PERBANYAKAN TANAMAN PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) SECARA GENERATIF DAN VEGETATIF DI PERSEMAIAN (Generative And Vegetative Propagation Of Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) In The Nursery) Sri Fitriani, Dwi Astiani, Wahdina Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jalan Daya Nasional Pontianak 78124 Email: Sri.fitriani249303@gmail.com ABSTRACT Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) is a native plant to Indonesia which has many properties and benefits. Howevel the population in the natural forest is increasingly rare due to excessive exploitation. Pasak bumi has recalcitrant seeds type phenological conditions it is a monopodial type plant so that its multiplication can be produced vegetatively by stem cutting. This research aimed to get the suitable method for pasak bumi plant propagation. This study an experimental method by comparing generative with seeds and stump method and used vegetative cuttings. Seed germinated an moss began on day 12 th with a percentage of 38,84%, whereas on sand media did not germinate at all. Stump survival percentage was 84,5%, new shoots grow out after 1 month after planting. The growing percentage of cuttings was 20,8%. Both seedling stump and cutting were growing sprout from the shoots and was stems, with a varying number of buds. Environmental conditions such as air temperature, humidity, and light intensity affected the processes of the pasak bumi propagation. Keywords : generative propagation, pasak bumi, seedlings, vegetative propagation. PENDAHULAN Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) merupakan tumbuhanasli Indonesia yang memiliki begitu banyak khasiat dan manfaat. Manfaat yang beragam yang terdapat dalam pasak bumi menyebabkan tumbuhan ini sering diburu dan dijual sampai ke luar negeri, sehingga populasinya di hutan alam semakin langka. Hussen et al. (2005) menjelaskan bahwa masyarakat selama ini hanya mengandalkan dan memanfaatkan tumbuhan ini dari alam saja dan perbanyakannyapun hanya mengandalkan dari biji alam padahal biji pasak bumi termasuk jenis rekalsitran dan memiliki fenologi yang tidak menentu selain itu pasak bumi termasuk tanaman jenis monopodial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang paling tepat digunakan dalam perbanyakan tanaman pasak bumi. METODOLOGI PENELITIAN Metode perbanyakan menggunakan metode eksperimen, penelitian ini dilaksanakan dikawasan persemaian di Arboretum Universitas Tanjungpura Pontianak. Lama waktu yang dilakukan untuk penelitian ini selama kurang lebih 8 bulan, yaitu pada tanggal 16 November 2015-31 Juli 2016. 1. Perbanyakan Secara Generatif (Biji) Bahan perbanyakan secara generatif dengan biji diambil dari lapangandan sudah melalui beberapa tahapan kemudian disemai pada dua media 113
yang berbeda yaitu media pasir dan media lumut. 2. Perbanyakan Secara Generatif (Cabutan Alam) Keterbatasan cabutan alam di lapangan menyebabkan bahan perbanyakan secara generatif dengan cabutan alam hanya diperoleh beberapa sampel dan sudah melalui beberapa tahapan, kemudian ditanam dalam polybag yang telah diisi campuran tanah-pasir dengan perbandingan 2:1. 3. Perbanyakan Secara Vegetatif (Setek) Bahan untuk setek diambil beberapa sampel dari cabutan alam yang sudah memenuhi kriteria dan dipotong-potong terdiri dari setek pucuk, setek batang dan akar tunggul (stump) kemudian diolesi Rootone-F kecuali akar tunggul (stump) dan ditanam ke polybag yang telah diisi dengan kombinasi tanahpasir dengan perbandingan 2:1. 4. Pengukuran Kondisi Lingkungan Pengukuran kondisi lingkungan berupa suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya diukur sebanyak 3(tiga) kali sehari selama masa penelitian. 