PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW II

BAB III METODE PENELITIAN. Lampung, tepatnya pada tahun pelajaran 2012/2013. waktu 2 bulan yaitu bulan Januari sampai dengan Februari 2013.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

Bab IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW. Sunandar

BAB. III METODE PENELITIAN

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SDN 1 GIMPUBIA. Oleh.

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG BENDA-BENDA LANGIT. Sri Utami Ningtiyanti

PEMAHAMAN SISTEM PEMERINTAHAN PUSAT MELALUI METODE DISKUSI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL. Sumarni

PENERAPAN METODE THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VI SD TEBING TINGGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penerapan Metode Bermain Peran Pada Materi Drama Anak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 3 SDN Gio

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X. Maspupah SDN Inpres 1 Birobuli, Sulawesi Tengah

Peningkatan Keterampilan Siswa Menulis Pantun Melalui Teknik Balas Pantun di Kelas IV SDN 1 Tatura

Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Melalui Metode Inquiri di Kelas IV SD Inpres 4 Kasimbar

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian. sistematis, terencana, dan dengan sikap mawas diri.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD PADA SISWA KELAS IV SD INPRES 2 PARIGIMPUU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lampung, selama 3 bulan mulai bulan Juli 2013 sampai dengan bulan

PENERAPAN METODE COCOA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGOMENTARI TOKOH CERITA/ DONGENG ANAK

BUDIYONO Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN.

X f fx Jumlah Nilai rata-rata 61 Keterangan :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TENTANG MAKHLUK HIDUP DENGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING. Rochimah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai proses pembelajaran pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Trisnawati Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

Peningkatan Kemampuan Siswa Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas III SDN Lampasio

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan

Bab III Metode Penelitian

Frekuensi Persentase Rata-rata Selang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Classroom Action Research. Wardhani, dkk. (2008: 1.4) mengungkapkan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN GERAK TARI BERDASAR POLA LANTAI DENGAN METODE DISCOVERY. Erlin Sofiyanti

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian tindakan kelas atau PTK (Classroom Action Research). Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. PTK. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus.

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA KELAS V SDN BULAK 1 BENDO MAGETAN. Cerianing Putri Pratiwi 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas 4 SDN Gedangan

BAB III METODE PENELITIAN. dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Penelitian ini dilaksanakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN TINDAKAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci: hasil belajar, penggunaan huruf, Think Pair Share

Ludfi Arya Wardana, S.Pd., M.Pd Staf Pengajar Universitas Panca Marga Probolinggo (diterima: , direvisi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran PKn Melalui Penerapan Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas IV SD Negeri Sibea

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENEMUKAN PIKIRAN POKOK TEKS BACAAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT

BAB III METODE PENELITIAN. terkait dan berkesinambungan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Ketuntasan Frekuensi Persentase 1 Tuntas 7 33% 2 Tidak tuntas 14 67% Jumlah % Minimum 30 Maksimum 82

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

Penerapan Metode Kerja Kelompok Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas III di SDN 15 Biau

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Seting Dan Karakteristik Subjek Penelitian

Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Volume 2 Nomor 2, Juni 2017

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dikenal dengan Classroom Action Research. Menurut Arikunto (2007: 58)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. hasil tes keterampilan membaca puisi untuk mengetahui kondisi awal keterampilan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan penelitian

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Metode penelitian ini menggabungkan penelitian kualitatif dan metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini akan dilaksanakan di kelas IV SD Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

PROSES PEMBELAJARAN SHOLAT MELALUI METODE NHT. Siti Musta anah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

