BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri (Nevid, dkk dalam Niam, 2009). Hariandja (2002) menyatakan stres adalah situasi ketegangan/tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Selye (dalam Doelhadi, 1997) menyatakan bukanlah hanya sekedar ketegangan saraf, dan juga bukan sebagai gangguan mental yang harus dihindari oleh manusia, sebab selalu berkaitan dengan pengungkapan seluruh kecenderungan lahiriah, yang senantiasa dapat timbul, manakala terjadi suatu tuntutan pada tiap bagian tubuh. Lebih lanjut, Carlson dan Buskist (dalam Widiastuti, 2009) mengemukakan bahwa stres merupakan contoh dari responrespon psikologis, tingkah laku, emosional, dan kognitif terhadap stimulus. Baik yang nyata maupun imajiner yang dipandang sebagai hambatan untuk mencapai tujuan atau hal yang membahayakan atau dengan kata lain mengancam kesejahteraan hidup manusia. Atkinson dan Hilggard (dalam Widiastuti, 2009) menjelaskan stres akan terjadi bila seseorang mengalami suatu peristiwa yang dirasakan oleh dirinya 13
14 sebagai ancaman terhadap kesehatan fisik atau psikologis. Sedangkan Baum mendefinisikan stres sebagai pengalaman emosional yang negatif diikuti oleh perubahan biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang dapat diprediksi baik itu berdasarkan penyebab peristiwa stres atau berdasarkan dampak-dampaknya (dalam Taylor, 1995). Stres adalah suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri dan lingkungan (Rathus & Nevid dalam Yulia, Afrianti, Octaviani (2015). Berlanjut, Santrock mengatakan bahwa stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping) (dalam Ekasari & Susanti, 2009). Soedowo (dalam Yulia, Julianti, 2015) menjelaskan stres sebagai reaksi tanggung jawab baik secara fisik maupun kejiwaan karena adanya perubahan. Setiap perubahan menimbulkan stres dan perubahan tersebut dapat terjadi antara lain di dalam pekerjaan, tanggung jawab, pengambilan keputusan, tempat tinggal, hubungan pribadi, keuangan dan kesehatan. Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian stres maka disimpulkan bahwa pengertian stres yaitu ketika seseorang tersebut mengalami suatu kondisi karena adanya tekanan dalam diri akibat tuntutan-tuntutan yang berasal dari dalam diri dan dari lingkungan sekitarnya. 2. Aspek-aspek Stres Kemudian Taylor (dalam Ekasari & Susanti, 2009) menyebutkan respon stres dalam empat aspek, yaitu:
15 a. Fisiologis; dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan. b. Kognitif; dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar. c. Emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya. d. Tingkah laku; dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan. Sedangkan Robbins (dalam Lestari, 2009) membagi gejala-gejala stres menjadi tiga, yaitu: a. Gejala fisiologis Stres dapat menyebabkan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, serta menyebabkan serangan jantung. b. Gejala psikologis Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan serta keadaan psikologis lain seperti ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda. c. Gejala perilaku Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan, perubahan dalam
16 kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Khon P.M dan Macdonald J. E (dalam Dewi dkk 2006) yang menjelaskan mengenai permasalahan yang memicu stres pada individu, sebagai berikut: a. Kesulitan sosial dan budaya Berkaitan dengan hubungan interpersonal yang dialami individu dengan lingkungan sekitar. Menurut Rakhmat (1994) bahwa hubungan interpersonal dipengaruhi oleh komunikasi. Sedangkan hubungan interpersonal dapat terjalin dengan efektif jika dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: sikap suportif, sikap terbuka, konsep diri, dan atrasi interpersonal. Sikap terbuka yang dimaksud yaitu ekspresi diri untuk lebih mudah dan bebas dalam menyampaikan ide, gagasan atau pendapat yang dimiliki, sehingga lebih komunikatif, saling menghargai dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal. b. Pekerjaan Berkaitan dengan ketidakpuasan dalam bekerja, tidak menyukai pekerjaan serta adanya konflik dengan atasan atau rekan kerja lainnya. c. Tekanan waktu Individu dapat mengalami stres diakibatkan oleh banyaknya aktivitas atau kegiatan yang dilakukan namun tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikannya.
