BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH OTONOM KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI BALI TAHUN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB V PENUTUP Perbandingan Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten Sijunjung. sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut menggunakan rasio keuangan. Antara lain untuk kinerja keuangan

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

HALAMAN PENGESAHAN...

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memudahkan penulis menganalisis dan menarik kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Sebelum melakukan sebuah penelitian, harus terlebih dahulu dilakukan

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

ANALISIS KEMAMPUAN DAERAH, TINGKAT KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan bagaimana. perusahaan dapat dikelola dengan efisien, sehingga dapat dimungkinkan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

METODE PENELITIAN. kepustakaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Lokasi penelitian mengambil sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali. B. Populasi Penelitian Populasi penelitian yakni, (1) Kab. Badung (2) Kab. Bangli (3) Kab. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar. C. Jenis Penelitian Jenis yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang spesifikasinya sistematis, terencana, terstruktur dan banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, hingga penafsiran terhadap data tersebut (interpretasi). D. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dimana data tersebut telah dikumpulkan oleh pihak lain dan telah diolah. Data yang peneliti gunakan bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, yakni mengumpulkan data dari obyek yang akan diteliti. 17

18 F. Teknik Analisis Data 1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi Fiskal adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna membiayai pembangunan. Menurut Hikmah dalam Tiyaningsih (2009) Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal diukur dengan: Rasio DDF = Total Pendapatan Asli Daerah Total Penerimaan Daerah 100% Tabel 3.1 Pedoman Penilaian dan Kinerja Derajat Desentralisasi Fiskal Persentase (%) Kriteria 0-10,00 Sangat Kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Cukup 30,01-40,00 Sedang 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber: Hanafi dan Mugroho (2005:80) 2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian Keuangan Daerah atau ekonomi fiscal menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah (Halim, 2008: 234). dengan: Menurut Halim (2008:234) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah diukur 18

19 RK = Pendapatan Asli Daerah (Bantuan Pemerintah Pusat atau Provinsi) + Pinjaman 100% Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Kinerja dan Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah Persentase (%) Kriteria Pola Hubungan 0%-25% Rendah Sekali Instruktif 25%-50% Rendah Konsultatif 50%-75% Sedang Partisipatif 75%-100% Tinggi Delegatif Sumber: Halim (2001) Paul Harvey dalam Halim (2001: 261) mengemukaka nmengenai pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah terutama pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain: a. Pola hubungan instruktif, dimana peranan Pemerintah Pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah. b. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. c. Pola hubungan partisipatif, peranan Pemerintah Pusat sudah mulai berkurang mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandirianny amendekati mampu melaksanakan otonomi daerah. 19

20 d. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. 3. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah merupakan rasio yang menunjukkan tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat maupun provinsi. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh peneriaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap penerimaan pusat dan/atau pemerintah provinsi. Menurut Mahmudi (2010:142) Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah dihitung dengan: Rasio Ketergantungan = Pendapatan Transfer Total Pendapatan Daerah 100% Tabel 3.3 Pedoman Penilaian Kinerja Ketergantungan Keuangan Daerah 4. Rasio Efektivitas PAD Persentase% Ketergantungan 0,00-10,00 Sangat Rendah 10,01-20,00 Rendah 20,01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Tinggi >50,00 Sangat Tinggi Sumber: Tim Litbang Depdagri Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemda dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang 20

21 ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. PAD efektif apabila rasio yang dicapai mencapai 100 atau lebih dari 100%. Dengan demikian semakin besar rasio efektivitas maka kinerja pemerintahan pun semakin baik (Halim, 2008: 234). Menurut Halim (2008:234) Rasio Efektivitas PAD diukur dengan: Rasio Efektivitas PAD = Realisasi Penerimaan PAD Target Penerimaan PAD 100% Tabel 3.4 Pedoman Penilaian dan Kinerja Efektivitas terhadap PAD Persentase (%) Kriteria >100 Sangat Efektif 90-100 Efektif 80-90 Cukup Efektif 60-80 Kurang Efektif <60 Tidak Efektif Sumber: Mohamad Mahsun (2006) 5. Rasio Efisiensi PAD Analisis tingkat efisiensi keuangan daerah dapat dihitung dengan menggunakan rasio efisiensi, yaitu rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Menurut Halim (2008:234) Rasio Efisiensi PAD diukur dengan: Rasio Efisiensi PAD = Total Realisasi Belanja Daerah Total Realisasi Pendapatan Daerah 100% 21

22 Tabel 3.5 Pedoman Penilaian dan Kinerja Efisiensi terhadap PAD Persentase (%) Kriteria <60 Sangat Efisien 60-80 Efisien 80-90 Cukup Efisien 90-100 Kurang Efisien >100 Tidak Efisien Sumber: Mohamad Mahsun (2006) 22