V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

Sejarah pendidikan Indonesia 1. Dyah Kumalasari

DOKUMEN JURUSAN ETIKA DOSEN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Nurpratiwi, 2013

BAB I. pasien selama 24 jam. Gillies (1994), menyatakan bahwa 60-70% sumber daya

KEPEMIMPINAN APARATUR KEJAKSAAN YANG EFEKTIF MELALUI PROGRAM REFORMASI BIROKRASI

KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

KODE ETIK GURU INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat,

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

KODE ETIK PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN. ekstra, baik ditinjau dari segi kebijakan pemerintah maupun persoalan

FALSAFAH KEPEMIMPINAN BUDAYA JAWA

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA

KODE ETIK GURU INDONESIA PEMBUKAAN

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata

OKYENDRA PUTRI BESTARI, 2015 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU DI SMK SWASTA SE-KECAMATAN CIMAHI UTARA

PARADIGMA DINAMIKA ORGANISASI DITENTUKAN OLEH POLA PIKIR PIMPINAN KEMAJUAN DALAM PERSAINGAN DITENTUKAN OLEH POLA PIKIR DAN SIKAP MENTAL PIMPINAN

RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG. Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fitri Indriyani, 2013

KODE ETIK DOSEN POLITEKNIK NEGERI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SAMBUTAN BUPATI KARANGANYAR PADA ACARA MALAM TIRAKATAN HARI JADI KABUPATEN KARANGANYAR KE- 99 TAHUN 2016

Bagian Tiga Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

PEDOMAN ETIKA, TATA TERTIB, SISTEM PENGHARGAAN DAN SANKSI DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN OLEH: TIM PENYUSUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Siaran Pers Kemendikbud: Hardiknas 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas Selasa, 02 Mei 2017

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KONSOLIDASI PERSATUAN PERANGKAT DESA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang

BUKU KODE ETIK DOSEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini mengenai hubungan antara variabel Kecerdasan Spiritual,

Standar Proses Pembelajaran. Standar Isi. Lulusan. Peserta didik. Lingkungan. Standar Pembiayaan. Standar Sar. & Pras.

ETIKA AKADEMIK. Program Studi D3 Keperawatan

PEMBUKAAN BAB I PENGERTIAN. Pasal 1. 2) Sekolah Tinggi adalah Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM Yogyakarta

BAB V P E N U T U P. berbasis prestasi di SMP Al Islam 1 Surakarta. perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.

SKRIPSI. Oleh Siti Romawiyah

PERANAN DIREKTUR UTAMA DALAM MEMOTIVASI PEGAWAI DI CV. KENCONO WUNGU SURABAYA SKRIPSI

Kamis, 29 November 2012

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KODE ETIK DOSEN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

Oleh Witantri Daniar NIM

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tugas Kepala Sekolah Oleh : M. H. B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia

PEDOMAN KOMITE DISPLIN DOSEN FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

BUKU KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN

Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kabupaten Kulonprogo, Kepala SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo,

DRAFT GARIS GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO) MUSYAWARAH BESAR XI KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YASA ANGGANA GARUT Nomor : 012 / STIE-YA.K/VIII/2009. Tentang

KODE ETIK GURU INDONESIA. Drs. H. Asep Herry Hernawan, M.Pd. Laksmi Dewi, M.Pd.

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Nomor : 61/KEP/UDN-01/VI/2007. tentang KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Dewasa ini kesadaran moralitas multikultur semakin pudar. Kondisi yang

Tentang KODE ETIK MAHASISWA STIE YASA ANGGANA GARUT KETUA SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YASA ANGGANA GARUT,

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. guru, siswa, orang tua, pengelola sekolah bahkan menjadi tujuan pemerintah.

LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104 Tahun 2004 TANGGAL : 18 Oktober 2004 ANGGARAN DASAR GERAKAN PRAMUKA PEMBUKAAN

NILAI KARAKTER KEPEMIMPINAN DALAM NOVEL PENAKLUK BADAIKARYA AGUK IRAWAN MN DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam proses pembelajaran. Dalam menciptakan kondisi belajar

PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KOMPETENSI GURU DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU SMP NEGERI DI SUB RAYON 03 KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG STATUTA INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Dengan Rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNAGRAHITA

KEPUTUSAN KONGRES XXI PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA Nomor : VI /KONGRES/XXI/PGRI/2013. Tentang KODE ETIK GURU INDONESIA

BAB V ORGANISASI PROFESI DAN KODE ETIK GURU. organisasi, organisasi profesi guru, dan kode etik guru.

