Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan

dokumen-dokumen yang mirip
VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA

V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN

GENDER DAN KETAHANAN PANGAN : SUATU KAJIAN PADA RUMAHTANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

ALOKASI WAKTU JENDER DALAM RUMAH TANGGA NELAYAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN BUTON UTARA SULAWESI TENGGARA

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

ANALISIS HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

BAB I PENDAHULUAN. cukup beragam. Menurut Soekirman (2000) definisi dari masalah gizi adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Artikel ini sudah dipublikasikan di Jurnal Idea Vol 5 No 20, Maret 2011 Hal 85-95

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita

1 Universitas Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

PERAN JENDER DALAM RUMAH TANGGA PETANI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN BUTON UTARA SULAWESI TENGGARA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

ALOKASI WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN MEGANG SAKTI KABUPATEN MUSI RAWAS

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B.

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

Abstrak. Kata Kunci :Curahan Jam Kerja, Umur, Pendidikan, Pendapatan Suami, Jumlah Tanggungan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

WIFE CONTRIBUTION TO FISHERMAN HOUSEHOLD INCOME IN MERANTI BUNTING VILLAGE MERBAU DISTRICT MERANTI ISLAND REGENCY RIAU PROVINCE

ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA DISERTASI

ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT. Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK PENDAHULUAN

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang

ANALISIS CURAHAN WAKTU KERJA WANITA PENGUSAHA AGROINDUSTRI MAKANAN SKALA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN KUOK KABUPATEN KAMPAR

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

JIIA, VOLUME 1 No. 2, APRIL 2013

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

POLA KONSUMSI PETANI KELAPA SAWIT DESA TALIKUMAIN KECAMATAN TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mendorong Petani Kecil untuk Move Up atau Move Out dari Sektor Pertanian

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Transkripsi:

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 ALOKASI WAKTU GENDER, SUMBER PENDAPATAN DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DAERAH RAWAN PANGAN Sitti Aida Adha Taridala 1) dan Darwis 2) 1) Jurusan/PS Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendar HP : 0813 8135 6070; email : aidataridala@yahoo.com 2) Jurusan/PS Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo Kendari Sultra ABSTRAK Sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada, bekerja dalam usahatani merupakan pilihan pekerjaan yang paling dominan di daerah perdesaan, baik oleh lakilaki maupun perempuan. Peran gender dalam pekerjaan usahatani, kegiatan reproduktif, dan banyak kegiatan produktif lainnnya sangat menentukan pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui peran perempuan dan laki-laki dalam sektor produktif, reproduktif, dan aktivitas lainnya, terutama dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) alokasi waktu berdasar gender, serta (2) sumber pendapatan dan keadaaan ketahanan pangan rumahtangga petani di daerah rawan pangan. Hasil penelitian ini menunjukkan : (1) dalam rumahtangga petani, laki-laki lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk bekerja di dalam usahatani keluarga, sedangkan perempuan lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan dalam rumahtangga; dan alokasi waktu kerja perempuan untuk aktivitas di luar usahatani keluarga maupun di luar pertanian lebih kecil dibandingkan laki-laki, serta (2) hasil usahatani merupakan sumber pendapatan terbesar rumahtangga dan lebih dari setengah responden rumahtangga di daerah rawan pangan berada dalam keadaan tidak tahan pangan. Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan PENDAHULUAN Daerah-daerah yang termasuk dalam kategori rawan pangan umumnya memiliki berbagai keterbatasan, khususnya sarana dan prasarana transportasi, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Berbagai keterbatasan ini menyebabkan munculnya berbagai kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya pangan. Keadaan ini memicu munculnya kerawanan pangan di kalangan masyarakat. Meskipun memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah yang menghasilkan beberapa produksi pertanian primer, namun keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki menyebabkan sulitnya akses pasar bagi produk yang dihasilkan. Disisi lain, keterbatasan infrastruktur juga menyebabkan mahalnya harga-harga barang kebutuhan masyarakat yang didatangkan dari luar desa. Kerawanan pangan merupakan masalah multi-dimensional dan secara umum dapat diartikan sebagai kondisi suatu masyarakat atau rumahtangga di suatu daerah/wilayah yang tingkat ketersediaan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian masyarakat.

