HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

EVA PRASETIYONO. Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Bangka Belitung Universitas Bangka Belitung, Jl. Merdeka No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

Kemampuan Kompos Dalam Menurunkan Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Media Budidaya Ikan

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus Logam Berat Timah Hitam (Pb)

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR : PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

Tingkat Kelangsungan Hidup

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ION EXCHANGE DASAR TEORI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Kompos 1. Penyiapan alat dan bahan berupa wadah berupa karung plastik berkapasitas sekitar 50 kg, bahan baku tumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB I PENDAHULUAN I.1

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB I. PENDAHULUAN A.

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI. Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan Bahan baku yang dikomposkan memiliki kandungan C/N rasio yang berbeda (Tabel 2). Pengomposan terhadap bahan baku (raw material) selama 20 hari menghasilkan kondisi C/N rasio, asam humat, dan asam fulvat yang saling berbeda pula (Tabel 3). Tabel 2 Komposisi Bahan Baku Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Sebelum Dikomposkan Jenis Bahan Baku Komposisi Daun Gamal Daun Avicennia Batang Pisang C (%) 54,06 50,99 52,79 N (%) 3,51 2,01 0,61 C/N rasio 15,40 25,37 86,54 Tabel 3 Komposisi Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Setelah Dikomposkan Jenis Kompos Komposisi Daun Gamal Daun Avicennia Batang Pisang C (%) 45,67 34,19 48,78 N (%) 3,05 2,08 2,69 C/N rasio kompos 14,97 18,13 16,44 Asam humat (%) 3,84 1,55 2,84 Asam fulvat (%) 6,45 2,82 6,53 Tabel 2 menunjukan bahwa C/N rasio pada ketiga bahan baku yang digunakan saling berbeda. C/N rasio bahan baku ini mempengaruhi lamanya waktu untuk pendegradasian bahan baku dan komposisi kompos yang dihasilkan. Pengomposan yang dilakukan selama 60 hari ternyata mampu menurunkan C/N rasio sehingga berada pada nilai dibawah 20. Pada bahan baku batang pisang, C/N rasionya sangat tinggi dan kurang ideal untuk dibuat kompos karena membutuhkan waktu yang lama untuk mendekomposisi. Namun waktu

30 pengomposan selama 60 hari ternyata cukup mampu merombak bahan baku batang pisang menjadi kompos dengan C/N rasio kompos dibawah 20. Perbedaan C/N rasio setiap kompos sebagai hasil aktivitas bakteri perombak (heterotrof) saling berbeda karena C/N rasio bahan baku yang saling berbeda pula. Bakteri heterotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan kandungan karbon pada bahan baku sebagai sumber energi dan nitrogen untuk sintesis protein. C/N rasio kompos merupakan hasil akhir perombakan karbon dan nitrogen bahan baku oleh bakteri. (Kompos Daun Gamal) (Kompos Daun Avicennia) (Kompos Batang Pisang) Gambar 8. Penampakan Bahan Baku Setelah Dikomposkan Asam humat dan asam fulvat merupakan substansi humus yang terdapat pada kompos disamping humin. Berdasarkan Tabel 3, Nilai asam humat pada kompos daun gamal lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya sedangkan asam fulvat kompos daun gamal dan batang pisang tidak terlalu berbeda jauh. Asam humat dan fulvat pada daun avicennia merupakan yang paling rendah. Kandungan asam humat dan asam fulvat memiliki kemampuan mengadsorpsi logam berat oleh kompos karena gugus fungsi pada kedua substansi tersebut. Hermana dan Nurhayati (2010) menyatakan bahwa substansi humus berupa asam humat dan asam fulvat memiliki kapasitas untuk membentuk kompleks dengan logam melalui pembentukan senyawa kompleks dan chelate. Selain asam humat dan asam fulvat kandungan substansi humus lainnya yaitu humin. Humin merupakan subtansi yang ikut berperan dalam pengikatan logam berat karena pada humin juga terkandung gugus fungsi pengikat logam berat.

31 Minimalisasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Oleh Kompos Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan Atomic Absorben Spectrofotometer (AAS) yaitu sebesar 6,7964 mg/l. Konsentrasi awal Pb pada semua percobaan sama. Hasil yang diharapkan dari percobaan setiap jenis kompos dalam meminimalisasi logam Pb adalah dosis terbaik dalam meminimalisasi logam Pb di air. Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Gamal Jumlah logam Pb tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun gamal menunjukan jumlah yang semakin sedikit dengan semakin banyaknya dosis dan semakin lamanya waktu pengamatan (Tabel 4). Tabel 4 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Pb Yang Tersisa di Air Pada Setiap Waktu Pengamatan (mg/l) 1 Jam 8 Jam 16 Jam 24 Jam 0 a 6,7948±0 6,8545±0,1232 6,8326±0,1431 6,8855±0,1089 Dosis Kompos (gr/l) 5 b 2,4733±0,3006 0,8531±0,0439 0,6911±0,0379 0,5416±0,0352 9 c 0,7254±0,1628 0,2668±0,0647 0,2460±0,0899 0,2082±0,0430 13 c 0,4716±0,0728 0,2486±0,0413 0,2608±0,0169 0,2193±0,0453 Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang jumlah dosis menunjukan tidak berbeda nyata Berdasarkan Tabel 4 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun gamal pada setiap dosis dan waktu pengamatan. Grafik ini disajikan pada Gambar 9.

