IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. ANALISA PERANCANGAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

III. METODE PENELITIAN

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

III. METODOLOGI PENELITIAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN

DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

IV. ANALISIS PERANCANGAN

BAB III BAHAN DAN METODE

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. Metode Rancang Bangun

IV. PENDEKATAN DESAIN

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi

METODOLOGI PENELITIAN

RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK

DESAIN MESIN PENANAM KEDELAI DENGAN PENGOLAHAN TANAH ALUR ELGY MUHAMMAD RIZQYA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

III. METODE PENELITIAN

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI

Pertemuan ke-11. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Ring Transducer

ALAT DAN MESIN PENANAM

ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH

PERANCANGAN ALAT PENANAM BENIH JAGUNG MULTI FUNGSI BAGI MASYARAKAT SINGOROJO KENDAL

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

Pedal Thresher dan Pedal Thresher Lipat

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin inilah yang

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

ANALISIS RANCANGAN A. KRITERIA RANCANGAN B. RANCANGAN FUNGSIONAL

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PROSES MANUFAKTUR. yang dilakukan dalam proses manufaktur mesin pembuat tepung ini adalah : Mulai. Pengumpulan data.

Transkripsi:

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah tanah (rotari tiller) sehingga dirancang agar tidak terlalu banyak memakan tempat, yaitu di antara rotari dan kaki operator. Adapun kriteria disain yang diberikan pada rancangan alat penanam dan pemupuk jagung ini adalah: 1. Mesin ini digunakan untuk menanam dan memupuk benih jagung. Jika digunakan untuk menanam tanaman lain (biji-bijian) maka lempeng pengatur pengeluaran benih (metering device) diganti dengan yang sesuai. 2. Mesin ini dilengkapi dengan pemberian pupuk butiran (Urea, TSP, dan KCl/ZK). 3. Mesin ini dapat melakukan penanaman dan pemupukan untuk satu alur tanaman sekaligus. Pemupukan dilakukan pada sisi alur penanaman jagung dengan jarak 7 cm dari penanaman benih jagung dan penanaman jagung dilakukan secara bed planting yaitu penanaman dilakukan pada puncak guludan. 4. Mesin ini menggunakan jarak tanam 75 cm x 20 cm, jumlah benih per lubang sebanyak 1 atau 2 benih 5. Kedalaman penanaman 2-5 cm dan kedalaman pemupukan 7-10 cm, 6. Mesin ini dipasangkan pada traktor tangan tipe TF105ML-di, sehingga dimensi mesin dibatasi ruang yang tersedia, di antaranya ukuran hopper pupuk dan benih dibatasi oleh ruang yang tersedia di atas dek rotary tiller yaitu lebar 30 cm dan tinggi 22 cm. 22

B. RANCANGAN FUNGSIONAL Untuk keperluan penanaman dan penempatan pupuk jagung maka mesin tersebut memiliki fungsi utama mengolah tanah, membentuk guludan, menanam benih jagung dan menempatkan pupuk Urea, TSP dan KCl sesuai dengan keperluan. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan implemen rotary tiller yang terdiri dari beberapa pisau rotari. Pisau rotari berfungsi memotong/mencacah tanah sehingga tanah lebih remah dan mudah untuk dibentuk guludan, sekaligus mengarahkan tanah hasil olahan ke arah tengah. Tanah hasil olahan rotary tiller dibentuk menjadi guludan dengan lebar 75 cm oleh furrower. Furrower terdiri dari 2 bagian utama, yaitu pisau furrower dan singkal furrower. Pisau furrower berfungsi memotong permukaan tanah dan mengarahkanya menuju bagian singkal furower dan singkal furrower berfungsi membalikan tanah dan membentuknya menjadi guludan dengan ukuran yang diinginkan. Dari fungsi utama penanam dan pemupuk jagung diuraikan menjadi fungsi-sungsi pendukung yang lebih detil sebagai berikut. 1. Kotak benih dan pupuk (hopper), berfungsi sebagai tempat penampungan benih dan pupuk sementara sebelum benih ditanam dan pupuk ditempatkan ke lahan. 2. Pengatur pengeluaran benih (metering device), berfungsi mengatur jumlah benih dan jarak tanam. 3. Pengatur pengeluaran pupuk (metering device), berfungsi mengatur jumlah pengeluaran pupuk (dosis pupuk) yang dikehendaki. 4. Saluran pengeluaran benih, berfungsi untuk menyalurkan benih dari pengatur pengeluaranya (metering device) ke alur benih. 5. Saluran pengeluaran pupuk, berfungsi untuk menyalurkan pupuk dari pengatur pengeluaranya (metering device) ke alur benih dan sekaligus sebagai pembuka alur pupuk. 6. Pembuka alur benih, berfungsi sebagai pembuat alur tanam di mana benih akan ditempatkan. 23