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Kondisi tersebut dapat terjadi pada daerah/wilayah atau rumahtangga yang terganggu aksesnya terhadap pangan baik dilihat dari aspek produksi, aspek distribusi maupun aspek konsumsi. Kejadian kerawanan pangan dapat bersifat kronis maupun sementara (transien) diupayakan agar dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya kerawanan pangan tersebut dan dapat ditetapkan langkah-langkah penanganannya (Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, 2007). Kerawanan pangan dapat terjadi pada individu dimana sejak janin mengalami kurang gizi (dapat berupa bayi yang lahir dengan berat badan kurang), anak dan orang dewasa. Jadi kerawanan pangan merupakan manifestasi dan kombinasi dimensi atau faktor-faktor ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan penghasilan, pemanfaatan atau penyerapan pangan serta kerentanan pangan. Interaksi dari keempat dimensi atau faktor-faktor tersebut pada akhirnya menentukan apakah suatu daerah/wilayah atau individu tersebut rawan pangan atau tidak. Berbagai masalah terkait pangan (dan gizi) sangat erat kaitannya dengan potensi yang dimiliki suatu daerah, dimana daerah-daerah yang miskin dan penduduknya mempunyai daya beli yang rendah, akan sangat peka terhadap goncangan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan dapat menimbulkan masalah konsumsi pangan (Berg, 1986; World Bank, 1986 dalam Suharjo dan Riyadi, 1988). Untuk memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya, suami dan isteri dalam rumahtangga mencurahkan waktu dan tenaga yang dimilikinya pada berbagai aktivitas, khususnya kegiatan yang menghasilkan pendapatan (produktif). Seperti diketahui bahwa di negara-negara berkembang, pendapatan merupakan variabel yang sangat menentukan pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Karena umumnya di pedesaan tidak terdapat industri yang mengolah hasil-hasil pertanian yang diproduksi masyarakat, serta terbatasnya kegiatan perekonomian lainnya, maka lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas. Sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada, bekerja dalam usahatani merupakan pilihan pekerjaan yang paling dominan di daerah perdesaan, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Waktu yang dialokasikan untuk berbagai aktivitas dalam kehidupannya, baik dalam pekerjaan usahatani, kegiatan reproduktif, dan banyak kegiatan produktif lainnnya sangat menentukan pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui peran perempuan dan lakilaki dalam sektor produktif, reproduktif, dan aktivitas lainnya, serta sumber pendapatan rumahtangga di daerah rawan pangan dalam kaitannya dengan keadaan ketahanan pangan rumahtangga. Dengan hasil penelitian ini akan dapat dirumuskan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pencapaian ketahanan pangan rumahtangga petani di daerah rawan pangan. METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Februari-Maret Tahun 2009. Penentuan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu pada dua kecamatan dan desa yang rawan pangan. Badan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP3KP) Kabupaten Konsel (2008) menyebutkan bahwa Kecamatan Kolono dan Angata adalah dua kecamatan yang termasuk rawan pangan. Terdapat tiga indikator yang digunakan dalam pengelompokan ini, yaitu (1) prevalensi gizi kurang pada Balita, (2) persentase keluarga miskin, dan (3) rasio produksi pangan beras terhadap kebutuhan pangan penduduk. Pada masing-masing kecamatan rawan pangan tersebut dipilih desa rawan pangan, yaitu tiga desa di Kecamatan Kolono (Desa Andinete, Matandahi dan Ngapawali), dan dua desa di Kecamatan Angata (Desa Sandarsi Jaya dan Lamooso). Pada masing-masing desa yang dipilih tersebut, dilakukan pemilihan sampel dengan metode acak sederhana (simple random sampling), yaitu sebanyak 20 persen dari total populasi rumahtangga petani yang ada di masing-masing desa. Dengan demikian terdapat 75 rumahtangga contoh di Kecamatan Kolono (20 di Desa Matandahi, 30 di Desa Andinete dan 25 di Desa Ngapawali). Untuk Kecamatan Angata, dipilih 71 rumahtangga contoh (42 di Desa Lamooso dan 29 di Desa Sandarsi Jaya). Dengan demikian, total rumahtangga contoh adalah 146. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani (petani pangan, pekebun dan nelayan). Karena penelitian ini analisisnya dalam perspektif gender, maka rumahtangga sampel haruslah keluarga lengkap (ada suami dan isteri). Wawancara mendalam hanya dilakukan terhadap perempuan (isteri) dan laki-laki (suami), karena suami dan isteri merupakan kontributor utama dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Studi tentang alokasi atau penggunaan waktu pada dasarnya memiliki satu fokus, yaitu mempelajari frekuensi dan durasi kegiatan manusia (Stinson, 1999). Waktu yang dimiliki seorang suami atau isteri, akan dialokasikan untuk berbagai aktivitas, baik kegiatan produktif, reproduktif, sosial, leisure dan istirahat. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung alokasi waktu. Salah satunya adalah dengan mencatat semua aktivitas yang dilakukan sampel penelitian selama 24 jam dalam sehari semalam, mulai dari bangun pagi hari ini hingga bangun lagi esok harinya. Data yang digunakan berupa data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari hasil survei yang dilaksanakan secara cross-sectional, melalui wawancara dengan responden terpilih dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait dan berbagai terbitan lainnya. Dalam penelitian ini analisis dilakukan terhadap semua kegiatan yang dilakukan perempuan dan laki-laki selama 24 jam, terutama aktivitas yang dilakukan di dalam sektor pertanian yang meliputi kegiatan dalam usahatani keluarga dan di luar usahatani keluarga, maupun pekerjaan dalam rumahtangga. Setelah itu dilakukan kajian terhadap berbagai sumber pendapatan keluarga dan keadaan ketahanan pangan rumahtangga di daerah rawan pangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Perempuan adalah the invisible peasant. Dalam masyarakat pertanian, perempuan berkontribusi dalam pekerjaan fisik produksi pertanian, sekaligus menyangga kehidupan rumahtangga pertanian dalam banyak hal. Meskipun peran

