BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran
|
|
- Devi Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran Daerah Kabupaten Klungkung. 1) Pendapatan Asli Daerah Kemampuan Keuangan Daerah dalam membiayai pengeluaran daerah seperti diketahui bahwa rata-rata kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali rata-rata di bawah 15 persen. Hanya Kabupaten Badung di angka rata-rata persen dan Kota Denpasar rata-rata persen. Dilihat dari sebaran antar Kabupaten tersebut, Kabupaten Badung memegang peringkat tertinggi, sedangkan Kabupaten Bangli terendah, yakni perolehan rata-ratanya hanya 3,43 persen. Perbedaan range yang relatif tinggi dan semakin meningkat tersebut merupakan salah satu indikator kesenjangan pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota se-bali pasca digulirkannya otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan otonomi daerah masih belum mampu mengatasi kesejangan pendapatan daerah dalam usaha membiayai pengeluaran daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Klungkung yang berada pada urutan ke enam (6.95 persen). Rendahnya kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD mengindikasikan masih dominannya peranan bantuan dana dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran daerah agar tetap berkesinambungan. Ketergantungan daerah yang tinggi terhadap pusat tersebut menimbulkan kesan pelaksanaan dekonsentrasi lebih dominan bila dibandingkan 78
2 79 dengan desentralisasi sehingga karenanya akan membuka peluang yang besar bagi pemerintah pusat melakukan intervensi dalam berbagai kebijakan pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah. Hal ini tentunya dapat membatasi pemberdayaan masyarakat, prakarsa dan kreatifitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Seperti sudah dijelaskan pada Bab V tentang gambaran umum lokasi penelitian, Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten yang mempunyai luas paling kecil (315 Km2) diantara 9 (sembilan) kabupaten dan kota se-bali namun memiliki wilayah dengan pulau-pulau kecil, satu pertiga luasnya ada ada di daratan Pulau Bali (3 kecamatan) dan dua pertiganya (satu kecamatan) ada di kepulauan Nusa Penida karenanya memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang besar untuk mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata terhadap perkembangan pembangunan lokal maupun regional. Dengan kondisi kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD yang masih rendah tentunya dapat menjadi suatu hambatan di dalam tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang diharapkan. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan penerimaan PAD dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan APBD, sehingga proporsi PAD terhadap total penerimaan APBD akan semakin berimbang. Berdasarkan hasil perhitungan kemandirian keuangan daerah Kabupaten Klungkung dari tahun mencapai rata-rata 6,95 persen (Tabel 5.6). Dimana sesuai dengan kreteria tolok ukur yang ditentukan oleh Tim Peneliti Fisipol UGM dan Litbang Departemen Dalam Negeri, rasio ini termasuk dalam
3 80 kemampuan yang berkatagori sangat kurang ( ) artinya masih memiliki tingkat ketergantungan yang cukup besar pada pemerintah Pusat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa bilamana menggunakan indikator PAD, maka Kabupaten Klungkung dalam rangka otonomi bila ditinjau dari aspek kemampuan keuangan daerah, belum mampu membiayai pengeluaran daerahnya secara mandiri. Sehingga hubungan daerah dengan pusat tidak dapat dipisahkan karena ketergantungan daerah terhadap pusat masih sangat tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Sri Handayani (2006) yang menyatakan bahwa bergulirnya otonomi daerah di 9 Kabupaten/Kota se-bali belum memperlihatkan dampaknya terhadap kemandirian keuangan daerah, dengan kata lain ke 9 Kabupaten/Kota se-bali (kecuali Badung dan Denpasar) belum mampu membiayai pengeluaran daerahnya secara mandiri. Rendahnya kemandirian keuangan daerah menggambarkan tingginya ketergantungan daerah terhadap sumber dana pemerintah pusat dan provinsi, demikian sebaliknya semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerah artinya bahwa ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah. Rasio kemandirian yang rendahnya menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembagunan daerah juga rendah dan perlu ditingkatkan dengan mengoptimalkan menggali potensi riil yang dimiliki. Tingginya ketergantungan fiskal daerah Kabupaten Klungkung disebabkan oleh beberapa hal, pertama tingginya sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua pajak utama yang paling produktif dan elastisitas baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung ditarik oleh pusat. Kedua, walaupun pajak daerah cukup
