BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolisme, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya. 1 Zat-zat tersebut digolongkan menjadi makronutrien yang meliputi karbohidrat, lemak, dan protein serta mikronutrien yang meliputi mineral dan vitamin. 2,3 Pada lansia, kebutuhan gizi ini harus dipenuhi secara adekuat untuk mengatasi proses menua, dan memperlambat terjadinya kemunduran fisik. 4 Kehilangan gigi meningkat seiring dengan bertambahnya usia akibat efek kumulatif dari karies, penyakit periodontal, trauma dan kegagalan perawatan gigi. Kehilangan gigi pada manusia mempunyai dampak emosional, sistemik dan fungsional. 5-9 Dampak emosional dapat berupa kehilangan kepercayaan diri, keterbatasan aktivitas seperti mengunyah dan berbicara serta perubahan pada penampilan. 5 Dampak sistemik dapat menyebabkan penyakit gastrointestinal terkait dengan kasus kesehatan rongga mulut yang buruk, penyakit kardiovaskular maupun osteoporosis. 9 Dampak fungsional kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya yaitu pada proses bicara dan pengunyahan. 8 Pada proses bicara, kehilangan gigi akan
mengganggu pengucapan beberapa huruf sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi proses komunikasi seseorang. Pada proses pengunyahan, kemampuan mengunyah dan kekuatan gigit secara fisik berkurang sehubungan dengan berkurangnya jumlah gigi di rongga mulut terutama apabila terdapat kehilangan gigi di bagian posterior. Gangguan fungsi pengunyahan dapat juga disebabkan karena penurunan fungsi dari lidah, mukosa mulut, otot-otot pengunyah, kelenjar ludah, dan sistem susunan saraf pada usia tua. 10,11 Sejumlah penelitian menunjukkan hubungan antara kehilangan gigi dengan asupan zat gizi sehingga dapat mempengaruhi status gizi. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa seseorang yang tidak mempunyai gigi geligi di rongga mulutnya lebih cenderung untuk memakan makanan yang tidak sehat seperti makanan yang mengandung sedikit zat gizi, kaya kalori dan lemak jika dibandingkan dengan yang masih mempunyai gigi geligi di rongga mulutnya. Penelitian yang dilakukan pada sejumlah lansia menunjukkan bahwa seseorang yang edentulus mengkonsumsi sedikit buah dan sayur-sayuran, sedikit serat dan kaya akan lemak. Joshipura dkk (1996) menemukan bahwa responden edentulus mengkonsumsi sedikit sayuran, kurang serat dan karoten serta lebih banyak kolesterol, kalori dan lemak daripada responden yang memiliki lebih dari 25 gigi di rongga mulutnya. Individu yang edentulus lebih sedikit mengkonsumsi mikronutrien seperti kalsium, zat besi, asam pantotenat, vitamin C dan vitamin E dibandingkan dengan individu yang masih mempunyai gigi. Penelitian yang berkaitan dengan kehilangan gigi dan gizi menyimpulkan bahwa individu yang memiliki sedikit gigi di rongga mulutnya dan tidak beroklusi dengan baik cenderung mempunyai masalah dengan asupan makanannya. 12
Sehubungan dengan kemampuan dalam pemilihan makanan terhadap fungsi pengunyahan dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Marcenes dkk (2003) dan Krall E dkk (1998), individu yang edentulus lebih suka memakan makanan lunak, menghindari buah, sayuran dan daging yang dianggap sulit atau tidak mungkin untuk dikunyah, dan dalam makanan terdapat lebih rendah vitamin C, kalsium, polisakarida non-pati dan protein. 13,14 Kondisi inilah yang akan mengakibatkan pemasukan zat gizi yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan status gizi seseorang. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari. Status gizi dikatakan baik bila pola makan kita seimbang. Artinya, banyak dan jenis makanan yang dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. 15 Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode. Secara garis besar, penilaian status gizi dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi metode survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi, sedangkan penilaian secara langsung adalah dengan metode pemeriksaan fisik, biokimia, biofisik dan antropometri. 16 Antropometri adalah pengukuran komposisi tubuh dan dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan asupan zat gizi ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat ditentukan dengan membandingkan individu atau kelompok dengan nilai-nilai normal. Laporan WHO
tahun 1995 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT adalah alat yang sederhana untuk mengukur status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. 16 Hubungan antara status fungsional gigi dengan berat badan dan IMT telah dilakukan pada bermacam-macam populasi. Mojon dkk (1999) pada penelitiannya di panti jompo melaporkan bahwa masalah status fungsional gigi berhubungan dengan penurunan IMT. 17 Begitu juga Hirano dkk (1993) pada penelitiannya melaporkan bahwa kemampuan penurunan fungsi pengunyahan berhubungan dengan penurunan berat badan. Namun, Johansson dkk (1994) pada penelitiannya pada lansia yang sehat melaporkan bahwa subjek edentulus justru memiliki nilai IMT yang lebih tinggi daripada subjek yang masih memiliki gigi geligi di rongga mulutnya. Elwood dan Bates (1972) pada penelitiannya juga menunjukkan bahwa lansia yang tidak memiliki gigi atau gigitiruan ada kecenderungan memiliki nilai berat badan dan IMT yang lebih tinggi. 12 Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan status gizi dengan kehilangan gigi pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. Alasan peneliti mengadakan penelitian di panti jompo ini karena diketahui sebagian besar penghuni panti jompo tersebut telah mengalami kehilangan gigi dan belum pernah dilakukan penelitian tersebut di panti jompo ini.
1.2 Permasalahan Kasus kehilangan gigi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kehilangan gigi dapat menyebabkan gangguan fungsi pengunyahan. Apabila pengunyahan terganggu maka asupan zat gizi dalam makanan akan terganggu sehingga selanjutnya akan mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan IMT. Dengan mempunyai status gizi yang baik memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Pentingnya akan penilaian status gizi tersebut menyebabkan perlu diadakan penelitian mengenai hubungan status gizi dengan kehilangan gigi pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 1.3 Rumusan masalah 1. Bagaimana karakteristik responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 2. Apakah ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 3. Apakah ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 2. Ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 1.5 Tujuan Penelitian 1. Untuk menjelaskan karakteristik responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 2. Untuk menjelaskan hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 3. Untuk menjelaskan hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran akan pentingnya gigi dalam asupan gizi seseorang, karena asupan gizi mempengaruhi status gizi seseorang. 2. Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.