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi perempuan sangat besar, namun analisis ekonomi yang ada belum mampu meliput kontribusi tersebut secara tepat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar data aktivitas ekonomi perdesaan yang dipublikasikan, diperoleh dari sensus dengan laki-laki kepala rumahtangga sebagai sumberdata utama. Karena itu, peran perempuan dalam pekerjaan usahatani, pengolahan pangan dan banyak kegiatan produktif lainnnya adalah underestimate (Ellis, 1988). Padahal peran-peran perempuan tersebut, sangat menentukan situasi ketahanan pangan dalam rumahtangga petani. Alokasi Waktu Berdasar Gender Untuk menjawab tujuan pertama penelitian ini terkait alokasi waktu gender, dilakukan pengamatan terhadap jenis kegiatan dan alokasi waktu perempuan dan lakilaki dalam berbagai aktrivitas selama 24 jam, yang dipilah menurut kegiatan (1) dalam usahatani keluarga, (2) pertanian di luar usahatani keluarga, (3) kerja di luar pertanian, (4) pekerjaan rumahtangga, (5) waktu luang, dan (6) istirahat. Ringkasan hasil analisis disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Alokasi Waktu menurut Gender dalam Berbagai Aktivitas Dalam 24 Jam No. 1 2 3 4 5 6 Kelompok Aktivitas Kerja di usahatani kel. Kerja diluar usahatani kel. Kerja diluar pertanian Pekerjaan rumahtangga Waktu luang Istirahat Jumlah Jumlah Jam Kerja (jam) 1.63 0.04 0.74 5.38 6.26 9.96 24.00 Perempuan Persentase (%) 6.79 0.17 3.08 22.42 26.08 41.50 100.00 Jumlah Jam Kerja (jam) 5.65 0.68 1.51 0.63 6.39 9.14 24.00 Laki Laki Persentase (%) 23.54 2.83 6.29 2.63 26.63 38.08 100.00 Dari tabel di atas tampak bahwa besar alokasi waktu perempuan untuk kegiatan dalam usahatani keluarga rata-rata hanya sebesar 1.63 jam atau hanya 6.79 persen dari total 24 jam yang dimiliki. Sedangkan laki-laki mengalokasikan 5.65 jam dari waktunya untuk mengelola usahatani keluarga, atau sekitar 23.54 persen dari 24 jam yang dimiliki. Hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani keluarga di desa-desa rawan pangan secara langsung masih didominasi oleh suami, sedangkan isteri perannya lebih sedikit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Soepriati (2006) bahwa peran istri pada usahatani lebih kecil dibandingkan suami. Dari keseluruhan responden perempuan, hanya sekitar 31.43 persen yang bekerja langsung dalam usahatani keluarga. Bandingkan dengan hasil penelitian Taridala (2011), dimana partisipasi perempuan dalam usahatani keluarga di desa tahan pangan mencapai 62 persen. Rendahnya curahan waktu perempuan dalam usahatani keluarga adalah karena perempuan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk pekerjaan domestik dalam rumahtangga. Hasil penelitian Hendratno (2006) membuktikan adanya dominasi suami dalam kegiatan produksi. Alokasi waktu perempuan dan laki-laki untuk kegiatan pertanian di luar usahatani keluarga merupakan curahan waktu paling kecil diantara keenam kelompok