inamika Vol. 3, No. 3, Januari 2013 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW S Negeri Kasimpar Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas V terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia tentang Mengidentifikasi unsur cerita pendek dengan metode Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Subjek penelitian adalah siswa kelas V S Negeri Kasimpar Kecamatan Petungkriyono semester 1 tahun pelajaran 2010-2011. Jumlah siswa 18 anak, terdiri dari 10 laki-laki dan 8 perempuan Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, test dan dokumentasi. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), pelaksanaan penelitian terdiri 2 siklus. ari hasil tes formatif pra siklus nilai rata-rata baru 56,11 dan tingkat ketuntasan 27,78 % dari 18 siswa yang memperoleh nilai di atas 65 ada 5 siswa, sedangkan siklus I pencapaian nilai siswa di atas 65 mencapai 9 siswa (50 % ), rata- rata kelas mencapai 65,56. Pada akhir siklus II pencapaian nilai siswa di atas 65 mencapai 15 siswa, nilai rata- rata kelas mencapai 76,11 dan ketuntasan klasikal mencapai 83,33%. ari hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa penerapan metode Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur-unsur cerita pendek, sehingga metode ini dapat dijadikan alternatif pilihan metode pembelajaran di sekolah dasar. Kata Kunci: metode Jigsaw; pemahaman siswa; unsur-unsur cerita pendek 2013 inamika PENAHULUAN Prinsip-prinsip pendidikan harus menjadi pedoman yaitu siswa menjadi sentral dalam pendidikan. alam proses kegiatan belajar mengajar guru memiliki peran yang sangat strategis untuk menanamkan investasi berupa pengetahuan dan ketrampilan, sehubungan dengan itu guru dituntut untuk mampu menciptakan kondisi yang mempermudah pemahaman siswa. Namun proses belajar mengajar keberhasilannya tidak hanya tergantung pada guru, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain kemampuan guru, siswa dan lingkungan siswa. alam kegiatannya sebagai pendidik guru tidak lepas dari berbagai masalah sesuai dengan kondisi masing-masing lokasi tempat kerjanya. Selain harus mampu menguasai materi dan cara mengajarkannya, guru juga dituntut untuk mampu menilai kinerjanya sendiri melalui refleksi diri dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia terdiri dari empat aspek yaitu aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang diajarkan tersebut berhubungan satu sama lain, jika seseorang mendengarkan pasti ada orang yang berbicara, begitu pula orang yang membaca berarti ia menikmati dan menghayati tulisan orang lain. Keempat keterampilan berbahasa sebagai alat untuk berkomunikasi harus dikuasai oleh setiap orang. Proses komunikasi itu sendiri terdiri dari komunikasi lisan dan

komunikasi tulisan. Berbicara merupakan proses komunikasi secara lisan, hal itu sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Nurhadi (2003: 54), bahwa Berbicara adalah suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan, sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Berbicara sebagai salah satu proses penyampaian maksud kepada orang lain secara lisan, keberhpasilannya ditentukan oleh kemampuan pembicara. Kemampuan tersebut salah satunya bisa berbentuk terhadap makna pesan yang hendak disampaikan. Seorang pembicara yang memiliki kemampuan menyampaikan pesan berupa ide, pikiran, isi hati orang lain dengan baik maka isi pesan tersebut akan mudah dipahami oleh orang yang menerima pesan tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapai kemampuan tersebut maka keterampilan berbicara perlu dilatihkan dan dipelajari baik melalui lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Proses pencapaian keterampilan berbicara siswa perlu mendapatkan bimbingan dari guru melalui berbagai latihan pengembangan kemampuan kognitif, apektif, dan psikomotor. (jago Tarigan, 2002: 61-62) mengemukakkan bahwa: Keterampilan berbicara harus dibina oleh guru melalui latihan: (1) pengucapan, (2) pelafalan, (3) pengontrolan suara, (4) pengendalian diri, (5) pengontrolan gerak gerik tubuh, (6) pemilihan kata, kalimat dan pelafalannya, (7) pemakaian bahasa yang baik, dan (8) pengorganisasian ide. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997: 120). Berdasarkan pengertian tersebut model pembelajaran jigsaw menekankan pada diskusi kelompok dengan jumlah anggota relatif kecil dan bersifat heterogen. Hal utama yang membedakan jigsaw dengan diskusi kelompok biasa adalah bahwa dalam model jigsaw masingmasing individu mempelajari bagian masing-masing dan kemudian bertukar pengetahuan dengan temannya, sehingga akan terjadi ketergantungan positif antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Jigsaw pada hakikatnya melibatkan tugas yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung satu sama lain dalam menyelesaikan tugas. alam model pembelajaran ini siswa akan memiliki persepsi yang sama, mempunyai tanggung jawab individual dan kelompok dalam mempelajari materi yang diberikan, saling membagi tugas dan tanggung jawab yang sama besarnya dalam kelompok, serta dapat belajar kepemimpinan. Berdasarkan pengalaman peneliti kemampuan bercerita siswa kelas V semester I S Negeri Kasimpar masih rendah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran bermain drama di kelas V S Negeri Kasimpar mengalami permasalahan yaitu siswa belum mampu bercerita dengan lafal, intonasi, penghayatan, dan ekspresi yang sesuai karakter tokoh. ari faktor penyebab kesulitan siswa dalam bercerita di atas maka diperlukan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi selama berlangsungnya pembelajaran bermain drama di kelas V S Negeri Kasimpar. Upaya yang dilakukan peneliti adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Melalui Penelitian Tindakan Kelas peneliti melakukan penelitian di kelasnya sendiri yang dibantu oleh teman sejawat yang bertindak sebagai observer. Penelitian diharapkan mampu untuk meningkatkan kinerja sebagai guru dan meningkatkan hasil belajar siswa. Peneliti melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas ini, karena setelah melaksanakan pembelajaran mata pelajaran tersebut siswa belum mampu menjawab pertanyaan dari guru, belum bisa menyelesaikan tugas dengan baik dan kurang memperhatikan keterangan dari guru, sehingga hasil yang dicapai belum maksimal. Masalah dalam penelitian ini adalah ; apakah metode jigsaw dapat meningkatkan 380 inamika Vol. 3. No. 3. (2013)