5. Analisis Data Hasil pengamatan dan pengukuran dibahas secara deskriptif dan menggunakan perhitungan dengan uji- T yang digunakan untuk mengetahui persen hidup. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perbanyakan secara generatif (biji) Tabel 1. Perkembangan Pertumbuhan Biji Sampai Menjadi Semai (Growth of Seeds Grew Survived to Seedlings ) Tingkat Kecambah Semai Jumlah 66 Biji Jumlah 10 Semai Berkecambah 23 Biji Umur 8 Bulan % 34,85% Semai yang Bertahan Hidup 2 Semai Rerata Hari Biji Berkecambah 12 Hari % 20% Rerata Tinggi 16,57% Rerata Diameter 0,20% Rerata Jumlah Anak Daun 28 Daun Sumber: Hasil Analisis data 2016 Biji pasak bumi di media lumut mulai berkecambah pada hari ke-12 dengan persentase sebesar 34,85%, sedangkan di media pasir biji tidak menghasilkan kecambah sama sekali. Cahyono et al. (2010) menjelaskan bahwa kualitas benih mempengaruhi perkecambahan biji pasak bumi. Benih pasak bumi yang langsung dikecambahkan menghasilkan persen kecambah yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang disimpan terlebih dahulu. Semakin lama penundaan perkecambahan maka daya kecambah akan semakin kecil, dan ini merupakan sifat biji rekalsitran. Perkecambahan diawali dengan pembelahan kulit biji dan perubahan struktur embrio biji menjadi tumbuhan kecil berupa daun kecil, calon batang, dan calon akar. Media lumut menjamin kelembaban yang tinggi sehingga biji mudah berkecambah dari pada di media pasir. 114
a b Gambar 1. (a) Benih yang di Media Lumut dan (b) Benih yang di Media Pasir ((a) Seeds Planted In Moss Media and (b) Seeds Planted In Sand Media) Semai yang telah disapih, terus bertambah tinggi. Pertambahan tinggi dan laju pertumbuhan semai pasak bumi dapat dilihat pada gambar 1. Pertambahan Tinggi Dan Diameter Semai (Cm) 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16,57 15,64 13,52 9,95 8,3 6,07 1,65 3,14 0,05 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,12 0,2 1 2 3 4 5 6 7 8 Tinggi Semai Diameter Semai Bulan Gambar 2. Rata-Rata Pertambahan Tinggi dan Diameter Semai Pasak Bumi (Mean Hight Growth and Diameter of Pasak Bumi Seedlings) Pertambahan tinggi jauh lebih cepat dari pada pertambahan diameter (gambar 2). Dalam keadaan ini yang masih terjadi adalah pertumbuhan primer akibat aktivitas pembelahan sel pada jaringan meristem primer, hal ini menyebabkan pertambahan tinggi semai lebih unggul dibandingkan pertambahan diameter secara keseluruhan (Darmawan dan Baharsjah 2010). 200 187 179 pertambahan jumlah malai daun (lembar) 150 100 50 0 126 77 79 56 56 1 2 3 4 5 6 7 8 Bulan Jumlah Daun Gambar 3. Pertambahan Jumlah Daun Semai Pasak Bumi (Leaves Amount Growth of Pasak Bumi Seedlings) 115
Jumlah daun mengalami peningkatan yang signifikan pada bulan ke-4 dengan selisih pertambahan daun sebanyak 35,29 %, dikarenakan pada bulan tersebut semua semai mulai mengeluarkan daun. Terjadi pengurangan jumlah daun pada bulan ke-5 dengan selisih daun sebanyak 5,88%, yang disebabkan karena semai mulai terserang hama, mengalami kelayuan dan akhirnya mati. Susilowati (2008) menyatakan bahwa media semai mempengaruhi pembentukkan daun pasak bumi. 2. Perbanyakan secara generatif (cabutan alam) Tabel 2. Perkembangan Cabutan Alam Selama Penelitian (Growth Parameters of Pasak Bumi Stumps During the Study) Parameter Jumlah Tanaman Keseluruhan 33 Tanaman Umur 8 Bulan Tanaman yang Bertahan Hidup 24 Tanaman % 84,50% Jumlah Tanaman Yang Bertunas 16 Tanaman Jumlah Tunas Keseluruhan 29 Tunas Rerata Panjang Tunas 5,25 Cm Rerata Diameter Tunas 1,22 Cm Rerata Jumlah Anak Daun 40,5 Daun Sumber: Hasil Analisis data 2016 Cabutan alam yang mampu bertahan hidup yaitu sebesar 84,5%. Terdapatnya faktor internal berupa gen dan hormon dan faktor eksternal berupa nutrisi makanan, suhu, cahaya, air, kelembaban dan tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Keadaan