1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik bertani di Indonesia saat ini masih serupa dengan praktik bertani saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik usahatani yang mengutamakan pencapaian hasil atau produksi namun kurang memperhatikan keadaan lingkungan serta kesehatan petani maupun konsumen. (Kardinan, 2014). Penggunaan masukan (input) berbahan kimia sintetis khususnya pada pestisida dan pupuk menjadi andalan untuk mencapai produktivitas tinggi. Penggunaan input tersebut menimbulkan berbagai dampak negatif. Penggunaan input berbahan kimia sintetis dalam jangka panjang mengakibatkan perkembangan mikroorganisme penggembur tanah menjadi lambat dan kandungan bahan organik pada tanah berkurang. Keadaan tersebut mengakibatkan kesuburan tanah menurun. Situasi buruk lain yang diakibatkan oleh pemakaian input berbahan kimia sintetis dalam jangka panjang adalah adanya residu pestisida. Residu pestisida kimia mampu mencemari tanah, air, tanaman dan kesehatan. Melihat keadaan tersebut, keuntungan yang diperoleh dari peningkatan produktivitas tidak sesuai bila dibandingkan dengan kerugian akibat dari kerusakan lingkungan dan penurunan kesehatan masyarakat (Kardinan, 2014). Penggunaan input usahatani berbahan kimia sintetis tidak dapat dihentikan karena selalu tersedia di pasar. Jumlah formula pestisida di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 1986 terdaftar sebanyak 371 formula pestisida, tahun 1996 meningkat menjadi 520 formula, tahun 2006 kembali meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu mencapai 1.300 formula, dan pada tahun
2 2013 terdaftar sebanyak 3.120 formula pestisida (Kardinan, 2014). Melihat jumlah kehadiran formula pestisida di pasar Indonesia terus meningkat menjadi ketakutan tersendiri bagi para peneliti pertanian mengenai potensi pertanian Indonesia di masa depan. Salah satu alternatif jalan keluar dari permasalahan ini adalah usahatani ramah lingkungan, salah satunya dengan kegiatan pertanian organik (Wahyudi dan Sujianto, 2014 dalam Kardinan, 2014). Indonesia mendukung pertanian organik melalui pelaksanaan program Go Organic 2010, program ini dicanangkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. Program Go Organic 2010 telah dilakukan sejak tahun 2001 dengan visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia (Litbang Pertanian, 2010). Sejalan dengan program Go Organic 2010, pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Bali juga menyambut program serupa dengan tema Bali Clean and Green. Pemda Provinsi Bali menunjukkan dukungan terhadap pembangunan dalam bidang pertanian melalui pertanian terintegrasi degan nilai ekonomis, berwatak sosial, dan ramah lingkungan (Pemerintah Provinsi Bali,2015). Pertanian organik secara sederhana diartikan sebagai sikap (attitude) atau tingkah laku (behavior) dari petani dalam melaksanakan sistem pertanian ramah lingkungan dengan cara memanfaatkan bahan alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis serta hasil rekayasa genetik. Sistem pertanian organik tidak menekankan pada hasil akhir, melainkan pada proses produksi kaitannya dengan cara atau sikap petani dalam menghasilkan produk pertanian (Kardinan,2014). Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan dikenal sebagai daerah pertanian karena 71,38% wilayahnya merupakan lahan pertanian dan sisanya merupakan lahan perumahan serta fasilitas
3 penunjang lainnya (Artana, 2015). Potensi pertanian di Kabupaten Tabanan cukup beragam seperti tanaman pangan dan holtikultura serta tanaman perkebunan (BPS Kabupaten Tabanan, 2014). Padi merupakan komoditas yang mendominasi sektor pertanian di Kabupaten Tabanan (BPS Kabupaten Tabanan, 2014). Kabupaten Tabanan merupakan kabupaten dengan lahan sawah terluas di Provinsi Bali. Luas sawah di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 mencapai 22.184 ha dari total 150.379 ha luas sawah di Provinsi Bali. Berdasarkan keadaan tersebut dapat dikatakan bahwa 14,75% dari total lahan pertanian di Bali ada di Kabupaten Tabanan seperti yang dijelaskan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Luas Panen dan Tingkat Produksi Padi-Beras Provinsi Bali pada tahun 2013 Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton) Jembrana 9.269 56.494 Tabanan 41.638 233.717 Badung 17.442 112.705 Gianyar 31.140 184.679 Klungkung 5.478 29.401 Bangli 5.871 28.303 Karangasem 12.505 74.687 Buleleng 22.804 135.905 Denpasar 4.232 26.200 Sumber: Bali dalam angka 2014 (BPS Provinsi Bali) Berdasarkan produksi padi tahun 2013, Kabupaten Tabanan menghasilkan gabah sebanyak 233.681 ton per tahun dan menjadi penyumbang produksi gabah tertinggi di Provinsi Bali. Kenyataan ini sesuai dengan julukan Kabupaten Tabanan sebagai lumbung beras Bali. Melihat besarnya potensi sektor pertanian di Kabupaten Tabanan, Pemda Kabupaten Tabanan memilih mempertahankan eksistensi sektor pertanian dengan membentuk program usahatani yang mengarah ke pertanian organik. Program
