan dasar dari dibentuknya kegiatan ini adalah kepedulian dan Yesus yang menjadi pedoman untuk menjalankannya. Sementara itu diakonia dalam kegiatan ini, secara tersirat adalah diakonia karikatif yang memberi bantuan dengan cara memberi salah satu dari kebutuhan, yaitu makanan/ materi bagi mereka yang membutuhkan. 60

Jika kita melihat fungsi dan tugas panggilan gereja, seperti yang sudah dipaparkan diatas, maka kegiatan warung Tiberias (GKI Salatiga) tidak cukup menyentuh akar dari permasalahan kemiskinan, karena warung Tiberias adalah kegiatan gereja non-struktural yang dilakukan oleh warga gereja yang memiliki kepedulian terhadap masalah kemiskinan, melalui pemberian makanan secara gratis kepada masyarakat di dalam dan luar gereja, seperti tukang becak, kuli panggul, pengemis, dan sebagainya. Dan dasar dari dibentuknya kegiatan ini adalah kepedulian dan Yesus yang menjadi pedoman untuk menajalankannya. Kegiatan ini hanya bersifat karikatif karena tidak ada upaya yang sistematis dan berkesinambungan. Dalam hal ini warung Tiberias tidak melibatkan pemerintah atau lembaga-lembaga kemasyarakatan lain dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Memang kegiatan ini berada di dalam dan untuk masyarakat, tetapi tidak cukup menyentuh masalah konkret dalam masyarakat. Kegiatan ini tidak sesuai dengan fokus diakonia transformatif, karena manusia (orang miskin) masih menjadi objek, bukan subjek. Kegiatan ini bersifat karikatif, dan didorong oleh rasa belas kasihan (kepedulian), bukan keadilan, tidak menstimulir partisipasi manusia dan tidak memamakai analisis sosial dalam memahami sebab-sebab kemiskinan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah kegiatan ini bisa dikatakan sebagai program gereja? Meskipun orang-orang yang terlibat aktif dan berkesinambungan di dalamnya tidak berkebaratan jika kegiatan ini dianggap sebagai kegiatan gereja. Apabila memang warung Tiberias ingin dikatakan sebagai kegiatan gereja, harusnya kegiatan ini dimasukkan kedalam program gereja, sehingga menjadi lebih terstruktur dan sistematis, agar jangkauan dan dampak yang dihasilkannya jauh lebih besar dari yang sudah dihasilkan sejauh ini. Warung Tiberias adalah sebuah gerakan kemanusiaan yang cukup membantu orang miskin ditengah-tengah kesulitan di bangsa ini. Seharusnya ketika melihat, prospek, perkembangan dan dampak positif 61

dari kegiatan warung Tiberias, gereja sebagai perpanjangan tangan Tuhan di bumi, turut berperan dan bersikap proaktif di dalamnya. Gereja harus menjadi motor penggerak bagi kegiatan ini, dan ikut memajukan kegiatan ini kearah yang lebih sistematis dan berkesinambungan, agar kegiatan warung Tiberias menghasilkan sebuah dampak yang lebih transformatif, dan para penerima bantuan tidak hanya menjadi objek tetapi subjek yang mampu mengembangkan kemanusiaannya secara utuh akan hak-hak hidup yang seharusnya didapatkan secara layak, adil dan merata, sehingga manusia yang berada dikondisi hidup miskin tidak lagi terbelenggu oleh struktur yang tidak adil. Jelas terlihat, ketika kita melihat gerakan yang dilakukan warung Tiberias, bahwa gerakan ini hanya sebuah gerakan diakonia yang karikatif sifatnya (diakonia karikatif), karena kegiatan ini hanya berupa kegiatan pemberian makanan secara gratis kepada orang-orang miskin yang berada disekitar gereja, sedangkan diakonia transformatif itu sendiri menekankan suatu tindakan yang lebih serius menanggulangi kemiskinan, yaitu dengan upaya yang lebih sistematis dan berkesinambungan, yang lebih melibatkan banyak pihak, seperti LSM, lembaga kemanusian lainnya dan pemerintah, sehingga dengan demikian gereja (warung Tiberias) dapat melihat masalah yang mendasar dari kemiskinan, dan dapat membongkar struktur dan sisitem yang membelenggu rakyat untuk bisa mengembangkan kemanusiaannya secara utuh dan terbebaskan oleh ketidakadilan yang selama ini diciptakan oleh para penguasa modal. Selain itu diakonia transformatifmemiliki fokus yang jelas dan berpihak kepada rakyat kecil, yaitu menjadikan rakyat (manusia) sebagai subjek dari sejarah, bukan objek; tidak karikatif, tetapi preventif; tidak didorong oleh rasa belas kasihan, tetapi keadilan; menstimulir partisipasi rakyat; dan memakai alat analisis sosial dalam memahami sebab-sebab kemiskinan. Jadi fokus ini benar-benar mengutamakan sisi keadilan bagi rakyat kecil dan membantu mereka untuk lebih 62

