ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Annisa Nur Ichniarsyah NIM F

4 RINGKASAN ANNISA NUR ICHNIARSYAH. Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan TINEKE MANDANG. Pada tahun 2009 telah dirancang mesin penanam, pemupuk, dan pengolah tanah terintegrasi dengan penggerak traktor tangan untuk penanaman jagung. Kekurangan prototipe ini antara lain jarak tanam benih yang tidak seragam, dosis pupuk tidak dapat diatur, kemacetan roda penggerak sebesar 38% sehingga tidak mampu memutar penjatah pupuk dengan baik. Setelah dimodifikasi, kinerja penanaman dan pemupukannya lebih baik, namun tingkat kemacetan roda penggerak metering device masih tinggi yaitu 31% yang mengakibatkan penjatahan benih dan pupuk masih belum sempurna. Rotor penjatah pupuk sering terhambat putarannya akibat gesekan yang berlebihan dan juga adanya ganjalan butiran pupuk berukuran besar oleh sirip rotor dan dinding pembatasnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu desain optimum penjatah pupuk untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis kebutuhan torsi penjatah pupuk tipe edge-cell (rotor berputar) dan 2) merancang penjatah pupuk butiran tipe edge-cell untuk mesin pemupuk jagung yang membutuhkan torsi rendah dan penjatahan yang akurat. Jenis penjatah pupuk yang digunakan adalah rotor tipe edge-cell yang didesain secara optimum sehingga meminimalisisr gesekan antara pupuk dengan ujung rotor, hasil pemupukan seragam, dan kebutuhan torsi pemutaran rotor kecil. Rotor penjatah pupuk berdiameter 40 mm, memiliki 6 alur, jari-jari alur 4.5 mm, dan panjang rotor 80 mm. Rotor dilengkapi dengan selubung pengatur dosis penjatahan pupuk. Untuk pengujian, penjatah pupuk tersebut dipasang pada hopper-nya, dan dipasangkan pada perangkat pemutar rotor (motor listrik variable speed) dalam sebuah set percobaan di laboratorium. Poros rotor dipasangi strain gage untuk mengukur kebutuhan torsi putarnya. Pengujian yang dilakukan adalah: pengujian ketepatan penjatahan pupuk, pengujian keseragaman penjatahan, analisis kebutuhan torsi, dan validasi model penjatah pupuk. Pengujian dilakukan menggunakan pupuk urea, TSP, dan campuran TSP dengan KCl. Kecepatan rotor divariasikan: 15, 25, dan 35 RPM, dan volume pupuk dalam hopper 25, 50, dan 100%. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengujian dengan penjatah tipe rotor konvensional (prototipe-2). Untuk keperluan analisis torsi, telah dikembangkan persamaan matematis pendugaan torsi putar rotor protitipe-2 dan rotor tipe edgecell (prototipe-3). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketepatan penjatahan pupuk dengan rotor prototipe-3 cukup baik. Lebar bukaan selubung pengatur penjatah pupuk secara konsisten dapat mengatur jumlah penjatahan pupuknya. Untuk pupuk urea, pada bukaan selubung 100% rata-rata penjatahan adalah g/putaran rotor. Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah g/putaran rotor dan g/putaran rotor. Penjatahan hasil pengukuran ini lebih kecil dari penjatahan teoritisnya. Kecepatan putar rotor 15, 25, dan 35 RPM tidak mempengaruhi tingkat penjatahan pupuk. Untuk pupuk TSP, pada bukaan 100% rata-rata penjatahannya adalah g/putaran. Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah

5 50.92 g/putaran dan g/putaran. Adapun campuran pupuk TSP dan KCl, pada bukaan 100% rata-rata penjatahannya adalah g/putaran. Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah g/putaran dan g/putaran. Hasil pengujian keseragaman menunjukkan bahwa tingkat penjatahan pupuk cukup seragam dan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume pupuk dalam hopper. Untuk pupuk urea, pada volume pupuk dalam hopper 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah g/putaran. Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut-turut adalah g/putaran dan g/putaran. Untuk pupuk TSP, pada volume pupuk 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah g/putaran. Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut-turut adalah g/putaran dan g/putaran. Sedangkan pada campuran pupuk TSP dan KCl, pada volume pupuk 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah g/putaran. Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturutturut adalah g/putaran dan g/putaran. Hasil pengujian kebutuhan torsi pada kedua tipe penjatah pupuk menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatah pupuk prototipe-3 jauh lebih rendah daripada prototipe-2. Untuk penjatahan pupuk urea pada bukaan selubung 100%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 adalah 0.13 N m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.20 N m. Pada bukaan selubung 75%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 sebesar 0.12 N m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.20 N m. Pada bukaan selubung 50%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 sebesar 0.19 N m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.27 N m. Untuk penjatahan pupuk TSP, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 adalah 0.27 N m, sedangkan pada penjatah prototipe-2 adalah 0.54 N m. Kebutuhan torsi pemupukan prototipe-3 dapat menurunkan kebutuhan torsi hingga 68% dari penjatah prototipe-2 pada penjatahan pupuk urea dan hingga 80% dari penjatah prototipe-2 pada penjatahan pupuk TSP. Model pendugaan torsi yang dibangun cukup akurat untuk menduga nilai kebutuhan torsi pada volume hopper 25% untuk pupuk urea. Sedangkan pendugaan torsi pupuk TSP belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil pengukuran torsi. Kata kunci: analisis kebutuhan torsi, desain optimum, pemupuk jagung, penjatah pupuk tipe edge-cell

6 SUMMARY ANNISA NUR ICHNIARSYAH. Torque Requirement Analysis and Design of Edge-cell Type Metering Device for Corn Fertilizer Applicator. Supervised by WAWAN HERMAWAN and TINEKE MANDANG. A prototype of integrated machine for planting, fertilizer applicator, and soil tillage for corn cultivation has been developed in It still had many lacks such as non-uniform seed spacing, unadjusted fertilizer discharge, the level of jamming in driving wheel was 38%, quite high to cause metering device stopped working. Afer being modified, planting and fertilizing performance showed improvement. However, the level of jamming was still high at about 31% which caused inappropriate seed and fertilizer discharge. Due to the excessive friction and fertilizer clogging, the metering rotor often stopped working. Therefore, an optimum design of metering device is needed to overcome the problems. The objectives of the research were: 1) to analyze torque requirement of edge-cell type metering device and 2) to design an edge-cell type metering device for corn fertilizer applicator with lower torque requirement and high accuracy. Metering device used in this research was an edge-cell type rotor, optimally designed to minimize the friction between fertilizer and the rotor tips, produce uniform seed spacing, and require lower torque. The rotor diameter is 40 mm with 6 grooves, its diameter is 4.5 mm each, and rotor length is 80 mm. It was equipped with rotor casing for discharge controlling. For performance test, the hopper and a variable speed electric motor were attached to the metering device in a set of experiments in the laboratory. The rotor shaft was equipped with strain gage to measure the torque requirement. The tests included: accuracy test, uniformity test, torque requirement analysis, and model validation of metering device. The fertilizers used in the research were urea, TSP, and a mixture of TSP and KCl. The rotor rotation speed was varied: 15, 25, and 35 RPM, and fertilizer volume was: 25, 50, and 100%. For comparison, a conventional (prototype-2) metering device was also tested. For torque requirement analysis, a mathematical model to estimate torque requirement of prototype-2 and edge-cell type (prototype-3) metering device was developed. The accuracy test of prototype-3 metering device showed satisfying results. For test on urea, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer discharge rate was g/rotation, g/rotation, and g/rotation, respectively. It was slightly smaller than teoritical discharge rate. The rotor rotational speed at 15, 25, and 35 RPM gave no significant effect to discharge rate. For test on TSP, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer discharge rate was g/rotation, g/rotation, and g/rotation, respectively. For test on TSP-KCl mixture, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer discharge rate was g/rotation, g/rotation, and g/rotation, respectively. The uniformity test also performed satisfying results and the change of fertilizer volume did not affect the discharge rate. For test on urea, at 25, 50, and 100% fertilizer volume, the discharge rate was g/rotation, g/rotation, and g/rotation, respectively. For test on TSP, at 25, 50, and 100% fertilizer volume, the discharge rate was g/rotation, g/rotation, and g/rotation, respectively. For test on TSP-KCl mixture, at 25, 50, and

7 100% fertilizer volume, the discharge rate was g/rotation, g/rotation, and g/rotation, respectively. From the torque requirement test, it was concluded that the torque requirement of edge-cell type metering device was lower than the conventional type. For comparison, torque requirement at 100% rotor opening tested on urea was 0.13 N m (prototype-3) and 0.20 N m (prototype-2). At 75% rotor opening, the torque requirement was 0.12 N m (prototype-3) and 0.20 N m (prototype-2). At 50% rotor opening, the torque requirement was 0.19 N m (prototype-3) and 0.27 N m (prototype-2). When tested on TSP, the results were 0.27 N m (prototype-3) and 0.54 N m (prototype- 2). The torque requirement of edge-cell type metering device was lower than prototype-2 up to 68% (tested on urea) and 80% (tested on TSP). The validation results showed that the mathematical model could predict accurately the torque requirement of the rotor only on the lower volume of fertilizer in the hopper (25%). While the mathematical model to estimate the torque requirement for TSP needed improvement to predict more accurately. Keywords: torque requirement analysis, optimum design, edge-cell type metering device, fertilizer applicator.

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

10 ii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Radite P. A. S, MAgr

11 Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung Nama : Annisa Nur Ichniarsyah NIM : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Wawan Hermawan, MS Ketua Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Setyo Pertiwi, MAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: (tanggal pelaksanaan ujian tesis) Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)

12 iv PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilakukan sejak bulan Januari 2012 ini mengambil tema alat pemupuk jagung dengan judul Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku ketua komisi pembimbing atas segala arahan, masukan, bimbingan, dan koreksi yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian berlangsung hingga penulisan tesis ini selesai. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS selaku pembimbing kedua atas masukan dan koreksi dalam penyusunan tesis ini. 3. Bapak Dr. Ir. Radite P. A. S, MAgr selaku dosen penguji luar komisi. 4. Ibu Dr. Ir. Setyo Pertiwi, MAgr selaku ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan. 5. Papa, mama, adik-adik dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan dengan tulus ikhlas kepada penulis. 6. Staf, laboran, dan teknisi Laboratorium Mekanika Tanah dan laboratorium lapangan Siswadi Supardjo atas bantuannya selama proses penelitian. 7. Teman-teman TMP 2010, Cecep, Tika, dan bang Agus atas bantuannya pada saat proses pengujian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu dan pengetahuan bangsa Indonesia. Bogor, Mei 2013 Annisa Nur Ichniarsyah

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xii xii xiii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Pupuk 3 Alat Pemupuk Butiran 5 Penjatah Pupuk 7 Kotak Pupuk (Hopper) 11 3 METODE PENELITIAN 12 Waktu dan Tempat 12 Alat dan Bahan 12 Tahapan Penelitian 13 4 PENDEKATAN RANCANGAN 25 Rancangan Fungsional 25 Rancangan Struktural 26 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 Pengujian Kinerja Alat Pemupuk Jagung 32 6 SIMPULAN DAN SARAN 46 Simpulan 46 Saran 46 DAFTAR PUSTAKA 47 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 82