lingkungan yang baik mampu menyediakan asupan makanan bagi tanaman, sehingga tanaman mampu mengeluarkan tunas satu bulan setelah tanam. Tunas yang muncul sangat bervariasi yaitu terdiri dari 1-4 tunas dalam satu tanaman. Tunas pada cabutan terdiri dari tunas apikal dan tunas lateral. Tunas apikal adalah tunas yang keluar di pucuk (puncak) batang sedangkan tunas lateral adalah tunas yang keluar diketiak daun atau samping batang. Dahlia (2001) menjelaskan selama tunas apikal masih ada, maka pembentukkan dan pertumbuhan tunas lateral akan terhambat karena pucuk apikal merupakan tempat memproduksi auksin. Sama halnya dengan pertumbuhan tinggi semai, pertumbuhan panjang tunas cabutan alam juga lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan diameternya yang disebabkan adanya pembelahan sel pada jaringan meristem primer. Tunas lateral lebih mendominasi dari pada tunas apikal, selain itu jumlah daun pada tunas lateral lebih menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah daun tunas apikal. 3. Perbanyakan secara vegetatif (setek 116
Tabel 3. Perkembangan Setek Selama Penelitian (Stem Cutting Growth Parameters of Pasak Bumi During the Study ) Parameter Jumlah Stek 14 Setek Umur 8 Bulan Yang Bertahan Hidup 8 Setek % 20,80% Jumlah Tanaman Yang Bertunas 8 Setek Jumlah Tunas Keseluruhan 14 Tunas Rerata Panjang Tunas 19,05 Cm Rerata Diameter Tunas 0,79 Cm Rerata Jumlah Anak Daun 20 Daun Sumber: Hasil Analisis data 2016 Setek yang mampu bertahan hidup yaitu sebesar 20,8%. Diakhir penelitian hanya akar tunggul (stump) yang masih bertahan hidup sampai akhir penelitian dikarenakan, stump sudah memiliki akar yang dapat digunakan untuk mendapatkan unsur hara yang terdapat dalam media. Berbeda halnya dengan setek pucuk dan setek batang meskipun telah dilakukkan pemberian Rootone-F tetap saja tidak menumbuhkan akar sampai akhir penelitian. Sakai et al (2002) menyebutkan bahwa keberhasilan setek ditentukan oleh kondisi lingkungan yang baik bagi keberhasilan proses fotosintesis yang maksimal dan respirasi yang seimbang. Kedua proses fisiologis tersebut sangat berperan terhadap pertumbuhan setek berakar. Gambar 4. Bentuk Tunas Dari Pembiakan Vegetatif Stump (Bud Form on Vegetatif Growth From Stump ) Tunas pada setek muncul di awal bulan pertama setelah tanam dengan jumlah tunas yang bervariasi. Sama halnya dengan cabutan alam, tunas pada setek juga terdiri tunas pucuk untuk setek pucuk dan tunas lateral untuk setek batang dan stump. 117
6 5 4 3 2 1 0 2,44 3,71 1,27 0,38 0,51 0,78 0,07 0,07 0,07 0,08 0,09 0,11 0,15 0,17 1 2 3 4 5 6 7 8 Bulan 4,7 5,36 panjang tunas diameter tunas Gambar 5. Rata-Rata Pertambahan Tinggi dan Diameter Setek Pasak Bumi (Mean of Height And Diameter Growth From Pasak Bumi Stem Cuttings) Pertambahan panjang setek jauh lebih cepat dibandingkan pertambahan diameter setek (gambar 5). Pembelahan sel pada jaringan meristem primer inilah yang menyebabkan pertambahan tinggi lebih cepat dibandingkan pertambahan diameter secara keseluruhan. Di akhir penelitian tunas yang mampu bertahan hidup adalah tunas lateral yang berasal dari stump. 160 140 120 100 80 60 40 20 0 14 65 115 116 129 142 142 142 1 2 3 4 5 6 7 8 Bulan jumlah daun Gambar 6. Pertambahan Jumlah Daun Setek(Leaves Amount Growth on Stem Cutting) Pertambahan jumlah daun terjadi peningkatan pada bulan ke-3 dengan selisih sebesar 43,47% dan jumlah tunas terhenti pada bulan ke-6 sampai akhir penelitian.tunas yang nantinya akan menjadi daun menghasilkan suatu senyawa yang kompleks selain auksin yang akan merangsang pembentukkan akar. Jumlah daun sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman (setek), oleh karena itu di akhir penelitian hanya tunggul akar yang mampu bertahan hidup yang dikarenakan tunggal akar sudah memiliki akar dan jumlah daun yang banyak. 4. Pengukuran kondisi lingkungan Pengukuran suhu tertinggi terdapat pada bulan Juni (29,7⁰C) dan terendah di bulan Juli (29,4⁰C), sedangkan kelembaban udara tertinggi terdapat pada bulan Juli (80,3%) dan terendah terdapat di bulan Maret (78,4%), dan intensitas cahaya tertinggi terdapat di bulan Juni (62,7 Klx) dan terendah terdapat di bulan juli (10,4 Klx.) 118