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 aktivitas. Alokasi waktu perempuan hanya sebesar 0.04 jam (0.17 persen), sedangkan laki-laki adalah 0.68 jam (2.83 persen). Hasil ini mengindikasikan kecilnya kesempatan kerja di sektor pertanian di luar usahatani keluarga. Hal ini memang fenomena yang umum terjadi di perdesaan, dimana kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas. Inilah salah satu yang mendorong arus urbanisasi ke kota-kota besar, dalam rangka mendapatkan alternatif pendapatan dari berbagai kegiatan informal di perkotaan. Seperti juga di sektor pertanian, sektor-sektor non pertanian di desa juga tidak cukup menyediakan kesempatan bagi para responden untuk bekerja. Hal ini tergambar dari kecilnya alokasi waktu perempuan dan laki-laki dalam kegiatan ekonomi non pertanian. Dalam hal ini alokasi waktu perempuan hanya sebesar 0.74 jam (3.08 persen), sedangkan laki-laki mencapai 1.51 jam (6.29 persen). Padahal aktivitas di luar pertanian merupakan sumber pendapatan penting bagi rumahtangga, dalam rangka pemenuhan berbagai kebutuhan seluruh anggota rumahtangga. Nampaknya, keadaan di negara berkembang sangat berbeda dengan di negara maju. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kimhi dan Rapaport (2004), yang menemukan bahwa lebih dari 90 persen pendapatan petani di Amerika Serikat berasal dari luar usahatani. Alokasi waktu perempuan yang rendah dalam usahatani keluarga, maupun dalam kegiatan ekonomi lainnya, ternyata karena perempuan lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam rumahtangga, seperti memasak, mencuci, mengurus anak, dan lain-lain, termasuk menyiapkan berbagai keperluan suami untuk ke kebun, misalnya untuk bekal makan siang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang dialokasikan perempuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumahtangga mencapai 5.38 jam atau 22.42 persen dari total waktunya, sedangkan laki-laki sangat sedikit, yaitu hanya sebesar 0.63 jam (2.63 persen). Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Soepriati (2006) bahwa peran isteri dalam kegiatan reproduktif di rumahtangga lebih tinggi daripada suami, bahkan Koesoemowidjojo (2000) menyimpulkan bahwa sekitar 29 persen isteri sepenuhnya hanya mengurus rumahtangga, selebihnya bekerja di sektor publik. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat di daerah-daerah rawan pangan di Kabupaten Konawe Selatan, pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan rumahtangga terutama masih menjadi tanggung jawab isteri. Sedangkan kegiatan mencari nafkah, terutama masih menjadi tanggung jawab suami. Kalaupun isteri membantu, itu merupakan inisiatif dan keinginan kuat dari isteri sendiri untuk menambah penghasilan. Dengan adanya tambahan penghasilan, maka kebutuhan pangan dalam rumahtangga akan lebih terjamin ketersediaannya. Meskipun kegiatan dalam rumahtangga tidak menghasilkan pendapatan tunai, namun perempuan menganggap bahwa pekerjaan dalam rumahtangga merupakan pekerjaan penting, terutama ketika anak-anak masih berumur di bawah 10 tahun. Temuan ini sesuai dengan teori Becker (1981) tentang nilai waktu perempuan, dimana pada saat tertentu nilai waktu perempuan lebih tinggi daripa-da upah di pasar tenaga kerja atau penghasilan yang mungkin diperoleh bila mela-kukan aktivitas di luar pekerjaan domestik, sehingga mereka lebih memilih men-curahkan waktunya dalam pekerjaan domestik, daripada bekerja di luar rumah.