14 ii DAFTAR TABEL 1 Karakteristik pupuk 4 2 Bagian yang dimodifikasi 15 3 Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk 26 4 Hasil Perhitungan Penjatahan Pupuk per Putaran Rotor 28 5 Perhitungan luas penampang celah rotor 29 6 Hasil perhitungan panjang rotor 29 7 Penentuan kecepatan putar rotor pada saat pengujian 30 8 Distribusi ukuran pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1) 33 DAFTAR GAMBAR 1 Bentuk fisik pupuk; (a) urea, (b) TSP, dan (c) KCl 5 2 Penebar pupuk tipe gravitasi (Srivastava et al. 2006) 6 3 Tipe penjatah pupuk (a) roda bintang, (b) piringan berputar, (c) ulir rapat, dan (d) ulir longgar (Srivastava et al. 2006) 7 4 Tipe penjatah pupuk (a) edge-cell, (b) sabuk berputar, (c) rotor beralur, dan (d) aliran gravitasi (Srivastava et al. 2006) 8 5 Penjatah pupuk rancangan (a) Hermawan (1985) dan (b) Virawan (1989) 9 6 Penjatah pupuk rancangan (a) Wibowo (1991), (b) Sumaryanto (1991), dan (c) Azwar et al (1995) 10 7 Penjatah pupuk (Setiawan 2001) 10 8 Penjatah pupuk rancangan Syafri (2010) 11 9 Tahapan penelitian Penjatah pupuk rancangan Syafri (a) bukaan 100%, (b) bukaan 75%, dan (c) bukaan 50% (a) butiran pupuk yang menghambat putaran rotor dan (b) hopper pupuk pada penelitian terdahulu Rotor penjatah Rotor penjatah (a) prototipe-2 dan (b) prototipe Analisis pendugaan torsi pada prototipe Analisis torsi pada prototipe Analisis pendugaan torsi pada prototipe Analisis torsi pada prototipe Susunan alat untuk pengujian ketepatan dan keseragaman penjatahan Skema susunan alat pengujian kebutuhan torsi Susunan alat pada proses kalibrasi Desain dasar hopper pupuk Penampang celah rotor Rotor dan selubung rotor Bentuk dan letak penjatah pupuk prototipe Bentuk dan letak penjatah prototipe Interlocking arc pupuk KCl pada alat penjatah; (a) prototipe-2, (b) prototipe Kondisi pupuk KCl dalam hopper 32

15 28 Duster tipe gendong Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 100%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 75%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 50%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Retakan pada ruang penjatah pupuk prototipe Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-2; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-3; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Koreksi perhitungan pendugaan gaya berat pupuk dalam hopper Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 45 DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 50 2 Perhitungan Kadar Air 51 3 Prosedur Uji Geser Langsung (kohesi) 52 4 Prosedur Uji Geser Langsung (adhesi) 54 5 Perhitungan Luas Penampang Celah Penjatah 57 6 Data Hasil Pengujian Ketepatan Penjatahan Pupuk 60 7 Data Hasil Pengujian Keseragaman Penjatahan Pupuk 65 8 Tabel Hasil Kalibrasi Handy Strain Meter 70 9 Data Hasil Pengujian Kebutuhan Torsi Penjatahan Pupuk Data Hasil Validasi Model Penjatah Pupuk Gambar Teknik 74

16

17 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting. Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan pokok di beberapa daerah. Hal ini menjadikan jagung merupakan salah satu komoditas penting. Pada tahun 2009, produksi jagung nasional mencapai 17,592,309 ton dengan luas panen 4,156,706 ha (angka sementara Departemen Pertanian). Meskipun demikian, ternyata produksi jagung belum mampu menutupi kebutuhan jagung nasional sehingga pada tahun 2006 terjadi impor jagung sebanyak 2.32 juta ton. Kebutuhan jagung yang terus meningkat ini disebabkan adanya permintaan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan, karena di Indonesia kebutuhan jagung untuk pakan melebihi 50% kebutuhan nasional. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor perlu dilakukan swasembada jagung. Hal ini dapat direalisasikan karena Indonesia memiliki sumberdaya yang berlimpah. Agar tujuan tersebut dapat tercapai diperlukan dukungan dari berbagai sektor seperti sektor pengembangan teknologi, kebijakan, dan investasi. Dari sisi pengembangan teknologi, upaya peningkatan produksi jagung dalam negeri ditempuh melalui perluasan area tanam dan peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan pendekatan penerapan teknologi untuk memecahkan masalah usahatani di wilayah tertentu yang bersifat spesifik lokasi (Suryana et al. 2007). Oleh karena itu, aplikasi teknologi mekanisasi dalam budidaya jagung sangat diperlukan. Mekanisasi dalam bidang budidaya jagung diwujudkan antara lain melalui inovasi-inovasi peralatan yang sesuai dengan kondisi usaha tani Indonesia, misalnya dalam peningkatan kapasitas kerja, kualitas kerja, dan efisensi biaya pengoperasian. Tim peneliti dari Bagian Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Otomasi, Institut Pertanian Bogor telah melakukan berbagai inovasi maupun penelitian terkait dengan mekanisasi untuk budidaya jagung. Inovasi tersebut dimulai dengan penggunaan traktor tangan, implemen pengolah tanah, alat penanam dan pemupuk yang meningkatkan kapasitas kerja menjadi lima hingga enam kali dibandingkan cara manual (Sembiring et al. 2000, Virawan 1989). Kemudian dikembangkan metode dan peralatan yang efektif dan efisien pada saat penyiapan lahan untuk penanaman palawija dan sayuran di lahan kering menggunakan bajak singkal, garu rotari, dan furrower yang digerakkan oleh traktor tangan (Hermawan et al. 2004). Syafri (2010) membuat rancang bangun mesin penanam jagung terintegreasi dengan penggerak traktor roda dua. Mesin ini (prototipe-1) menggabungkan tiga kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanam benih jagung, dan sekaligus pemupuk butiran. Dengan pengintegrasian ini diharapkan waktu kerja dan biaya dapat dipangkas hingga menjadi sepertiganya. Penjatahan benih dan pupuk digerakkan oleh roda penggerak yang bersinggungan dengan puncak guludan yang terbentuk. Prototipe ini dirancang untuk menanam benih jagung dengan jarak tanam 75 x 20 cm dengan jumlah benih 1-2 benih per lubang pada kedalaman cm. Pemupukan pada alat pemupuk, prototipe-1 ini dirancang agar mengeluarkan dosis 150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha

18 2 KCl. Kekurangan prototipe ini antara lain jarak tanam benih yang tidak seragam, dosis pupuk tidak dapat diatur, kemacetan roda penggerak sebesar 38% sehingga tidak mampu memutar penjatah pupuk dengan baik. Putra (2011) memodifikasi mesin penanam dan pemupuk jagung hasil penelitian Syafri. Mesin ini (prototipe-2) mengalami modifikasi antara lain memisahkan hopper pupuk urea dengan hopper pupuk TSP dan KCl, memodifikasi desain roda penggerak agar mampu memutar penjatah pupuk dengan baik dengan memperbesar luas permukaan dan jumlah sirip serta meningkatkan torsinya, dan pembuatan penjatah pupuk yang dilengkapi dengan pengatur dosis. Hasil modifikasi menunjukkan kapasitas lapang teoritis dan efektif yang meningkat (KLT prototipe ha/jam menjadi 0.16 ha/jam; KLE prototipe ha/jam menjadi 0.13 ha/jam pada prototipe-2), jarak alur benih dan pupuk lebih baik, kedalaman tanam mendekati kedalaman yang diharapkan, tingkat kemacetan roda penggerak berkurang menjadi 31%. Meskipun demikian, nilai kemacetan roda penggerak masih cukup besar sehingga penjatahan benih dan pupuk masih belum sempurna. Perumusan Masalah Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya disimpulkan bahwa rotor penjatah pupuk yang digunakan sering terhambat putarannya akibat gesekan yang berlebihan antara pupuk yang dibawa oleh rotor penjatah dengan dinding pelindung rotor dan juga oleh adanya ganjalan butiran pupuk berukuran besar antara ujung sudu penjatah dengan pembatas pada dasar hopper. Dalam kondisi seperti itu, roda penggerak yang mendapatkan daya putar atau torsi saat menggelinding di permukaan guludan tidak dapat memutar dengan baik rotor penjatah pupuk dan sering macet. Akibatnya penjatahan pupuk tidak seragam dan tidak akurat. Oleh karena itu, diperlukan suatu desain optimum penjatah pupuk untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Penjatah pupuk tersebut bertipe edge-cell yang didesain secara optimum sehingga meminimalisir gesekan antara pupuk dengan ujung rotor, hasil pemupukan seragam, dan kebutuhan torsi pemutaran rotor kecil. Pada alat penjatah ini, letak hopper tidak lagi tepat berada di atas penjatah pupuk namun dipindahkan sehingga berada pada sisi samping penjatah pupuk agar pupuk tidak langsung menumpuk di dalam penjatah pupuk. Selain itu, dalam desain penjatah pupuk yang direncanakan ini dilengkapi sikat yang berfungsi menahan pupuk butiran yang berlebih dalam suatu celah penjatah pupuk agar mengisi penjatah yang masih kosong. Dengan mekanisme ini diharapkan kondisi penjatahan pupuk yang didesain dapat tercapai. Bahan yang digunakan untuk hopper pupuk juga diganti dengan akrilik yang transparan. Penggantian bahan ini bertujuan untuk menghindari karat akibat reaksi antara pupuk dan bahan hopper dan juga agar kondisi pupuk di hopper dan ruang penjatah dapat dengan mudah diamati sehingga operator mengetahui kapan waktunya pupuk harus diisi lagi ke hopper.

19 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a) Menganalisis kebutuhan torsi pada penjatah pupuk tipe edge-cell (rotor bercelah), b) Merancang penjatah pupuk butiran untuk mesin pemupuk jagung yang membutuhkan torsi yang rendah dan akurat penjatahannya. 2 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Pupuk adalah material, baik organik maupun anorganik, alami atau buatan, yang menyediakan satu atau lebih komponen kimia yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses dekomposisi oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara yang tinggi. Contohnya antara lain urea, TSP, dan Gandasil (Novizan 2007). Sifat-sifat fisik pupuk memberi pengaruh baik secara agronomi maupun dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, dan saat pengaplikasian (De 1989). Masalah pada saat pengaplikasian seperti penggumpalan, segregasi, dan higroskopisitas tinggi dapat disebabkan oleh sifat-sifat fisik pupuk yang tidak diantisipasi cara penanganannya. Sifat fisik pupuk yang penting untuk diperhatikan untuk keperluan penyimpanan, penanganan, dan aplikasi lapang antara lain ukuran partikel pupuk, segregasi, kekuatan partikel pupuk, sifat higroskopis, massa jenis pupuk, dan sudut curah. Ukuran partikel pupuk merupakan salah satu karakteristik fisik pupuk yang penting untuk memperoleh hasil penjatahan dan pemupukan yang optimal (De, 1989 dan Hofstee, 1990). Pupuk yang rendah kelarutannya dalam air harus memiliki ukuran partikel yang kecil agar mudah diserap akar tanaman. Selain itu, keseragaman penjatahan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel pupuk. Menurut Mehring dan Cumings (1930) dalam De (1989), ukuran butiran pupuk yang lebih kecil dari mm menyebabkan kesulitan pada saat penjatahan karena ukurannya terlalu kecil seperti debu. Untuk keseragaman penjatahan, ukuran butiran pupuk yang disarankan berkisar antara mm. Menurut Hofstee (1990), sebagian besar peneliti menentukan batas minimum ukuran partikel pupuk. sedangkan batas maksimumnya seringkali tidak terlalu dibutuhkan. Batas maksimum sebagian besar jenis pupuk berkisar antara mm. Batas maksimum ukuran partikel tergantung pada respon agronomis tanaman. Pupuk yang ukuran partikelnya besar dapat menyebabkan distribusi spasial nutrisi yang tidak seimbang. Segregasi adalah suatu keadaan yang mengacu pada ketidakseragaman komposisi material karena adanya perbedaan karakteristik fisik masing-masing butiran pupuk. Segregasi merupakan kondisi yang tidak diharapkan karena dapat menyebabkan ketidakseragaman respon tanaman terhadap pupuk (De 1989).