17 d. Keuangan Permasalahan keuangan yang dialami individu dapat memicu stres, misal individu mengalami kesulitan keuangan karena gaji yang diberikan tidak tepat waktu. e. Penerimaan sosial Hal ini terjadi karena adanya penolakan sosial, isolasi sosial, ketidakpuasan dengan diri sendiri, dan tidak dihiraukan oleh lingkungan sekitar maka dapat memicu timbulnya stres pada individu. f. Korban sosial Hal ini dapat memicu timbulnya stres karena individu pernah mengalami penganiayaan atau dimanfaatkan orang lain. Ditambahkan oleh Atkinson dkk (dalam Lestari, 2009), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi stres, yaitu: a. Kemampuan menerka Kemampuan untuk memperkirakan timbulnya penyebab stres walaupun yang bersangkutan tidak dapat mengontrolnya. Seseorang dapat menerima penyebab stres tersebut karena yang bersangkutan sudah memperkirakan lebih dahulu. b. Kontrol atas jangka waktu Kemampuan mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres dapat mengurangi besarnya stres yang dialami.
18 c. Evaluasi kognitif Pemaknaan terhadap kejadian penyebab stres pada suatu peristiwa yang sama tetapi ditanggapi secara berbeda oleh setiap individu. Lazarus (dalam Lestari, 2009) bahwa ketika individu berhadapan dengan lingkungan baru, mereka akan melakukan proses penilaian awal untuk menentukan arti kejadian tersebut. d. Perasaan mampu Kepercayaan diri atas kemampuannya menanggulangi situasi penuh stres, dapat berperan sebagai faktor utama dalam menentukan berat-ringannya stres. e. Dukungan masyarakat atau dukungan sosial Berupa dukungan emosional atau perhatian orang lain yang dapat mengurangi dan membuat orang bertahan atas stres yang dialami. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyani (dalam Lestari, 2009) bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan stres. Semakin tinggi dukungan sosial cenderung semakin rendah stres, dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial cenderung semakin tinggi stres. Hal itu berarti adanya dukungan sosial dapat memberikan dorongan pada seseorang sehingga merasa nyaman dan dapat mengatasi tekanan-tekanan yang akhirnya membantu menurunkan stres.
19 B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Menurut Hardjana (2003) komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal. Ditambahkan oleh Mulyana (Junaidi, 2013), komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Sedang Taylor dkk mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal terjadi ketika seseorang berkomunikasi secara langsung dengan orang lain dalam situasi One-to-one atau dalam kelompok-kelompok kecil (dalam Siska, Sudardjo dan Purnamaningsih, 2003). De Vito (2011) mengartikan bahwa komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerima pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana dalam Junaidi, 2013). Supratiknya (1995) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal sangat penting bagi kebahagiaan hidup manusia.
20 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal adalah kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh individu untuk saling bertukar informasi dengan jelas dan bebas yang dilakukan secara langsung melalui tatap muka sehingga setiap pemberi dan penerima pesan menangkap reaksi yang terjadi secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. 2. Aspek-aspek Komunikasi Interpersonal De Vito (2011) mengemukakan bahwa aspek-aspek komunikasi interpersonal adalah: a. Keterbukaan Keterbukaan yaitu meliputi kemampuan individu dalam berinteraksi secara terbuka, berinteraksi dengan jujur, dan bertanggung jawab dengan stimulus yang ada. Keinginan untuk terbuka dimaksudkan agar individu tidak tertutup dalam menerima informasi dari orang lain dan terbuka dalam menerima informasi tentang diri sendiri yang relevan. Keterbukaan ini membutuhkan pengakuan dan sikap yang bertanggung jawab terhadap semua pikiran dan perasaan yang telah diungkap. b. Empati Empati yaitu meliputi kemampuan individu dalam merasakan apa yang dirasakan orang lain, suatu perasaan bersama orang lain, mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain. Empati yang terjadi selama komunikasi interpersonal berlangsung menjadikan para pelakunya
21 mempunyai pemahaman yang sama mengenai perasaan masing-masing karena masing-masing pihak berusaha untuk merasakan juga apa yang dirasakan orang lain secara sama. c. Dukungan Dukungan yaitu meliputi kemampuan individu dalam menciptakan situasi yang lebih deskriptif dan tidak mengevaluatif dalam komunikasi sehingga tercipta kesediaan untuk menerima pendapat individu lain yang berbeda dan bersedia merubah pandangan apabila diperlukan. Cara untuk mengungkapkan dukungan kepada orang lain dapat dilakukan dengan banyak cara. Dukungan yang tak terucap melalui kata-kata bukanlah merupakan dukungan yang bersifat negatif tetapi dapat mengandung nilai-nilai positif dalam suatu komunikasi. Gerakan menggunakan kepala, mengedipkan mata, tersenyum atau tepukan tangan merupakan bentuk dukungan yang tidak terucapkan. Sebagai contoh remaja dan ibu mampu untuk saling memberikan dukungan dorongan, dan saling menyemangati pada saat berkomunikasi, terlebih pada saat mengkomunikasikan masalah yang sedang dihadapi. d. Kepositifan Kepositifan yaitu meliputi kemampuan individu untuk bersikap positif terhadap diri sendiri maupun orang lain dalam situasi komunikasi. Sikap positif dapat dilihat melalui perasaan, pikiran dan tingkah laku yang mencerminkan kepositifan.
