BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PRODUKTIVITAS KERJA 1.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluaran yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan produktivitas kerja adalah performance apprasial atau penilaian kinerja yang merupakan suatu penggambaran sistematis tentang individu atau kelompok yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan dalam suatu pekerjaan sebagai bentuk evaluasi bagi individu yang berkaitan dengan pelaksanaan organisasinya (Cascio, 1998). Dalam penelitian yang dilakukan Nuzsep Almigo (2004) yang meneliti tentang hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja karyawan, produktivitas kerja adalah produktivitas sebagai pengukur output berupa barang atau jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa karyawan, modal, materi atau bahan baku dan peralatan (Cascio, 1998). Sejalan dengan pandangan diatas, Sedarmayanti (2001) menyebutkan produktivitas kerja menunjukan bahwa individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian untuk kerja maksimal) 6
2 dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. 1.2 KEPUASAN KERJA 1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap umum individu yang bersifat individual tentang perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Robbins, 1998) sejalan dengan pandangan Robbins, Luthans (1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan kerja itu dianggap sebagai hasil dari pengalaman karyawan dalam hubungannya dengan nilai sendiri seperti apa yang dikehendaki dan diharapkan dari pekerjaannya. Pandangaan tersebut dapat disederhanakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap dari individu dan merupakan umpan balik terhadap pekerjaannya. Menurut Smith, Kendall dan Hulin dalam Nuzsep Almigo (2004), ada lima karakteristik penting yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: a. Pekerjaan, sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab. b. Upah atau gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadan yang dirasakan dari upah atau gaji. c. Penyelia atau pengawasan kerja yaitu kemampuan penyelia untuk
3 membantu dan mendukung pekerjaan d. Kesempatan promosi yaitu keadaan kesempatan untuk maju. e. Rekan kerja, yaitu sejauh mana rekan kerja bersahabat dan berkompeten. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah : (a) faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan. (b) faktor sosial, meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik dan hubungan kemasyarakatan. (c) faktor utama dalam pekerjaan, meliputi : upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, kecepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil, baik yang menyangkut pribadi maupun tugas (As ad, 2003 ). 1.2.2 Teori-teori kepuasan kerja Teori kepuasan kerja dalam lingkup yang terbatas terdiri dari teori perbedaan (discrepancy theory) antara apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, nilai-nilai) dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Bila ternyata yang didapat lebih besar dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi, walaupun terdapat discrepancy, hal ini disebut dengan positive discrepancy. Sebaliknya bila kenyataan yang didapatkan jauh dibawah batas minimum yang diinginkan maka akan terjadi ketidakpuasan, hal ini disebut negative discrepancy. Pandangan ini yang kemudian disebut
4 sebagai "Discrepancy Theori". Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan seseorang tergantung dari apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas situasi. Perasaan tersebut diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang setingkat, sekantor maupun ditempat lain. Pendapat ini yang menjadi prinsip dasar "equity theory. Menurut teori ini ada tiga elemen equity yaitu (Wexley dan Yukl, 1977): input, outcomes, orang pembanding dan adanya situasi equity-inequity. Input adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai hasil dari sumbangan terhadap pekerjaannya misalnya : pendidikan, pengalaman, ketrampilan, besarnya usaha yang dilakukan, jam kerja dan sebagainya. Outcomes adalah segala sesuatu yang berharga yang diterima oleh karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya seperti : gaji, simbol status, kesempatan berprestasi, pengakuan. Menurut teori ini, seseorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan rasio input dan outcomes yang dimiliki dengan orang lain, sedangkan yang menjadi orang pembanding dengan dirinya sendiri diwaktu yang lampau. Bila perbandingan itu dirasakan cukup adil (equity) maka ia akan merasa puas, demikian juga sebaliknya. Pendapat lain mengatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda (Herzberg, 1966). Maksudnya kepuasan dan ketidakpuasan kerja itu bukan merupakan suatu variabel yang biasa digambarkan dalam satu kontinum kepuasan dan
5 ketidakpuasan. Pendapat ini kemudian disebut sebagai "two factor theory", Herzberg (1966) membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers, untuk kelompok satisfiers kadang-kadang diberi nama intrinsik factor, job content. motivator. Sebutan lain yang digunakan untuk kelompok dissatisfiers adalah ekstrinsik factor, job context, dan hygiene factor. Satisfiers adalah faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan antara lain : prestasi kerja, tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri, pengetahuan dan pengenalan terhadap pekerjaannya, dan pengembangan diri. Menurut Herzberg (1966) hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor-faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfiers adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan seperti : peraturan dan administrasi perusahaan, teknik pengawasan, upah, hubungan interpersonal, kondisi kerja, keamanan, status (Wexley dan Yukl, 1977). Perbaikan terhadap kondisi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena bukan merupakan sumber kepuasan. Menurut Herzberg (1966) bahwa kelompok yang dapat memacu seseorang untuk bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah kelompok satisfiers.