32 Gambar 9 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Percobaan minimalisasi logam berat Pb dengan menggunakan kompos daun gamal menunjukan bahwa kompos daun gamal mampu mengadsorpsi logam berat Pb yang terlihat dari rendahnya logam Pb tersisa di air. Ada kecenderungan bahwa semakin banyak dosis kompos dengan waktu pengamatan yang lebih lama menyebabkan jumlah logam berat Pb yang tersisa semakin sedikit. Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos, ada pengaruh waktu pengamatan dan ada interaksi dosis kompos dengan waktu pengamatan dalam proses minimalisasi logam Pb di air. Uji lanjut dengan menggunakan uji duncan menunjukan bahwa dosis kompos 0 gr/l berbeda nyata dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Dosis kompos 5 gr/l juga berbeda nyata dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l. Tetapi dosis kompos 9 gr/l tidak berbeda nyata dengan 13 gr/l. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa dosis kompos daun gamal sebesar 9 gr/l adalah dosis terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Uji statistik percobaan kompos daun gamal terdapat pada Lampiran 5. Grafik pada Gambar 9 menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah logam berat Pb yang tersisa di air oleh pengaruh dosis dan lamanya waktu pengamatan. Dosis yang berbeda menyebabkan jumlah logam Pb yang tersisa di air juga berbeda. Dosis kompos 0 gr/l (tanpa kompos) merupakan dosis yang menyisakan logam Pb paling tinggi. Dosis 5 gr/l terlihat sedikit lebih tinggi dalam menyisakan logam Pb bila dibandingkan dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l sedangkan antara

33 dosis 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat tidak terlalu berbeda. Perbedaan yang terjadi antar dosis ini menunjukan bahwa jumlah dosis kompos sebagai bahan adsorpsi memberikan berpengaruh terhadap logam Pb tersisa di air. Dosis kompos berpengaruh karena pada dosis yang lebih rendah kandungan substansi humus (asam humat, asam fulvat dan humin) terlalu sedikit untuk dapat mengikat logam Pb di air. Pada dosis 9 gr/l dengan 13 gr/l tidak terlalu berbeda dikarenakan kapasitas maksimum adsorpsi logam Pb sudah terjadi pada dosis 9 gr/l. Berdasarkan grafik 9 terlihat pula bahwa pada setiap dosis kompos, sisa logam Pb di air pada waktu pengamatan 1 jam lebih tinggi dibandingkan waktu pengamatan selanjutnya. Terjadinya hal ini dikarenakan stabilitas adsorpsi Pb oleh gugus fungsi kompos pada waktu pengamatan 1 jam belum terjadi. Seiring dengan waktu pengamatan yang semakin lama, stabilitas adsorpsi semakin tinggi. Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Avicennia Hasil percobaan dengan menggunakan kompos daun avicennia menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi logam berat pada setiap dosis dan waktu pengamatan yang berbeda ( Tabel 5). Tabel 5 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Pb Yang Tersisa di Air Pada Setiap Waktu Pengamatan(mg/l) 1 Jam 8 Jam 16 Jam 24 Jam 0 a 6,7948±0 6,8545±0,1232 6,8326±0,1431 6,8855±0,1089 Dosis Kompos (gr/l) 5 b 2,8185±1,8229 1,4135±0,4089 1,0087±0,1867 0,8913±0,1874 9 b 2,4630±0,7159 0,9854±0,0627 0,8941±0,0559 0,8911±0,0428 13 b 3,3674±1,6558 1,3660±0,5467 1,0544±0,3361 0,8660±0,2050 Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang jumlah dosis menunjukan tidak berbeda nyata Berdasarkan Tabel 5 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun avicennia pada berbagai dosis dan waktu pengamatan. Grafik ini disajikan pada Gambar 10.

34 Gambar 10 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Minimalisasi logam berat Pb pada percobaan dengan menggunakan kompos daun avicennia berdasarkan Tabel 5 didapatkan bahwa logam berat Pb mampu diminimalisasi oleh kompos daun avicennia. Uji statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan antar dosis kompos. Selain itu waktu pengamatan juga berpengaruh namun tidak ada interaksi dosis kompos dengan waktu pengamatan. Uji lanjut dengan menggunakan uji duncan didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara dosis kompos 0 gr/l (kontrol) dengan dosis kompos 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l dalam meminimalisasi jumlah logam berat Pb yang tersisa di air. Tetapi dosis kompos 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l tidak berbeda nyata. Bedasarkan uji statistik ini maka dosis kompos daun avicennia yang terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb adalah 5 gr/l. Uji statistik percobaan kompos daun gamal terdapat pada Lampiran 6. Grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa terjadi perbedaan signifikan antara tidak digunakan kompos (dosis 0 gr/l) dengan digunakannya kompos dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Pada dosis kompos 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat tidak terlalu berbeda jumlah Pb tersisa di air terutama pada waktu pengamatan 24 jam. Tidak terjadinya perbedaan ini karena kandungan substansi humus sebagai substansi pengikat logam Pb pada setiap dosis tidak jauh berbeda. Berdasarkan grafik 10 terlihat pula bahwa pada setiap dosis kompos, waktu pengamatan 1 jam

35 lebih tinggi dibandingkan waktu pengamatan 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Terjadinya hal ini karena terkait dengan stabilitas adsorpsi. Pada waktu pengamatan 1 jam, kontak antara logam Pb dengan kompos belum optimal sehingga banyak logam Pb yang tersisa di air dan belum terikat di kompos. Semakin lama berlangsungnya kontak antara kompos dengan logam Pb di air (waktu pengamatan) maka proses adsorpsi logam Pb oleh kompos semakin optimal dan stabil. Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Batang Pisang Percobaan dengan menggunakan kompos batang pisang ternyata mampu meminimalisasi logam Pb pada media air. Perbedaan dosis dan waktu pengamatan memiliki pengaruh terhadap proses adsorpsi logam berat Pb ( Tabel 6). Tabel 6 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Konsentrasi Rata-rata Logam Berat Pb Yang Tersisa di Air Pada Setiap Waktu Pengamatan (mg/l) 1 Jam 8 Jam 16 Jam 24 Jam 0 a 6,7948±0 6,8545±0,1232 6,8326±0,1431 6,8855±0,1089 Dosis Kompos (gr/l) 5 b 3,1909±1,1852 1,4500±1,3839 1,5385±0,8195 1,2321±0,5338 9 c 0,8672±0,3332 0,3162±0,0396 0,2573±0,0729 0,2462±0,0477 13 c 0,5351±0,1671 0,2797±0,0125 0,2457±0,0370 0,2189±0,0171 Keterangan : Huruf superscript yang sama dibelakang jumlah dosis menunjukan tidak berbeda nyata Berdasarkan Tabel 6 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di air oleh proses minimalisasi kompos daun avicennia pada berbagai dosis dan waktu pengamatan. Grafik ini disajikan pada Gambar 11.