pemahaman unsur-unsur cerita pendek pada siswa kelas V S Negeri Kasimpar, apakah metode jigsaw dapat meningkatkan minat belajar siswa, apakah melalui metode jigsaw dapat meningkatkan penerapan siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan permasalahan cerita pendek, apakah metode jigsaw dapat meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar? Bercerita atau storytelling diidentikkan dengan mendongeng. Larkin (2001: 1) menjelaskan bercerita merupakan sebuah seni berbicara yang menceritakan sebuah cerita atau pengalaman kepada pendengar dan biasanya dilakukan secara tatap muka. Berbeda dengan Larkin, National Storrytelling Association (dalam ewi, 2006: 432) menjelaskan bahwa bercerita sebagai keterampilan bahasa lisan dengan atau tanpa gerakan fisik dan gesture yang bertujuan membangkitkan imajinasi sebuah cerita secara spesifik kepada pendengar. Jadi, dari kedua pendapat tersebut, bercerita atau mendongeng dapat dikatakan sebuah seni sekaligus kemampuan individu menceritakan kembali sebuah cerita ataupun pengalaman secara lisan yang mampu membangkitkan daya imajinasi pendengarnya. Menurut Alwasilah (2006: 2) menjelaskan bahwa keterampilan berkisah, khususnya untuk siswa, sangat diperlukan untuk menumbuhkan imajinasi siswa. itambahkan oleh Priyono (2001: 13) bahwa bercerita atau mendongeng tidak hanya merupakan kegiatan yang bersifat menghibur belaka, tetapi juga bertujuan memperkenalkan lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak untuk bersikap positif. Meskipun tampak sederhana, namun hal ini sangat penting ditanamkan pada diri anak. alam program pengajaran sastra, guru dapat melatih siswa bercerita mengenai kisah fiksi yang sudah dibaca di kelas atau bahkan melombakannya pada tingkat kelas atau sekolah. Kemudian, untuk pembelajaran bahasa, siswa dapat menceritakan ataupun melaporkan secara lisan hasil pengamatan maupun pengalaman dari berbagai sumber. 1. Bentuk-bentuk Pembelajaran Keterampilan Berbicara di S Pembelajaran keterampilan berbicara siswa di S dijabarkan dalam bentuk standart kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam KTSP. Standart kompetensi tersebut mencantumkan bentuk-bentuk atau macam keterampilan berbicara, yaitu: mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi secara lisan dalam bentuk percakapan sederhana, bercerita, bertelepon, berdiskusi, bermain drama sederhana, berbalas pantun, menyampaikan tanggapan dan sasaran, berpidato, melaporkan secara lisan, dan membaca puisi. Kemudian secara khusus lagi disebutkan bahwa untuk kelas V terdapat standart kompetensi yang harus dikuasai siswa adalah mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan. 2. Manfaat Pembelajaran Keterampilan Bercerita bagi Siswa S Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan keterampilan berbicara secara pragmatis. Untuk itu ada dua hal yang harus dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara berbicara, bagaimana memilih bahasa) dan unsur apa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2001: 289). Surono (2002: 2) membagi dua unsur tersebut menjadi unsur linguistik dan ekstralinguistik. alam hal unsur linguistik, kedua pendapat tersebut sejalan. Namun, unsur kedua tidaklah demikian, Sarono memasukkan ketepatan, kelancaran, ekspresi, dan kejelasan cerita sebagai unsur ekstralinguistik. Siswa akan dianggap mampu berbicara dapat terindikasi dari ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita (Nurgiyantoro, 2001: 289). Oleh karena itu, keterampilan berbicara pada siswa perlu ditingkatkan melalui pelatihan bercerita secara teratur, sistematis, dan berkesinambungan. Metode Kooperatif Tipe Jigsaw 1. Pengertian Metode Kooperatif Tipe Jigsaw Jigsaw pada hakikatnya melibatkan tugas yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung satu sama lain dalam menyelesaikan tugas. alam model pembelajaran ini siswa akan memiliki persepsi yang sama, mempunyai tanggung jawab individual dan kelompok dalam mempelajari materi yang diberikan, saling membagi tugas dan tanggung PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW 381