6 1.2.3 Jenis Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2003) Kepuasan kerja dibagi dua yaitu : a. Kepuasan kerja intrinsik adalah kepuasan kerja yang muncul dari dalam diri seseorang, seperti puas karena bekerja sesuai keahlian dan ditempat yang memang di inginkan sejak dulu, rasa tanggung jawab, kreativitas. Terdapat satu unsur dalam kepuasan kerja intrinsik adalah tantangan mental. b. Kepuasan kerja ekstrinsik adalah kepuasan kerja yang berasal dari luar diri karyawan atau berasal dari faktor-faktor dalam perusahaan seperti : 1) Pekerjaan itu sendiri (work), termasuk tugas-tugas yang diberikan, variasi dalam pekerjaan, kesempatan untuk belajar,dan banyaknya pekerjaan. 2) Mutu pengawasan dan pengawas (supervision), termasuk didalamnya berhubungan antara karyawan dengan atasan, pengawasan kerja dan kualitas kerja. 3) Rekan sekerja (co-workers), meliputi hubungan antara karyawan. 4) Promosi (promotions), berhubungan erat dengan masalah kenaikan pangkat atau jabatan, kesempatan untuk maju, pengembangan karir. 5) Gaji yang diterima (pay), meliputi besarnya gaji, kesesuaian gaji dengan pekerjaan. 6) Kondisi kerja (working conditions), meliputi jam kerja, waktu istirahat, lingkungan kerja, keamanan dan peralatan kerja.
7 7) Perusahaan dan manajemen (company and management), berhubungan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, perhatian perusahaan kepada kepentingan karyawannya dan sistem penggajian. 8) Keuntungan bekerja diperusahaan tersebut (benefits), seperti pensiun, jaminan kesehatan, cuti, THR (Tunjangan Hari Raya) dan tunjangan sosial lainnya. 9) Pengakuan (recognition), seperti pujian atas pekerjaan yang telah dilakukan, penghargaan terhadap prestasi karyawan dan juga kritikan yang membangun. 1.3 ETOS KERJA 1.3.1 Pengertian Etos kerja Etos kerja berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu, sikap ini tidak hanya dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan oleh masyarakat. Siagian (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan etos kerja ialah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekayaan para anggota suatu organisasi. Mengingat kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja adalah unsur penilaian, maka secara garis besar dalam penilaian itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu penilaian positif dan negatif. Berpangkal
8 tolak dari uraian itu maka suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi apabila menunjukan tanda-tanda sebagai berikut (Siagian, 2002) : a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia. b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia. c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia. d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita. e. Kerja dilakukan dalam bentuk ibadah. Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat, yang memiliki etos kerja yang rendah, maka akan mewujudkan ciri-ciri yang sebaliknya yaitu (Siagian, 2002) : a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri. b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia. c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan. d. Kerja dilakukan dalam bentuk keterpaksaan. e. Kerja dihayati sebagai bentuk rutinitas hidup.
9 1.4 KERANGKA PEMIKIRAN Kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan kerja itu dianggap sebagai hasil dari pengalaman karyawan dalam hubungannya dengan nilai sendiri seperti apa yang di kehendaki dan diharapkan dari pekerjaannya. Pandangan tersebut dapat di sederhanakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap dari individu dan merupakan umpan balik tehadap pekerjaanya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nuzsep Almigo (2004) Universitas Bina Darma Palembang, penelitian ini dilakukan pada PT. PUSRI. Menggunakan metode uji regresi, menunjukan bahwa hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas terbukti signifikan. Atas saran dari peneliti Nuzsep Almigo (2004) agar lebih mengembangkan variabel kepuasan kerja menjadi : (a) kepuasan kerja intrinsik, yaitu kepuasan yang bersal dari dalam diri karyawan, seperti bekerja sesuai keahlian dan bekerja karena kehendak sendiri. (b) Kepuasan kerja ekstrinsik yaitu kepuasan kerja yang berasal dari luar diri karyawan atau berasal dari faktor-faktor yang berasal dari perusahaan. Seperti gaji, tunjangan, intensif, lingkungan kerja, rekan kerja (Robbins, 2003). Siagian, (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan etos kerja ialah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekayaan para anggota
10 suatu organisasi. Dalam penelitian yang dilakukan Otto Iskandar (2002) tentang pengaruh etos kerja terhadap produktivitas, hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa etos kerja mempunyai hubungan positif dengan produktivitas petani. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan Edhi Prasetya, M. Wahyuddin (2004) dan Nuzsep Almigo (2004). Dengan menambahkan variabel etos kerja, Penelitian ini penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepuasan kerja intrinsik dan kepuasan kerja ekstrinsik, etos kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Kepuasan Kerja Intrinsik (X 1 ) Kepuasan Kerja Ekstrinsik (X 2 ) Produktivitas Kerja (Y) Etos Kerja (X 3 ) Gambar 1 : Kerangka Pemikiran 1.5 HIPOTESIS Maka peneliti mengambil hipotesis adalah sebagai berikut : H1 = Diduga kepuasan kerja intrinsik, ekstrinsik dan etos kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat dan paramedis non perawat. H2 = Diduga Kepuasan kerja ekstrinsik merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat dan paramedis non perawat.