20 4 Butiran pupuk harus memiliki kekuatan mekanis tertentu agar saat penanganan tidak mudah hancur. Selama proses penjatahan, butiran pupuk yang telah menjadi serbuk akan mengumpul di bagian dasar hopper dan menutup pintu keluaran penjatah pupuk. Selain itu, saat serbuk pupuk tersebut menyerap uap air, lapisan serbuk pupuk akan mengeras dan menyebabkan pupuk menempel (De 1989). Sifat higroskopis pupuk diperlukan untuk mengetahui aliran pupuk di hopper, penjatah pupuk, dan saluran pengeluaran pupuk. Pupuk yang higroskopisitasnya tinggi akan mudah bereaksi saat terekspos udara luar. Hal ini akan mengurangi keefektifan penjatahan pupuk (De 1989). Massa jenis pupuk diperlukan untuk perhitungan kapasitas simpan, ukuran ruang penyimpanan, desain pengumpan, dan perhitungan teoritis penjatahan dari hopper. Sudut curah pupuk berpengaruh pada struktur ruang simpan dan desain hopper (De 1989). Pupuk yang digunakan dalam budidaya jagung antara lain pupuk urea (mengandung unsur N), pupuk TSP (mengandung unsur fosfor), dan pupuk KCl yang mengandung unsur kalium. Ketiga pupuk tersebut memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda. Pupuk Urea Pupuk urea terbuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua zat ini menghasilkan pupuk urea dengan kandungan N mencapai 46%. Urea merupakan jenis pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Oleh karena itu, urea mudah larut dalam air dan mudah diserap tanaman. Sifat lainnya adalah mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar oleh sinar matahari (Marsono dan Lingga 2008). Pupuk TSP Pupuk TSP (triplesuperfosfat) memiliki kadar P 2 O 5 sebesar 46-48% dan umumnya berwarna abu-abu. Bentuknya berupa butiran dan larut dalam air. Reaksi fisiologisnya netral (Marsono dan Lingga 2008). Pupuk KCl Pupuk KCl merupakan pupuk yang mengandung kalium dan biasanya berwarna merah muda. Karakteristik ketiga jenis pupuk terdapat pada Tabel 1 berikut ini. Adapun bentuk fisik pupuk dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 1 Karakteristik pupuk Keterangan Urea TSP KCl Kadar (%) (N) 36 (P 2 O 5 ) 21 (K 2 O) Higroskopisitas Tinggi - - Warna Putih dan merah jambu Abu-abu Oranye Sudut curah ( ) Kadar air (%)* maks 0.5 maks 5 maks 1 *standar SNI

21 5 Gambar 1 Bentuk fisik pupuk; (a) urea, (b) TSP, dan (c) KCl Alat Pemupuk Butiran Tanah berpasir akan kekurangan unsur hara lebih cepat pada saat terkena air hujan maupun pemberian air irigasi, sedangkan tanah liat relatif lebih lambat kehilangan unsur hara. Jenis pupuk yang diberikan ke dalam tanah antara lain berupa pupuk kandang, pupuk butiran, dan pupuk cair. Beragamnya jenis pupuk yang ada akan menyebabkan perbedaan alat pemupuk yang digunakan. Misalnya pupuk cair diberikan ke tanaman dengan cara disemprotkan ke tanaman. Cara penyemprotan pupuk cair juga beragam. Oleh karena itu, menurut Srivastava et al. (2006), alat pemupuk akan lebih rumit disebabkan oleh ketidakseragaman pupuk tersebut. Pemakaian pupuk butiran pada umumnya diberikan bersamaan dengan penanaman, setelah penanaman dengan menggunakan alat pemupuk, atau disebarkan setelah penanaman selesai. Akan tetapi, untuk menghemat biaya pengoperasian, saat ini alat pengolah tanah, penanam benih, dan pemupuk telah banyak diintegrasikan dalam satu alat. Alat ini menggunakan tenaga penggerak traktor tangan. Berdasarkan pupuk yang digunakan, alat pemupuk digolongkan menjadi tiga, yaitu alat penebar pupuk kandang, alat penebar pupuk butiran, dan alat penyebar pupuk cair dan gas (Smith et al. 1977). Sedangkan menurut Bainer et al. (1955) alat pemupuk harus memiliki beberapa sifat, antara lain: 1. Alat tersebut mudah mengalirkan pupuk. 2. Laju pengeluaran pupuk tidak tergantung pada ketinggian pupuk dalam kotak pupuk. 3. Pengatur pengeluaran pupuk menghasilkan keluaran yang tepat. 4. Memiliki perlengkapan untuk menentukan laju pengeluaran pupuk. 5. Kotak pupuk dapat dipisahkan dari pengatur pengeluaran pupuk sehingga mudah dibersihkan. 6. Bagian-bagian penting dibuat dari bahan anti karat. Smith et al. (1977) menyatakan bahwa bagian-bagian penting dari sebuah alat pemupuk adalah: 1. Kotak pupuk: menampung sementara pupuk sebelum didistribusikan lewat penjatah pupuk (metering device). 2. Penjatah pupuk (metering device): mengatur dosis pupuk yang dikeluarkan dari kotak pupuk. 3. Tabung pengeluaran pupuk dan saluran pupuk: menyalurkan pupuk keluar dari kotak pupuk menuju ke dalam tanah.

22 6 4. Penutup alur: menutup alur yang telah diisi pupuk. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keseragaman pemberian pupuk antara lain tidak berputarnya roda penggerak dan kondisi pupuk. Putaran roda yang tidak lancar menyebabkan putaran lempeng penjatah pupuk tidak lancar sehingga pupuk yang dijatuhkan tidak seragam. Penyebab lainnya adalah kondisi pupuk yang mudah lengket pada saat keadaan lembab akan mempengaruhi keseragaman dosis keluaran pupuk (Virawan 1989). Pupuk butiran diaplikasikan ke lahan melalui beberapa cara yaitu sebar acak (broadcast application) ataupun diaplikasikan dalam alur tertentu yang disebut banded application (Srivastava et al. 2006). Peralatan yang digunakan untuk menebarkan pupuk butiran ke lahan ini tipe gravitasi, rotary (centrifugal), dan tekanan udara (pneumatic). Penebar tipe gravitasi dapat digunakan dalam sebar acak maupun dalam alur barisan. Penebar tipe ini menggunakan poros putar yang terletak di dalam dekat dasar hopper dan dilengkapi pengaduk. Fungsi pengaduk adalah untuk membantu kelancaran aliran pupuk. Pengaturan bukaan dan penutup aliran pupuk saat membelok dilakukan oleh pintu geser. Gambar 2 menunjukkan aplikator tipe gravitasi untuk sebar acak dan baris alur. Penebar tipe gravitasi untuk aplikasi barisan menggunakan beberapa hopper kecil. Pupuk yang dijatah akan dijatuhkan melalui saluran pupuk dan disebar dalam alur lebar melalui diffuser. Beberapa jenis penebar pupuk dilengkapi dengan pembuka alur untuk menempatkan pupuk di bawah permukaan tanah. Tipe penebar pupuk yang seperti ini paling umum digunakan dengan cara digandengkan dengan unit mesin penanam (Srivastava, et al. 2006). Gambar 2 Penebar pupuk tipe gravitasi (Srivastava et al. 2006) Penebar rotari digunakan untuk aplikasi sebar acak. Pada penebar tipe ini terdapat satu atau dua buah piringan berputar dengan beberapa sudu untuk menyalurkan energi kepada butiran pupuk. Pupuk yang dijatah ke dalam piringan akan ditebarkan melebar karena pengaruh gaya sentrifugal. Umumnya, penjatah ini digandengakan dengan traktor. Akan tetapi beberapa unit yang lebih besar digandengkan dengan truk dan memiliki spinner kembar (Srivastava et al. 2006). Penebar tipe tekanan udara (pneumatic) dapat digunakan untuk tipe sebar acak atau tipe baris alur. Terdapat hopper yang letaknya tepat di tengah. Pupuk dijatah dan ditebarkan dengan bantuan aliran udara melalui tabung-tabung udara.

23 7 Penjatah Pupuk Alat pemupuk memiliki komponen-komponen utama berupa penjatah pupuk dan hopper. Telah banyak jenis mekanisme penjatah yang dikembangkan untuk memperoleh penjatahan yang konsisten dan seragam. Mekanisme ini umumnya digerakkan oleh roda penggerak (ground wheel) dimana penjatahan akan terhenti saat roda berhenti berputar atau saat roda diangkat dari permukaan tanah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis penjatah pupuk. Roda Bintang (star-wheel feed) Pupuk yang akan dijatah, dibawa di antara roda-roda bintang. Kemudian pupuk tersebut jatuh ke dalam lubang pengeluaran secara gravitasi. Dosis penjatahan pupuk dikontrol dengan mengatur tinggi bukaan lubang pemasukan yang terletak di atas roda bintang (Srivastava et al. 2006). Piringan Berputar (rotating bottom) Penjatah piringan berputar digunakan untuk penjatahan beberapa baris tanaman. Pada penjatah pupuk tipe ini, terdapat suatu pengatur stasioner yang berfungsi untuk memisahkan pupuk dari piringan berputar di bawah tangki pupuk, mengarahkan pupuk tersebut ke sisi mangkuk dan memasukkannya ke saluran pupuk. Dosis penjatahan diatur dengan mengatur pintu pengeluaran pada sisi lubang pengeluaran. Kadangkala, dua pintu pengeluaran dapat melakukan pemupuk untuk dua baris tanaman dari satu hopper. Ulir (auger) Penjatah pupuk tipe ulir ada dua jenis; penjatah tipe ulir rapat dan ulir longgar. Tipe ini memiliki displacement yang cukup besar tiap putarannya (Srivastava et al. 2006). Besar-kecilnya dosis penjatahan diatur dengan cara mengubah rasio kecepatan antara ulir dan roda penggerak. Gambar 3 merupakan gambar penjatah pupuk tipe ulir dan juga beberapa tipe penjatah pupuk yang telah dijelaskan sebelumnya. Gambar 3 Tipe penjatah pupuk (a) roda bintang, (b) piringan berputar, (c) ulir rapat, dan (d) ulir longgar (Srivastava et al. 2006)