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Nampaknya, peran penting perempuan dalam penyelesaian pekerjaan-pekerjaan rumahtangga tidak hanya menjadi fenomena di negara-negara berkembang. Alvarez dan Miles (undated) menyebutkan bahwa temuan-temuan empiris dari berbagai kajian di negara maju secara konsisten menunjukkan bahwa perempuan tetap merupakan penanggung jawab atas pekerjaan rumahtangga. Para responden perempuan di Kabupaten Konsel juga menganggap bahwa pekerjaan rumahtangga merupakan kewajiban utama bagi perempuan, sedangkan lakilaki mempunyai tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah. Kecuali dalam kondisi suami sakit, maka isteri mempunyai peran yang lebih berat, karena disamping tetap harus merawat suami dan mengerjakan berbagai pekerjaan domestik, juga tetap harus mencari nafkah untuk keperluan keluarga. Ini merupakan beban ganda yang harus ditanggung perempuan, karena faktor budaya yang masih kuat di kalangan masyarakat, yang beranggapan bahwa tugas utama penyelesaian berbagai pekerjaan rumahtangga adalah tanggung jawab perempuan. Sumber Pendapatan dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Pendapatan utama rumahtangga diperoleh dari berbagai aktivitas yang dilakukan perempuan dan laki-laki dengan mengalokasikan waktu yang dimiliki. Pendapatan rumahtangga merupakan sumberdaya ekonomi yang sangat penting, yang memungkinkan keluarga petani responden memiliki akses ekonomi untuk memperoleh segala kebutuhan anggota rumahtangga, termasuk kebutuhan akan pangan. Pendapatan ini bisa berasal dari dalam usahatani keluarga, penghasilan dari luar usahatani keluarga, atau dari luar sektor pertanian. Secara umum dapat dikatakan bahwa di lokasi penelitian, akses ekonomi merupakan aspek terpenting dalam pemenuhan kebutuhan pangan responden dan keluarganya. Bila masing-masing sumber pendapatan tersebut dibuat dalam bentuk persentase (pangsa) dari total pendapatan rumahtangga seperti dalam Tabel 2, maka tampak bahwa sumber pendapatan terbesar keluarga responden adalah dari usahatani keluarga, yaitu sebesar 53.36 persen. Ini merupakan indikasi betapa pentingnya peran usahatani keluarga dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga responden. Tabel 2. Sumber-Sumber Pendapatan dan Pangsanya terhadap Total Pendapatan Rumahtangga Uraian Jumlah Pendapatan (Rp/Tahun) Persen dari Pendapatan Total Keluarga (%) Rata-rata pendapatan dari usahatani 4,382,343.75 53.36 Rata-rata pendapatan isteri dari luar usahatani keluarga 348,263.89 4.24 Rata-rata pendapatan suami dari luar usahatani keluarga 2,620,729.17 31.91 Rata-rata pendapatan bersama dari luar usahatani keluarga 544,097.22 6.62 Rata-rata pemberian dari anak/ keluarga lain 317,638.89 3.87 Pendapatan total keluarga 8,213,072.92 100.00 Pendapatan per kapita 1,896,629.83