4 81 beragam, kenyataannya hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan daerah, ketiga dampak tragedi bom Bali yang melumpuhkan perekonomian Bali. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Haryanto (2007) yang menyimpulkan secara realita semua daerah di Indonesia ketergantungan terhadap pusat semakin tinggi. Pendapatan Asli daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran guna mewujudkan pembangunan yang lebih merata sejalan dengan potensi yang dimiliki. Kondisi ini akan mampu mendorong pembangunan yang lebih luas dan merata dengan kerja keras mengerahkan segala upaya untuk menggali potensi yang ada untuk meningkatkan PAD. Rendahnya kemandirian keuangan daerah adalah akibat rendahnya pendapatan asli daerah dan ini merupakan cerminan kemampuan daerah untuk membiayai pengeluaran dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih merata di daerah tidak atau belum terlaksana seperti yang diharapkan. Untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah Kabupaten Klungkung maka berdasarkan pola pemikiran Bahl dalam penelitian ini variabel yang digunakan sebagai dasar estimasi pengeluaran daerah yaitu penerimaam pajak daerah dan retribusi daerah. Maka kedua komponen tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih serius, hal ini karena pajak dan retribusi sangat dominan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah Kabupaten Klungkung.
5 82 2) Tingkat Kontribusi Sumber PAD terhadap Total PAD Analisis kontribusi dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Klungkung dari tahun anggaran menggunakan formulasi dari Widodo (1990) terlihat pada Tabel 5.3 menyatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap pendapatan asli daerah dalam periode delapan tahun adalah retribusi daerah yaitu sebesar rata-rata persen; kemudian pajak daerah memberikan kontribusi sebesar rata-rata sebesar 22,16 persen; hasil pengelolaan BUMD dan kekayaan daerah daerah sebesar rata-rata 8,80 persen, dan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar rata-rata persen. Dari hasil ini diharapkan Pemerintah Kabupaten Klungkung akan lebih optimal menggali sumber-sumber baru agar dapat meningkatkan PAD. Studi ini juga sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Marlina Emidianti (2007) yang berjudul Analisis Keuangan, Kemandirian dan Posisi Fiskal Periode Pemberlakuan UU No. 18/1997 dan UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Studi Kasus di Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa dengan penyerahan sebagian kewenangan dalam mendapatkan, mengelola sumber-sumber pembiayaan dalam otonomi daerah, retribusi daerah dan pajak daerah merupakan sumber penerimaam yang penting, karena mempunyai kontribusi yang besar terhadap PAD. 3) Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat Desentralisasi Fiskal atau tingkat desentralisasi keuangan daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi otonomi daerah secara keseluruhan, karena disana tercermin seberapa besar kemampuannya dalam
6 83 membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun pinjaman. Kemandirian keuangan suatu daerah dapat juga dilihat dengan membandingkan DDF (Derajat Desentralisasi Fiskal) suatu daerah dari tahun ke tahun. Semakin tinggi DDF, maka semakin mandiri pula kemampuan keuangan daerah tersebut dalam membiayai pengeluaran daerah dalam rangka melaksanakan otonomi secara konsekuen. Analisis perkiraaan kemandirian keuangan daerah menggunakan persamaan trend linear yaitu Y = a + b Xi, dimana Y adalah nilai taksiran kemandirian keuangan daerah, sedangkan X adalah periode waktu. Dari perhitungan Analisis Trend DDF yang dilakukan ketahui bahwa trend (perkiraan) DDF Kabupaten Klungkung tahun adalah seperti Tabel 6.1 berikut ini : Tabel 6.1 Proyeksi DDF Kabupaten Klungkung Tahun Anggaran No Tahun Anggaran Derajat Desentralisasi Fiskal (%) , , ,38 Sumber data : Lampiran 2 (data diolah) Dari data tersebut diatas ternyata proyeksi Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Klungkung mengalami penurunan padahal Pendapatan Asli Daerah
7 84 meningkat sangat dominan terhadap Total Pendapatan Daerah sehingga dapat disimpulkan bahwa bantuan Pemerintah Pusat masih sangat dominan dalam struktur pendapatan daerah. 4) Proyeksi Sumber-Sumber PAD Berdasarkan analisa trend terhadap sumber-sumber PAD, ternyata hasil analisanya seperti terlihat pada Tabel 6.2 berikut : Tabel 6.2 Proyeksi Sumber-Sumber PAD Kabupaten Klungkung Tahun Anggaran No Sumbersumber PAD 2009 (Rp) 2010 (Rp) 2011 (Rp) 1 Pajak Daerah , , ,73 2 Retribusi , , ,83 3 Hasil pengelolaan BUMD dan kekayaan daerah 4 Lain-lain PAD yg sah , , , , , ,86 Sumber data : Perhitungan analisis trend (halaman 74-77) Berdasarkan proyeksi seperti Tabel diatas terlihat bahwa : (1) Pajak Daerah akan mengalami peningkatan penerimaan, walaupun pertumbuhannya sangat kecil, data ini akan sangat membantu memberikan informasi kepada Aparatur Pemerintah Kabupaten Klungkung di bidang yang menangani pemungutan agar lebih bersungguh-sungguh lagi dalam melaksanakan