mengembangkan kemanusiaannya secara utuh. Dan partisipasi dari mereka yang terbelenggu struktur yang tidak adil cukup menentukan hasil dari diakonia ini. Melihat kondisi yang terjadi di dalam warung Tiberias, dalam hal ini hubungan dengan gereja sebagai lembaga, apakah warung Tiberias layak dikatakan sebagai diakonia gereja. Penulis merasa tidak, karena jika ingin dikatakan sebagai diakonia gereja, harusnya kegiatan ini masuk kedalam program gereja yang lebih terstruktur dan sisitematis dalam pengorganisasian dan pelaksanaannya, sehingga jangkauan dan jumlah orang yang mendapat bantuan dari kegiatan ini dapat lebih banyak, dan hasil atau dampak yang dihasilkannya lebih transformatif. Selain itu gerakan ini juga tidak melibatkan warga gereja secara umum, hanya beberapa orang saja yang terlibat aktif dan bekesinambungan. Sementara itu sebagian besar dari warga jemaat tidak terlibat aktif, mungkin hal ini disebabkan karena kurang atau sedikitnya pemahaman tentang diakonia yang sebenarnya (transformatif). Ada ketidakjelasan dalam hal kesinambungan kegiatan ini. Memang wareung Tiberias sudah berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama (± 3 tahun), tetapi karena kegiatan ini bersifat spontan dan tidak memiliki pengorganisasian yang baku, artinya tidak ada jangka waktu yang ditentukan, jadi sewaktu-waktu bisa saja kegiatan ini berhenti begitu saja, disebabkan oleh karena berkurangnya jumlah, mungkin saja karena kejenuhan atau berkurangnya kontribusi dari penyumbang yang terlibat selama ini. Hal ini secara tidak langsung dapat membuat para penerima bantuan bisa kecewa, jika kegiatan ini dihentikan secara sepihak, akibat tidak adanya kesinambungan dari kegiatan ini. Gereja juga tidak begitu banyak berperan, kontribusi gereja tidak banyak, hanya sebatas masalah-masalah teknis. Seharusnya gereja lebih memperhatikan kegiatan ini, karena memang 63

pada dasarnya gerakan ini baik dan berguna atau sedikit membantu untuk orang-orang tidak mampu yang ada di sekitar gereja. Melihat hal ini seharusnya gereja mengambil sikap terhadapnya. Di sinilah momentum yang tepat bagi gereja menunjukkan fungsi dan tugas panggilannya dan sebagai perpanjangan tangan Tuhan di bumi. Melalui gereja-lah karya penyelamatan Allah diwujudkan. Isu kristenisasi yang pada awal pernah terjadi di warung Tiberias bisa saja diwaktu yang akan datang terjadi kembali. Memang sekarang hal itu sudah lagi menjadi masalah saat ini, tetapi akibat dari tidak terpadunya pengorganisasian kegiatan ini dapat menimbulkan isu kristenisasi karena ada pihak-pihak yang tidak sepaham degan warung Tiberias atau mungkin kerena keirian melihat keberhasilan yang dicapai warung Tiberias sejauh ini melalui animo dan respon posotif dari para penerima bantuan. Meskipun upaya untuk merealisasikan diakonia yang transformatif membutuhkan proses dan waktu yang panjang, setidaknya ada sedikit upaya yang serius dari gereja untuk memainkan perannya dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang terjadi disekitar gereja. Sehingga fungsi dan tugas panggilan gereja yang sebenarnya bisa nampak dan gereja benar-benar mamaknai tugas dan panggilannya sebagai perpanjangan tangan Tuhan di bumi. Jadi dengan demikian kesejahteraan bagi rakyat miskin dan tertindas bisa terwujud. 64