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 Hasil dalam Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa faktor ketersediaan produk pangan dari usahatani memegang peranan penting dalam pencapaian ketahanan pangan keluarga. Beberapa hasil penelitian di dalam negeri mendukung temuan penelitian ini, antara lain temuan Sauqi (2002) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga di daerah rawan pangan di Kabupaten Lombok Tengah adalah ketersediaan pangan dalam rumahtangga, yang bisa berasal dari produksi usahatani sendiri, pemberian keluarga, pembelian maupun barter. Adi et al. (1999) menegaskan bahwa ketersediaan pangan dan daya beli pangan merupakan faktor penentu ketahanan pangan. Demikian juga dengan Asmarantaka (2007) bahwa di desa kebun, konsumsi pangan dipengaruhi oleh nilai produksi kopi. Senada dengan itu, beberapa penelitian di luar negeri juga menunjukkan pentingnya peran hasil produksi usahatani dalam pencapain ketahanan pangan rumahtangga. Horenstein (1989) menegaskan bahwa di Kenya, produksi pertanian yang dihasilkan sangat penting untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga. Penelitian Alderman dan Garcia (1994) di Pakistan bahwa ketersediaan pangan rumahtangga mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga, yang diukur dari status gizi anak-anak di perdesaan. Sumber pendapatan terbesar kedua adalah yang berasal dari kegiatan gender dari luar usahatani keluarga, terutama untuk laki-laki. Pangsa dari rata-rata pendapatan lakilaki di luar usahatani keluarga yang terbesar mencapai 31.91 persen. Fenomena ini menunjukkan masih besarnya peran pendapatan laki-laki dibandingkan perempuan dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga responden. Ini menunjukkan bahwa suami masih tetap memegang tanggung jawab utama dalam memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya. Hasil analisis di atas sesuai dengan temuan Mangkuprawira (1985) yang mengemukakan bahwa suami merupakan penyumbang utama dalam ekonomi keluarga. Peran tersebut akan semakin besar bila diperhatikan bahwa dalam pekerjaan di usahatani keluarga, alokasi waktu laki-laki jauh lebih besar dibandingkan alokasi waktu perempuan. Disisi lain juga harus dicermati bahwa pekerjaan di usahatani merupakan pekerjaan kolektif yang dilakukan oleh anggota rumahtangga, khususnya oleh suami dan isteri, sehingga sulit untuk memilah secara pasti sumbangan masing-masing pelaku tersebut terhadap nilai produk usahatani keluarga yang diperoleh. Dengan demikian, waktu yang dialokasikan oleh masing-masing gender dapat dijadikan ukuran besarnya peran tersebut. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh responden laki-laki adalah mendulang emas, mengojek, buruh bangunan, buruh panjat kelapa, membuat atap, berdagang di pasar dan lain-lain. Nampaknya, kesempatan kerja yang tersedia bagi laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Ini sesuai dengan penilaian subyektif laki-laki bahwa kesempatan kerja di desanya tersedia, dimana 48 persen responden menyatakan ada kesempatan kerja di desanya. Dari keadaan di atas memperkuat pendapat masyarakat selama ini bahwa kesempatan kerja untuk perempuan sangat terbatas dibandingkan laki-laki. Selalu lebih banyak kesempatan kerja bagi laki-laki daripada perempuan, termasuk di daerah