8 85 tugas, agar lebih mengintensifkan lagi pungutan terhadap obyek-obyek pajak yang ada serta mampu melihat peluang untuk mencari obyek-obyek pajak yang baru. (2) Proyeksi Retribusi; hasil pengelolaan BUMD dan kekayaan daerah serta lain-lain PAD yang sah tahun anggaran , mengalami peningkatan. Hal ini bisa saja menjadi kenyataan manakala upaya-upaya yang dilakukan berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, disiplin petugas pungut, tertib administrasi berjalan dengan baik. Disamping itu kesadaran pedagang di pasar-pasar di wilayah Kabupaten Klungkung untuk memenuhi kewajiban tetap tinggi. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah upaya intensifikasi pungutan, meningkatkan ketrampilan dan kesejahteraan petugas, meningkatkan koordinasi antar karyawan dan instansi terkait, meningkatkan pelayanan dan penyuluhan dan meningkatkan pengawasan terhadap wajib pajak. Upaya ekstensifikasi yaitu pendataan obyekobyek pajak baru, melaksanakan studi banding untuk belajar ke daerah lain yang lebih maju dan kalau memungkinkan dengan peninjauan/pembuatan Perda baru tentang tarif, obyek dan sanksi/denda. Proyeksi penerimaan sumber-sumber PAD selama 3 tahun mendatang (tahun ) perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung,dengan melakukan upaya-upaya untuk peningkatan penerimaan dari sektor ini karena hal ini akan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Anak Agung Ngurah Mayun (2004) yang meneliti tentang analisis kemampuan pendapatan asli daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kota Denpasar, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kontribusi total PAD terhadap total penerimaan daerah dan kontribusi sumber-sumber PAD terhadap
9 86 total PAD, bagaimana pertumbuhan masing-masing sektor pajak dan retribusi daerah yang dominan, bagaimana kinerja daerah yakni berupa nilai efektivitas dalam menggali potensi pada sektor-sektor pajak dan retribusi daerah yang dominan. Studi ini juga sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Marlina Emidianti (2007) yang berjudul Analisis Keuangan, Kemandirian dan Posisi Fiskal Periode Pemberlakuan UU No. 18/1997 dan UU No. 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Studi Kasus di Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa dengan penyerahan sebagian kewenangan dalam mendapatkan, mengelola sumber-sumber pembiayaan dalam otonomi daerah, pajak daerah merupakan sumber penerimaam yang penting, karena mempunyai kontribusi yang besar terhadap PAD. Menurut Halim (2001) berbagai kendala dihadapi masing-masing daerah dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah dalam pengelolaan keuangan daerahnya yaitu : a) Kapasitas sumber pendapatan yang terbatas; b) Adanya proses keputusan politik atas suatu pungutan oleh DPRD; c) Kesulitan dalam menghitung biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh; d) Terbatasnya sarana prasarana sebagai fasilitas penunjang; e) Terbatasnya kemampuan mengukur potensi sumber-sumber potensi yang dimiliki; f) Lemahnya sistem administrasi dari sudut penerimaan; g) Terbatasnya penguasaan sistem dan prosedur oleh aparatur bawahan;
10 87 h) Pengawasan pemungutan pendapatan yang belum mamadai. Kabupaten Klungkung juga mengalami kendala seperti tersebut diatas. Tidak meningkatnya kemandirian keuangan daerah disebabkan karena kapasitas sumber pendapatan yang memang terbatas mengingat sumber-sumber pendapatan asli daerah ditentukan oleh Pemerintah Pusat melalui UU nomor 32 tahun 2004, sedangkan Kabupaten Klungkung hanya mengandalkan sektor galian C sebagai sumber pendapatan utama, sayangnya hal itu sudah akan menjadi bayangan saja karena kebijakan Pemerintah Kabupaten Klungkung sudah mendapatkan persetujuan dari DPRD untuk menutup segala aktivitas terkait galian C. Terbatasnya sumber daya alam yang dimiliki diikuti dengan terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dalam mengukur dan menggali potensi-potensi yang ada, sehingga hal ini harus menjadi catatan yang pada akhirnya nantinya bisa meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah. Selain itu, kendala yang tidak bisa diprediksi juga sering membawa andil keterpurukan upaya meningkatkan pendapatan daerah, adanya krisis ekonomi global; tragedi bom Bali yang membawa dampak negatif terhadap perekonomian Bali umumnya; dan adanya kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil yang menambah kebutuhan dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat, sehingga memperkecil proporsi PAD terhadap Total Penerimaan Daerah.