7. Sistem transmisi, berfungsi untuk menyalurkan tenaga putar dari roda penggerak ke metering device benih dan pupuk. 8. Roda penggerak, berfungsi memutar metering device benih dan pupuk dan sekaligus sebagai penutup alur benih. 9. Rangka utama, berfungsi sebagai penopang hopper benih dan pupuk, poros metering device, dan sekaligus sebagai pengikat/penggandeng mesin tanam dan pemupuk ini dengan traktor. Prinsip kerja dari mesin penanam dan pemupuk yang dirancang ini sebagi berikut: pengolah tanah rotary untuk menggemburkan tanah, sepasang singkal furrower untuk membentuk guludan, pembuka alur benih berada di depan roda penggerak, dengan tenaga tarik traktor tangan akan membuat alur untuk benih dan setelah benih masuk lubang tanam maka langsung tertutup tanah oleh roda penggerak, sedangkan saluran pengeluaran pupuk yang dilengkapi dengan pembuka alur pupuk berada 7 cm di samping alur benih. Roda penggerak akan berputar akibat majunya mesin oleh tenaga tarik traktor tangan. Putaran roda disalurkan dengan sistem transmisi berupa rantai dan sproket untuk memutar poros metering device benih dan pupuk. Selanjutnya benih dan pupuk dikeluarkan, di mana jumlah benih yang keluar dan laju pengeluaran pupuk sebanding dengan putaran roda. Benih yang keluar kemudian disalurkan melalui saluran benih yang diikatkan pada batang pembuka alur benih, sedangkan pupuk yang keluar disalurkan melalui saluran pengeluaran pupuk, yang telah dilengkapi dengan pembuka alur pupuk. Karena pupuk dimasukkan ke dalam tanah maka setelah pupuk masuk bekas alur pupuknya langsung tertimbun kembali oleh tanah. C. RANCANGAN STRUKTURAL Secara struktural disain mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi dilakukan dengan terlebih dahulu memodifikasi implemen rotary tiller dan modifikasi poros roda depan traktor roda-2 agar dapat membentuk guludan yang diinginkan. Dilanjutkan dengan merancang mesin penanam dan pemupuk jagung yang terintegrasi dengan pembuat guludannya. Mesin 24

penanam dan pemupuk jagung digandengkan dengan traktor roda dua pada bagian belakang, di atas dek rotary tiller yang telah terpasang sebelumnya. Sketsa konfigurasi dan penggandengan mesin terintegrasi pada traktor tangan dapat dilihat pada Gambar 11. Tangkai kendali Transmisi tenaga putar Unit penggandeng Engine traktor Unit pemupuk H o Roda pembentuk guludan Unit penanam benih H t H c R w Z pupuk Gambar 11. Konfigurasi dan penggandengan mesin terintegrasi pada traktor tangan Modifikasi susunan dan penambahan pisau rotary dilakukan karena lebar daerah kerja dari rotary tidak sesuai atau kurang lebar dari ukuran guludan yang akan dibentuk, yaitu sebelumnya adalah 65 cm (lihat Gambar 12), sedangkan lebar kerja pengolah tanah yang diharapkan adalah 75 cm sesuai dengan jarak antar alur penanaman jagung. Maka kurangnya adalah 10 cm, untuk itu poros rotary perlu diperpanjang 5 cm sebelah kiri dan 5 cm sebelah kanan as rotary. Pengolah tanah rotari Rodabesi bersirip Gambar 12. Lebar kerja pengolahan tanah 25

Pada masing-masing poros rotary tambahan dipasangkan sebuah pisau rotary. Selain penambahan lebar kerja rotary, dilakukan juga perubahan susunan arah mata pisau rotary dengan tujuan supaya pelemparan tanah diarahkan ke tengah guludan sehingga memudahkan pembuatan guludan oleh furrower. Poros rotary tambahan dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Gambar 13. Rancangan poros rotary tambahan Selain poros rotary modifikasi juga dilakukan pada as roda depan traktor roda dua dilakukan karena penanaman dilakukan pada jarak antar barisan 75 cm, dan jarak antar cekungan guludan 75 cm seperti terlihat pada Gambar 14. Maka lebar jejak roda traktor harus diset menjadi 75 cm agar pada saat traktor beroperasi roda traktor berjalan pada bagian cekungan guludan dan tidak melindas guludan yang telah dibentuk sebelumnya. Oleh karena itu, jarak roda traktor yang sebelumnya 65 cm di modifikasi menjadi 75 cm dengan cara pada as roda traktor ditambahkan di sebelah kiri dan kanan as roda tambahan sebesar 50 mm. Rancangan as roda tambahan seperti terlihat pada Gambar 15. Roda traktor 75 cm Gambar 14. Jarak antar cekungan guludan 26