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi perdesaan di Kabupaten Konawe Selatan. Hasil wawancara dengan responden perempuan menunjukkan bahwa 31 persen diantaranya mengatakan bahwa ada kesempatan kerja di desa mereka. Di sisi lain, pangsa pendapatan perempuan dari aktivitas ekonomi di luar usahatani keluarga terhadap pendapatan total rumahtangga sangatlah kecil, yaitu hanya mencapai 4.24 persen. Dari wawancara dengan responden diketahui bahwa pekerjaanpekerjaan yang biasa dilakukan responden perempuan (disamping melakukan pekerjaan rumahtangga) antara lain adalah adalah tukang pijat, mengelola kios, dan berjualan di pasar. Disamping bekerja secara sendiri-sendiri, terdapat juga beberapa rumahtangga dimana suami-isteri melakukan pekerjaan di luar usahatani keluarga secara bersamasama, seperti menjual di pasar desa. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas tersebut merupakan pendapatan bersama. Sumbangan pendapatan bersama terhadap pendapatan rumahtangga di desa rawan pangan menyumbang sekitar 6.61 persen dari total pendapatan rumahtangga responden. Meskipun porsinya sedikit, namun terdapat juga responden yang memperoleh pemberian dari orang tua atau keluarga lainnya, pangsanya terhadap pendapatan total rumahtangga mencapai 3.87 prsen. Ini menunjukkan relatif seringnya responden di desa rawan pangan mengalami kekurangan pangan, sehingga harus meminta bantuan pada keluarga lainnya. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa suatu keluarga memiliki tanggung jawab atas keberlangsungan hidup keluarga lainnya. Ini adalah produk budaya yang sangat positif, yaitu untuk membantu meringankan beban hidup masyarakat lainnya. Pendapatan total rata-rata yang diperoleh rumahtangga responden di daerah penelitian mencapai Rp. 8,213,072.92/tahun. Bila pendapatan total rumahtangga tersebut dibagi dengan jumlah jiwa dalam setiap rumahtangga responden, maka diperoleh nilai pendapatan per kapita adalah sebesar Rp. 1,896,629.83/tahun. Dengan demikian, setiap anggota rumahtangga di lokasi penelitian memperoleh pendapatan sekitar Rp 158,000/kapita/bulan. Ini berarti bahwa sesuai batas garis kemiskinan versi BPS, yaitu sebesar Rp 182.000/bulan, maka rata-rata responden berada di bawah garis kemiskinan. Dengan hasil ini, memberi gambaran mengenai situasi ketahanan pangan rumahtangga di daerah rawan pangan. Keadaan di lokasi penelitian mendukung penjelasan di atas, dimana sebagian besar rumahtangga contoh merupakan rumahtangga tidak tahan pangan. Dari 146 rumahtangga responden penelitian, sejumlah 79 diantaranya (54.86 %) masuk kategori tidak tahan pangan, yaitu rumahtangga yang anggotanya hanya makan dua kali dalam sehari. Tentu saja hal ini menjadi preseden buruk kurangnya ketahanan pangan rumahtangga di daerah-daerah rawan pangan. Hal ini harus menjadi perhatian serius berbagai kalangan, terutama pemerintah daerah. Karena dalam era otonomi daerah saat ini, urusan ketahanan pangan merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah. Tentu saja, melalui kerjasama dengan berbagai pihak terkait lainnya.