jawab yang sama besarnya dalam kelompok, serta dapat belajar kepemimpinan. 2. Pembagian kelompok i dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan asal yang berbeda. Kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topik untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Arends menggambarkan hubungan antara kelompok ahli dengan kelompok asal sebagai berikut: A B E A B E KELOMPOK ASAL A B E A B E A A B B E E A A B B E E KELOMPOK AHLI Gambar 1. Pembagian kelompok Jigsaw Berdasarkan bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa anggota dari kelompok asal yang berbeda bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat di kelompok ahli. Kerangka Berfikir Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw: 1. membentuk kelompok jigsaw yang terdiri atas 5 atau 6 siswa. Anggota kelompok hendaknya berbeda secara kelamin, budaya, ras, dan kemampuan; 2. menunjuk salah satu siswa sebagai ketua kelompok. Ketua kelompok hendaknya dipilih yang paling dewasa diantara yang lain; 3. membagi materi menjadi 5 atau 6 bagian 4. meminta siswa untuk mempelajari satu bagian. Yakinkan bahwa siswa hanya mendapat satu bagian dan mempelajari bagian mereka sendiri; 382 inamika Vol. 3. No. 3. (2013)

5. memberi waktu pada siswa untuk membaca bagiannya agar mereka tahu apa yang harus mereka lakukan. alam langkah ini siswa tidak perlu menghafal materinya; 6. membentuk kelompok sesaat (kelompok ini disebut kelompok ahli. Siswa yang memiliki bagian yang sama membentuk satu kelompok dan mendiskusikan agar mereka benar-benar paham); 7. mengembalikan siswa dalam kelompok asalnya (kelompok jigsaw) masing-masing; 8. memberi waktu kepada setiap siswa untuk menjelaskan apa yang mereka peroleh dalam kelompok ahli dan siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan meminta penjelasan; 9. guru dapat berkeliling dari kelompok satu ke kelompok untuk mengawasi prosesnya. Guru dapat memberikan bantuan penjelasan atau mengintervensi secara tidak langsung; 10. pada akhir pelajaran siswa diminta untuk mengerjakan tes atau kuis agar mereka sadar bahwa pelajaran berlangsung serius, bukan hanya bermain. Hasil yang dicapai dalam pembelajaran model Jigsaw pada materi unsur-unsur cerita pendek antara lain : Metode Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur-unsur cerita pendek. Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis adalah ; metode jigsaw dapat meningkatkan pemahaman unsur-unsur cerita pendek pada siswa kelas V S Negeri Kasimpar, metode jigsaw dapat meningkatkan minat belajar siswa, metode jigsaw dapat meningkatkan penerapan siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan permasalahan cerita pendek, metode jigsaw dapat meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar. HASIL AN PEMBAHASAN Siklus I Berdasarkan data hasil observasi guru dan siswa pada siklus I dapat diketahui bahwa proses pembelajaran yang terjadi di kelas V, dapat dinyatakan cukup. Sehingga proses pembelajaran mengalami peningkatan yang cukup baik dibandingkan sebelum siklus. Karena guru sudah menggunakan metode Jigsaw dan telah memenuhi beberapa kriteria yang ada pada lembar observasi walaupun belum maksimal. Tabel 1. aftar Sebaran Nilai Tes Formatif Siklus I Interval Nilai Frekuensi Frekuensi Relatif (%) Kualifikasi 91 100 - - - 81 90 - - - 71 80 5 27,78% Tuntas 61 70 4 22,22% Tuntas 51 60 6 33,33% Belum Tuntas 41 50 2 11,11% Belum Tuntas 31 40 1 5,56% Jumlah 18 100,00% Keterangan. Rerata : 65,56 Nilai Tertinggi : 80 Nilai Terendah : 40 Kriteria Ketuntasan Minimal : 65 Persentase ketuntasan : 50 % PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW 383