11 88
BAB IV METODA PENELITIAN
BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinci: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :
Judul Nama : Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM : 1306205188 Abstrak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara yang dibayarkan oleh masyarakat. Pajak juga sebagai iuran pemungutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era otonomi daerah yang resmi diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2001 telah memberikan suasana baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah pada prinsipnya lebih berorientasi kepada pembangunan dengan berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan daerah untuk mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)
ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani 1*) 1) Dosen FE Universitas Almuslim Bireuen *) Haryani_68@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata otonomi tersebut berasal dari kata Yunani yaitu autos berarti sendiri
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Kata otonomi tersebut berasal dari kata Yunani yaitu autos berarti sendiri dan nomos berarti hukum atau aturan. Adapun pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun
Lebih terperinci1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB V PENDANAAN DAERAH
BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah
Lebih terperinciANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU
ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...
DAFTAR ISI Sampul Depan Judul... Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... i iii iv vii vii ix xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak dimulainya era reformasi, berbagai perubahan telah dialami oleh bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.
BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Lokasi penelitian mengambil sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali. B. Populasi Penelitian Populasi penelitian yakni, (1) Kab. Badung (2) Kab. Bangli (3)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah
Lebih terperinci3.1. Kerangka Pemikiran
52 III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan Kabupaten Lampung Barat sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah dilaksanakan secara efekif. Hal ini merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan secara umum diartikan sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinciANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE
ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. latar Belakang Masalah Dalam menunjang keberhasilan pembangunan daerah diperlukan penerimaan keuangan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan
Lebih terperinciAbstract. Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jefry Gasperz ISSN
ISSN 2302-5298 Lingkup Artikel Yang Dimuat Dalam Jurnal Ini Adalah Kajian Empiris dan Konseptual Kontemporer Pada Bidang Ekonomi, Bisnis & Akuntansi Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu
57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Obyek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu kota Bandung. Perkembangan Sejarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999 telah membawa perubahan yang mendasar dalam pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia wilayahnya terbagi menjadi daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang satu sama lain berdiri sendiri. Di daerah kabupaten dan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjujung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu menempatkan pajak sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan pajak akan senantiasa meningkat jika tarif pajak didasarkan dengan tarif pajak yang progresif,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang- Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Lebih terperinciBAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN
8-1 BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8.1. Pendapatan Daerah 8.1.1. Permasalahan Lambatnya perkembangan pembangunan Provinsi Papua Barat saat ini merupakan dampak dari kebijakan masa lalu yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih
BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)
Lebih terperinci2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER
Jurnal STIE SEMARANG VOL 9 No. 1 Edisi Februari 2017 ( ISSN : 2085-5656) ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun
Lebih terperinciBAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinci