KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek efisiensi, edukasi serta eksploitasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Hal tersebut didasari oleh hasil empiris bahwa suatu wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah tidak menjamin kesejahteraan wilayahnya, jika eksploitasi yang dilakukan tidak mengindahkan aspek-aspek penting tersebut. Sachs dan Warner (1997) menyebutkan bahwa negara-negara dengan SDA yang melimpah memiliki kecenderungan yang lambat dalam pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan negara-negara yang miskin sumber daya alam. Negara-negara yang memiliki SDA yang terbatas mampu menunjukkan performa tertingginya dalam pembangunan ekonomi, dan mengungguli negara-negara dengan SDA yang melimpah. Berdasarkan hasil temuan di atas, seharusnya wilayah-wilayah dengan SDA yang tinggi terdorong untuk semakin meningkatkan performa ekonominya, karena kekayaan SDA merupakan sumber bahan bakar bagi bekerjanya mesin-mesin ekonomi, yang pada akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan kontradiksi tersebut, Propinsi Jawa Timur juga mengalami hal yang demikian. Sesungguhnya Jawa Timur adalah salah satu propinsi yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Jawa Timur. Dalam 5 tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian di Jawa Timur selalu di atas 10 % atau menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Namun dengan sumber daya alam yang sangat melimpah tersebut, Jawa Timur belum mampu mengoptimalkannya sebagai pendorong laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari pergerakan ekspor bersih (ekspor minus impor) Jawa Timur dalam lima tahun terakhir yang peranannya terhadap PDRB masih sangat rendah dan sebagian besar aktivitas ekspor masih dilakukan pada lingkup nasional (antar pulau luar propinsi dan antar propinsi melalui darat). Dalam menghadapi persoalan tersebut, terdapat dua strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan SDA terkait dengan ekspor. Strategi pertama, dengan meningkatkan ekspor SDA yang belum optimal. Strategi kedua, dengan mengurangi impor dan menggantinya dengan komoditas yang berpotensial untuk dijadikan subtitusi impor. Untuk itu, diperlukan suatu kajian guna mengetahui potensi ekonomi SDA di Jawa Timur yang dapat dikembangkan untuk ekspor. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mengidentifikasi potensi sumber daya alam di Jawa Timur yang dapat dimanfaatkan untuk menopang sisi ekspor, baik ekspor komoditas migas maupun non migas? 2. Bagaimana dari hasil identifikasi digunakan untuk menelaah sektor-sektor unggulan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor? 3. Bagaimana merumuskan strategi peningkatan potensi agar dapat memberikan penciptaan nilai tambah (value added) yang memungkinkan penambahan daya saing komoditas ekspor SDA? II. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi potensi sumber daya alam di Jawa Timur yang dapat dimanfaatkan untuk menopang sisi ekspor, baik ekspor komoditas migas maupun non-migas (2) hasil dari identifikasi digunakan untuk menelaah sektor-sektor unggulan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor, dan (3) merumuskan strategi peningkatan potensi agar dapat
memberikan penciptaan nilai tambah (value added) yang memungkinkan penambahan daya saing komoditas ekspor SDA. III. Metode Penilitian 3.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, strategi yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Bagan 3.1. Bagan 3.1. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri 3.2 Metode Pengambilan Sampel Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam kajian ini secara umum menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi in-depth interview melalui beberapa key informan guna menghasilkan sebuah gambaran yang integral terhadap permasalahan daya saing komoditas-komoditas yang diunggulkan di Jawa Timur. Metode pendekatan penelitian ini terdiri dari tahapan berikut:
a. Pengumpulan data b. Telaah data dan analisis c. Pemetaan potensi komoditas sumber daya alam unggulan d. Pengembangan kajian dan metodologi e. Desain kebijakan pengembangan komoditas ekspor 3.3 Analisis Data Metodologi penelitian yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini, yaitu dengan metode gabungan analisis kuantitatif dan kualitatif. Tahapan analisis yang dilakukan meliputi 5 tahap sebagai berikut: (1) prospek komoditas (2) pemetaan wilayah (3) komoditas pemetaan prospektif () kendala pengembangan ekspor, dan (5) strategi pengembangan. 3. Waktu Penelitian Pelaksanaan kegiatan penelitian yang berjudul, Kajian Potensi Sumber Daya Alam Berbasis Eksport dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Desember 2010. IV. Hasil Penelitian.1 Komoditas Unggulan Jawa Timur Penentuan komoditas unggulan Jawa Timur dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) indikator penting sebagai dasar pertimbangan, yaitu kapasitas (baik yang telah tereksplorasi maupun yang belum tereksplorasi) dan besaran permintaan pasar yang menunjukkan tingginya peluang pasar. Berikut adalah uraian mengenai komoditas unggulan ekspor berbasis Sumber Daya Alam. 1. Produk Unggulan Berbasis Sumber Daya Kelautan. Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan ekspor perikanan terbesar di wilayah Barat Indonesia. Di sektor perikanan tangkapan, Jawa Timur memiliki potensi sebesar 1,7 juta ton per tahun. Potensi lestari 80.612,8 ton per tahun,
tetapi baru dimanfaatkan 53.03,05 ton per tahun atau 56,30% saja dari potensi yang ada. Total tangkapan itu sebagian besar (sekitar 87,98%) diperoleh dari usaha penangkapan di kawasan pantai utara, sisanya (12,12%) didapat dari penangkapan di pantai selatan (Lukito, 2009). Untuk komoditas ikan laut, nilai ekspor pada Juni 2009 adalah sebesar 9 juta US$ atau meningkat dari awal tahun yang sebesar 6,2 juta US$. Hal tersebut mengindikasikan bahwa potensi pasar ekspor untuk perikanan laut di Jawa Timur sangatlah potensial untuk terus dikembangkan. Kebutuhan terhadap hasil perikanan laut di Jawa Timur masih belum dapat tercukupi oleh produksi lokal. Hal ini ditunjukkan dengan masih besarnya volume dan nilai impor terhadap produk tersebut. Impor terhadap ikan laut bukanlah berarti komoditas ini tidak memiliki potensi, tetapi lebih pada peningkatan kebutuhan domestik yang tidak terpenuhi oleh produksi lokal. Kondisi demikian sekaligus menunjukkan perlunya dorongan bagi peningkatan produksi dan kualitas hasil perikanan laut di Jawa Timur. Untuk perkembangan harga komoditas ikan laut, terhitung dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 tidak menunjukkan fluktuasi yang cukup berarti. Bahkan, mulai kisaran tahun 2002 harga dari komoditas ikan laut semakin meningkat sampai pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan harga ikan laut di pasar internasional memiliki respon positif dari segi kualitas produksinya. Berdasarkan kapasitas ikan laut sebagai sumber daya alam yang besar, pasar ekspor yang terus berkembang dan permintaan pasar nasional yang cukup besar, serta tren perubahan harga hasil produksi ikan laut yang terus meningkat, maka dapat disimpulkan bahwa komoditas ikan laut merupakan komoditas yang berprospek untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas unggulan ekspor. 2. Produk Unggulan Berbasis Sumber Daya Pertanian. a. Tapioka
Tepung tapioka adalah salah satu diversifikasi produk ketela pohon yang sangat menjanjikan untuk dapat meningkatkan nilai tambah (value edded) bagi petani yang membudidayakan ketela pohon. Ketersediaan lahan dan bahan baku yang melimpah merupakan keunggulan komperatif bagi Jawa Timur untuk merebut pangsa pasar ekspor dari tepung tapioka. Secara umum, permintaan tepung tapioka di Indonesia cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah industri makanan berbahan baku tapioka. Jumlah produksi tepung tapioka yang terserap pasar domestik sebanyak 13 juta ton, dan permintaan domestik mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tepung tapioka tanah air belum dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik yang berkembang rata-rata 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia dan sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan Eropa. Terdapat dua jenis tapioka yang memiliki kontribusi ekspor cukup besar yaitu tapioka dengan jenis dan pearl tapioca. Berdasarkan perkembangan harga ekspor, tapioka mengalami peningkatan harga yang sangat signifikan dari tahun 1999 ke tahun 2000, kemudian harga tapioka semakin meningkat secara stabil hingga tahun 2003. Pada tahun 2005, harga tapioka munurun karena hasil produksi tapioka semakin banyak. Namun pada tahun 2006 harga tapioka cenderung terus meningkat. Berdasarkan ketersediaan bahan baku tapioka yang melimpah dan mudah didapat, pangsa pasar yang luas, tingkat permintaan tapioka yang semakin besar serta tren harga yang semakin lama semakin meningkat, maka dapat disimpulkan bahwa tapioka merupakan komoditas yang sangat berprospek untuk dikembangkan. b. Kopi Kopi merupakan komoditas ekspor yang telah lama menjadi primadona.
Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah menyebabkan kopi menjadi produk yang berdaya saing. Produksi tanaman kopi di Jawa Timur terus meningkat, dari 3.26 ton pada tahun 200 menjadi 90.009 ton pada tahun 2008. Permintaan terhadap produk kopi meningkat, khususnya di pasaran internasional. Permintaan yang tinggi, ketersediaan lahan, dan produksi yang terus tumbuh merupakan cerminan potensi komoditas tersebut. Namun jika dilihat dari perkembangan harga hasil produksi kopi yang cukup stabil (tidak terjadi banyak peningkatan harga karena kenaikan nilai impor kopi selalu diikuti dengan kenaikan hasil produksinya), maka dapat disimpulkan bahwa komoditas kopi kurang berprospek untuk dikembangkan. c. Garam Di Indonesia, Jawa Timur merupakan salah satu penghasil garam terbesar di Indonesia. Produksi garam di Jawa Timur memberikan kontribusi sekitar 0% dari total produksi nasional (1.25.000 ton) atau sekitar 75.000 ton pada tahun 2009. Luas lahan produksi di Jawa Timur mampu mencapai 6.90 Ha dan Madura 15.37 Ha. Potensi garam yang belum tereksplorasi, dapat dilihat dari luas lahan sepanjang garis pantai yang mengandung garam. Permintaan garam memiliki karakteristik yang cenderung stabil dan meningkat, baik untuk keperluan industri, rumah tangga maupun untuk pengeboran minyak dan industri Chlor Alkali Plant (CAP). Meski pasokan garam terus diperluas oleh industri-industri yang sudah ada, namun pasokan yang ada saat ini masih belum mampu secara optimal memenuhi permintaan kebutuhan domestik yang sangat tinggi. Kedepan, dapat diprediksi bahwa kebutuhan akan garam akan semakin meningkat seiring dengan bergairahnya sektor industri.
Tingginya kebutuhan konsumsi akan garam di dalam negeri membuat pemerintah harus memenuhi kebutuhan garam dalam negeri dengan cara mengimpor garam karena produksi garam dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Berdasarkan keempat jenis garam yang ada. Jenis garam yang paling banyak diimpor adalah jenis aluminates dan double or complex silicates. Berdasarkan pengamatan pasar, dapat dijelaskan bahwa prospek pasar garam sangatlah tinggi jika dilihat dari sisi harga impor. Garam dengan jenis sodium dichromat dan other salt in organic acids menunjukan harga ekspor yang sangat tinggi dibandingkan dengan harga ekspor garam komoditas yang lain. Oleh karena itu, jika pengusaha lokal ingin melakukan ekspansi pasar keluar dapat diarahkan untuk memproduksi tapioca dengan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi. Dengan melihat luasnya kapasitas dan ketersediaan komoditas garam yang besar, pangsa pasar yang luas, tingkat kebutuhan akan garam yang semakin lama semakin meningkat serta tren harga komoditas garam yang semakin tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa komoditas garam sangat berprospek untuk dikembangkan. 3. Produk Unggulan Berbasis Sumber Daya Pertambangan. a. Dolomit Dolimite diidentifikasi sebagai komoditas unggulan yang berpotensi substitusi impor dengan melihat 2 hal, yaitu: kapasitas produksi dan pangsa pasar potensial yang terus meningkat. Meskipun proporsi nilai impor dolomite terhadap nilai total impor Jawa Timur relatif kecil, namun jumlah impor yang memiliki kecenderungan meningkat menunjukkan permintaan domestik yang semakin tinggi. Selain itu, nilai produksi dolomite domestik tereksplorasi masih jauh lebih kecil dari pada cadangan tersedia yang
diidentifikasi merata di beberapa daerah di Jawa Timur. Pada tahun 200 hingga tahun 2006 terjadi peningkatan hasil produksi dolomite sebesar 31.150 ton yang kemudian menurun dengan sangat signifikan yaitu sebesar 7.667 ton pada tahun 2008. Padahal di sisi permintaan mengalami peningkatan seiring pertumbuhan industri-industri yang berbahan baku tersebut. Tingginya nilai impor dolomite tidak terlepas dari tingginya konsumsi industri Jawa Timur terhadap dolomite. Hal inilah yang menjadi justifikasi potensi dolomite untuk dikembangkan sebagai komoditas substitusi impor. Dalam kaitan dengan kapasitas potensial tambang, pengembangan Dolomite sebagai salah satu komoditas unggulan Jawa timur merupakan salah satu pilihan yang sangat strategis melihat tingginya persebaran dolomite yang belum tereksplorasi di beberapa daerah di Jawa Timur. Beberapa wilayah Jawa Timur yang teridentifikasi memiliki potensi Dolomit, adalah Gresik, Tuban, Pacitan, dan Madura. Selanjutnya prospek pasar ekspor Dolomit sangatlah luas karena komoditas ini dapat dikembangkan menjadi berbagai macam bahan baku industri, seperti: Bahan baku pesawat terbang, Pupuk, Bahan baku pembuat Kaca dll. Sumber daya yang melimpah dari bahan baku Dolomit di Jawa Timur masih belum tereksploitasi secara maksimal. Tidak terpenuhinya kebutuhan Dolomit yang sangat tinggi oleh industri domestik saja tentunya dapat dijadikan sebagai signal peluang ekonomi yang dapat dikembangkan di Jawa Timur. Adapun jenis dolomite Jawa Timur yang memiliki pangsa pasar yang cukup baik di luar negri jika dilihat nilai dan keberlanjutan ekspornya adalah dolomite not calcined yang memiliki potensi yang cukup sustainable (berkelanjutan) dari tahun 1999 hingga tahun 2007. Tren harga hasil produksi dolomite cukup fluktuatif, terjadi penurunan harga dolomite pada tahun 2000, namun kemudian terus meningkat dengan
sangat signifikan pada tahun 2003, dan kembali menurun pada tahun 200. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan harga yang sangat besar, yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya nilai dolomite dan semakin banyak menurunnya volume hasil produksi dolomite. Harga pasar yang sangat tinggi dapat menunjukkan bahwa komoditas dolomite sangat berprospek untuk dikembangkan. b. Silika Kapasitas potensial tambang, Jawa timur merupakan salah satu penghasil silika yang cukup besar. Silika terutama dibutuhkan oleh industri kaca dan sejenisnya. Sejak tahun 200 hingga tahun 2008 terjadi peningkatan produksi silika yang signifikan, yaitu sebesar 73.788 ton. Peningkatan produksi ini merupakan nilai eksplorasi, dan belum termasuk nilai cadangan yang diperkirakan cukup besar, terutama di Lumajang dan di Tuban. Permintaan terhadap barang tambang ini cukup besar, dilihat dari volume dan nilai kebutuhan silika yang harus diimpor. Besarnya permintaan ini tentu tidak terlepas dari peningkatan kebutuhan industri-industri yang berbahan baku tersebut di wilayah Jawa Timur. Jika dilihat dari volume dan nilai impor silika, dari bulan januari hingga februari terjadi peningkatan harga pasar hasil produksi silika, yang kemudian menurun dengan sangat signifikan pada bulan April dan kembali menurun pada bulan juni. Berdasarkan harga hasil produksi silika, maka dapat disimpulkan bahwa komoditas silika kurang berprospek untuk dikembangkan..1.1 Permasalahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Jawa Timur
1. Permasalahan dalam setiap jenis komoditas unggulan Jawa Timur yang berprospek untuk dikembangkan antara lain adalah sebagai berikut: a. Komoditas Unggulan Ekspor - Ikan Laut Secara umum, permasalahan yang terjadi dalam pengembangan komoditas perikanan laut adalah : 1). Nelayan masih belum memiliki peralatan yang modern dalam pengolahan maupun penyimpanan ikan sehingga ikan hasil tangkapan harus segera dijual kepada pihak pembeli; 2). Hasil tangkapan ikan yang sangat fluktuatif karena ketergantungan terhadap iklim dan cuaca; 3). Kualitas produk perikanan laut Jawa Timur yang belum mampu memenuhi standar internasional dengan kurang higienisnya TPI yang menjadi salah satu kendala tidak maksimalnya kualitas ikan laut; ). Keterbatasan informasi mengenai permintaan pasar global; 5). Banyak terdapat nelayan yang menjual hasil produksinya di luar lelang karena belum optimalnya manfaat TPI; dan 6). Nelayan tidak memiliki bargain power dalam penentuan harga. - Tapioka Dalam pengembangan komoditas tapioka juga terdapat banyak kendala, diantaranya adalah: 1). Kontinuitas produk tapioka yang sangat bergantung pada musim; 2). Keterbatasan alat pengering tapioka dan sumber air yang cukup memadai; 3). Penurunan kualitas hasil produksi tapioka sehingga harga jualnya menjadi rendah; ). Keterbatasan informasi mengenai harga jual dan permintaan pasar; 5). Kurangnya peran pemerintah dalam mengedukasi produsen tepung tapioka untuk melakukan inovasi produk, pengembangan dan perluasan pasar; 6). Akses pengusaha tepung tapioka terhadap lembaga keuangan sulit. b. Komoditas Unggulan Substitusi Impor - Garam Permasalahan yang banyak terjadi dalam pengembangan garam sebagai salah satu komoditas unggulan substitusi impor adalah: 1). Iklim