Selain data kuantitatif, juga di peroleh data kualitatif dari hasil pengamatan observer tentang keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran dapat diketahui bahwa aktifitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran masih tergolong cukup terbukti siswa yang memperoleh skor baik ada 5 atau 27,78%, skor cukup ada 9 siswa atau 50% dan skor kurang ada 4 siswa atau 22,32 % dari 18 siswa, pengamatan yang dilakukan terhadap guru terdapat kinerja guru yang masih kurang yaitu pada memberi petunjuk dan penjelasan dengan metode jigsaw hal ini terjadi karena metode ini adalah baru sehingga masih perlu pendalaman lagi, metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar belum bervariasi, guru belum mampu mewujudkan ketertiban siswa dalam kerja kelompok, anak cenderung bermain atau sekedar berbicara dalam kelompok kurang mengena pada materi yang dibahas. Analisis terhadap hasil observasi dan data hasil tes di atas menyimpulkan bahwa pembelajaran secara umum mengalami peningkatan walaupun masih ada kelemahan. Hal ini memacu guru untuk merefleksi diri bersama teman sejawat untuk berkolaborasi merencanakan tindakan pada siklus 2. Oleh karena itu kreatifitas guru, keaktifan siswa perlu peningkatan dalam mencapai hasil belajar berikutnya. Pada tahap berikutnya inovasi perlu dilakukan untuk meningkatkan aktivitas guru dan siswa yang masih kurang, kemudian meningkatkan skor rata-rata hasil belajar siswa dengan cara menyempurnakan kekurangan pada siklus 1. Siklus II Hasil observasi proses kegiatan belajar mengajar dengan penerapan media gambar kegiatan guru dan kegiatan siswa diperoleh gambaran hasil perolehan nilai rata-rata siswa dalam proses pembelajaran pada siklus 2 menjadi 76,11 dan tingkat ketuntasan mencapai 83,33%. Kenaikan aktifitas siswa ini tidak terlepas dari usaha guru meningkatkan aktifitas dan kreatifitasnya dalam pembelajaran. alam melaksanakan tugasnya siswa lebih aktif dengan banyaknya siswa yang menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan tugasnya, sehingga Interval Nilai Frekuensi Frekuensi Relatif (%) Kualifikasi 91 100 - - - 81 90 5 27,78 % Tuntas 71 80 4 22,22 % Tuntas 61 70 6 33,33 % Tuntas 51 60 3 16,67 % Belum Tuntas 41 50 - - Belum Tuntas 31 40 - - Jumlah 18 100,00% Rerata : 76,11 Nilai Tertinggi : 90 Nilai Terendah : 60 Kriteria Ketuntasan Minimal : 65 Persentase ketuntasan : 83,33 % Pada siklus kedua, peneliti mencoba dengan menambah metode jigsaw. Ternyata, sebagian siswa aktif, siswa lebih tertarik dalam proses pembelajaran ini, hasil belajar pun meningkat. ari 9 siswa yang tuntas pada siklus pertama, menjadi 15 siswa yang tuntas pada siklus kedua, atau mencapai 83,33 %. ari temuan hasil refleksi, semua langkah perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang kemampuan memahami unsur-unsur cerita pendek, pada siklus kedua dengan menggunakan metode jigsaw, diskusi, latihan terbimbing dan pemberian motivasi kepada siswa dengan penguatan verbal maupun nonverbal serta penggunaan 384 inamika Vol. 3. No. 3. (2013)