Gambar 15. Rancangan as roda traktor tambahan. Rancangan struktural pembuat guludan, penanam dan pemupuknya akan dijelaskan berikut ini. Sketsa rancangan furrower, penanam dan pemupuk yang terintegrasi dapat dilihat pada Gambar 16. Sedangkan gambar tekniknya bisa dilihat pada di Lampiran 10. Gambar 16. Sketsa mesin penanam dan pemupuk terintegrasi hasil rancangan. 1. Pembuat Guludan / Furrower Perancangan bentuk furrower didasarkan pada bentuk guludan yang diharapkan yaitu tinggi guludan 20 cm, lebar puncak guludan 10 cm dan jarak antar puncak guludan 75 cm, seperti terlihat pada Gambar 17. Dengan melakukan pendekatan bentuk trapezium untuk guludan yang akan dibuat, maka kedalaman furrower yang diperlukan untuk memindahkan tanah bagian A ke bagian B dan tanah bagian A ke B dapat diketahui dengan menentukan terlebih dahulu parameter tinggi guludan, lebar bawah guludan, dan lebar antar alur guludan. permukaan tanah awal A B B α A Gambar 17. Ukuran guludan yang diharapkan 27

A/A adalah luas penampang tanah yang dipindahkan ke puncak guludan, B/B merupakan luas penampang tanah hasil perpindahan dari A/A, dan α adalah sudut penampang bawah guludan yang besarnya 41.6 0. Luas penampang A dapat didekati dengan menggunakan persamaan berikut: 20 t 55 tan A (20 t) 2 A t t 2 0.563 27.5 325.6.. (5) Sedangkan luas B adalah: t 10 10 tan Bt 2 2 B 0.563t 10t.. (6) Karena luas penampang A sama dengan B maka tinggi tanah (t) yang dipindahkan adalah t = 8.67 cm sehingga diketahui luas tanah yang di potong dan dipindahkan furrower adalah A = 85.65 cm 2. Dengan data ukuran guludan (Gambar 17) dan kedalaman furrower hasil perhitungan (8.67 cm) tersebut, maka dirancang furrower yang terdiri dari dua singkal. Singkal kanan untuk memotong dan memindahkan tanah sisi kanan ke tengah dan singkal kiri untuk memotong tanah dan memindahkan ke tengah guludan. Untuk mendapatkan lebar guludan 75 cm maka jarak anatara mata singkal diatur posisinya sehingga berjarak 75 cm dengan lebar potong singkal untuk masing-masing bilah sebesar 10 cm. bentuk guludan yang diinginkan adalah berbentuk trapesium maka sudut pada sayap singkal diatur sehingga membentuk sudut sama dengan sudut pada guludan yaitu 41.6 0 seperti yang terlihat pada Gambar 18. Untuk mendapatkan tinggi guludan 20 cm maka tinggi sisi miring sayap singkal diatur sehingga tingginya 20 cm. Pada bagian depan furrower terdapat unit pengolah tanah (rotary tiller) maka untuk mengatasi 28

lontaran tanah akibat rotari, tinggi singkal diatur sehingga lebih tinggi dari jari-jari rotari yaitu 35 cm. Agar tanah hasil cacahan rotari dapat mengalir membentuk guludan yang diinginkan maka singkal dirancang melengkung dan pada bagian belakang terdapat plat pembentuk guludan. 35 cm 20 cm 41.6 0 10 cm 10 cm 75 cm Gambar 18. Dimensi pembuat guludan (furrower) Untuk memudahkan pisau singkal memotong tanah dan mengarahkan potongan tanah ke tengah maka selain pisau dan sayap singkal dilengkungkan, juga pada ujung pisau diatur membentuk sudut potong 45 0 seperti terlihat pada Gambar 19. Gambar 19. Sudut pisau pembuat guludan (furrower) 29