24 8 Rotor Bercelah (edge-cell) Penjatah pupuk rotor bercelah merupakan tipe penjatah umpan positif dimana roda penjatah dipasangkan pada jarak yang disyaratkan sepanjang hopper dan diputar oleh poros segiempat. Dosis penjatahan pupuk diatur dengan mengubah kecepatan putar rotornya (Srivastava et al. 2006). Sabuk Berputar (belt type) Penjatah pupuk tipe ini digunakan untuk aplikasi pemupukan yang relatif besar, seperti pada penebar rotari dengan hopper yang besar. Beberapa unit memiliki sabuk kawat datar (terbuat dari bahan baja anti karat) yang membawa pupuk sepanjang bagian bawah hopper dan beberapa jenis yang lain sabuknya terbuat dari bahan karet. Dosis penjatahan dikontrol dengan mengatur bukaan pintu pengeluaran yang berada di atas sabuk. Penjatahan dapat dibagi menjadi dua atau lebih aliran pengeluaran saat dibutuhkan. Rotor Beralur (flutted roll) Penjatah pupuk tipe ini merupakan tipe penjatah yang paling banyak digunakan untuk aplikator pestisida butiran. Terdapat roda penggerak yang menggerakkan rotor bersudu atau rotor beralur yang terletak di atas lubang pengeluaran. Rotor tersebut letaknya cukup rapat pada bagian bawah hopper sehingga akan tidak terjadi aliran bahan saat rotor tidak bergerak. Idealnya, dosis penjatahan besarnya proporsional terhadap kecepatan putar rotor dan tidak dipengaruhi oleh kecepatan maju alat pemupuk. Aliran Gravitasi Penjatah tipe ini biasa digunakan untuk tipe tebar acak secara gravitasi. Pengeluaran diatur dengan cara mengatur ukuran lubang bukaan. Dosis penjatahan pada tipe ini sensitif terhadap kecepatan maju. Beberapa tipe penjatah pupuk yang telah disebutkan di atas dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Tipe penjatah pupuk (a) edge-cell, (b) sabuk berputar, (c) rotor beralur, dan (d) aliran gravitasi (Srivastava et al. 2006)

25 9 Beberapa penelitian mengenai penjatah pupuk telah dirancang dan dibuat. Meskipun demikian, hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hermawan (1985) membuat penjatah pupuk tipe agitator feed dengan lempeng penjatah terbuat dari kayu. Diameter lempeng penjatah 11.2 cm dan jumlah celah 16 buah. Pengujian di lapang dilakukan dengan cara menampung pupuk yang keluar pada lembaran plastik di atas permukaan tanah. Hasil rancangan dapat dilihat pada Gambar 10. Dosis yang dihasilkan adalah g/m TSP, 4.76 g/m urea, dan 7.2 g/m KCl. Keluaran pupuk yang diperoleh sedikit berbeda dengan dosis yang diharapkan (Sembiring et al. 2000). Virawan (1989) merancang penjatah pupuk tipe agitator feed dengan diameter silinder 10 cm dan jumlah celah 18 buah. Lebar dan diameter celah ini adalah 3 cm dan 0.65 cm. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan hasil dosis pupuk sebesar 3.76 g/m. Sedangkan dosis pupuk yang diharapkan sebesar 5.01 g/m. Sehingga, dosis pupuk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Sembiring et al. 2000). Penjatah pupuk rancangan Hermawan dan Virawan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Gambar 5 Penjatah pupuk rancangan (a) Hermawan (1985) dan (b) Virawan (1989) Wibowo (1991) membuat penjatah pupuk dengan tipe yang sama dengan rancangan Hermawan (1985) dan Virawan (1989) dengan diameter silinder 10 cm dan celah berbentuk alur yang berpenampang melintang berbentuk segitiga sama kaki. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dosis yang dihasilkan tidak sesuai dengan dosis yang diharapkan. Penelitian lain mengenai penjatah pupuk dilakukan oleh Sumaryanto dan Azwar. Sumaryanto (1991) membuat penjatah pupuk berbentuk auger. Diameter poros sebesar 1.9 cm, jarak antar puncak ulir 5.0 cm dan tinggi ulir 1.3 cm. Pada pengujian di laboratorium dan lahan menghasilkan dosis yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa penjatah pupuk tersebut belum memberikan hasil yang diharapkan. Azwar et al. (1995) dalam Sembiring et al. (2000) merancang penjatah pupuk tipe agitator feed dengan diameter 120 mm dan lebar 40 mm dengan 24 buah celah (Gambar 13). Silinder penjatah pupuk juga ditutup dengan pipa PVC dengan diameter 153 mm. Hasil pengujian rata-rata adalah 4.36 g/m, sedangkan dosis yang diharapkan adalah 4 g/m. Penjatah pupuk rancangan Wibowo, Sumaryanto, dan Azwar dapat dilihat pada Gambar 6.

26 10 Gambar 6 Penjatah pupuk rancangan (a) Wibowo (1991), (b) Sumaryanto (1991), dan (c) Azwar et al (1995) Pada penjatah pupuk rancangan Setiawan (2001), setiap rotor dari penjatah pupuk terdiri dari dua pengumpan pupuk dan satu pengumpan untuk pestisida dan terbuat dari karet. Pengumpan untuk pupuk memiliki sedikitnya 6 buah sirip. Kedua pengumpan pupuk tidak dipasang dalam satu garis akan tetapi bergeser sekitar setengah dari sudut sirip, sehingga memiliki fase tunda sekitar 30. Susunan bertujuan untuk mengurangi puncak torsi dari motor dan fluktuasi keluaran pupuk ketika kedua pengumpan dioperasikan bersamaan. Gambar 7 menunjukkan rancangan penjatah pupuk tersebut. Gambar 7 Penjatah pupuk (Radite 2001) Syafri (2010) merancang dan membuat mesin penanam jagung terintegrasi dengan penggerak traktor roda dua. Mesin ini menggabungkan kegiatan penanaman, pengolahan tanah, dan pemupukan dalam satu prototipe. Celah penjatah terbuat dari bahan anti karat (pipa stainless steel) diameter 22 mm dengan panjang maksimal 100 mm, tebal 1.5 mm yang dibelah menjadi tiga bagian. Penjatah pupuk tersebut terdiri dari 6 bagian pipa yang terbelah yang dilaskan ke poros stainless steel diameter 22 mm dan panjang 110 mm. Pada bagian tengah poros dilubangi dengan diameter 12 mm untuk menempatkan poros yang dipasangkan pada dudukan bus pada rangka utama (Gambar 8). Penjatah pupuk yang dirancang ini merupakan penjatah pupuk tipe agitator feed.

27 11 Gambar 8 Penjatah pupuk rancangan Syafri (2010) Pada alat pemupuk tersebut, kotak pupuk diberi sekat untuk memisahkan pupuk urea dan campuran pupuk TSP dan KCl. Pupuk urea sangat lengket sehingga tidak dapat dicampur dengan jenis pupuk lain. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dosis yang dikeluarkan penjatah pupuk di lahan sebesar 7.69 g/m urea, g/m TSP, dan 5.13 g/m KCl. Sedangkan hasil perhitungan teoritis menunjukkan besarnya dosis untuk urea adalah g/m alur, g/m alur TSP, dan 8.54 g/m alur KCl. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum dosis ketiga jenis pupuk di lapangan besarnya lebih rendah daripada dosis teoritis. Penyebab perbedaan dosis itu adalah karena kemacetan roda penggerak pada pengujian prototipe mesin di lapangan. Kemacetan roda mengakibatkan celah penjatah pupuk tidak berputar dan pupuk tidak mengalir jatuh ke saluran pupuk secara kontinyu. Ketika roda macet jarak tempuh pada alur tersebut tetap bertambah dan dalam perhitungan dosis prototipe di lapangan, massa pupuk dibagi dengan jarak dalam meter alur yang ditempuh, sehingga nilai dosis yang didapatkan menjadi kecil (Syafri 2010). Kotak Pupuk (Hopper) Menurut Mehring dan Cumings dalam Bainer et al. (1961) salah satu faktor penting yang mempengaruhi besarnya keluaran pupuk adalah kemudahan pupuk untuk mengalir yang dipengaruhi oleh higroskopisitas, bentuk dan ukuran partikel, penggumpalan, berat spesifik pupuk, kelembaban relatif tempat menyimpan, dan kerapatan benda. Oleh karena itu, sudut curah pupuk (angle of repose) perlu diperhatikan pada pembuatan hopper. Sudut pada hopper sebaiknya sekitar 40. Selain sudut curah, hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan hopper antara lain bahan pembuatnya. Pupuk memiliki sifat yang korosif karena memiliki kadar ph yang rendah. Oleh karena itu, hopper sebaiknya dibuat dari bahan anti korosi dan anti karat seperti bahan plastik, stainless steel, atau fiberglass (Champbell 1990).

28 12 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Laboratorium Mekanika Tanah, dan Laboratorium Lapangan Siswadhi Supardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari hingga bulan November Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) untuk pembuatan apparatus pengujian, 2) untuk pengamatan dan pengukuran, dan 3) untuk pengujian karakteristik pupuk. Peralatan untuk pembuatan apparatus pengujian adalah: a. Perangkat perancangan: komputer dan software AutoCAD b. Peralatan pembuatan penjatah pupuk dan hopper: mesin bubut, mesin gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, busur, pembengkok akrilik, meteran, burner, strain gage, bridge box (Kyowa, DB-120), handy strain meter (Kyowa, UCAM-1A), slip ring tipe S4, motor AC variable speed, serta peralatan bengkel lainnya. Peralatan untuk pengamatan dan pengukuran antara lain tachometer digital (Krisbow KW ), stopwatch, timbangan, dan kamera digital. Adapun peralatan untuk pengujian karakteristik pupuk antara lain direct shear apparatus, oven, timbangan digital, ring sample, piknometer, wadah evaporasi, dan cawan. Bahan yang diperlukan untuk penelitian antara lain: 1) bahan untuk pembuatan apparatus pengujian, 2) bahan untuk pengujian. Bahan untuk pembuatan apparatus pengujian antara lain: plat akrilik dengan ketebalan 5 mm, akrilik silinder dengan ketebalan 3 mm, mika siku, poros stainless steel diameter 12 mm, silinder pejal berbahan polietilen berdiameter 60 mm dan panjang 60 cm, lem (Araldite, Dextone, Power Glue dan lem akrilik), sok pipa PVC berdiameter 1 inci, sproket, rantai, sikat gigi, mur dan baut, serta bahan pendukung untuk pembuatan dudukan alat yang berasal dari besi siku. Bahan untuk pengujian kinerja antara lain: pupuk Urea, TSP, dan KCl.

29 13 Tahapan Penelitian Secara umum, penelitian melalui tahapan-tahapan seperti yang terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 Tahapan penelitian Berdasarkan Gambar 9, tahapan penelitian yang dilakukan berupa: Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah-masalah yang muncul pada prototipe alat penanam dan pemupuk jagung yang telah diteliti sebelumnya terutama pada bagian penjatahan pupuk butiran. Terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan penjatahan pupuk tidak seragam antara lain: 1) rotor penjatah pupuk macet karena ada butiran pupuk yang mengganjal ujung sudu rotor dengan pembatasnya, 2) beban vertikal dari pupuk yang berada di atas rotor yang menyebabkan tingginya beban gesekan dan beban geser rotor pada pupuk.