36 Gambar 11 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan Percobaan kompos batang pisang untuk meminimalisasi logam berat Pb di air menunjukan bahwa logam berat Pb mampu diminimalisasi oleh kompos batang pisang. Konsentrasi logam berat Pb di air semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya dosis kompos dengan waktu pengamatan yang lebih lama. Secara statistik terdapat perbedaan antar dosis kompos, waktu pengamatan berpengaruh dan ada interaksi antara dosis kompos dengan waktu penamatan. Uji lanjut dengan menggunakan uji duncan didapatkan bahwa dosis kompos 0 gr/l (kontrol) berbeda nyata dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Dosis kompos 5 gr/l juga berbeda nyata dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l. Tetapi dosis kompos 9 gr/l tidak berbeda nyata dengan 13 gr/l. Dengan demikian maka dosis kompos 9 gr/l adalah dosis kompos batang pisang terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Uji statistik kompos batang pisang terdapat pada Lampiran 7. Grafik pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa perbedaan dosis dan lamanya waktu pengamatan menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah logam Pb yang tersisa di air. Dosis 0 gr/l (tanpa kompos) menyisakan logam berat Pb di air sangat tinggi dan berbeda nyata dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l. Ini menunjukan bahwa kompos dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l mampu meminimalisasi logam Pb di air. Pada dosis 5 gr/l masih menyisakan logam Pb yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 9 gr/l dan 13 gr/l. Namun dosis 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat tidak berbeda nyata. Hal ini berarti dosis 5 gr/l merupakan

37 dosis yang masih terlalu rendah untuk meminimalisasi logam Pb di air. Pada dosis 9 gr/l dan 13 gr/l terlihat bahwa terdapat kapasitas maksimum jumlah kompos dalam meminimalisasi Pb yaitu sebesar 9 gr/l. Berdasarkan grafik 9 terlihat pula bahwa pada setiap dosis kompos, kecenderungan waktu pengamatan yang semakin lama menyebabkan jumlah logam Pb tersisa semakin rendah. Hal ini terkait dengan stabilitas adsorpsi yang dipengaruhi oleh lamanya waktu pengamatan. Perbandingan Antar Jenis Kompos Dalam Minimalisasi Logam Pb di Air Perbandingan minimalisasi logam Pb antar jenis kompos dilakukan untuk membandingkan dosis kompos terbaik pada setiap jenis kompos. Uji ini untuk melihat apakah terdapat perbedaan antar kompos dalam meminimalisasi logam Pb di air. Uji perbandingan yang digunakan adalah uji t sampel independen. Uji t sampel independen antara jenis kompos daun gamal dosis 9 gr/l dengan kompos daun avicennia dosis 5 gr/l menunjukan terjadi perbedaan antara kedua jenis kompos tersebut. Tetapi uji t sampel independen antara kompos daun gamal dosis 9 gr/l dengan kompos batang pisang dosis 9 gr/l tidak berbeda nyata. Kemudian uji t sampel independen jenis kompos daun avicennia dosis 5 gr/l dengan kompos batang pisang dosis 9 gr/l menunjukan terjadi perbedaan diantara kedua kompos tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jenis kompos daun gamal dosis 9 gr/l dan kompos batang pisang dosis 9 gr/l adalah jenis kompos terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air. Uji t sampel independen antar jenis kompos daun gamal dosis 9 gr/l, kompos daun avicennia dosis 5 gr/l dan kompos batang pisang dosis 9 gr/l terdapat pada Lampiran 8, 9 dan 10. Kualitas Air Selama Perlakuan Kompos Kualitas air selama proses adsorpsi logam berat oleh kompos pada saat awal dan akhir menunjukan hasil yang berbeda. Hal ini tergantung dari banyak sedikitnya kompos yang digunakan sebagai bahan adsorpsi logam berat. Pada saat awal sebelum diberikan perlakuan dengan kompos, kualitas air pada semua perlakuan jenis kompos dan dosis kompos adalah sama. Nilai ph pada air saat awal ini rendah yang diakibatkan penggunaan larutan Pb standar yang bersifat

38 asam kedalam air. Tabel 7 menunjukan kualitas air sebelum diberikan perlakuan kompos. Setelah diberikan perlakuan dosis kompos selama 24 jam, kualitas air pada masing-masing jenis kompos dan dosis menunjukan nilai yang saling berbeda (Tabel 8). Tabel 7 Kualitas Air Pada Saat Awal Sebelum Diberikan Perlakuan Kompos ph DO (mg/l) TOM (mg/l) Ammonia (mg/l) 3 3,5 0,5 0 Tabel 8 Kualitas Air Pada Saat Akhir (24 jam) Setelah Perlakuan Kompos Jenis Kompos Daun Gamal Daun Avicennia Batang Pisang Dosis kompos (gr/l) Asam Humat (gr/l) Asam Fulvat (gr/l) Pb tersisa di air ph DO (mg/l) TOM (mg/l) Ammonia (mg/l) 0 0 0 6,7964 3 3,8 0,50 0 5 0,192 0,3225 0,5416 4,0 4,1 7,15 5 9 0,3456 0,5805 0,2028 5,7 4,1 6,40 3 13 0,4992 0,8385 0,2193 5,7 4,0 6,06 0,25 0 0 0 6,8172 3 3,9 0,50 0 5 0,0775 0,141 0,8913 6,0 4,1 4,09 0,25 9 0,1395 0,2538 0,8911 6,8 4,0 7,45 1,5 13 0,2015 0,3666 0,8660 7,1 4,0 7,67 1,5 0 0 0 6,7675 3 3,8 0,50 0,25 5 0,142 0,3265 1,2321 4,2 3,9 8,10 3 9 0,2556 0,5877 0,2462 6,8 4,0 6,42 0,25 13 0,3692 0,8489 0,2128 7,0 3,9 7,37 3 Perbandingan antara kualitas air awal dengan akhir perlakuan menunjukan bahwa terjadi perubahan kualitas air akibat perlakuan kompos. Nilai ph pada saat awal dan akhir perlakuan kompos meningkat. Hal ini dikarenakan kompos memiliki kemampuan untuk menaikan ph karena kompos memiliki banyak gugus fungsi negatif yang dapat mengikat ion H + (penyebab ph rendah) pada air. Selain itu ion-ion positif (kation) pada kompos dapat lepas ke air yang dapat meningkatkan ph air. Disisi lain nilai TOM (Total Organic Matter) juga mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebabkan karena pada saat akhir perlakuan kondisi air lebih keruh yang diakibatkan bahan organik kompos. Pada komponen ammonia, hampir semua kualitas air pada setiap dosis kompos, nilai ammonia meningkat. Peningkatan ini terjadi karena pengaruh kompos. Secara umum kualitas air saat akhir perlakuan kompos masih layak digunakan untuk pemeliharaan ikan kecuali pada tanpa kompos ( dosis 0 gr/l), kompos daun gamal dosis 5 gr/l dan batang pisang dosis 5 gr/l. Pada kedua dosis kompos ini nilai ph berada dibawah kisaran toleransi ikan lele dumbo (ph<5).

