I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

dokumen-dokumen yang mirip
A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI, ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

PUTUSAN Nomor 36/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : I Made Sudana, S.H.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 137/PUU-XII/2014 Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon Warga Negara Asing dalam Pengujian Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

PUTUSAN Nomor 46/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

Makalah Rakernas

BAB V KESIMPULAN. hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 1 menyatakan bahwa Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan peninjauan kembali berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP dilakukan apabila: a. Terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sedang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; b. Dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; c. Putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. 1 Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 3209.

2 Atas ketentuan tersebut, Antasari Azhar terpidana kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen Iskandar, mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1532/PID.B/2009/PN.JKT.SEL tanggal 11 Februari 2010 yang dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 71/PID/2010/PT.DKI tanggal 17 Juni 2010. 2 Sebelum mengajukan upaya hukum peninjauan kembali, Antasari Azhar telah mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung, namun ditolak dengan diterbitkannya Putusan Mahkamah Agung Nomor 1429 K/PID/2010 tanggal 21 September 2010. Permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Antasari Azhar ditolak oleh Mahkamah Agung dengan dasar pertimbangan bahwa alasan-alasan tentang bukti baru (novum) dan kekeliruan nyata yang dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara yang dikemukakan oleh Antasari Azhar tersebut tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Juris yang menguatkan putusan Judex Facti tidak terdapat kekeliruan nyata. Penolakan peninjauan kembali tersebut termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 117 PK/PID/2011 yang amar putusannya sebagai berikut: 1. Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana: Antasari Azhar S.H., M.H; 2. Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku; 3. Membebankan Pemohon peninjauan kembali/terpidana untuk membayar biaya perkara dalam tingkat peninjauan kembali sebesar Rp. 2.500,- (duaribu lima ratus rupiah). Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 268 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan 2 Antasari Azhar adalah mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi kelahiran Pangkal Pinang, 18 Maret 1953 yang memegang jabatan tahun 2007-2011.

3 satu kali saja. Dengan demikian, Antasari Azhar tidak dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali untuk kedua kalinya, sehingga tidak ada upaya hukum lagi yang dapat ditempuh untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang terpidana. Pada tanggal 25 April 2013 Antasari Azhar mengajukan permohonan uji materiil Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Batu uji yang dijadikan dasar permohonan uji materiil adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dengan alasan permohonan sebagai berikut: 1. Bahwa dalam rangka mencari kebenaran untuk menuju keadilan maka setiap warga negara berhak mendapat kemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya tes DNA, tes kebohongan termasuk di dalamnya teknologi dalam bidang telekomunikasi, serta setiap warga negara berhak memajukan dirinya untuk mendapatkan keadilan; 2. Bahwa Pasal 1ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan Indonesia sebagai negara hukum, memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap setiap warga negara atas hukum dan keadilan. Titik tekan dari norma dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah terwujudnya kepastian hukum yang adil, bukan semata-mata kepastian hukum yang mengenyampingkan rasa keadilan; 3. Bahwa hak untuk mendapatkan keadilan adalah hak setiap warga negara tanpa kecuali terutama warga negara yang sedang memperjuangkan keadilan dan siapapun tidak boleh menghalangi warga negara atau pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan; 4. Bahwa kepastian hukum haruslah diletakkan dalam kerangka penegakan keadilan (justiceenforcement), sehingga jika antara keduanya tidak sejalan maka keadilanlah yang harus dimenangkan, sebab hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan substansial (materiil) di dalam masyarakat, bukan alat untuk mencari kemenangan secara formal; 5. Bahwa perkara proses penegakan hukum pidana belum memanfaatkan secara maksimal ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya tes DNA, ilmu balistik dan tes kebohongan sehingga memungkinkan ditemukan kebenaran apabila betul-betul memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa yang akan datang;