Bagian-bagian pembuat guludan (furrower) hasil rancangan dapat di lihat pada Gambar 20. Sedangkan gambar kerja lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Gambar 20. Rancangan pembuat guludan (furrower) 2. Rangka Utama Rangka utama berfungsi menopang hopper benih dan pupuk, roda penggerak metering device dan sekaligus penggandeng mesin penanam dan pemupuk dengan traktor roda dua. Bentuk rangka utama di rancang berdasarkan bentuk profil dek rotary tiller seperti dapat dilihat pada Gambar 21. Titik gandeng Dek rotary tiller Gambar 21. Sketsa traktor roda dua Rangka utama di pasang di atas dek rotari pada bagian depannya dibaut pada titik gandeng. Pada rangka utama terdapat bagian yang menopang hopper benih sebelah kiri dan pupuk sebelah kanan, rangka 30

utama terbuat dari plat baja dengan panjang dan lebar disesuaikan denga profil dek. Pada rangka terdapat dudukan yang merupakan tempat masuknya poros penggerak metering device benih dan pupuk. Rancangan rangka utama dapat dilihat pada Gambar 22 di bawah ini. Dimensi yang lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 22. Rangka Utama Penanam dan Pemupuk Jagung 3. Roda Penggerak Roda penggerak dirancang berdasarkan ukuran guludan yang akan dibentuk, lebar puncak guludan tanaman jagung yang akan dibentuk yaitu 10 cm dijadikan sebagai dasar untuk menentukan lebar dasar roda penggerak yang dirancang yaitu 10 cm, sedangkan panjang garpu roda penggerak dirancang berdasarkan jarak yang tersedia antara dek rotary dengan kaki operator saat mengoperasikan. Diameter roda penggerak ditentukan dengan petimbangan ruang yang tersedia diantara rotari dan kaki operator saat mengoperasikan, sehingga dipilih diameter 30 cm. Rancangan roda penggerak dapat di lihat pada Gambar 23. Pada saat beroperasi roda penggerak akan mengalami tahanan gelinding (rolling resistence) yang besar nilainya dapat diduga berdasarkan persamaan Gill dan Berg (1967) : F. RR d W K b b 3/ 2 (7) dimana d adalah diameter roda penggerak (in), b adalah lebar roda (in), W adalah bobot roda (lb) dan K adalah proporsionalitas yang menggambarkan kondisi tanah. Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan di atas diperoleh nilai F RR = 4.185 lb (18.6 N), dengan 31

diketahui terlebih dahulu nilai d = 30 cm, b = 10 cm, W = 8.1 kg dan nilai K = 1.3 (Gill dan Berg, 1967). 10 cm Gambar 23. Rancangan Roda Penggerak 4. Sistem Transmisi Sistem transmisi yang digunakan adalah rantai dan sproket. Putaran roda penggerak ditransmisikan sampai ke metering device benih dan pupuk menggunakan rantai dan sproket, dengan tujuan putaran roda penggerak dapat memutar metering device dengan rasio putaran tertentu sehingga dihasilkan jarak tanam yang diharapkan. Skema rancangan transmisi dari roda penggerak ke metering device dapat di lihat pada Gambar 24. MD benih G2 MD pupuk G1 Gambar 24. Skema transmisi mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi Rantai menghubungkan antara sproket roda penggerak dengan sproket poros utama penggerak metering device. Metering device benih digerakkan oleh poros penggerak metering device utama melalui dua buah bevel gear dengan jumlah gigi masing-masing 14 buah, sedangkan metering device pupuk digerakkan langsung oleh poros metering device utama tanpa sproket. Pada poros roda penggerak sebelah kiri dipasangkan 32