22 e. Kesamaan Kesamaan yaitu meliputi kemampuan individu dalam menggambarkan keinginan seseorang untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Ketidaksesuaian dan konflik dianggap sebagai usaha untuk saling memahami perbedaan, bukan untuk saling menjatuhkan. Keberhasilan komunikasi interpersonal umumnya ditandai dengan adanya kesamaan antar individuindividu yang terlibat dalam komunikasi. Kesamaan yang tercipta antar individu dalam komunikasi yang terjadi akan menyebabkan individu merasa dihargai dan dihormati sebagai manusia yang mempunyai sesuatu yang penting untuk dikontribusikan kepada orang lain. 3. Faktor-faktor Komunikasi Interpersonal Menurut Rakhmat (dalam Uswatusolihah, 2013) komunikasi interpersonal akan lebih baik bila dilandasi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal seperti: a. Persepsi interpersonal Persepsi seseorang tentang orang lain, bukan tentang benda sebagai objek persepsinya, seperti persepsi seseorang terhadap bosnya di kantor, persepsi mahasiswa tentang dosennya, atau persepsi suami tentang istrinya. b. Konsep diri Pandangan dan perasaan tentang diri sendiri, yang meliputi gambaran fisik, sosial dan psikologis. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahayani (2007) diperoleh bahwa ada hubungan positif yang sangat
23 signifikan antara konsep diri dengan komunikasi interpersonal, yaitu konsep diri yang tinggi maka kualitas komunikasi interpersonal juga tinggi. c. Atraksi interpersonal Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Arus komunikasi interpersonal dapat diramalkan dan diketahui dengan mengetahui atraksi interpersonal, yaitu dengan mengetahui siapa tertarik pada siapa dan siapa menghindari siapa. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mendasari komunikasi interpersonal yakni keterbukaan, empati, dukungan, kepositifan, dan kesamaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal terdiri dari persepsi interpersonal, konsep diri, dan atraksi interpersonal. C. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Stres pada Wanita Karir (Guru) Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting, karena merupakan satu-satunya cara bagi manusia untuk bisa mengenal dirinya dan dunia di luar dirinya (Taylor dalam Siska, Sudardjo, Purnamaningsih, 2003). Taylor dkk (dalam Siska, Sudardjo, Purnamaningsih, 2003), mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal terjadi ketika seseorang berkomunikasi secara langsung dengan orang lain dalam situasi One-to-one atau dalam kelompok-kelompok kecil. Mulyana (dalam Junaidi, 2013) menjelaskan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai
24 hubungan yang mantap dan jelas. Komunikasi interpersonal ini terjadi hanya pada dua orang seperti suami-istri, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya. Individu yang mempunyai komunikasi interpersonal yang baik cenderung mampu untuk berinteraksi secara terbuka dan jujur serta bertanggung jawab dengan stimulus yang ada, mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu menciptakan situasi yang lebih deskriptif dan tidak evaluatif dalam komunikasi, mampu bersikap positif terhadap diri sendiri maupun orang lain dalam situasi komunikasi, dan mampu menggambarkan keinginan seseorang untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, individu yang mempunyai komunikasi interpersonal yang baik juga memiliki dukungan yang baik pula, yaitu mampu menciptakan situasi yang nyaman saat berkomunikasi dan bersedia untuk menerima pendapat individu lain yang berbeda dan bersedia merubah pandangan apabila diperlukan (De Vito, 2011). Sastropoetra menyatakan bahwa dengan komunikasi yang baik berarti memelihara hubungan yang telah terjalin sehingga menghindari diri dari situasi yang dapat merusak hubungan (dalam Dewi, Sudhana, 2013). Wiryanto (2004) berpendapat bahwa saluran komunikasi antarpribadi (komunikasi interpersonal) merupakan saluran komunikasi paling tinggi frekuensinya yang digunakan untuk berkomunikasi. Dengan adanya komunikasi interpersonal yang baik maka akan menciptakan hubungan yang harmonis. Senada dengan paparan dari Junaidi (2013) yang menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan salah satu penentu keharmonisan antar manusia, yang pada hakikatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan
25 manusia lain, karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar dapat lebih dekat satu dengan lainnya. Supratiknya (1995) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal sangat penting bagi kebahagiaan hidup manusia. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulia, Afrianti, Octaviani (2016) yang memaparkan bahwa komunikasi interpersonal yang berhasil menyebabkan perasaan senang dan dapat mendorong adanya sikap keterbukaan di antara kedua belah pihak. Melalui keterbukaan, masing-masing pihak dapat saling mengerti dan memahami perasaan, karakter serta harapan-harapan yang diinginkan kedua belah pihak, dan apabila keterbukaan dapat diterapkan dengan baik, maka komunikasi interpersonal yang dilakukan pun akan mencapai tujuan (Chairani, Wiendijarti, Novianti, 2009). Rakhmat (dalam Gunawati, Hartati, Listiara, 2006) menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal yang berjalan tidak efektif dapat menyebabkan pelaku komunikasi mengembangkan sikap ketidaksenangan dan menutup diri. Sikap menutup diri tersebut dapat memicu individu untuk menarik diri dari lingkungan pergaulan, dan sikap ketidaksenangan dapat menyebabkan ketegangan pada individu. Selain itu, kegagalan dalam komunikasi juga dapat menyebabkan perselisihan pendapat antar individu seperti perselisihan dengan atasan, rekan kerja, sahabat dan lain sebagainya yang mengakibatkan adanya kesalahan dalam menginterpretasikan arti pesan. Hal tersebut menunjukkan bahwa komunikasi tidak berjalan dengan efektif sehingga dapat menyebabkan ketegangan. Ketegangan yang berlangsung terus-menerus dapat berkembang menjadi stres
26 (Gunawati, Hartati, Listiara, 2006). Didukung oleh Ross et al (dalam Gunawati, Hartati, Listiara, 2006) yang menyatakan bahwa perselisihan pendapat antar individu merupakan salah satu sumber stres pada individu. Kemudian Collin (dalam Diasmoro, 2017) menambahkan tentang individu dengan kehidupan yang buruk dan ditandai dengan kurangnya komunikasi dengan individu lain menunjukkan gejala fisik, psikologis, dan perilaku stres. Berdasar uraian di atas, maka dapat diasumsikan bahwa apabila individu dapat lebih terbuka untuk mengungkapkan dan mengkomunikasikan tentang keadaannya kepada orang lain maka ketegangan dan perselisihan dapat dihindari. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2007) yang menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal yang terjalin dengan baik dapat membuat individu lebih terbuka untuk mengkomunikasikan perasaan dan mencari pemecahan masalah yang tepat bagi kedua belah pihak. Relasi yang baik juga akan mempengaruhi suasana hati individu menjadi lebih nyaman karena merasa diterima oleh individu lain. Kedua hal tersebut membuat individu lebih toleran terhadap stres. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai pengaruh terhadap penurunan stres pada wanita karir (guru). Apabila komunikasi interperonal yang dimiliki wanita karir (guru) tinggi, akan membantu dalam penurunan stres yang dialami oleh wanita karir (guru).
27 D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara komunikasi interpersonal dengan stres pada wanita karir (guru). Semakin tinggi komunikasi interpersonal, maka stres yang dialami semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah komunikasi interpersonal, maka stres yang dialami semakin tinggi.