39 Berdasarkan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara Jumlah Pb tersisa di air dengan ph, DO, TOM dan ammonia didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara penurunan Pb di air terhadap ph, DO, TOM dan ammonia. Hal ini menunjukan bahwa Jumlah Pb tersisa di air bukan disebabkan oleh parameter kualitas air tersebut namun oleh peran substansi humus yang terdapat pada kompos. Analisis korelasi ph, DO, TOM dan ammonia dengan Kandungan Pb di air tersaji dalam Lampiran 12, 13, 14, dan 15. Analisis korelasi antar kandungan asam humat dan asam fulvat di kompos dengan kandungan logam Pb di air menunjukan bahwa terdapat hubungan antara asam humat dan asam fulvat dengan kandungan Pb di air. Hal ini menunjukan bahwa asam humat dan asam fulvat berperan dalam proses minimalisasi logam Pb di air. Analisis korelasi asam humat dan asam fulvat dengan kandungan Pb di air tersaji dalam Lampiran 16 dan 17. Pemeliharaan Ikan Proses pemeliharaan ikan dilakukan dengan menggunakan media air yang logam beratnya sudah diadsorpsi oleh kompos selama 24 jam. Proses pemeliharaan ikan dilakukan selama 30 hari menghasilkan kondisi ikan sebagaimana yang terdapat pada Tabel 9. Tabel 9 Kondisi Ikan Selama Proses Pemeliharaan 30 hari Jenis Kompos Daun Gamal Daun Avicennia Batang Pisang Dosis Kompos (gr/l) Ratarata ph air Pb Tersisa di Air (mg/l) Pb di tubuh Ikan (mg/kg) Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) Rata-rata Pertumbuhan Harian (%) 0 3 6,7964-0 0 5 4.25 0,5416 0,0646 26,67 7,58 9 5.6 0,2028 0,0068 93,3 11,07 13 5.55 0,2193 0,0060 93,3 11,36 0 3 6,8172-0 0 5 5.9 0,8913 0,0073 93,3 11,28 9 6.1 0,8911 0,0070 80 11,63 13 7.2 0,8660 0,0087 100 11,17 0 3 6,7675-0 0 5 4.45 1,2321 0,0730 26,67 5,46 9 6.2 0,2462 0,0049 100 10,69 13 6.55 0,2128 0,0068 100 11,47

40 Pemeliharaan ikan pada sebagian besar perlakuan menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang cukup baik (diatas 75%). Pada air hasil perlakuan tanpa kompos (dosis 0 gr/l), tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhannya adalah yang paling rendah (nol). Hal ini disebabkan karena kualitas ph yang sangat rendah. Selain itu, tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang rendah lainnya terdapat pada perlakuan kompos daun gamal dengan dosis 5 gram dan kompos batang pisang dengan dosis 5 gram. Penyebab rendahnya kedua perlakuan ini dikarenakan rendahnya kualitas air yang digunakan (kualitas air awal) untuk memelihara ikan. Rendahnya kualitas air terlihat dari nilai ph awal yang berada jauh dibawah 5. Pada perlakuan yang lain selain perlakuan kompos daun gamal dosis 5 gram dan batang pisang dosis 5 gram, tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan cukup baik (diatas 75%) bahkan ada yang sampai 100%. Hal ini menunjukan bahwa secara prinsip penggunaan kompos sebagai bahan perlakuan untuk mengurangi logam berat di media budidaya tidak terlalu mempengaruhi proses dan hasil kegiatan budidaya ikan. Pengukuran laju pertumbuhan harian pada masing-masing perlakuan menunjukan hasil yang tinggi yang cukup baik. Laju pertumbuhan rendah hanya terdapat pada kontrol yang kelangsungan hidupnya nol, serta perlakuan kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis masing-masing 5 gram. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan harian berkorelasi dengan kelangsungan hidup pada ikan. Berdasarkan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan terhadap Pb tersisa di air dan ph ternyata kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh ph bukan karena Pb tersisa di air. Ada korelasi antara ph dengan kelangsungan hidup sedangkan korelasi antara Pb tersisa dengan kelangsungan hidup tidak terjadi. Pada hubungan antara ph dan Pb tersisa di air dengan laju pertumbuhan ternyata ph dan Pb tersisa di air tidak memiliki hubungan dengan laju pertumbuhan. Terhambatnya laju pertumbuhan dimungkinkan dipengaruhi oleh nafsu makan ikan terhadap pakan yang diberikan. Analisis korelasi antara ph dengan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan, Pb