4 6. Bahwa persamaan di dalam hukum (equality before the law) dan prinsip keadilan telah tereliminasi oleh ketentuan yang membatasi pengajuan peninjauan kembali lebih dari sekali sebagaimana diatur dalam ketentuan undang-undang yang dimohonkan untuk diuji, sehingga para Pemohon tidak dapat menikmati keadilan di depan hukum sebagai warga negara Indonesia. 3 Pada tanggal 6 Maret 2014 Mahkamah Konstitusi menerbitkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 tentang uji materiil Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang amar putusannya sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan pemohon: 1.1 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945; 1.2 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut adalah sebagai berikut: Upaya hukum peninjauan kembali secara historis-filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. Peninjauan kembali bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali, karena mungkin saja setelah diajukannya peninjauan kembali dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial baru ditemukan yang pada saat peninjauan kembali sebelumnya belum ditemukan. 4 3 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. 4 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013, hlm. 85-86.

5 Akibat hukum putusan tersebut, seorang terpidana dapat melakukan peninjauan kembali lebih dari sekali atas suatu putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena tidak adanya batasan mengenai batasan pengajuan peninjauan kembali setelah pembatalan Pasal 268 ayat (3) tersebut oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat, ada yang setuju dengan putusan tersebut dan ada pula yang tidak. Salah satu pihak yang setuju dengan putusan tersebut adalah pakar hukum pidana Romli Atmasasmita yang berpendapat bahwa peninjauan kembali bukanlah untuk mencari kepastian hukum karena kepastian hukum telah diperoleh pada saat kasasi. Peninjauan kembali dilakukan semata-mata untuk mencari dan mendapatkan keadilan bagi seorang terpidana. 5 Sejalan dengan pendapat tersebut, Gayus Lumbuun pun mendukung putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, ia menganggap bahwa putusan tersebut merupakan putusan yang arif dan bijaksana dalam memahami dengan sungguh-sungguh tentang tujuan hukum yang harus memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. 6 Namun di lain sisi, Mahfud MD menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terkait peninjauan kembali yang boleh dilakukan lebih dari dua kali dapat mengacaukan dunia hukum, dengan pembukaan pintu bagi peninjauan kembali di atas peninjauan kembali, kepastian hukum menjadi hilang karena orang 5 http://www.gresnews.com/ berita/ hukum/ 91123 ini pandangan pakar -hukum - pkboleh-berkali-kali/ diakses pada tanggal 9 Juni 2014, pukul 08.28 Wib. 6 http://news.detik.com/ read/ 2014/03/07/110430/2518496/10/pk-bisa-berkali-kali-tuai-prokontra-ha kim-agung-gayus-pilih-setuju diakses pada tanggal 9 Juni 2014, pukul 23.05 Wib.

6 yang sudah dihukum masih bisa dianggap belum bersalah. 7 Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko pun sependapat dengan Mahfud, ia berpendapat bahwa dalam pertimbangan putusan semestinya terdapat kepastian hukum. Oleh sebab itu, pengajuan peninjauan kembali tetap harus dibatasi demi kepastian hukum. Jika peninjauan kembali tidak dibatasi maka akan menyebabkan dahsyatnya pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana kasus kejahatan extra ordinary crime seperti korupsi, terorisme, dan narkotika. 8 Dari uraian di atas, menarik minat Penulis untuk melakukan penelitian tentang Pertimbangan Hukum Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah kesesuaian pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dengan tujuan hukum? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berada dalam lingkup ilmu hukum, khususnya Hukum Tata Negara mengenai Pertimbangan Hukum Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. 7 http://www.merdeka.com/ peristiwa/ mahfud md putusan mk - soal-pk-bisa-kacaukandunia hukum. html diakses pada tanggal 9 Juni 2014, pukul 08.28 Wib. 8 http://www.hukumonline.com/ berita/ baca/ lt532993873eb4c/ putusan - mk- soal- pk- terusmenuai-pro dan-kontra diakses pada tanggal 9 Juni 2014, pukul 23.00 Wib.

7 1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kesesuaian pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dengan tujuan hukum. 1.4.2 Keguanaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis Penelitian ini berguna untuk memberikan bahan kajian ilmu hukum khususnya Hukum Tata Negara tentang Pertimbangan Hukum Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013. b. Kegunaan Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Lebih khususnya mengenai Pertimbangan Hukum Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013.