30 14 Sebagai akibatnya, roda penggerak rotor tidak mampu memutar rotor dengan baik, dan penjatahan pupuk tidak seragam dan tidak akurat. Setelah diketahui permasalahan yang ada pada alat pemupuk yang telah ada sebelumnya maka dilakukan analisis permasalahan. Tujuannya agar solusi permasalahan yang sesuai dengan kebutuhan dapat diperoleh. Melalui solusi inilah maka dasar konsep desain alat pemupuk hasil modifikasi dapat dibuat. Pada metering device rancangan Syafri, penjatah pupuk yang digunakan merupakan penjatah pupuk tipe agitator feed yang terdiri dari 6 buah celah seperti Gambar 10. Gambar 10 Penjatah pupuk rancangan Syafri (a) bukaan 100%, (b) bukaan 75%, dan (c) bukaan 50% Selain itu, metering device pada alat penjatah sebelumnya terletak di bagian tengah tumpukan pupuk. Akibatnya, rotor sulit berputar karena adanya gaya gesek yang besar antara sudu rotor dan pupuk. Ketika gaya putar yang diberikan lebih besar, rotor dapat berputar dan menjatah pupuk. Akan tetapi, banyak pupuk yang rusak ukurannya karena tergerus dinding bawah hopper. Hasilnya, penjatahan pupuk menjadi tidak seragam karena dosis penjatahan berbeda-beda. Sketsa butiran pupuk yang terhimpit dan posisi penjatah pupuk pada hopper dari penelitian terdahulu terdapat pada Gambar 11. Gambar 11 (a) butiran pupuk yang menghambat putaran rotor dan (b) hopper pupuk pada penelitian terdahulu Seperti yang terdapat pada Gambar 11, hopper yang digunakan untuk penelitian sebelumnya menggunakan bahan plat stainless steel. Karena bahan hopper yang tidak transparan, di lapangan ketinggian pupuk di dalam hopper tidak diketahui. Operator sewaktu-waktu harus mengecek ketinggian isi pupuk agar mengetahui kapan dilakukan pengisian ulang pupuk.

31 15 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan setelah masalah yang timbul berhasil diidentifikasi. Tujuan utamanya adalah untuk menentukan komponen-komponen dan sistem yang akan digunakan. Perumusan, Penyempurnaan Ide Rancangan dan Pemilihan Model Penjatahan Setelah melakukan identifikasi masalah dan studi pustaka, tahapan selanjutnya adalah perumusan dan penyempurnaan ide rancangan. Kemudian barulah model penjatahan yang digunakan untuk model baru dapat dipilih. Bagian-bagian yang mengalami modifikasi diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Bagian yang dimodifikasi No. Kelemahan prototipe terdahulu 1. Beban pupuk yang masuk ke ruang penjatah terlalu besar 2. Pupuk banyak yang hancur akibat tergerus dinding metering device 3. Hasil penjatahan tidak seragam 4. Ketinggian pupuk dalam hopper sukar diketahui 5. Pupuk lengket pada rotor penjatah Komponen yang diperbaiki Hopper dan metering device Konsep modifikasi Posisi metering device digeser sehingga tidak tepat di bawah saluran pengeluaran hopper Metering device Jarak antara sudu rotor dan metering device ditambah Metering device Penambahan sikat pada bagian dinding pengeluaran untuk menjaga keseragaman keluaran pupuk Hopper Mengganti bahan hopper dengan akrilik Rotor penjatah Mengganti bahan rotor penjatah dengan polietilen Rotor yang digunakan pada penelitian ini adalah rotor bercelah (edge-cell) (Gambar 12) yang digerakkan oleh poros stainless steel berdiameter 12 mm. Penampang poros berbentuk lingkaran. Gambar 12 Rotor penjatah Rotor penjatah pada penelitian sebelumnya diletakkan di bagian tengah dasar hopper. Sedangkan, pada model penjatah yang baru ini, rotor tidak diletakkan tepat di bagian tengah dasar hopper, melainkan sedikit digeser ke salah satu sisi samping dinding hopper dimana ujung sudu penjatah berada tepat di

32 16 bawah ujung salah satu sisi dinding hopper. Modifikasi yang dilakukan tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 13. Gambar 13 Rotor penjatah (a) prototipe-2 dan (b) prototipe-3 Pengembangan Model Matematis Pendugaan Torsi Penggerak Rotor Penjatah Pengembangan model pendugaan torsi rotor penjatah diperoleh berdasarkan hasil analisis gaya-gaya yang bekerja selama proses pemutaran penjatah pupuk. Analisis pendugaan torsi ini dilakukan untuk membandingkan kebutuhan torsi pada kedua tipe penjatah tersebut. Harapannya, kebutuhan torsi pada rancangan modifikasi lebih kecil daripada rancangan sebelumnya. Analisis pendugaan torsi pada prototipe-2 digunakan dengan pendekatan seperti yang terlihat pada Gambar 14 berikut. Gambar 14 Analisis pendugaan torsi pada prototipe-2 Gaya-gaya yang bekerja pada pupuk di dalam hopper diduga dari persamaan-persamaan berikut ini:

33 ( )... 2 Selain ada gaya W p (gaya berat pupuk) yang bekerja pada bagian tengah hopper, komponen gaya berat pupuk lain yang bekerja di hopper diduga dari persamaan berikut ini: ( ( - ) ( ))... 3 ( ( - ) ( ))... 4 ( )... 5 Gaya gesek di dalam hopper pada bagian 1 dan 2 dapat diduga menggunakan persamaan berikut ini: ( ) ( ) Sehingga gaya yang bekerja pada pupuk saat mengalir ke penjatah pupuk pada masing-masing sisi hopper diduga menggunakan persamaan berikut ini: Gaya berat pupuk total yang masuk ke ruang penjatahan adalah: Keterangan: : komponen gaya berat pupuk (N) : komponen gaya gesek pupuk-dinding hopper (N) : komponen gaya di penjatah pupuk (N) : sudut kemiringan hopper ( ) : percepatan gravitasi (m/s 2 ) : berat jenis pupuk (g/cm 3 ) : koefisien gesek pupuk pada bahan hopper Torsi yang dibutuhkan pada saat penjatah pupuk berputar diduga dari analisis gaya yang bekerja pada saat penjatah pupuk berputar. Gambar 15

34 18 menunjukkan gaya-gaya yang bekerja pada prototipe-2 saat aplikator sedang bekerja. Gambar 15 Analisis torsi pada prototipe-2 Saat pupuk mengalami kontak dengan sudu rotor, terjadi gaya geser di antara keduanya. Perhitungan gaya geser menggunakan rumus sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) Pada saat rotor berputar, terjadi gaya sentrifugal pada pupuk di dalam celah penjatah pupuk. Gaya ini juga dimasukkan dalam perhitungan pendugaan torsi. Perhitungan gaya ini menggunakan rumus berikut: Selain gaya geser dan gaya sentrifugal pada penjatah pupuk juga terjadi gaya gesek antara dinding rotor dan pupuk. Gaya ini muncul karena jarak antara dinding rotor dan ujung sudu penjatah pupuk sangat kecil, sehingga pupuk yang berada pada penjatah pupuk bergesekan dengan dinding rotor. Perhitungan gaya gesek antara pupuk dan dinding rotor dihitung menggunakan persamaan berikut ini: Sehingga analisis perhitungan torsi pada prototipe-2 dapat diturunkan menggunakan persamaan di bawah ini: Keterangan: T r : torsi putar rotor penjatah (N m) : gaya geser antara pupuk dengan ujung sudu rotor (N) : gaya gesek antara pupuk dengan dinding rotor (N) : gaya sentrifugal pupuk pada celah rotor (N)

35 19 : nilai kohesi butiran pupuk (Pa) : koefisien gesek pupuk dengan bahan sudu penjatah pupuk : sudut gesekan dalam pupuk ( ) : massa pupuk pada celah (g) : kecepatan putar sudut rotor (rad/s) : jari-jari celah rotor (cm) : jari-jari rotor (cm) : lebar rotor (cm) Rotor prototipe-2 tersebut dimodifikasi untuk meningkatkan ketepatan penjatahan sekaligus untuk menurunkan torsi yang dibutuhkan untuk memutar rotor. Rotor yang dimodifikasi adalah rotor tipe edge-cell. Analisis pendugaan torsi pada prototipe-3 pertama-tama dilakukan dengan menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada hopper seperti pada Gambar 16 berikut. Gambar 16 Analisis pendugaan torsi pada prototipe-3 Seperti halnya pada analisis gaya-gaya yang bekerja pada prototipe-2, analisis gaya pada prototipe-3 juga dimulai dari pendugaan gaya berat pupuk yang dihitung dari persamaan di bawah ini: ( ) ( ( )) ( ) Gaya gesek yang terjadi pada dinding hopper dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

36 ( ) (( ) ) Sehingga gaya berat pupuk yang menuju ruang penjatahan dihitung menggunakan persamaan berikut ini: Keterangan: g : komponen gaya berat pupuk (N) : komponen gaya gesek pupuk-dinding hopper (N) : komponen gaya di penjatah pupuk (N) : sudut kemiringan hopper ( ) : percepatan gravitasi (m/s) : berat jenis pupuk (g/cm 3 ) : koefisien gesek pupuk pada bahan hopper Torsi yang dibutuhkan pada saat penjatah pupuk berputar diduga dari analisis gaya yang bekerja pada saat penjatah pupuk bekerja. Gambar 17 berikut ini menunjukkan gaya-gaya yang bekerja pada prototipe-3 saat aplikator sedang bekerja. Gambar 17 Analisis torsi pada prototipe-3 Saat pupuk mengalami kontak dengan sudu rotor, terjadi gaya geser di antara keduanya. Perhitungan gaya geser menggunakan rumus sebagai berikut: ( ) ( ) ( )... 27

37 21 Pada prototipe-3 ini tidak terdapat gesekan antara pupuk dan dinding rotor karena jarak antara ujung sudu dan dinding rotor cukup renggang. Sehingga analisis torsi untuk prototipe-3 dilakukan dengan pendekatan melalui persamaan berikut ini: Keterangan: T r : torsi putar rotor penjatah (N m) : gaya geser antara pupuk dengan ujung sudu rotor (N) : gaya sentrifugal pupuk pada celah rotor (N) : nilai kohesi butiran pupuk (Pa) : sudut gesekan dalam pupuk ( ) : massa pupuk pada celah (g) : kecepatan putar sudut rotor (rad/s) : jari-jari celah rotor (cm) : jari-jari rotor (cm) : lebar rotor (cm) Melalui model matematis pendugaan torsi di atas, keperluan torsi untuk memutar penjatah pupuk pada tiap-tiap pengujian dapat diduga. Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian di lab lapangan untuk dilihat kesesuaian antara data teoritis dan data hasil pengukuran. Analisis Perancangan Tahapan ini bertujuan untuk menganalisis rancangan yang akan dibuat sebelum dilakukan pembuatan/pabrikasi prototipe. Analisis perancangan yang akan dilakukan adalah: 1) analisis penentuan ukuran rotor, 2) analisis penentuan jumlah, bentuk dan ukuran celah-celah pada rotor, dan 3) analisis penentuan kecepatan putar rotor. Untuk keperluan analisis, dilakukan penentuan dosis pemupukan yang umum dilakukan untuk budidaya jagung (dari literatur dan pedoman budidaya jagung). Pengukuran karakteristik pupuk juga dilakukan, yaitu: 1) massa jenis, 2) kadar air, 3) kohesi pupuk, 4) sudut gesekan dalam pupuk, 5) koefisien gesek pupuk dengan bahan rotor, dan 6) koefisien gesek pupuk dengan dinding hopper dan bahan dinding rumah rotor (akrilik). Pengukuran karakteristik pupuk tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1-4. Pembuatan Prototipe Penjatah Pada tahap ini, bagian-bagian penjatah dipabrikasi di laboratorium dan di bengkel. Komponen yang dipabrikasi antara lain hopper, rotor, dan penjatah pupuk. Pengujian Pengujian yang dilakukan antara lain: 1) pengujian ketepatan penjatahan, 2) pengujian keseragaman penjatahan, 3) analisis kebutuhan torsi, dan 4) validasi model.