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Landasan Pengembangan Kurikulum. Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012

Transkripsi:

79 V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Etika kepemimpinan Jawa, merupakan ajaran-ajaran yang berupa nilainilai dan norma-norma yang bersumber dari kebudayaan Jawa tentang kepemimpinan, yang dapat dijadikan sebagai pedoman menata kehidupannya. Sumber-sumber ajaran itu ada yang tertulis seperti Serat Wulang Reh dan Serat Wedhatama, tetapi ada yang berasal dari sumber lisan (walaupun terdokumentasi) seperti ajaran Hasta Brata, Tri Dharma dari KGPAA Mangkunegara I dan Ajaran Ki Hajar Dewantara. Ajaranajaran itu berada dalam dunia simbolik, tetapi ajaran-ajaran itu juga dapat muncul dari dunia empiris atau dunia pengalaman masyarakat Jawa. 2. Dalam ajaran Hasta Brata, manusia yang disebut sebagai pemimpin, memiliki karakteristik yang terpuji, dan yang paling dasar adalah keikhlasan, termasuk amanah, kesabaran, kejujuran, rela berkorban, dan berlapang dada, seperti sifat bumi sebagai penyangga utama kehidupan manusia. Watak keteladanan, termasuk kesetiaan, kejujuran, keadilan, dan kebenaran, seperti matahari sebagai penunjang kehidupan manusia. Memberikan pencerahan, termasuk membesarkan hati orang yang dipimpin, seperti halnya bulan. Pemberi petunjuk, pengarahan dan motivasi bagi bawahan, seperti bintang. Pemimpin mesti berwibawa, termasuk adanya kharisma yang dimilikinya, ibarat mega. Empati yang tinggi, yaitu kemampuan merasakan dan memikirkan terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh mereka yang dipimpin, sebagai persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin, ibarat angin. Berwawasan luas, seperti samudera, tentunya juga menjadi persyaratan bagi sang pemimpin. Selain itu, pemimpin sudah semestinya mempunyai sikap tegas, yang diibaratkan seperti api. Dengan demikian, secara ringkas dapat diketengahkan, bahwa konsep kepemimpinan menurut ajaran Hasta Brata, yang berfokus pada kepribadian sang pemimpin, memiliki

80 karakteristik: keikhlasan, keteladanan, pencerahan, memberi petunjuk, berwibawa, empati, berwawasan luas, dan sikap tegas. 3. Sejak berdirinya Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, (II-Islam), Kasunanan Kartasura, hingga Kasunanan Surakarta, Islam telah dijadikan agama negara. Tetapi intensitas keagamaan yang tinggi terjadi pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana IV, Raja Karaton Kasunanan Surakarta, dengan menegakkan Syari ah Islam di lingkungan keraton. Serat Wulang Reh, salah satu karya Paku Buwana IV, yang termasyhur hingga saat ini dan menjadi salah satu pegangan hidup di kalangan priyayi. Serat Wulang Reh berisi ajaran-ajaran Islam dalam bentuk tembang. Secara tegas, Al-Qur an sebagai pedoman hidup dalam bernegara dan bermasyarakat, melaksanakan rukun Islam yang tentunya sebagai perwujudan dari rukun iman, dan seterusnya. Karena itu, seorang pemimpin harus mampu memahami dan menghayati isi dan inti ajaran Al-Qur an sebagai pedoman hidup manusia. Sementara itu, ajaran yang ada dalam Serat Wedhatama, karya Mangkunegara IV, terutama berfokus pada pengembangan watak dan kepribadian. Selain olah bathin, unsurunsur modernitas yang menekankan pada ajaran itu. Hal demikian, merefleksikan alam pikiran Mangkunegara IV sebagai seorang modernis yang beriman. 4. Ajaran Tri Dharma dari Mangkunegara I, yang terdiri dari: a. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), b. Wajib melu hanggondheli/ hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan), c. Mulat sarira hangrasa wani (mawas diri, merasa belum berbuat sesuatu atau belum optimal). Ajaran Tri Dharma pernah diusulkan sebagai dasar falsafah hubungan industrial Pancasila, yang mengatur hubungan antara pekerja, manajemen, dan pemerintah. Karena itu, ajaran Tri Dharma sebagai kearifan klasik cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Ajaran Tri Dharma yang intinya adalah semangat pengabdian pada negara dan tanah air, yang utamanya ditujukan kepada para pemimpin, yang selanjutnya juga rakyat pada umumnya. Sementara itu, kearifan lokal (Jawa), yang sudah menjadi ajaran nasional, yaitu ajaran kepemimpinan Ki Hajar