41 tersisa di air dengan kelangsungan hidup dan pertumbuhan terdapat pada Lampiran 18, 19, 20, dan 21. Selain itu, Jumlah Pb tersisa di air secara keseluruhan masih berada diatas ambang batas maksimum sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP No. 20 tahun 1990). Berdasarkan peraturan tersebut dijelaskan bahwa baku mutu kualitas air untuk peruntukan perikanan pada logam berat Pb adalah 0,03 mg/l. Namun ikan yang dipelihara selama 30 hari pada air tersebut ternyata jumlah konsentrasi Pb yang intrusi kedalam tubuh ikan budidaya nilainya masih berada dibawah ambang batas SNI (Standard Nasional Indonesia). Berdasarkan SNI 7387:2009 dinyatakan bahwa batas maksimum kandungan Pb pada ikan adalah 0,4 mg/kg. Oleh karena itu penggunaan benih ikan lele dumbo yang dipelihara dengan menggunakan air hasil perlakuan kompos aman untuk digunakan. Kualitas Air Selama Proses Pemeliharaan Ikan Kualitas air selama pemeliharaan ikan lele dumbo di akuarium menggunakan media air hasil perlakuan kompos menunjukan kisaran parameter yang ditunjukan pada Tabel 10. Tabel 10 Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan Jenis Kompos Daun Gamal Daun Avicennia Batang Pisang Dosis kompos DO TOM Ammonia ph (gr/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) 0 3 3,8-4,0 0,50-2,30 1,5 5 4,0-4,5 3,8-4,1 7,15-7,88 0,25-5 9 5,5-5,7 4,0-4,1 6,40-6,13 3-5 13 5,4-5,7 3,9-4,0 6,06-6,21 0,25-5 0 3 3,8-3,9 0,50-2,30 1,5 5 5,8-6,0 3,8-4,1 3,94-4,09 0,25-5 9 5,5-6,7 4,0-4,1 5,18-7,45 1,5-5 13 7,1-7,3 3,8-4,0 5,04-7,67 0-5 0 3 3,8-3,9 0,50-2,30 1,5 5 4,2-4,7 3,8-3,9 6,94-8,10 0,25-3 9 5,9-6,5 3,9-4,0 6,42-9,64 0,25-5 13 6,1-7,0 3,8-3,9 6,28-7,37 3-5 Kualitas air selama proses pemeliharaan ikan menunjukan kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh ikan lele dumbo untuk hidup kecuali pada beberapa air hasil perlakuan. Air tanpa perlakuan kompos (dosis 0 gr/l) menghasilkan

42 kualitas air yang paling rendah. Disamping itu, air hasil perlakuan kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis 5 gr/l juga memiliki kualitas air terutama ph yang rendah yaitu dibawah 5. Padahal menurut Udeze et al. (2012), kisaran toleransi ph ikan lele dumbo adalah 5 10. Pembahasan Bahan organik dapat disebut sebagai kompos jika telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme dan memenuhi karakteristik diantaranya yaitu warnanya berubah menjadi coklat kehitaman dan berbau tanah serta memiliki C/N rasio 10 20 (SNI 19-7030-2004). Pengomposan selama 2 bulan terhadap tiga bahan baku tumbuhan dengan karakteristik dan C/N rasio yang berbeda pada penelitian ini telah berhasil mencapai kondisi kompos yang diharapkan. C/N rasio merupakan perbandingan antara kandungan karbon (C) dan nitrogen (N) pada suatu bahan. Karbon dan nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendegradasi suatu bahan organik. C/N rasio bahan baku yang ideal untuk pengomposan adalah 20 30. Daun gamal pada penelitian ini memiliki C/N rasio bahan baku yang paling rendah dibandingkan yang lainnya yaitu dibawah 20. Bahan baku dengan C/N rasio yang rendah (dibawah 20) pada daun gamal ternyata setelah dikomposkan tidak mengalami penurunan yang signifikan dibawah C/N rasio asal. Disisi lain kandungan C/N rasio bahan baku batang pisang yang sangat tinggi (diatas 30) mampu terdegradasi menjadi kompos sehingga C/N rasionya berada dibawah 20. Penyebab utama terjadinya hal ini karena waktu pengomposan selama 2 bulan merupakan waktu pengomposan yang cukup untuk mendegradasi bahan baku batang pisang tersebut. Disamping itu proses pencacahan dan penambahan bioaktivator EM4 turut pula mempercepat proses pengomposan ini. Bahan baku daun avicennia merupakan bahan baku yang paling ideal untuk pengomposan (C/N rasio 20 30). Walaupun demikian C/N rasio kompos daun avicennia yang dihasilkan tidak terlalu rendah. Rudnik (2008) menyatakan bahwa pada proses pengomposan mikroorganisme sangat berperan penting, diantaranya yaitu : bakteri heterotrof, actinomycetes, fungi, protozoa dan mikroorganisme lainnya. Penambahan bioaktivator berupa EM4 dilakukan dengan tujuan untuk menambah jumlah

43 bakteri yang mendekomposisi bahan baku pada pengomposan. Pada fase mesofilik jumlah bakteri yang mendekomposisi bahan baku cukup tinggi. Selanjutnya seiring dengan proses pengomposan yang mengalami fase termofilik (suhu 45 75 o C) banyak mikroorganisme yang mati. Fase pendinginan dan pematangan kompos, C/N rasio kompos menjadi rendah (dibawah 20) yang menyebabkan mikroganisme terutama bakteri banyak pula yang mati dikarenakan sumber energi berupa karbon semakin berkurang jumlahnya. Oleh karena itu, jumlah mikroorganisme pada kompos yang matang sangat sedikit. Selain itu, pada saat perlakuan dengan memasukan kompos kedalam kedalam air yang mengandung logam berat Pb konsentrasi tinggi dan ph air yang sangat rendah, bakteri akan mengalami kematian karena tidak sesuai dengan habitat hidupnya. Kaitannya dengan proses adsorpsi logam berat oleh kompos, bakteri menjadi tidak terlalu berperan dalam pengikatan logam berat namun yang berperan adalah substansi bahan pada kompos. Kompos dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) dikarenakan memiliki kandungan humus yang mampu mengadsorpsi dan mengikat logam berat dengan cara pertukaran kation, pembentukan ikatan elektrostatik, pembentukan ikatan kompleks dan chelate (Kocasoy dan Guvener 2009; Guo et al. 2008; Wu et al. 2008; ; Hermana dan Nurhayati 2006; Anonim 1991). Selain itu kandungan mineral positif pada padatan kompos juga dapat bertukar dengan kation logam Pb (Hermana dan Nurhayati 2006). Menurut Tipping (1991) Kandungan humus terdiri atas substansi non humus dan substansi humus. Substansi non humus terdiri atas : karbohidrat, protein, peptida, asam amino, lemak, lilin dan asam organik dengan berat molekul yang rendah. Sebagian besar substansi ini keberadaannya dalam jangka waktu yang pendek karena masih bisa dan relatif mudah didegradasi oleh mikroorganisme (Schnitzer dan Khan 1978). Lebih lanjut Schnitzer dan Khan (1978) menjelaskan bahwa kondisi sebaliknya terjadi pada substansi humus yang sangat tahan terdegradasi oleh mikroorganisme. Substansi ini memiliki karakteristik penting yaitu mampu membentuk kompleks yang larut dan tidak larut dengan ion logam. Selain itu, Substansi humus juga mempunyai kontribusi dalam pertukaran anion dan kation, kompleks atau chelate dan berperan sebagai ph buffer. Oleh karena itu, pada