media pembelajaran yang sesuai ternyata mampu meningkatkan hasil belajar siswa, dilihat dari perolehan nilai siswa berikut ini : Tabel 3. aftar Sebaran Nilai Tes Formatif Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Pra Siklus Siklus I Siklus II Interval Nilai F % F % F % 91 100 - - - - - - 81 90 - - 5 27,78 71 80 5 27,78 4 22,22 61 70 5 27,78 4 22,22 6 33,33 51 60 5 27,78 6 33,33 3 16,67 41 50 5 27,78 2 11,11 - - 31 40 2 11,11 1 5,56 - - 21-30 1 5,56 Jumlah 18 100,00 18 100,00 18 100,00 Rerata 76,11 65,56 76,11 Nilai Tertinggi 90 80 90 Nilai Terendah 60 40 60 KKM 65 65 65 Ketuntasan 83,33 50 83,33 Kita lihat bahwa persentase daya serap siswa sebelum dan sesudah perbaikan mengalami kenaikan dari sebelum perbaikan hanya 56% dan pada siklus pertama naik menjadi 66% dilanjutkan pada siklus kedua mencapai 76%. Untuk lebih jelasnya lihat grafik berikut ini : Gambar 1. aya serap belajar siswa, sebelum dan sesudah perbaikan pada siklus pertama dan kedua Pada siklus pertama, tanpa menggunakan metode jigsaw, siswa masih banyak yang kurang memperhatikan dan merespon keterangan guru. Hasilnya, dari 18 anak, 9 anak yang sudah tuntas atau mencapai 50 %. Pada siklus kedua, peneliti mencoba dengan menambah metode jigsaw. Ternyata, sebagian siswa aktif, siswa lebih tertarik dalam proses pembelajaran ini, hasil belajar PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW 385

pun meningkat. ari 9 siswa yang tuntas pada siklus pertama, menjadi 15 siswa yang tuntas pada siklus kedua, atau mencapai 83,33 %. Kegiatan perbaikan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V tentang kemampuan memahami unsur-unsur cerita pendek dan dianalisis dari perolehan nilai sebelum dan sesudah perbaikan dari siklus pertama dan kedua. 1. Sebelum perbaikan, siswa yang mendapat nilai dibawah 65 ada 13 dari 18 siswa. 2. Pada perbaikan siklus pertama, siswa yang mendapat nilai dibawah 65 ada 9 dari 18 siswa. 3. Pada perbaikan siklus kedua, siswa yang mendapat nilai dibawah 65 ada 3 dari 18 siswa. ari perolehan nilai pada sebelum, siklus pertama dan kedua dapat dilihat jumlah siswa yang tuntas dan yang tidak tuntas dari tabel berikut ini : No Uraian Siswa Yang Sudah Tuntas Siswa Yang belum Tuntas 1. 2. 3. Sebelum perbaikan Siklus pertama Siklus kedua 5 ( 27,78 % ) 9 ( 50,00 % ) 15 ( 83,33 % ) 13 ( 72,22 % ) 9 ( 50,00 % ) 3 ( 16,37 % ) Siswa yang sudah tuntas sebelum perbaikan sejumlah 5 anak, pada siklus pertama bertambah menjadi 9 anak, dan pada siklus kedua bertambah lagi 15 anak. Sedangkan yang belum tuntas sebelum perbaikan 13 anak, pada siklus pertama berkurang menjadi 9 anak dan pada siklus kedua hanya 3 anak. ari tabel di atas dapat dibuat grafik ketuntasan belajar siswa sebagai berikut : 15 13 15 10 9 9 5 5 3 0 Pra Siklus Siklus I Siklus II Tuntas Belum Tuntas Gambar 2. Grafik Ketuntasan belajar siswa, sebelum dan sesudah perbaikan pada siklus pertama dan kedua Tampak jelas dari grafik bahwa jumlah siswa yang tuntas dalam perbaikan pembelajaran mengalami kenaikan sedangkan jumlah siswa yang tidak tuntas mengalami penurunan, hal ini membuktikan bahwa setelah diadakan perbaikan pembelajaran ketuntasan belajar siswa mencapai target yang diharapkan. ata data yang telah peneliti peroleh dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada sebelum perbaikan, pelaksanaan perbaikan siklus pertama dan pelaksanaan perbaikan pada siklus kedua, bahwa hasil belajar siswa dan keikutsertaan siswa pada proses pembelajaran menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hasil belajar menunjukkan ketuntasan adalah sebelum perbaikan ada 5 siswa ( 27,78 % ), siklus I ada 9 siswa (50%), dan 15 siswa (83,33). Sedangkan presentase keikutsertaan siswa pada siklus I 33,33 % dan siklus II 77,78% Penggunaan metode jigsaw, dan pemberian motivasi kepada siswa dengan penguatan verbal maupun nonverbal, ternyata mampu menarik dan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran 386 inamika Vol. 3. No. 3. (2013)

sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang kemampuan memahami unsur-unsur cerita pendek. SIMPULAN AN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada siswa kelas V SN Kasimpar dengan penerapan metode kooperatif tipe jigsaw dalam menulis cerita pendek, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil tes siswa yang dilakukan oleh guru mengalami peningkatan setiap siklusnya. Jumlah siswa yang dinyatakan tuntas meningkat dengan standar ketuntasan yang telah ditentukan. Pada pra siklus terdapat 5 siswa atau 62,50%, pada siklus I guru dan peneliti sepakat memberi batas ketuntasan 65, sesuai dengan standar ketuntasan belajar yang ditentukan pihak sekolah. ari batasan tersebut didapatkan hasil bahwa 9 atau 50% siswa dinyatakan tuntas. Pada siklus II terdapat 15 siswa atau 83,33% siswa dinyatakan tuntas. Penelitian hanya dilakukan dua siklus karena secara klasikal siswa yang telah tuntas sudah melebihi 75% sesuai dengan aturan dalam kurikulum. 2. Adanya peningkatan perhatian, kerja sama, inisiatif, dan sistematisasi kerja siswa selama pembelajaran. Pada indikator ini masuk dalam penilaan proses belajar, terjadi peningkatan nilai perhatian dan konsentrasi siswa pada tiap tindakan. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa dari aspek perhatian, kerja sama, inisiatif, dan sistematisasi kerja sebesar 50% yang masuk dalam kategori cukup, kemudian menjadi 83,33% masuk pada kategori baik pada siklus II. 3. Ada peningkatan kualitas hasil pembelajaran keterampilan bercerita pada siswa kelas V SN Kasimpar. engan memperhatikan kesimpulan di atas, Peneliti memberikan saran kepada guru dalam melaksanakan tugas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran hendaknya memperhatikan halhal di bawah ini : 1. alam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, penggunaan metode Jigsaw siswa perlu diupayakan untuk sering dilaksanakan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar, namun demikian harus disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. 2. Memberikan motivasi pada siswa agar siswa mempunyai keberanian dalam menjawab pertanyaan. 3. Menguasai materi / bahan ajar, agar dalam mengajar lebih percaya diri. 4. Melakukan refleksi terhadap setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan untuk diadakan tindak lanjut. i samping itu, karena terbukti Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, peneliti menyarankan rekan-rekan guru mempelajari dan menerapkan PTK di kelasnya masing-masing. Pemahaman PTK ini dapat ditempuh melelui pertemuan KKG (Kelompok Kerja Guru). AFTAR PUSTAKA Arief.S. Sadiman. 2009. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. jago Tarigan. 1993. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: epartemen Pendidikan dan Kebudayaan. Haryadi dan Zamzani. 1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta. eparteman Pendidikan dan Kebudayaan irektorat Jendral Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Guru Sekolah asar Karli, H-Margaretha. 2004. Model-model Pembelajaran. Bandung: V Bina Media Informasi PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW 387