No Diameter roda sebuah sproket, kemudian pada poros penggerak metering device utama dipasangkan juga sproket. Jumlah gigi sproket pada roda penggerak dan poros penggerak metering device utama ditentukan dengan menganalisis hubungan antara diameter roda penggerak, sproket 1 (G 1 ), sproket 2 (G 2 ), bevel gear1 (b 1 ), bevel gear2 (b 2 ), jumlah celah metering device benih (C b ), kemacetan roda sebesar 5%, dan jarak tanam benih jagung seperti terlihat pada persamaan berikut ini. J tan am G 2 b 2 ( Droda ) (1 ) G1 b1 C. (6) b Dengan persamaan tersebut dicari kombinasi nilai jumlah sproket pada roda penggerak dan poros penggerak metering device sehingga di peroleh nilai jarak tanam yang sama atau mendekati jarak tanam yang diinginkan yaitu 20 cm. dari hasil perhitungan di peroleh data seperti terlihat pada Tabel 1 berikut. Keliling roda Tabel 1. Data hasil perhitungan jarak tanam benih jagung Macet roda Jarak tempuh 1 putaran gigi sproket 1 (G 1 ) gigi sproket 2 (G 2 ) gigi bevel gear 1 (b 1 ) gigi bevel gear 2 (b 2 ) celah MD benih Jarak tanam (cm) (cm) (%) (cm) (buah) (buah) (buah) (buah) C b cm 1 30 94,25 5 98,96 14 16 14 14 6 18,85 2 30 94,25 5 98,96 14 18 14 14 6 21,21 3 30 94,25 5 98,96 16 18 14 14 6 18,56 4 30 94,25 5 98,96 16 20 14 14 6 20,62 5 30 94,25 6 99,90 18 20 14 14 6 18,50 6 30 94,25 7 100,85 18 22 14 14 6 20,54 Pada tabel di atas terlihat bahwa kombinasi jumlah gigi sproket (G1:G2) yang menghasilkan nilai jarak tanam mendekati 20 cm, yaitu 14:18, 16:20, 18:22. Dalam menentukan jumlah gigi sproket pada poros penggerak metering device utama dipertimbangkan juga ruang yang tersedia antara hopper dan rangka utama. Setelah dilakukan pengukuran ternyata sproket dengan jumlah gigi 20 buah tidak memungkinkan untuk digunakan, maka kombinasi sproket yang memungkinkan digunakan adalah 14:18 dengan jarak tanam yang dihasilkan 21.21 cm. 33

5. Kotak Benih dan Pupuk Kotak (hopper) benih dan pupuk berada di atas rotary tiller yang merupakan pelengkap traktor dari pabriknya, di mana hopper benih berada sebelah kiri dan hopper pupuk berada di sebelah kanan. Ukuran kotak benih dan kotak pupuk terbatas dengan ruang yang tersedia pada bagian atas dek rotary tiller. Konsep hopper dan metering device penanam dan pemupuk dapat dilihat pada Gambar 25 berikut ini. (a) (b) Gambar 25. Konsep hopper dan metering device (a) penanam, (b) pemupuk (Sembiring et al.,2000). Hopper benih terdiri bagian penutup hopper, dinding kotak benih, dasar kotak benih, dan katup ruang penjatah. Bentuk hopper benih dirancang pada bagian dasarnya miring dengan tujuan mengurangi gesekan antar benih dan pembatasnya tetapi tetap memudahkan jagung untuk jatuh. Dari hasil pengamatan diperoleh sudut curah jagung sebesar 42 0 yang digunakan sebagai dasar perancangan kemiringan dinding hopper benih, sedangkan kemiringan dasar hopper dirancang 45 0. Bentuk hopper benih hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 26. Bahan pembuat kotak benih adalah plat stainless steel dengan tebal 1 mm. Komponen kotak benih yaitu penutup dan katup dibuat terpisah dengan bahan yang sama dengan tujuan agar mudah diperbaiki apabila terjadi kerusakan. 34

Gambar 26. Rancangan bentuk hopper benih Volume kotak benih didekati dengan persamaan: V hb 4 ( Axjx bx10 ).. (6) ux xpxl b di mana: V hb : volume kotak benih (cm 3 ) A : luas penanaman sekali mengisi kotak benih (1350 m 2 ) J : jumlah benih jagung tiap lubang tanam (1biji) γ b : masa per butir benih jagung rata-rata (0.3 g) ρ b : keraptan isi benih (0.676 g/cm 3 ) p l : jarak antar baris tanam (75 cm) : jarak antar lubang tanam dalam barisan (20 cm) Volume hopper benih dari persamaan diatas adalah: V hb Vhb 4 (1350 10.310 ) 10.676 75 20 3994cm M = 2700 gram 3 Dengan menggunakan persamaan di atas, diperoleh kapasitas hopper benih sebesar 3994 cm 3 atau 2700 gram benih jagung. Dimensi kotak benih yaitu penutup 240 mm x 140 mm, dasar kotak benih 140 mm x 140 mm, sudut kemiringan dasar 45 0, ketinggian posisi belakang dasar 35