38 22 1) Pengujian ketepatan penjatahan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan penjatahan pupuk yang dilakukan oleh rotor dan selubung rotor. Pada pengujian ini, bukaan selubung rotor yang diujikan berbeda-beda, yaitu: 50, 75, dan 100%. Adapun kecepatan putar rotor yang digunakan adalah 15, 25, dan 35 RPM. Pupuk yang digunakan dalam pengujian ini adalah pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1). Pengujian ini dilakukan dengan mengisi pupuk dalam hopper, kemudian poros penjatah diputar dengan menghidupkan motor AC variable speed selama satu menit, menampung keluaran pupuk, dan menimbang massanya. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali ulangan pada masing-masing bukaan selubung rotor. 2) Pengujian keseragaman penjatahan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman jumlah pupuk yang dikeluarkan oleh unit pemupuk dengan mengubahubah volume pupuk yang dimuat oleh hopper. Tingkat volume hopper yang digunakan adalah 25, 50, dan 100%. Adapun kecepatan putar rotor yang digunakan adalah 15, 25, dan 35 RPM. Pupuk yang digunakan dalam pengujian ini adalah pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1). Cara pengujian yang dilakukan hampir sama dengan pengujian ketepatan penjatahan. Pupuk dimasukkan ke dalam hopper. Kemudian motor AC variable speed dihidupkan selama 1 menit dan keluaran pupuk ditampung, dan ditimbang. Pengujian dilakukan sebanyak lima kali ulangan pada masing-masing tingkat volume hopper. Gambar 18 berikut menunjukkan skema susunan alat untuk pengujian ketepatan dan keseragaman penjatahan. Gambar 18 Susunan alat untuk pengujian ketepatan dan keseragaman penjatahan

39 23 3) Analisis kebutuhan torsi penjatah pupuk Untuk keperluan pengujian analisis kebutuhan torsi dilakukan pemasangan strain gage pada poros pemutar rotor penjatah. Bagian ujung poros dilengkapi dengan slip ring. Kabel yang berasal dari slip ring disambungkan ke bridge box. Kemudian barulah disambungkan ke handy strain meter. Pupuk dimasukkan ke dalam hopper dan motor AC variable speed dihidupkan selama 30 detik. Keluaran nilai strain kemudian dikonversi menjadi torsi. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Hasil pengujian kebutuhan torsi prototipe-2 dibandingkan dengan kebutuhan torsi prototipe-3. Bahan pengujian yang digunakan adalah pupuk urea dan TSP. Parameter pengujian antara lain lebar bukaan selubung rotor penjatah (50, 75, dan 100%%) dan volume pupuk dalam hopper (25, 50, dan 100%) untuk pengujian pada pupuk urea. Sedangkan pengujian untuk pupuk TSP hanya berupa perubahan volume pupuk dalam hopper. Kecepatan putar rotor yang digunakan adalah 15, 25, dan 35 RPM. Skema susunan alat untuk keperluan pengujian kebutuhan torsi dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Skema susunan alat pengujian kebutuhan torsi 4) Validasi model Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi hasil pengukuran kebutuhan torsi terhadap model yang dibangun. Jika hasil pengukuran torsi mendekati hasil pendugaannya, hal ini menunjukkan bahwa model pendugaan torsi yang dibangun cukup akurat untuk mengestimasi kebutuhan torsi penjatahan pupuk. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, perlu ditelusuri parameter-parameter dalam model pendugaan yang harus dikoreksi.

40 24 Kalibrasi Handy Strain Meter Kalibrasi dilakukan untuk mencari rumusan hubungan antara nilai regangan (strain) dan torsi. Suatu lengan pemberat dibautkan pada poros. Lengan tersebut terbuat dari besi rectangle hollow dengan panjang 50 cm yang ujungnya dilaskan dengan besi strip ketebalan 2 mm dan lebar 20 mm yang dibentuk menjadi busur lingkaran dengan radius 50 cm. Pemberat ditaruh pada besi strip yang berbentuk busur lingkaran dan diikat menggunakan tali baja. Pemberat yang digunakan bermassa 1-5 kg. Saat pemberat ditaruh pada ujung lengan pemberat, handy strain meter akan menunjukkan besar regangan yang bekerja pada poros. Kalibrasi dilakukan dengan lima kali ulangan pada masing-masing massa pemberat. Gambar 20 memperlihatkan susunan alat untuk proses kalibrasi. Gambar 20 Susunan alat pada proses kalibrasi Setelah hasil kalibrasi alat diperoleh, hasil diplotkan ke grafik sehingga diperoleh persamaan garis antara torsi dan regangan. Persamaan grafik inilah yang digunakan untuk pengujian pendugaan torsi yang dibutuhkan oleh penjatah pupuk karena nilai keluaran yang diperoleh dari handy strain meter berupa nilai regangan yang bekerja pada poros penjatah. Selain itu, perbandingan kebutuhan torsi tipe penjatah terdahulu dan modifikasi akan dibandingkan sehingga diketahui apakah penjatah tipe modifikasi (prototipe-3) memang membutuhkan torsi pemutaran poros yang lebih kecil sehingga dapat menggantikan penjatah prototipe-2. Hasil kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 8.

41 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper, 2) rotor, dan 3) penjatah pupuk. Penjatah pupuk baru diharapkan membutuhkan torsi putar yang lebih rendah dari model yang telah ada dan memiliki akurasi yang tinggi. Hopper Hopper atau kotak pupuk berfungsi untuk menampung pupuk sebelum masuk ke dalam ruang penjatahan. Selain itu, bentuk hopper dirancang agar pupuk mengalir ke ruang penjatahan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, kemiringan hopper diperhitungkan agar tidak ada pupuk yang tertinggal di dinding-dinding hopper. Kemiringan hopper agar pupuk mengalir dengan baik ke dalam penjatah pupuk adalah lebih besar dari sudut curah pupuk. Posisi hopper berada di bagian atas penjatah pupuk sehingga pupuk yang berada di hopper akan langsung memasuki ruang penjatah saat mesin dijalankan. Rotor Rotor berfungsi untuk menyalurkan tenaga putar dari motor AC variable speed kemudian menggunakan tenaga putar tersebut untuk memutar penjatah pupuk. Kecepatan putar dari mesin disalurkan dengan bantuan sproket dan rantai. Kecepatan putar yang tinggi dari mesin dapat diperkecil dengan mengubah jumlah gigi pada sproket sehingga diperoleh kecepatan putar rotor yang diinginkan. Penjatah Pupuk Penjatah pupuk berfungsi untuk membawa pupuk dari hopper menuju saluran pupuk dan mengatur volume penjatahan pupuk sesuai dengan dosis yang direncanakan. Alternatif komponen yang dapat diberikan antara lain menggunakan tipe penjatah pupuk yang sesuai dan mengatur pengambilan volume pupuk dari hopper untuk disalurkan ke saluran pengeluaran pupuk. Tipe penjatah pupuk yang digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu adalah penjatah pupuk tipe agitator feed. Penggunaan penjatah pupuk tipe agitator feed masih menghasilkan dosis pemupukan yang kurang memuaskan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan penjatah pupuk tipe rotor bercelah (edge-cell). Pengaturan volume pengambilan pupuk dapat diatur melalui beberapa pilihan antara lain: 1) mekanisme penutup dasar hopper tipe geser dan 2) mekanisme silinder penutup celah rotor tipe geser. Dari kedua jenis pengatur volume pengambilan pupuk tersebut, mekanisme silinder penutup celah rotor tipe geser dipilih karena mudah pembuatan dan pengaplikasiannya pada alat dibandingkan dengan tipe satunya. Silinder penutup celah rotor tipe geser ini dibuat agar dapat menutup ruang rotor sebanyak 50 dan 75%.

42 26 Sumber tenaga gerak penjatah pupuk berasal dari pergerakan rotor. Pada saat rotor memutar penjatah pupuk, pupuk yang berasal dari hopper masuk ke dalam celah penjatah dan kemudian dikeluarkan oleh saluran pupuk. Seringkali pupuk yang masuk ke dalam celah penjatah terlalu banyak sehingga menyebabkan kemacetan pada ruang penjatah dan juga menyebabkan akurasi penjatahan menurun karena pupuk yang keluar tidak sesuai dengan dosis. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas antara lain: Sikat penjatah. Sikat ini diletakkan pada bagian atas penjatah pupuk. Fungsi sikat ini adalah memindahkan pupuk yang berlebih di ruang penjatah sehingga pupuk yang masuk ke saluran pupuk jumlahnya sesuai dengan dosis yang diinginkan. Perubahan letak penjatah pupuk. Pada penjatah pupuk yang telah ada, letak hopper berada langsung di atas penjatah pupuk. Sebagai alternatif, letak penjatah pupuk digeser ke samping hopper sehingga pupuk tidak langsung masuk ke ruang penjatah. Rancangan Struktural Rancangan struktural adalah analisis dari komponen-komponen alat yang akan dibuat yang telah dibahas pada rancangan fungsional. Bentuk, ukuran, dan bahan dari masing-masing komponen ditentukan dari rancangan struktural. Hopper Hopper didesain dengan menggunakan bahan akrilik ketebalan 5 mm. Pemilihan akrilik dilakukan karena kuat dan tahan terhadap karat yang ditimbulkan oleh pupuk. Volume hopper dapat ditentukan dengan melihat dosis pupuk per hektar, berat jenis pupuk, dan efisiensi pengisian pupuk. Volume kotak pupuk ditentukan dengan persamaan berikut ini: Keterangan: V hp : volume hopper (cm 3 ) A : luas pemupukan sekali mengisi kotak pupuk (1000 m 2 ) D : dosis pemupukan (kg/ha) u : jumlah unit mesin pemupuk dalam satu lintasan operasi (1 unit) ρp : kerapatan pupuk (g/cm 3 ) Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk Jenis pupuk A (m 2 ) Dosis (kg/ha) p (g/cm 3 ) V hp (cm 3 ) Urea TSP TSP+KCl (2:1)