81 Dewantara, yang isinya: Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan harus mampu memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah dapat memberikan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu memberikan kepercayaan). Baru sebagian saja ajaran Ki Hajar Dewantara yang diadopsi secara formal, baik sebagai asas hukum maupun sebagai lambang instansi pemerintah, yaitu konsep Tut Wuri Handayani. Unsur ajaran yang lain, walaupun telah disosialisasikan dalam berbagai forum, tetapi intensitasnya masih terbatas. 5. Bekerja dari pengalaman sejarah sosial masyarakat Jawa, yang masih kontekstual hingga saat ini, yang memuat message (isi pesan) yang luhur tentang ajaran kepemimpinan yang menyangkut hubungan antara pemimpin dengan bawahan (orang yang dipimpin), yang bersifat timbalbalik. Pola hubungan ini berbasis pada hubungan patron-klien pada zaman patrimonial pada masa lampau, dengan perubahan dan kelangsungan makna hubungan itu, yang masih terasa hingga saat sekarang ini dalam dunia realitas. Di satu pihak, bawahan (pihak yang dipimpin) memberikan loyalitas tinggi kepada pemimpinnya, dan di pihak lain, pemimpin harus mampu memberikan perlindungan dan mewujudkan kesejahteraan pada pihak yang dipimpinnya. Selanjutnya, disampaikan rekonstruksi Etika Kepemimpinan Jawa, dalam bentuk skema berikut ini: Skema 2: Rekonstruksi Etika Kepemimpinan Jawa Berpedoman pada Al-Qur an, sikap dan tindakannya sebagai ibadah karena Allah Swt semata. Kepribadian unggul (Jatmiko ing Budhi) dengan karakteristik: berlandaskan keikhlasan, termasuk amanah, sabar, dan rela berkorban; keteladanan, termasuk jujur, benar, dan adil; pencerahan, termasuk membesarkan hati (optimisme); memberi petunjuk, termasuk pengarahan dan motivasi; berwibawa, termasuk adanya kharisma; empati, termasuk aspirasi dan partisipasi; berwawasan luas dan ketegasan; dan berpengetahuan modern sesuai dengan zamannya. Sikap Sosial: 1. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib melu hanggondheli/ hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan), Mulat sarira hangrasa wani (mawas diri, merasa belum berbuat sesuatu atau belum optimal). 2. Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan harus mampu memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah dapat memberikan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu memberikan kepercayaan). Kewajiban Asasi Pemimpin memiliki kewajiban asasi (kewajiban yang paling dasar) untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada pihak yang dipimpinnya.

82 B. Formulasi Fokus penelitian ini adalah Etika Kepemimpinan Jawa, sebagai salah satu kearifan lokal yang penting, yang dapat dijadikan bahan pengayaan substansi, khususnya asas-asas Hukum Progresif. Dari simpulan hasil penelitian tersebut, selanjutnya direkonstruksi ke dalam bahasa asas yang lebih ringkas dan terinci, dengan memperhatikan perkembangan masyarakat secara lebih kontekstual, sebagai berikut: 1. Bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, dan bagi yang beragama Islam, dapat memahami isi Al-Qur an dan Al-Hadits. 2. Memiliki kepribadian unggul, Jatmika ing Budhi, dnegan karakteristik seperti keikhlasan, amanah, keteladanan, pencerahan, kewibawaan, empati, ketegasan, berwawasan luas, termasuk pengetahuan hukum dan masyarakat secara komprehensif. 3. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib melu hanggondheli/ hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan), Mulat sarira hangrasa wani (mawas diri, merasa belum berbuat sesuatu atau belum optimal). 4. Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan harus mampu memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah dapat memberikan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu memberikan kepercayaan). 5. Kewajiban Asasi bagi pemimpin, termasuk pejabat-pimpinan, untuk senantiasa memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada pihak yang dipimpin, dalam arti terbatas adalah bawahan langsung, dan dalam konteks yang lebih luas adalah rakyat pada umumnya. C. Rekomendasi 1. Kepada para pemikir hukum, yang berafinitas dan apresiatif terhadap Hukum Progresif, sebagai salah satu aliran hukum yang muncul dari bumi Indonesia, selain memberi pengayaan substansi karena sifat terbuka dari aliran ini, juga secara praktis mulai menata (mengorganisasikan) berbagai hal yang terkait dengan perkembangan Hukum Progresif yang tengah mencari bentuk.

83 2. Kepada Lembaga Negara dan instansi pemerintah yang berwenang, selain mengadopsi dan mengadaptasikan aliran hukum yang telah ada dan mapan, agar hukum Indonesia lebih membumi di tanah airnya sendiri memberikan apresiasi dan memfasilitasi pengembangan Hukum Progresif tersebut.