kotak 80 mm dan ketinggian posisi hopper bagian depan 30 mm dan ukuran lainnya menyesuaikan dengan ruang yang tersedia. Ukuran kotak benih dan pupuk dibatasi oleh ruang yang tersedia pada bagian atas rotari tiller, sehingga lebar kotak maksimal 30 cm dengan tingginya 22 cm. Volume kotak pupuk dapat ditentukan dengan memperhatikan kebutuhan dosis pupuk per hektar, berat jenis pupuk dan efesiensi pengisian pupuk. Volume kotak pupuk dapat ditentukan menggunakan persamaan: V hp ( A D) (7) 4 u 10 b di mana: V hp : volume kotak pupuk (cm 3 ) A : luas lahan pemupukan sekali mengisi kotak pupuk (1350 m 2 ) D u : dosis pemupukan ( 150kg/ha Urea, 200 kg/ha TSP, 100 kg/ha KCLl) : jumlah unit mesin pemupuk dalam satu lintasan operasi (1 unit) ρ p : keraptan isi pupuk (Urea 0.715 g/cm 3,TSP 1.130 g/cm 3,KCl 0.987 g/cm 3 ) Dengan menggunakan rumus volume di atas maka diperoleh data kebutuhan kotak pupuk seperti pada tabel 2. Tabel 2. Volume hopper pupuk hasil perhitungan Pupuk A ρ p U Dosis V hp Massa (m 2 ) (g/cm 3 ) (unit/lintasan) (kg/ha) (cm 3 ) (gram) Urea 1350 0.715 1 150 2723 1947.1 TSP 1350 1.130 1 200 2297 2596.2 KCl 1350 0.987 1 100 1315 1298.1 Jumlah 6335 5741.4 Kotak pupuk dirancang terbuat dari plat stainless steel dengan tebal 1 mm, dengan tujuan agar kotak pupuk tidak mudah terkorosi akibat reaksi dengan pupuk. Kotak pupuk berada di atas dek rotari sebelah kanan dengan ukuran yang disesuaikan dengan ruang yang ada. Kotak pupuk berada di atas metering device pupuk dengan badan kotak menyandar pada penyangga kotak pupuk yang terdapat pada bagian rangka utama. Bagian 36

sisi kotak dirancang miring dengan tujuan agar pupuk mudah meluncur. Dari pengukuran diperoleh sudut curah pupuk berkisar antara 30 0 sampai 41 0 pada rancangan ini dibuat sudut kemiringan 45 0. Ruang kotak pupuk dibagi dua ruang yaitu untuk pupuk Urea dengan lebar 4 cm dan campuran pupuk TSP dan KCL dengan lebar 6 cm. Bentuk kotak pupuk hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 27. Gambar 27. Kotak (hopper) pupuk hasil rancangan 6. Penjatah Benih (Metering Device Benih) Rancangan penjatah benih adalah dengan menggunakan lempeng bercelah yang dipasang miring dan diputar. Celah benih pada tepi lempengan penjatah didekati dengan ukuran benih jagung hibrida maksimum yang akan ditanam. Hasil pengukuran yang telah dilakukan Sumaryanto (1991) ukuran panjang benih jagung hibrida maksimum 14.5 mm. Tetapi dari hasil pengukuran panjang jagung 11.95 mm, lebar 9.28 mm, dan tebal 4.03 mm (lihat Lampiran 2). Dengan melihat dimensi dan jumlah benih jagung yang akan ditanam yaitu 1 atau 2 benih, maka bisa didekati ukuran lubang (celah) benih pada lempengan penjatah benihnya. Tipe lempengan untuk metering device benih menggunakan tipe miring, dengan alasan untuk mengurangi kerusakan benih akibat gesekan antar benih dan pembatasnya. Benih jagung akan mengisi celah benih dan terbawa ke atas (diputar). Benih yang berlebih akan jatuh karena 37

kemiringan lempengan penjatahnya. Jumlah lubang (celah) benih pada lempeng metering device ditentukan oleh jarak tanam benih dalam satu barisan (20 cm), keliling roda penggerak, serta perbandingan gigi kerucut. Untuk jarak tanam yang berbeda, lempeng metering device dapat diganti. Lempeng penjatah benih ini diputar oleh poros yang diputar oleh roda penggerak. Hubungan antara jarak tanam benih dan ukuran roda atau transmisinya adalah sebagai berikut: dimana: J tb j tr G 1 G 2 b 1 b 2 j c J j G b 2 2 tr G1 b1 tb.(8) jc jtr : jarak tanam benih ( xd) x(1 5%) (9) : jarak satu putaran roda setelah ditambah 5% kemacetan roda (cm) : jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak (buah) : jumlah gigi sproket pada poros metering device (buah) : jumlah gigi bevel gear pada poros utama metering device (buah) : jumlah gigi bevel gear pada poros metering device benih (buah) : jumlah celah pada metering device benih (buah) Dengan jarak tanam yang direncanakan 20 cm, diameter roda 30 cm, dan bevel gear yang sama jumlah giginya (14 gigi), maka dapat ditentukan jumlah gigi sproket pada roda dan sproket poros metering device. Jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak 14 gigi dan sproket pada poros metering device 18 gigi. Lempengan metering device benih yang dirancang ada dua tipe yang masing-masing jumlah celah benihnya 6, berdasarkan jarak tanam yang diinginkan dan terdapat perbedaan pada ukuran celah dan sudut pengambilan benihnya. Tipe I dengan ketebalan 10 mm dan tipe II dengan ketebalan 9 mm. Bentuk metering device yang dirancang dapat dilihat pada Gambar 28. 38