44 proses adsorpsi logam berat dengan bahan kompos, substansi humus yang paling berperan pada proses adsorpsinya. Secara umum substansi humus terdiri atas tiga fraksi utama yaitu : asam fulvat, asam humat dan humin. Perbedaan utama antar tiga fraksi ini yaitu kelarutannya dalam beberapa kondisi ph. Asam humat larut dalam kondisi ph yang basa dan tidak larut pada kondisi ph asam. Asam fulvat larut pada kondisi ph basa dan asam sedangkan humin tidak larut pada kondisi semua ph dan sangat tahan terhadap proses degradasi (Tipping 2004). Asam humat, asam fulvat dan humin merupakan substansi yang memiliki struktur sama tapi berbeda dalam hal berat molekul dan elemen serta kadar/jumlah gugus fungsional. Gugus fungsi yang banyak terdapat pada asam humat, asam fulvat dan humin adalah -COOH, - OH,-COH dan C=O (Stevenson 1994). Proses adsorpsi logam berat pada media air oleh asam humat, asam fulvat dan humin terjadi dengan cara ion H + pada gugus-gugus fungsi kedua asam tersebut mengalami deprotonisasi (lepas dari gugus persenyawaannya) sehingga gugus fungsi menjadi bermuatan negatif dan kation logam akan terikat pada gugus fungsi yang bermuatan negatif tersebut (Schnitzer dan Khan 1978). Pada asam humat, kondisi ini akan terjadi bila lingkungan berada dalam kondisi ph yang basa (ph>3) (Stevenson 1994). Penelitian Hermana dan Nurhayati (2010) menunjukan bahwa minimalisasi logam berat Cr 3+ dan Hg 2+ dengan menggunakan kompos pada media air menyebabkan terjadinya penurunan ph (ph lebih asam). Penurunan ph dapat terjadi karena jumlah ion H + meningkat di air yang disebabkan oleh terlepasnya ion H + tersebut dari kompos dan digantikan oleh ion logam. Pada penelitian ini media air mengandung logam Pb yang diberikan perlakuan kompos memiliki nilai ph yang rendah. Perlakuan dengan menggunakan kompos yang mengandung asam humat, fulvat dan humin menyebabkan terjadinya kenaikan ph (ion H + berkurang). Disisi lain ion logam Pb konsentrasinya juga ikut berkurang di air. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hal ini dapat terjadi. Menurut Antelo et al. (2006) dan Stevenson (1994) pada semua kondisi ph, asam humat, asam fulvat dan humin memiliki muatan negatif. Muatan negatif inilah mengikat dengan ion logam dan ion H +

45 pada media air sehingga ion logam terminimalisasi dan ph meningkat. Selain dikarenakan banyaknya ion negatif pada gugus-gugus fungsi kompos, meningkatnya ph di air juga dapat diakibatkan oleh lepasnya ion-ion positif (kation) yang terdapat pada kompos ke media air sehingga kation tersebut dapat meningkatkan ph di media air. Banyaknya muatan negatif pada ketiga substansi humus ini dikarenakan selama proses pengomposan gugus COOH, -OH dan COH sebagian besar akan mengalami proses deprotonisasi. Deprotonisasi yang terjadi selama proses pengomposan disebabkan karena selama proses pengomposan, air ditambahkan untuk mempercepat proses dekomposisi. Penambahan air menyebabkan ion H + pada substansi humus kompos akan terlepas melalui limbah air (lindi) yang merupakan limbah pengomposan. Noor (2001) yang menyatakan bahwa asam humat dan asam fulvat merupakan substansi yang mudah terlindi. Selain itu seiring dengan kondisi kompos yang semakin matang, maka ph yang terbentuk pada kompos adalah ph basa (6,5 7,5). Pada ph basa ion H + akan mengalami deprotonisasi. Menurut Sparks (2003), bahan organik humus akan bermuatan negatif bila berada pada ph basa dan ph yang lebih besar dari 3. Kondisi ph lingkungan pada tahap akhir pengomposan yang meningkat menyebabkan tingkat muatan negatif humus meningkat karena deprotonasi atau disosiasi H + dari gugus fungsi. Proses deprotonisasi menyebabkan kompos yang sudah matang memiliki gugus fungsi yang banyak mengandung ion negatif, seperti COO - dan O -. Gugus fungsi ini ketika dimasukan kedalam air yang mengandung ion Pb 2+ dan ph airnya rendah (ion H + tinggi), maka gugus fungsi negatif ini akan mengikat ion Pb 2+ dan ion H + karena adanya gaya elektrostatik antar ion. Terikatnya ion terutama ion logam Pb 2+ bisa oleh satu atau lebih dari satu gugus fungsi yang bermuatan ion negatif. Ikatan inilah yang disebut sebagai ikatan kovalen koordinasi yang dapat membentuk senyawa kompleks atau chelate. Proses chelate menyebabkan ion logam terikat kuat di kompos dan menyebabkan Pb berkurang. Adsorpsi logam berat pada substansi humin hampir sama dengan yang terjadi pada asam humat. Humin adalah bentuk utama dari bahan organik (Jorge et al. 2005). Noor (2001) menyatakan bahwa humin merupakan fraksi asam humat dan asam fulvat yang telah berubah bentuk umumnya karena kekeringan. Humin