ekstrim yang sering terjadi akhir-akhir ini sehingga hasil produksi garam menurun; 2). Penggunaan teknologi yang masih rendah sehingga hasil produksi garam kurang diminati oleh pasar; 3). Kualitas hasil produksi garam yang rendah sehingga masih belum mampu memenuhi standar sebagian besar industri dan konsumsi rumah tangga serta menyebabkan keterbatasan peluang pasar; ). Penentuan harga produk yang masih didominasi oleh calo sehingga tingkat penghasilan dan kesejahteraan petani garam sangat rendah; 5). Peran pemerintah dirasa kurang dalam hal penyediaan modal untuk peningkatan kualitas produk, perluasan pangsa pasar dan pengaturan perdagangan garam terutama bagi garam impor. - Dolomit Adapun permasalahan yang terjadi dalam pengembangan komoditas dolomite adalah: 1). Keselamatan penambang kurang terjamin dan masih menggunakan alat yang tradisional; 2). Inovasi dan varian produk yang dapat memberikan value added masih kurang; 3). Kualitas produk yang masih rendah sehingga hanya dapat memenuhi permintaan pasar lokal dan regional; ). Kemampuan pengolahan dolomite yang rendah sehingga peluang pasar menjadi terbatas; 5). Cara pengemasan hasil produksi dolomite dalam perdagangan antar pulau tidak sesuai sehingga biaya pengiriman produk antar pulau menjadi tinggi; 6). Peluang konflik yang sangat besar terkait dengan hak eksploitasi barang tambang; 7). Jejaring usaha yang masih lemah; 8). Peran pemerintah dirasa masih kurang dalam hal edukasi mengenai inovasi produk, pengembangan infrastruktur dan penurunan resiko kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis. 2. Strategi untuk memecahkan permasalahan tersebut antara lain adalah: a. Strategi untuk komoditas tapioka, dolomite dan garam, yaitu: - Mengoptimalkan peran BUMN sebagai perusahaan berskala besar yang
dapat menjamin kepastian harga dan supervisi kualitas. - Mengoptimalkan informasi potensi Sumber Daya Alam kepada investor dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan keberadaan UMKM yang berperan sebagai pengelola Sumber Daya Alam selama ini. - Meminimalisasi biaya transaksi dengan membudayakan usaha bersama untuk melakukan diversifikasi produk. b. Strategi untuk komoditas ikan laut, yaitu: - Memaksimalkan fungsi TPI. - Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dari nelayan setempat - Memperluas pangsa pasar hasil produksi perikanan laut. V. Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, sehingga didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Ikan laut, garam, ketela pohon yang diolah menjadi tepung dan dolomit adalah komoditas unggulan yang berbasis pada sumberdaya alam baik untuk promosi ekspor maupun subtitusi impor. 2. Prospek peningkatan value added dari keempat komoditas tersebut sangat besar. 3. Usaha dari keempat komoditas tersebut umumnya berskala mikro dan kecil, sehingga permasalahan yang dihadapi mereka hampir sama; yakni: akses pasar, modal dan teknologi.. Meskipun potensi ekspor cukup besar, nampaknya pangsa pasar dari keempat komoditas tersebut masih bersifat subtitusi impor. Oleh karena itu, tata niaga impor menjadi penting bagi pengembangan usaha keempat komoditas tersebut. 5.2 Rekomendasi
Tiga strategi utama pengembangan produk unggulan hasil dari sumberdaya alam baik untuk promosi ekspor maupun impor, yakni: 1. Optimalkan peran BUMD/BUMN sebagai perusahaan berskala besar yang dapat menjamin kepastian harga dan supervisi kualitas. 2. Optimalisasi informasi potensi sumberdaya alam kepada investor, namun dipastikan agar keberadaan UMKM sebagai pengelola sumberdaya alam selama ini tidak terancam. 3. Minimalisasi biaya transaksi dengan membudayakan usaha bersama untuk melakukan diversifikasi produk dan perluasan pasar.