Keadaan dan kondisi lingkungan sangatlah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi lingkungan yang baik akan membuat tanaman mampu bertahan hidup dengan baik, dan sebaliknya. 5. Analisis data dengan uji-t Persen hidup tertinggi terdapat pada cabutan alam pasak bumi sebesar 19,67 diikuti semai sebesar 3,33% dan persen hidup terendah terdapat pada setek sebesar 0,35%. Tabel 4. Hasil Perhitungan Persen Hidup Tanaman Berasal Dari Pembiakan Generatif Dan Vegetatif (Percentase of Plant Survival on Generatif and Vegetatif Propagation) Perlakuan Persen Hidup (%) Biji 3,33 Cabutan Alam 19,67 Setek 0,35 Sumber: Hasil Analisis data 2016 Persen hidup cabutan alam memberikan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan persen hidup semai dan setek. Cabutan alam merupakan anakan yang berasal dari hutan alam yang sudah memiliki jaringan-jaringan yang lengkap sehingga dapat mempermudah memenuhi kebutuhan hidupnya seperti akar yang berguna untuk menyerap unsur hara yang terdapat pada media yang digunakan dan daun berguna sebagai tempat berfotosintesis yang digunakan sebagai cadangan makanan. Persen hidup merupakan gejala kemampuan tumbuhan dan adaptasi tanaman terhadap kondisi lingkungan tempat mereka tumbuh serta merupakan salah satu kriteria seleksi, terutama pada waktu introduksi jenis dan provenan pada lingkungan yang memiliki perbedaan dengan lingkungan aslinya (Prastyono 2014). Dari perhitungan persen hidup metode yang paling tepat dilakukan dalam perbanyakan tanaman pasak bumi yaitu perbanyakan dengan cabutan alam karena memberikan hasil yang jauh lebih baik selain itu, perawatan yang dilakukan juga tidak terlalu sulit hanya tiggal menunggu cabutan alam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Dari ketiga metode yang perbanyakan tanaman pasak bumi, perbanyakan secara generatif dengan cabutan alam memberikan rerata hasil lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. 2. Biji yang disemai di media lumut menghasilkan rerata kecambah yang lebih baik dari pada media pasir yang tidak menghasilkan kecambah sama sekali. Saran Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai perbanyakan tanaman pasak bumi secara generatif dan vegetatif dengan menggunakan perlakuan dan media yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan budidaya tanaman pasak bumi dengan teknik yang berbeda seperti kultur jaringan. 119
DAFTAR PUSTAKA Cahyono DDN, Rayan, Purwanigsih S, 2010, Prospek dan Budidaya Pasak Bumi dalam pola Agroforestri, Prosiding Seminar Nasional Silvikultur, Kehutanan UGM, 2014. pdf. Diakses tanggal 13 September 2016 Dahlia, 2001,Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan, UM Press: Malang. Darmawan J, Baharsjah JS. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID): SITC. Hussein S, Ibrahim R, Kiong ALP, Fadzilah NM and Daud SK. 2005. Multiple shoot formation of important tropical mediclinal plant, Eurycoma longifolia Jack. J. Biotechnol 22: 349-351. Prastyono. 2014.Variasi Pertumbuhan Pada Uji Provenan Ulin di Bondowoso. Jurnal Wana Benih 15(2): 73-80. Sakai C, Subiakto A, Nuroniah HS, Kamata N dan Nakamura K. 2002. Mass propagation method from the cutting of tree Dipterocarp species. J For Res 7:73-80. Susilowati A., 2008. Teknik Perbanyakan Dan Kekerabatan Genetik Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack), Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 120