46 Humin sebagaimana asam humat, merupakan senyawa alami yang terkandung dalam kompos yang memiliki gugus-gugus fungsional yang sama dengan gugus fungsional pada asam humat berupa asam karboksilat, fenolat dan hidroksilat. Gugus fungsi ini juga akan mengalami deprotonisasi jika berada pada suasana basa sehingga muatan ion negatif banyak terdapat pada substansi ini. Selain gugus fungsi pada substansi humus, kandungan mineral ion-ion positif yang terdapat pada kompos, seperti : K, Na, Ca, Zn, Mg, Fe dapat mengalami pertukaran dengan ion Pb pada air. Mineral-mineral ini jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan substansi humus (Copperband 2000 dan Chien et al. 2003). Proses pertukaran kation mineral ini terjadi melalui pertukaran antar kation logam berat dengan kation yang lebih ringan pada kompos. Kation Pb 2+ yang merupakan ion divalen akan mudah tertukar dengan ion monovalen positif yang terkandung dalam kompos. Kompleks persenyawaan yang terbentuk oleh pertukaran kation ini merupakan kompleks persenyawaan outsphere yang sifat ikatannya lemah (Evangelou 1998). Secara prinsip ion logam dapat bereaksi dan berikatan dengan semua ligan organik yang mengandung ion negatif dengan membentuk senyawa kompleks atau chelate. Namun afinitas yang kuat akan terjadi bila ion logam berpasangan dengan ligan (gugus fungsional pada kompos) yang kompeten dan membentuk chelate. Pasangan logam berat dan ligan yang kompeten didasarkan sifat keras dan lemahnya berdasarkan pada polarisabilitas unsur. Peterson (1963) menyatakan bahwa Pb 2+ merupakan logam transisi. Grup logam transisi pada air tawar menurut Sparks (2003) dapat berikatan dengan baik pada hard ligan (-COOH dan -OH). Hanya saja bila terdapat grup logam I (logam keras) seperti H +, Li +, Na +, Cr 3+ maka logam transisi akan berkompetisi terhadap grup logam I yang ikatannya lemah. Senyawa-senyawa organik lainnya yang terdapat pada kompos dapat pula berikatan dengan Pb 2+ selama senyawa organik tersebut memiliki muatan ion negatif atau muatan ion positif yang lebih rendah dan dapat dipertukarkan. Semakin banyak ion negatif yang terikat pada satu ion Pb maka akan membentuk ikatan kovalen koordinasi atau chelate. Pengikatan antara gugus fungsi substansi humus kompos dengan logam Pb baik secara adsorsi, pertukaran ion, ikatan elektrostatik maupun pembentukan

47 senyawa kompleks dan chelate dapat terjadi melalui peran partikulat ataupun bahan organik terlarut (Dissolved Organic Matter). Kompos yang berbentuk partikulat dan terlarut (Dissolved Organic Matter dan Dissolve Organic Carbon) mengandung substansi humus (asam humat, fulvat dan humin) yang didalamnya terkandung gugus fungsi dan dapat berikatan dengan logam Pb di air. Adsorpsi logam berat oleh kompos diawali dengan adsorpsi secara fisik. partikel-partikel logam yang mendekat ke permukaan kompos melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Pada adsorpsi kimia partikel melekat ke permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins, 1999). Penelitian adsorpsi logam berat dengan menggunakan beberapa jenis kompos dengan dosis yang berbeda dalam kondisi yang diaerasi menunjukan hasil yang positif. Logam berat berhasil dihilangkan dengan menggunakan model adsorpsi kompos sebagaimana penelitian yang dilakukan. Percobaan penggunaan kompos daun gamal untuk meminimalisasi logam Pb didapatkan bahwa dosis kompos 9 gr/l adalah dosis kompos terbaik. Pada percobaan kompos daun avicennia, dosis 5 gr/l adalah yang terbaik sedangkan percobaan kompos batang pisang, dosis 9 gr/l adalah yang terbaik. Berdasarkan uji perbandingan antar dosis terbaik pada percobaan masing-masing kompos didapatkan bahwa kompos daun gamal dosis 9 gr/l dan batang pisang dosis 9 gr/l adalah dosis kompos terbaik dibandingkan kompos daun avicennia dosis 5 gr/l. Kompos daun gamal dosis 9 gr/l dan batang pisang dosis 9 gr/l ini lebih baik dalam hal minimalisasi logam Pb disebabkan karena kandungan asam humat dan asam fulvat yang lebih tinggi. Selain itu perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan pada kompos daun gamal dan batang pisang jumlah gugus fungsi yang mengandung ion negatifnya kemungkinan cukup tinggi dibandingkan pada kompos daun avicennia. Secara statistik antara jenis kompos daun avicennia berbeda nyata dengan jenis kompos daun gamal dan batang pisang sedangkan kompos daun gamal dan batang pisang tidak berbeda nyata.