Metering device benih dibuat dari nylon dengan diameter luar 127 mm, terdiri dari 6 buah celah penjatah benih. Ukuran celah lempeng penjatah benih disesuaikan dengan ukuran dua butir benih jagung. Jarak tanam dan barisan ditentukan oleh diameter roda penggerak, rasio transmisi putaran dari roda penggerak dengan lempeng penjatah benih. a b Gambar 28. Model metering device benih hasil rancangan 7. Penjatah Pupuk (Metering Device Pupuk) Penjatah pupuk dirancang berdasarkan dosis pupuk yang akan diberikan pada saat proses penanaman. Dari dosis pupuk per hektar (Urea 150 kg/ha, TSP 200 kg/ha dan KCL 150 kg/ha) yang akan diberikan, akan diketahui dosis (penjatahan) pupuk per meter alur pupuk dengan mempertimbangkan jarak antar baris tanaman. P p Dp a (10) 10 P p adalah dosis pupuk per meter alur tanaman, D p adalah dosis pupuk per hektar dan a adalah jarak antar baris tanaman. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus tersebut diperoleh dosis pupuk per meter alur tanaman seperti pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Data dosis (penjatahan) pupuk per meter alur pupuk Pupuk D p A P p (kg/ha) (m) (g/m) Urea 150 0.75 11.25 TSP 200 0.75 15.00 KCL 100 0.75 7.50 Jumlah 450 33.75 39

Dari data dosis pupuk per meter alur tanaman, dengan mempertimbangkan sistem transmisi (sproket dan rantai), ukuran diameter roda penggerak dan toleransi macet roda penggerak sebesar 5%, maka akan diperoleh penjatahan pupuk per putaran rotor metering device. P 1put Pp (3.14 d) (1 5%) G 100G 1 2. (11) P 1put adalah dosis (penjatahan) pupuk per per putaran rotor metering device, G 1 adalah jumlah gigi sproket pada poros penggerak metering device utama (18 gigi), G 2 adalah jumlah gigi sproket pada poros roda penggerak (14 gigi), dan d adalah diameter roda penggerak. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus tersebut diperoleh dosis (penjatahan) pupuk per putaran rotor metering device seperti pada Tabel 4 di bawah ini. Pupuk Table 4. Data hasil perhitungan dosis pupuk per putaran P p (g/m) G 1 (gigi) G 2 (gigi) d (cm) P 1put (g/putaran) Urea 11.25 14 18 30 14.31 TSP 15.00 14 18 30 19.08 KCL 7.50 14 18 30 9.54 Jumlah 33.75 42.93 Kemudian dari data dosis pupuk per putaran rotor metering device dengan mempertimbangkan massa jenis pupuk akan diketahui volume pupuk per putaran rotor. V 1put P 1put (12) p V 1put adalah volume pupuk per putaran rotor dan ρ p adalah massa jenis pupuk. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus tersebut diperoleh volume pupuk per putaran rotor seperti pada Tabel 5. 40

Tabel 5. Data hasil perhitungan volume pupuk per putaran rotor Pupuk P 1put (g/putaran) ρ p (g/cm 3 ) V 1put (cm 3 /putaran) Urea 14.31 0.715 20.01 TSP 19.08 1.130 16.88 KCL 9.54 0.987 9.66 Jumlah 42.93 46.55 Setelah diketahui volume pupuk per putaran rotor metering device, dengan mensimulasikan pada rotor metering device terdapat 6 alur, maka volume pupuk untuk tiap alur rotor metering device diketahui sebesar 7.76 cm 3. Dari data volume pupuk per alur rotor metering device tersebut dapat diperhitungkan jari-jari dari alur rotor metering device yang akan dibuat. Sketsa rotor metering device dapat dilihat pada Gambar 29 berikut ini. Gambar 29. Sketsa alur rotor metering device pupuk LA adalah luas segitiga dengan panjang sisi yang sama R, sedangkan LD adalah segitiga yang dibentuk dengan sisi yang sama dengan r. Luas LBC merupakan volume pupuk dibagi dengan panjang rotor metering device pupuk. Toleransi antara penjatah pupuk dan rumah atau pipa luas sebesar 1mm. Luas LBC dapat dihitung dengan persamaan: L BC V 1put (13) 6 l 46.55 LBC 6 10 LBC 0.78cm 2 41