43 27 Hopper pupuk diletakkan di atas penjatah pupuk agar pupuk tersebut langsung mengalir pada ruang penjatah pupuk. Agar pupuk dapat mengalir dengan lancar, bidang miring kotak pupuk dipertimbangkan melalui sudut curah pupuk. Sudut curah pupuk berkisar antara 27 hingga 31. Sehingga kemiringan kotak pupuk dirancang sebesar 45. Ukuran kotak pupuk dengan panjang 40 cm, lebar 8 cm, dan tinggi 40 cm. Bentuk profil kotak pupuk dirancang seperti Gambar 21 berikut. Adapun gambar teknik hopper dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 21 Desain dasar hopper pupuk Rotor Perancangan penjatah pupuk disesuaikan dengan kebutuhan pupuk untuk tanaman jagung (150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha KCl) dengan menggunakan jarak tanam 75 cm. Rotor yang dibuat pada penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Terdapat 6 buah sudu pada rotor dan bentuk disesuaikan dengan hopper yang tersedia. Roda penggerak memiliki 14 gigi sedangkan poros rotor menggunakan sproket dengan 18 gigi. Putaran motor ditransmisikan ke rotor menggunakan rantai dan sproket. Tahapan perancangan penjatah pupuk antara lain: menghitung jumlah pupuk yang harus dijatahkan per panjang alur. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Keterangan: P plm D p a : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per meter panjang alur pupuk (g/m) : dosis pemupukan (kg/ha) : jarak antar-baris tanaman (m) Mekanisme perputaran rotor penjatah di lapangan menggunakan roda penggerak melalui transmisi rantai dan sproket dan memasukkan tingkat kemacetan roda penggerak. Sehingga jumlah pupuk yang harus dijatahkan dalam setiap putaran rotor dapat dihitung melalui rumus berikut ini: ( ( )) ( )... 31

44 28 Keterangan: P 1put d rp k rp N rt N rp : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per putaran rotor penjatah (g) : diameter roda penggerak (m) : tingkat kemacetan roda penggerak (desimal) : jumlah gigi pada poros rotor : jumlah gigi pada roda penggerak Sehingga, hasil perhitungan pupuk per putaran rotor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Perhitungan Penjatahan Pupuk per Putaran Rotor Pupuk D p (kg/ha) a (m) P 1pm (g/m) P 1put (g/putaran) Urea TSP TSP+KCl (2:1) Adapun perhitungan volume pupuk yang harus dijatahkan dalam satu putaran rotor (dalam cm 3 ) menggunakan data kerapatan isi pupuk (dalam g/cm 3 ) menggunakan rumus: Dari bentuk penampang celah rotor seperti yang terdapat pada Gambar 22, luas penampang celah penjatah rotor (luasan daerah yang diarsir) dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus sebagai berikut: ( - ) ( - ) Keterangan: A pc : luas penampang celah rotor penjatah (cm 2 ) A I : luas juring lingkaran (cm 2 ) A II : luas daerah II yang berbentuk segitiga (cm 2 ) A III : luas daerah III yang berbentuk persegi panjang (cm 2 ) A IV : luasan daerah kurva lingkaran (cm 2 ) A V : luas daerah yang berbentuk seperempat lingkaran (cm 2 ) Gambar 22 Penampang celah rotor

45 29 Secara ringkas, perhitungan luasan daerah penyusun celah penampang rotor ditampilkan dalam Tabel 5. Perhitungan lengkap luasan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 5 Perhitungan luas penampang celah rotor Keterangan Rumus Luas (cm 2 ) A I 1.22 A II 0.56 A III 0.67 A IV (( ( ) ) ( )) 0.89 A V 0.16 A pc 1.04 Rotor penjatah ini memiliki 6 celah. Adapun hasil perhitungan panjang rotor dapat dilihat pada Tabel 6. Oleh karena itu, panjang rotor L r ditentukan dengan rumus: Tabel 6 Hasil perhitungan panjang rotor Pupuk P 1pm (g/putaran) V 1put (cm 3 ) A pc (cm 2 ) L r (cm) Urea TSP TSP+KCl (2:1) Untuk mengantisipasi kegiatan pemupukan dengan dosis yang jauh lebih besar, panjang rotor yang digunakan dalam penelitian adalah 8 cm. Saat pemupukan dengan dosis yang lebih kecil dilakukan penyesuaian berupa penggunaan selubung penutup celah yang dapat digeser untuk mengubah panjang celah rotor yang digunakan. Selubung rotor berasal dari sok pipa PVC dengan diameter 1.5 inci yang sesuai dengan diameter rotor. Kemudian, dop pipa PVC tersebut dibentuk sesuai bentuk sirip rotor agar mudah digeser (Gambar 23). Gambar teknik rotor dan selubung dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 23 Rotor dan selubung rotor

46 30 Penentuan kecepatan putar rotor berdasarkan pada kecepatan maju alat penanam dan pemupuk jagung rancangan Syafri (2010). Kecepatan prototipe mesin sebesar 0.48 m/s (1.73 km/jam) dan dapat ditingkatkan hingga 0.68 m/s (2.45 km/jam). Oleh karena itu, diambil kecepatan maju alat sebesar 1-3 km/jam. Penentuan kecepatan putar rotor dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Penentuan kecepatan putar rotor pada saat pengujian Kecepatan maju (km/jam) Kecepatan putar roda penggerak (RPM) Kecepatan putar poros rotor (RPM) Kecepatan pada pengujian (RPM) Penjatah Pupuk Model penjatah pupuk pupuk terlihat seperti pada gambar-gambar berikut ini. Perbedaan antara model lama dan model baru penjatah pupuk ada pada posisi penjatah pupuk terhadap hopper dan adanya sikat penjatah pada protitipe-3 untuk menjaga agar tidak ada pupuk berlebih yang ditampung celah penjatah. Gambar 24 Bentuk dan letak penjatah pupuk prototipe-2 Letak penjatah pupuk prototipe-2 langsung berada di bawah hopper. Sehingga pupuk dari dalam hopper akan langsung mengalir ke bagian penjatah pupuk. Sedangkan pada penjatah pupuk yang telah dimodifikasi, letak penjatah pupuk tidak tepat berada di bukaan hopper, melainkan digeser sedikit ke samping bukaan hopper. Perbedaan lainnya ada pada posisi rotor terhadap rumah rotor. Jarak antara dinding rumah rotor dan ujung sudu rotor pada prototipe-2 dibuat serapat mungkin. Hal ini bertujuan untuk mencegah pupuk yang jatuh melewati sela-sela celah tersebut. Sebaliknya, dinding prototipe-3 berjarak cukup jauh dari dinding rotor. Tujuannya adalah untuk mengurangi gaya gesek antara dinding rumah rotor dan sudu rotor. Adanya gaya gesek ini mengakibatkan torsi yang dibutuhkan untuk memutar poros rotor semakin besar. Selain itu, pada hopper juga dilengkapi sikat yang letaknya berada di atas penjatah pupuk. Fungsi sikat ini adalah untuk mengontrol kelebihan pengambilan pupuk yang dilakukan oleh penjatah pupuk sehingga pupuk yang berlebih tidak bergesekan dengan dinding penjatah. Gambar 25 berikut ini menunjukkan sketsa

47 31 penjatah pupuk yang telah dimodifikasi. Gambar teknik penjatah pupuk prototipe- 2 dan prototipe-3 dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 25 Bentuk dan letak penjatah prototipe-3

48 32 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Alat Pemupuk Jagung Pupuk yang digunakan untuk pengujian ini adalah pupuk urea, TSP, dan campuran pupuk TSP+KCl dengan perbandingan 2:1. Pupuk KCl tidak dapat dijatah menggunakan alat pemupuk karena mengalami interlocking arc baik pada prototipe-2 maupun prototipe-3 seperti terlihat pada Gambar 26. Karena adanya interlocking arc, pupuk KCl tidak jatuh ke penjatah pupuk. Akibatnya, pupuk tidak bisa dijatahkan. Oleh karena itu, pupuk KCl dicampur dengan pupuk TSP dengan perbandingan TSP+KCl 2:1. Gambar 26 Interlocking arc pupuk KCl pada alat penjatah; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Pupuk KCl dapat bergerak ke ruang penjatah jika pupuk yang berada dalam hopper tersebut diaduk. Jika pengadukan dihentikan, interlocking arc segera terbentuk kembali. Gambar 27 berikut menunjukkan kondisi pupuk dalam hopper saat pengadukan dihentikan. Gambar 27 Kondisi pupuk KCl dalam hopper Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengatasi masalah pada penjatahan pupuk KCl adalah dengan menambahkan sistem pengaduk pada hopper yang bekerja selama proses penjatahan berlangsung. Melalui cara tersebut, pupuk mudah mengalir dari hopper ke rotor penjatah. Mekanisme pengadukan dapat dibuat mengikuti mekanisme pengadukan pada duster yang disajikan pada Gambar 28.

49 33 Gambar 28 Duster tipe gendong Interlocking arc dapat terjadi saat bagian dasar bukaan hopper lebih kecil daripada nilai kritis bahan. Meskipun demikian, belum banyak yang diketahui tentang kapan terjadinya perubahan aliran bahan hingga muncul interlocking arc (To et al. 2002). Sehingga, cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan penjatahan pupuk KCl adalah dengan memperlebar bagian dasar hopper yang menuju ruang penjatahan jika tetap menggunakan tipe penjatah edgecell. Adapun jika tipe penjatahnya yang diganti, tipe penjatah pupuk yang mungkin dapat digunakan adalah penjatah tipe auger (ulir). Distribusi Ukuran Partikel Pupuk Pengukuran distribusi ukuran partikel pupuk dilakukan untuk mengetahui sebaran ukuran pupuk yang digunakan yaitu urea, TSP, dan campuran pupuk TSP dan KCl (2:1). Ukuran partikel pupuk memiliki pengaruh yang besar pada gerakan partikel. Pengukuran distribusi partikel pupuk dilakukan dengan pengayakan pupuk menggunakan beberapa jenis ukuran ayakan. Adapun distribusi sebaran ukuran partikel pupuk disajikan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Distribusi ukuran pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1) Jenis pupuk Distribusi ukuran partikel pupuk (%) <1.4 mm mm mm >4.76 mm Urea TSP KCl TSP+KCl (2:1) Dari Tabel 8 di atas, terlihat bahwa ukuran partikel pupuk urea yang lebih kecil dari 1.4 mm jumlahnya tidak lebih dari 5% dari massa total pupuk yang diukur dan tidak ada butiran pupuk yang berukuran lebih besar dari 4.76 mm. Ukuran partikel pupuk urea sebagian besar pada kisaran mm. Sedangkan pupuk TSP, ukuran pupuk yang paling dominan berada pada ukuran mm. Namun, tidak seperti pupuk urea, terdapat pula partikel pupuk TSP yang berukuran lebih besar dari 4.76 mm dan lebih kecil dari 1.4 mm. Pupuk KCl berbentuk serbuk yang halus dan seluruhnya berukuran kurang dari 1.4 mm. Adapun campuran pupuk TSP dan KCl memiliki nilai sebaran yang merata antara ukuran butiran pupuk yang halus maupun kasar karena perbedaan ukuran TSP dan KCl yang cukup jauh.