48 Berdasarkan komposisi bahan baku, daun avicennia merupakan jenis bahan baku yang cukup ideal untuk dikomposkan karena C/N rasio bahan bakunya berada pada rentang 20 30. Berbeda dengan dengan bahan baku daun gamal yang terlalu rendah (dibawah 20) dan batang pisang yang terlalu tinggi (diatas 30). C/N rasio bahan baku yang ideal akan memudahkan kerja mikroorganisme terutama bakteri heterotrof dalam mendegradasi bahan baku menjadi kompos. Namun walaupun bahan baku kompos daun avicennia merupakan bahan baku yang ideal untuk dikomposkan, kandungan akhir berupa kompos yang mengandung asam humat dan asam fulvat pada kompos avicennia adalah yang paling rendah. Inilah penyebab kompos avicennia bukan kompos terbaik bila dibandingkan dengan kompos daun gamal dan batang pisang yang asam humat dan asam fulvatnya lebih tinggi. Faktor yang menyebabkan rendahnya kandungan asam humat dan fulvat pada kompos avicennia ini terkait dengan waktu pengomposan dan aktivitas mikroorganisme. Adsorpsi logam berat akan lebih cepat bila terjadi kontak langsung antara ion logam dengan bahan pengadsorpsi (adsorban). Kontak langsung ini menyebabkan ion logam bersentuhan dan berdekatan dengan adsorban sehingga jaraknya menjadi dekat. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan aerasi bertujuan untuk mempercepat waktu kontak antara ion logam Pb dengan kompos. Selama proses aerasi, dilakukan pengamatan pada selang waktu tertentu untuk melihat sejauhmana perkembangan adsorpsi logam berat oleh kompos pada setiap waktu. Minimalisasi logam berat Pb pada semua jenis kompos berdasarkan waktu pengamatan diketahui bahwa semakin lama waktu pengamatan, maka jumlah logam berat yang tersisa di air semakin rendah. Hal ini berarti semakin banyak logam Pb yang diikat oleh kompos. Namun ada kecenderungan bahwa kompos memiliki kapasitas maksimal dalam mengadsorpsi logam berat (binding capacity) sehingga walaupun waktu pengamatan aerasi yang semakin lama, jumlah logam berat yang terminimalisasi tidak terlalu berbeda jauh dengan waktu pengamatan sebelumnya. Waktu pengamatan 1 jam pada semua perlakuan, logam berat sudah bisa terserap pada kompos. Namun adsorpsi yang optimal terjadi pada waktu pengamatan 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Model penghilangan logam berat dengan menggunakan aerasi sangat aplikatif pada kegiatan akuakultur. Pada kegiatan

49 akuakultur yang memanfaatkan sumber air dari perairan umum, sebelum air digunakan untuk kegiatan budidaya maka air terlebih dahulu diberikan perlakuan yang salahsatunya dengan pemberian aerasi. Hal terpenting dalam adsorpsi logam berat di air adalah kualitas air yang dihasilkan masih berada pada kisaran kehidupan bagi organisme budidaya. Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa air yang diberikan perlakuan kompos mampu menghasilkan kualitas air sesuai dengan habitat hidup ikan lele dumbo kecuali pada perlakuan jenis kompos daun gamal dan batang pisang yang masing-masing dosisnya 5 gram. Rendahnya kualitas air pada kedua perlakuan ini terlihat dari nilai ph yang sangat rendah berada dibawah 5 (ph=3). Bila dihubungkan dengan kenyataan lapangan, banyak perairan yang terbentuk akibat kegiatan penambangan memiliki kandungan logam berat yang tinggi dan ph yang rendah. Kompos merupakan ph buffer. Penggunaan kompos ternyata maupun menaikan ph pada air. Hal ini terjadi karena ion H + terikat oleh gugus fungsi yang bermuatan ion negatif pada kompos. Kompos memiliki banyak gugus bermuatan negatif dikarenakan pada proses pengomposan, suasana basa yang terbentuk menyebabkan ion H + pada kompos terlepas. Selain dikarenakan gugus fungsi yang bermuatan negatif, ph pada air meningkat dapat diakibatkan oleh lepasnya ion-ion positif (kation) yang terdapat pada kompos ke air sehingga kation tersebut dapat meningkatkan ph media air. Pada perlakuan kompos daun gamal dan batang pisang yang masingmasing dosisnya 5 gram, ph air sangat rendah dibandingkan dengan yang lain. Ini terjadi karena jumlah gugus-gugus fungsi bermuatan negatif pada kompos lebih sedikit dan terjadi kompetisi dengan ion Pb 2+ di air. Ion Pb 2+ mungkin lebih banyak terikat pada gugus fungsi ion negatif kompos daripada ion H +. Hal ini dapat terjadi karena menurut Sparks (2003), Kompetisi pengikatan terjadi antara ion H + (ikatannya lemah) dengan Pb 2+. Pembuktian kesesuaian kualitas air hasil perlakuan kompos terhadap habitat hidup ikan dan logam berat yang tersisa tidak terakumulasi di tubuh ikan, maka dilakukan pemeliharaan benih ikan lele dumbo pada air tersebut. Tingginya tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan pada sebagian besar ikan yang dipelihara menunjukan bahwa kualitas air masih sesuai untuk budidaya ikan.

50 Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan yang rendah terjadi pada perlakuan jenis kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis 5 gram. Hal ini sejalan dengan rendahnya kualitas air pada kedua perlakuan tersebut. Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan pada perlakuan yang kompos yang lainnya menunjukan bahwa ikan bisa hidup pada kondisi air hasil treatment. Logam Pb yang masih tersisa di air hasil minimalisasi dengan menggunakan kompos sangat rendah. Kompos mampu menurunkan konsentrasi logam berat dari 6,7964 mg/l hingga mencapai nilai terendah hanya 0,2 mg/l (3 % tersisa). Konsentrasi ini ternyata masih diatas ambang batas baku mutu kualitas air untuk perikanan yaitu sebesar 0,03 yang ditetapkan oleh pemerintah. Walaupun demikian, pemeliharaan ikan pada konsentrasi logam berat tersebut ternyata jumlah logam berat yang intrusi kedalam tubuh ikan pada semua perlakuan sangat rendah. Konsentrasi logam berat di tubuh ikan ini masih jauh dibawa ambang batas yang ditetapkan oleh SNI (SNI 7387:2009). Penggunaan beberapa jenis kompos dengan dosis 5 gr/l, 9 gr/l dan 13 gr/l mampu meminimalisasi logam berat Pb walaupun masih diatas baku mutu. Kondisi ini dapat terjadi karena konsentrasi logam Pb di air yang sangat tinggi (6,7964 mg/l). Walaupun demikian berdasarkan hasil yang didapatkan, konsentrasi logam berat Pb terendah yang tersisa cenderung stagnan pada kisaran 0,2 mg/l dengan waktu aerasi 24 jam. Hal ini dapat terjadi karena kompos mengalami titik kejenuhan pada adsorpsi logam berat dengan waktu aerasi tersebut. Metode yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan proses adsorpsi kompos secara berulang. Caranya yaitu kompos digunakan untuk mengadsorpsi logam berat selama 24 jam selanjutnya diganti dengan kompos baru untuk mengadsorpsinya.