L BC 2 2 2 cos30 r cos 60.sin 60 6 2 3 3 6 2 2 2 R R r rt Rt (14) di mana: V 1 put : volume untuk satu putaran rotor (46.55 cm 3 ), L BC : luas celah penjatah pupuk yang terisi pupuk (cm 2 ), R r t l : jari-jari luar/rumah penjatah (cm), : jari-jari penjatah pupuk (cm), : tebal pipa penjatah pupuk (cm), : panjang rotor penjatah pupuk (10 cm). Dengan mengetahui nilai L BC sebesar 0.78 cm 2 kemudian dimasukan ke dalam rumus 14, maka dengan simulasi nilai R (4.2 cm) diperoleh nilai r sebesar 1.1 cm. Dari data perhitungan tersebut dibuat model metering device pupuk yang terbuat dari pipa PVC berdiameter luar 4.2 cm dan diameter alur pupuknya 22 cm. Model metering device pupuk yang dibuat kemudian dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan beberapa bukaan alur penjatah pupuk untuk memilih model penjatah pupuk yang dapat menjatah pupuk sesuai dengan dosis yang diharapkan. Rancangan model metering device dapat di lihat pada Gambar 30. Gambar 30. Model metering device pupuk Setelah dilakukan pengujian dan dipilih model yang terbaik menjatah pupuk, kemudian dibuat metering device yang terbuat dari bahan anti korosi stainless steel berdiameter 22 mm, panjang 100 mm dan tebalnya 1.5 m. Metering device terbagi menjadi 6 bagian celah yang 42

terbuat dari belahan pipa dengan diameter 22 mm dan panjang 110 mm. Kemudian bagian cembung pipa ditempelkan pada poros stainless steel. Disain metering device pupuk yang akan dibuat dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Rancangan metering device pupuk terbuat dari stainless. 8. Saluran Penempatan Benih dan Pembuka Alur Benih Saluran pengeluaran benih terbuat dari selang plastik yang lentur sehingga bisa dibengkokkan dengan mudah sedangkan saluran pengeluaran pupuk berbentuk pipa yang terbuat dari stainless agar tidak mudah terkorosi. Saluran pengeluaran benih diposisikan di depan roda penggerak pada bagian tengahnya, yang diikatkan pada pembuka alur benih dengan tujuan agar setelah benih masuk ke dalam tanah langsung diratakan oleh roda penggerak. Sedangkan saluran pengeluaran pupuk diposisikan di samping depan roda penggerak atau di bawah hopper pupuk yang memiliki sayap kecil sebagai pembuka alur pupuknya. Saluran benih (Gambar 32) yang dirancang menggunakan selang plastik berdiameter 20 mm yang diikatkan pada batang pembuka alur benih jagung. Selang dari lubang pengeluaran benih pada kotak benih dibengkokkan ke arah depan roda penggerak dengan jarak 10 cm dari depan roda penggerak. Selang plastik saluran pengeluaran benih di bagian ujungnya diikatkan pada batang pembuka alur benih yang berupa batang besi. 43

Pembuka alur benih Saluran pengeluaran Gambar 32. Saluran pengeluaran benih jagung Pembuka alur benih dibuat lebih simpel agar tidak menghalangi aliran tanah dan juga karena keterbatasan tempat yang tersedia yaitu di depan roda penggerak. Effendi (1979) dalam Sumaryanto (1991) menyarankan agar kedalaman penanaman benih jagung sedalam 2.5 cm untuk tanah yang cukup lembab dan 5 cm untuk tanah yang agak kering. 9. Saluran Pengeluaran Pupuk dan Pembuka Alur Pupuk Saluran pengeluaran pupuk yang dirancang (lihar Gambar 33) terbuat dari stainless steel dengan tujuan agar tidak mudah berkarat. Pada bagian ujungnya dilengkapi dengan pembuka alurnya yang langsung dielaskan pada ujung pipa stainless steel dengan lebar pembuka alur 3 cm. Ujung saluran pengeluaran berbentuk runcing dengan maksud agar pupuk tidak terbawa kembali setelah terjatuh kedalam tanah. Gambar 33. Rancangan saluran pengeluaran pupuk 44

Kedalaman alur pupuk yang disarankan Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan adalah 7 sampai 10 cm. Dengan demikian pembuka alur dibuat mampu menempatkan pupuk pada kedalaman 7 sampai 10 cm. 45