BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tanaman Cendana (Santalum album L.) adalah tanaman asli Indonesia yang memiliki aroma yang khas, dimana sebagian besar tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tidak hanya di NTT, tanaman cendana saat ini juga tersebar di beberapa pulau di Indonesia seperti Jawa, Sulawesi, dan Maluku. Tanaman cendana dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Pohon cendana merupakan salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kandungan minyak terbanyak terletak pada bagian terasnya, yaitu bagian batang atau akar yang berwarna kuning sampai coklat muda dan beraroma sangat harum. Metode isolasi yang biasa digunakan untuk memperoleh minyak yang terkandung di dalam kayu cendana adalah metode distilasi uap atau penyulingan menggunakan uap air. Hasil isolasi minyak atsiri dari tanaman cendana disebut dengan minyak cendana atau sandalwood oil, yang biasanya diperdagangkan sebagai bahan obat-obatan, aroma terapi, penambah aroma makanan dan bahan minyak wangi (parfum). Minyak cendana memiliki titik didih yang tinggi, sehingga aroma harum dari minyak cendana cenderung dapat bertahan lama. Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir utama minyak cendana di dunia. Namun minyak cendana ini sebagian besar diperdagangkan dalam bentuk mentah tanpa diproses lebih lanjut menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi. Perancis dan Amerika merupakan importir minyak cendana terbesar di dunia. Kedua negara tersebut, seperti yang kita ketahui merupakan negara produsen parfum terbesar di dunia, dimana satu botol parfumnya dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi. Minyak cendana mengandung 3 komponen utama, yaitu santalol, santalil asetat dan santalene (Shankaranarayana dan Parthasarathi, 1984). Komponen utama terbesar yang terkandung dalam minyak cendana adalah senyawa santalol, yang merupakan senyawa alkohol. Kandungan santalol dalam minyak cendana 1
2 dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol. Kedua senyawa tersebut memiliki struktur yang hampir sama, hanya dibedakan oleh adanya ikatan rangkap dua pada β-santalol dan cincin pada α-santalol. Alfa-santalol dan β-santalol memiliki gugus fungsi yang sama, yaitu gugus hidroksi pada ujung rantai panjangnya. Adanya kemiripan struktur dan sifat fisika maupun kimia inilah yang menyebabkan kedua senyawa ini sulit untuk dipisahkan. (Kurniawan, 2007) Pada minyak cendana hasil isolasi dari kayu cendana asal India terkandung senyawa ester, yaitu santalil asetat yang memiliki aroma buah dan aroma manis sehingga dapat digunakan sebagai bahan penambah aroma pada kosmetik dan sabun, serta dapat digunakan sebagai zat aditif pada makanan. Namun kandungan santalil asetat dalam minyak cendana sangat sedikit, yaitu hanya 3-5% (Fallick, 2009). Usaha yang dapat dilakukan untuk memperoleh senyawa santalil asetat adalah dengan dilakukannya reaksi esterifikasi terhadap senyawa santalol yang terkandung dalam minyak cendana dengan senyawa asam karboksilat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam minyak cendana terdapat 2 santalol yaitu α-santalol dan β-santalol yang merupakan senyawa stereoisomer. Kandungan α- santalol dalam minyak cendana adalah 40-70%, sedangkan β-santalol hanya 20-30%. Penelitian ini mempelajari tentang reaksi esterifikasi α-santalol dalam minyak cendana, dimana α-santalol merupakan senyawa yang paling banyak terkandung dalam minyak cendana. Reaksi esterifikasi yang telah umum dilakukan membutuhkan pelarut organik dalam jumlah yang besar, membutuhkan waktu reaksi yang cukup lama, dan membutuhkan adanya asam kuat sebagai katalis untuk mempercepat laju reaksi (Villa, 2003). Berdasarkan fasanya katalis dapat dibedakan sebagai katalis homogen dan heterogen. Reaksi esterifikasi akan berjalan lebih baik ketika menggunakan katalis homogen, namun dalam industri penggunaan katalis homogen perlu dikurangi karena dengan fasa yang sama dapat menimbulkan kesulitan dalam memisahkan produk dengan katalis dan sifat korosif asam kuat yang biasa digunakan sebagai