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : (1) dalam rumahtangga petani di daerah rawan pangan, laki-laki lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk bekerja di dalam usahatani keluarga, sedangkan perempuan lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan dalam rumahtangga, (2) alokasi waktu kerja perempuan untuk aktivitas di luar usahatani keluarga maupun di luar pertanian lebih kecil dibandingkan laki-laki, (3) hasil produksi usahatani merupakan sumber pendapatan terbesar rumahtangga di daerah rawan pangan, dan (4) lebih dari separuh responden rumahtangga di daerah rawan pangan berada dalam keadaan tidak tahan pangan. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, setidaknya terdapat 2 (dua) saran yang dapat diajukan, yaitu (1) perlunya upaya peningkatan pemahaman dan keterampilan para responden yang terkait dengan usahatani yang dikelola masingmasing rumahtangga, dan (2) perlunya penciptaan kesempatan kerja dan mendorong kesempatan berusaha bagi perempuan dan laki-laki di pedesaan, agar mereka memiliki akses ekonomi yang lebih besar. Dengan akses ekonomi tersebut, maka upaya pencapaian ketahanan pangan rumahtangga akan relatif lebih mudah dicapai. DAFTAR PUSTAKA Adi, A.C., C.M. Kusharto, Hardinsyah dan D. Susanto. 1999. Konsumsi dan Ketahanan Pangan Rumahtangga menurut Tipe Agroekologi di Wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Media Gizi dan Keluarga, 23 (1) : 8-14. Alderman, A. and M. Garcia. 1994. Food Security and Health Security : Explaining the Levels of Nutritional Status in Pakistan. Reprint from Economic Development and Culture Change, 42 (3). International Food Policy Research Institute, Washington, D.C. Alvarez, B. and D.Miles. Undated. Gender Effect on Housework Allocation : Evidence from Spanish Two-Earner Couples. Asmarantaka, R. W. 2007. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani di Tiga Desa Pangan dan Perkebunan di Provinsi Lampung. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Konawe Selatan. 2008. Data Keluarga Miskin Berdasarkan Alasan Ekonomi di Kabupaten Konsel. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Konawe Selatan, Andoolo. Becker, G. S. 1981. A Treatise on the Family. Harvard University Press, Cambridge. Berg, A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Terjemahan. CV Rajawali, Jakarta. Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. 2007. Peta Kerawanan Pangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Ellis, F. 1988. Peasant Economics : Farm Households and Agrarian Development. Cambrige University Press, Cambrige. Hendratno, S. 2006. Kompromi Kooperatif dan Alokasi Sumberdaya Intra Rumahtangga Petani Karet di Sumatera Selatan. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Horenstein, N. R. 1989. Women and Food Security in Kenya. Working Papers 232. The World Bank, Washington D.C. Kimhi, A. and E. Rapaport. 2004. Time Allocation between Farm and Off-Farm Activities in Israeli Farm Household. American Journal of Agricultural Economics, 86 (3) : 716-721. Koesoemowidjojo, S. E. 2000. Peranan Gender dalam Rumahtangga Penerima Kredit Peningkatan Pendapatan Petani Kecil di Bogor. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mangkuprawira, S. 1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga (Studi Kasus di Dua Tipe Desa di Kabupaten Sukabumi di Jawa Barat). Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sauqi, A. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi dan Ketahanan Pangan Rumahtangga di Daerah Rawan Pangan Kabupaten Lombok Tengah. Agrimansion, 2 (2) : 144-159. Stinson, L.L. 1999. Measuring How People Spend Their Time : a Time-Use Survey Design. Monthly Labor Review, Agustus 1999 : 12 19. Soepriati. 2006. Peranan Produksi Usahatani dan Gender dalam Ekonomi Rumahtangga Petani Lahan Sawah : Studi Kasus di Kabupaten Bogor. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suhardjo dan H. Riyadi. 1988. Studi Karakteristik Desa dalam Pemantauan Status Gizi. Media Gizi dan Keluarga, 12 (1 dan 2) : 6-11. Taridala, S. A. A. 2011. Pembagian Tenaga Kerja dan Alokasi Waktu Berdasar Gender pada Rumahtangga Petani di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam Subejo et al. (Editor). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian : Penguatan Sosial Ekonomi Pertanian Menuju Kesejahteraan Masyarakat. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.