4 unggulan tersebut adalah program Gerakan Pembangunan Pangan, selanjutnya dikenal dengan Gerbang Pangan Serasi (GPS). Program ini dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 51 tahun 2012 tentang Program Gerbang Pangan Serasi. Program GPS merupakan program yang mengusung usahatani menuju pertanian organik atau dapat dikatakan sebuah percontohan sistem pertanian organik. (BP3K Kabupaten Tabanan, 2015) Program GPS terlaksana dengan memilih beberapa areal sawah yang tergabung dalam subak di setiap kecamatan di Kabupaten Tabanan untuk dijadikan percontohan sistem pertanian organik. Keputusan untuk menerapkan program hanya pada beberapa luas lahan sawah saja dilatarbelakangi oleh Pemda Kabupaten Tabanan terlebih dahulu ingin melihat potensi pertanian organik di daerahnya dan agar lebih mudah memastikan serta mengontrol ketersediaan pasar dan jaminan harga terhadap produknya. Sejak dimulainya program GPS di tahun 2013 hingga 2015 tercatat jumlah subak yang telah bergabung dengan program ini sebanyak 30 subak. Keseluruhan subak tersebut tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Tabanan. Luas tanam lahan sawah pelaksana program GPS seluas 343,5 ha di tahun 2015 atau sebesar 0,825% dari total luas tanam padi di Kabupaten Tabanan. Luas lahan sawah program GPS terus bertambah setiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan oleh petani mulai tertarik menerapkan pertanian organik. Pertanian organik dinilai lebih menguntungkan dari aspek ekonomi dan lingkungan bila dibandingkan dengan usahatani padi sawah konvensional (BP3K Kabupaten Tabanan, 2015). Usahatani konvensional merupakan sistem usahatani yang menggunakan input berbahan
5 kimia sintetis serupa dengan usahatani pada masa Revolusi Hijau. Sistem usahatani ini telah lama diterapkan oleh petani di Kabupaten Tabanan. Minat petani pindah jalur berusahatani dari sistem konvensional ke sistem usahatani program GPS mayoritas dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang meningkat dan dampak positifnya terhadap keadaan lingkungan. Pemda Kabupaten Tabanan memilih strategi berupa jaminan pasar dan harga dasar yang lebih tinggi untuk program GPS sebagai alternatif peningkatan pendapatan petani. Keberhasilan suatu program terkait usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diterima petani dengan melaksanakan suatu sistem pertanian. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian mengenai perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh petani pelaksana program GPS dengan petani konvensional dinilai penting untuk dilakukan. Penelitian ini mencoba menjawab apakah program GPS merupakan program yang tepat untuk menggantikan sistem usahatani padi sawah konvensional yang telah lama dilakukan oleh petani di Kabupaten Tabanan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apa kelemahan dan keunggulan program Gerbang Pangan Serasi dibandingkan dengan usahatani padi sawah konvensional? 2. Bagaimana perbandingan struktur biaya usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dengan konvensional? 3. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dengan konvensional?
6 4. Bagaimana perbandingan R/C rasio usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dengan konvensional? 1.3 Tujuan penelitian Bertolak dari rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui, 1. kelemahan dan keunggulan pelaksanaan program Gerbang Pangan Serasi dibandingkan dengan usahatani padi sawah konvensional. 2. perbandingan struktur biaya usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dengan konvensional, 3. perbandingan pendapatan usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dengan konvensional, dan 4. perbandingan nilai R/C rasio usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dengan konvensional. 1.4 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut. 1. Bagi kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan usahatani padi sawah pada program GPS dan konvesional di Kabupaten Tabanan serta sebagai bahan pembanding atau referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan baik pada penerapan, pengembangan, dan evaluasi kebijakan usahatani padi sawah program GPS. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran apakah program baru memang baik digunakan untuk
7 menggantikan program yang lama, dan apakah program yang lama memang sudah seharusnya digantikan dengan program yang baru. 3. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara memberi gambaran mengenai keunggulan dan kelemahan dari masing-masing sistem usahatani yang ada. 4. Bagi penulis, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Udayana, sekaligus sebagai pengalaman, menambah pengetahuan, serta media latihan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, sehingga ruang lingkup penelitian perlu difokuskan. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan usahatani padi sawah program GPS yang berlangsung di Kabupaten Tabanan, struktur biaya tunai dan biaya total, pendapatan tunai dan pendapatan total, serta R/C rasio atas pendapatan dengan biaya tunai dan R/C rasio atas pendapatan dengan biaya total. Sebagai pembanding dari program ini maka akan dianalisis juga mengenai struktur biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani padi sawah sistem konvensional.
8