3 katalis esterifikasi menyebabkan kekhawatiran terhadap produk reaksi esterifikasi. (Iglesia dkk, 2007). Solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan dari penggunaan katalis homogen adalah dengan menggantinya dengan katalis heterogen. Katalis heterogen terhitung lebih ekonomis karena memiliki tingkat kestabilan yang tinggi sehingga dapat digunakan secara berulang-ulang, bersifat tidak korosif dan mudah untuk dipisahkan dari produk (Chakraborti dkk, 2009). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, beberapa penelitian melaporkan bahwa zeolit, asam para-toluena sulfonat (ptsa), seng oksida dan polimer dapat digunakan sebagai katalis asam padat pada reaksi esterifikasi dengan pemanasan konvensional maupun nonkonvensional (Villa, 2003). Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan zeolit alam yang tersebar luas di berbagai lokasi antara lain Bayah (Banten Selatan), Cikembar (Sukabumi), Nanggung (Tasikmalaya), Malang, Lampung, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah (Windariyati, 2012). Zeolit terdiri atas gugusan alumina dan gugusan silika-alumina yang masing-masing berbentuk tetrahedral dan saling dihubungkan oleh atom oksigen sehingga membentuk kerangka tiga dimensi yang disebut struktur kerangka (framework) tiga dimensi. Sifat yang dimiliki zeolit dimungkinkan untuk dimodifikasi menjadi katalis, adsorben, penukar ion maupun sebagai pengemban logam aktif (Kirk dan Othmer, 1982). Keasaman zeolit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penggunaan zeolit sebagai katalis pada reaksi esterifikasi. Zeolit yang digunakan secara luas sebagai katalis didasarkan pada adanya situs asam Bronsted dan situs asam Lewis yang terdapat dalam pori zeolit. Situs asam Bronsted adalah situs yang dapat melepaskan H + dan situs asam Lewis adalah situs yang dapat menerima pasangan elektron. (Bekkum, dkk., 2007) Zeolit alam tidak dapat langsung digunakan sebagai katalis karena masih banyak mengandung pengotor, yang menyebabkan keberadaan situs asam menjadi sangat rendah. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai jenis cara untuk memodifikasi sifat asam zeolit alam sehingga dapat meningkatkan daya
4 katalitiknya (Nurhadi, 1998). Salah satu modifikasi zeolit alam yang dapat dilakukan adalah melalui aktivasi asam dengan larutan asam kuat seperti HCl sehingga terjadi dealuminasi pada zeolit. Dealuminasi merupakan proses pelepasan atom Al dari zeolit. Dealuminasi ini dilakukan untuk meningkatkan rasio Si/Al, yang berarti juga akan meningkatkan situs asam dari zeolit itu sendiri. Perlakuan asam pada zeolit alam akan menyebabkan bertambahnya luas permukaan zeolit karena berkurangnya pengotor yang menutupi sisi aktif pada pori-pori zeolit, sehingga zeolit alam akan sangat mungkin diaplikasikan sebagai katalis asam dalam reaksi esterifikasi santalol dalam minyak cendana. I.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengisolasi minyak cendana (sandalwood oil) dari kayu cendana dengan metode distilasi uap. 2. Mengetahui perbandingan reaktivitas antara katalis HCl pekat dan zeolit teraktivasi asam dalam reaksi esterifikasi α-santalol dalam minyak cendana 3. Mengetahui perbedaan reaktivitas antara asam asetat anhidrid dan asam asetat glasial sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi dengan α-santalol dalam minyak cendana. 4. Memperoleh senyawa ester yang dapat digunakan sebagai bahan dasar penambah aroma makanan dan kosmetik. I.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1. Dapat mengembangkan industri parfum dan bahan penambah aroma pada makanan di Indonesia melalui sintesis senyawa turunan α-santalol dalam minyak cendana 2. Penggunaan zeolit teraktivasi asam sebagai katalis merupakan usaha untuk meningkatkan daya guna zeolit yang keberadaannya melimpah di Indonesia.
5 3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam hal kimia organik umumnya dan dalam sintesis kimia khususnya
6