50 34 Tingkat Ketepatan Penjatahan Pengujian tingkat ketepatan penjatahan berhubungan dengan lebar bukaan rotor karena adanya pergeseran selubung rotor. Secara teori, jumlah pupuk yang keluar saat bukaan 100% berbeda secara signifikan dengan jumlah pupuk yang dijatahkan saat bukaan selubung 50 dan 75%. Gambar 29 menunjukkan hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea prototipe-2 dan prototipe-3 pada masing-masing kecepatan putar dengan volume hopper sebesar 100%. Gambar 29 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Gambar 29 menunjukkan bahwa perubahan lebar bukaan selubung rotor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Rataan jumlah penjatahan pupuk prototipe-3 pada bukaan 50, 75, dan 100% secara berturut-turut adalah g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jika dihitung, pada saat bukaan 75% dan 50%, jumlah penjatahan pupuk seharusnya berturut-turut sebesar g/putaran dan g/putaran. Selisih antara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran cukup kecil sehingga pada penjatahan pupuk urea, tingkat ketepatan penjatahannya cukup baik. Adapun hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan pupuk per putaran rotor pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jumlah penjatahan pupuk hasil pengukuran lebih kecil daripada hasil penjatahan teoritis. Penyebabnya adalah ukuran dan bentuk penampang celah yang mempengaruhi luasan celah penjatah riil sehingga tidak benar-benar persis dengan rancangannya karena keterbatasan kemampuan saat pembuatan rotor penjatah. Ukuran butiran pupuk urea yang kecil menyebabkan perbedaan jumlah penjatahan pupuk yang signifikan saat ukuran penampang celah berubah sedikit. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP disajikan pada Gambar 30. Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa perubahan lebar bukaan selubung rotor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Jumlah penjatahan pupuk prototipe-3 pada bukaan 50, 75, dan 100% secara berturut-turut adalah g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jika dihitung, pada saat bukaan 75% dan 50%, jumlah penjatahan pupuk seharusnya berturut-turut sebesar g/putaran dan g/putaran. Perbedaan jumlah penjatahan hasil perhitungan dengan pengukuran cukup kecil sehingga pada penjatahan pupuk TSP menunjukkan tingkat ketepatan penjatahan yang cukup akurat.

51 35 Gambar 30 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Adapun hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan pupuk per putaran rotor untuk pupuk TSP tersebut pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Hasil pengukuran menunjukkan nilai cukup dekat dengan hasil perhitungan teoritis sehingga penjatah pupuk tipe edge-cell pada prototipe-3 ini menunjukkan hasil penjatahan yang memuaskan. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1) disajikan pada Gambar 31. Gambar 31 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Rataan jumlah penjatahan pupuk tipe edge-cell pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jumlah penjatahan pupuk pada bukaan 50 dan 75% yang paling tepat adalah sebesar g/putaran dan g/putaran. Selisih nilai tersebut cukup kecil sehingga penjatah pupuk pada prototipe-3 juga menunjukkan hasil yang cukup akurat untuk penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl. Hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Hasil pengukuran ketepatan penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl menunjukkan hasil yang cukup mendekati hasil perhitungan

52 36 teoritis. Data hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk dapat dilihat pada Lampiran 6. Tingkat Keseragaman Penjatahan Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah jumlah pupuk saat penjatahan mengeluarkan hasil yang konstan dan tidak dipengaruhi oleh volume pupuk dalam hopper pada lebar bukaan selubung rotor yang sama. Jika jumlah pupuk yang dikeluarkan memiliki jumlah yang konstan, penjatah pupuk telah mampu memberikan hasil keluaran yang seragam. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk urea pada saat bukaan selubung 100% disajikan pada Gambar 32. Gambar 32 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea pada Gambar 32 menunjukkan hasil keseragaman penjatahan pupuk prototipe-3 cukup baik. Perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penjatah pupuk tipe edge-cell yang ada pada prototipe-3 mampu menjatahkan pupuk secara seragam pada berbagai tingkat volume pupuk dalam hopper. Perubahan kecepatan putar pada kecepatan putar rotor 15 dan 25 RPM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Dari Gambar 32 terlihat bahwa pada saat kecepatan putar rotor sebesar 35 RPM, jumlah pupuk yang dijatahkan yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh kecepatan putar rotor penjatah yang tinggi sehingga celah metering device belum sempat terisi penuh oleh jatuhan pupuk dari hopper. Meskipun demikian, pengujian keseragaman pada kecepatan putar 35 RPM menunjukkan tingkat keseragaman penjatahan yang cukup baik. Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP dapat dilihat pada Gambar 33.

53 37 Gambar 33 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP pada Gambar 33 menunjukkan bahwa pada prototipe-3, perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Hal ini menunjukkan tingkat keseragaman penjatahan prototipe-3 menggunakan penjatah tipe edge-cell yang cukup baik. Perbedaan kecepatan putar rotor juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Hal ini dapat dilihat dari selisih jumlah penjatahan yang cukup kecil pada kecepatan putar 15 dan 35 RPM. Seperti halnya pada penjatahan pupuk urea, kecepatan putar rotor 35 RPM menunjukkan hasil penjatahan yang paling kecil dibandingkan dengan kecepatan putar rotor yang lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pupuk yang tidak mengisi penuh celah metering device karena putaran rotor penjatah yang tinggi. Hasil pengujian tingkat keseragaman campuran pupuk TSP+KCl (2:1) dapat dilihat pada Gambar 34. Gambar 34 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Gambar 34 menunjukkan bahwa keseragaman penjatahan pupuk pada penjatah tipe edge-cell cukup baik. Perubahan volume pupuk dalam hopper tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Adapun perubahan kecepatan putar rotor pada 15 dan 25 RPM, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah pupuk yang dijatahkan. Pada

54 38 pengujian ini, kecepatan putar rotor 35 RPM menunjukkan hasil jumlah penjatahan yang paling rendah dibandingkan kecepatan putar lainnya. Diduga bahwa kecepatan putar 35 RPM cukup tinggi sehingga celah metering device tidak terisi penuh oleh pupuk saat pengujian dilakukan. Data lengkap hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk dapat dilihat pada Lampiran 7. Analisis Kebutuhan Torsi Penjatah Pupuk Pengujian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran kebutuhan torsi penjatah pupuk pada kedua tipe penjatah. Jika penjatah tipe edge-cell pada prototipe-3 menunjukkan nilai kebutuhan torsi yang lebih kecil dibandingkan dengan prototipe-2, prototipe-3 layak digunakan untuk menggantikan tipe penjatah yang sebelumnya digunakan dalam rancangan alat pemupuk jagung. Gambar 35 menunjukkan perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea kedua tipe penjatah pada tiga tingkat kecepatan putar rotor dengan bukaan selubung 100%. Gambar 35 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 100%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Hasil pengujian menunjukkan kebutuhan torsi penjatahan prototipe-3 lebih kecil daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi yang dihasilkan oleh prototipe-3 mencapai hingga 61%. Gambar 35 juga menunjukkan bahwa perubahan volume pupuk dalam hopper pada prototipe-3 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Selain itu, kecepatan putar rotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan besar kebutuhan torsi. Untuk keperluan perancangan mesin penjatah pupuk, disarankan menggunakan kecepatan putar rotor 15 RPM karena nilai kebutuhan torsi yang paling minimum pada bukaan selubung 100%.

55 39 Pengujian kebutuhan torsi juga dilakukan pada bukaan selubung rotor 75% untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan kebutuhan torsi pada prototipe-3 ketika panjang selubung rotor yang bekerja diperkecil seperti yang disajikan pada Gambar 36. Gambar 36 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 75%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Hasil pengujian kebutuhan torsi pada penjatahan pupuk urea dengan bukaan selubung 75% juga menunjukkan kebutuhan torsi untuk prototipe-3 lebih rendah daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi yang dihasilkan oleh penjatah tipe edge-cell mencapai 68%. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume pupuk dalam hopper. Selain itu, perubahan kecepatan rotor tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Oleh karena itu, kecepatan putar rotor 15, 25, dan 35 RPM dapat dipilih untuk penjatahan pupuk pada bukaan selubung 75%. Pengujian kebutuhan torsi pada penjatahan pupuk urea dengan bukaan selubung 50% dapat dilihat pada Gambar 37. Pengujian kebutuhan torsi pada bukaan selubung 50% (Gambar 37) juga menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatah pupuk prototipe-3 jauh lebih rendah daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi dapat dicapai hingga 47%. Adapun perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi pada penjatah pupuk tipe edge-cell. Selain itu, perubahan kecepatan putar rotor tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Kecepatan putar rotor yang paling rendah kebutuhan torsinya adalah pada 15 RPM. Sehingga, kecepatan putar tersebut disarankan untuk digunakan pada pemutaran rotor penjatah pupuk karena nilai torsi yang paling rendah.

56 40 Gambar 37 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 50%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Secara teoritis, terdapat pengaruh lebar bukaan selubung rotor terhadap kebutuhan torsi seperti yang dilampirkan pada persamaan 13, dimana semakin besar bukaan selubung rotor, semakin besar gaya geser antara butiran pupuk sehingga menyebabkan torsi pendugaan pada bukaan selubung rotor 100% lebih besar daripada torsi pendugaan pada selubung rotor 50 dan 75%. Meskipun demikian, pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian menunjukkan kebutuhan torsi putar paling tinggi terdapat pada bukaan selubung 50% di ketiga tingkat kecepatan putar rotor. Diduga penyebabnya adalah ada bagian selubung yang tidak rata sehingga menyebabkan adanya gesekan dengan butiran pupuk dan mengakibatkan terjadinya peningkatan torsi putar rotor penjatah. Perbandingan hasil kebutuhan torsi penjatahan prototipe-2 dan prototipe-3 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Adapun data pengujian kebutuhan torsi untuk jenis pupuk TSP disajikan pada Gambar 38. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP pada prototipe-2 jauh lebih tinggi daripada prototipe-3, dimana semakin meningkatnya kecepatan putar rotor penjatah menyebabkan selisih kebutuhan torsi antara kedua tipe penjatah pupuk semakin besar. Pada prototipe-3, perubahan kecepatan putar rotor penjatah dan volume pupuk dalam hopper tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi pupuk. Perubahan volume pupuk dalam hopper dan kecepatan putar pada prototipe- 3 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebutuhan torsi. Kebutuhan torsi yang paling minimum terdapat pada kecepatan putar rotor penjatah 35 RPM sehingga untuk keperluan penjatahan pupuk TSP, kecepatan

57 41 putar inilah yang disarankan untuk kecepatan putar rotor penjatah pada penjatahan pupuk TSP. Gambar 38 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Adapun besarnya penurunan kebutuhan torsi yang diperoleh menggunakan penjatah tipe edge-cell dapat mencapai hingga 80%. Hal ini disebabkan oleh sempitnya ruang penjatah prototipe-2 sehingga pupuk TSP yang butirannya besar dan kasar bergesekan langsung dengan dinding ruang penjatah. Karena ruang penjatah terbuat dari bahan akrilik, ruang penjatah mudah retak/pecah saat menjatahkan pupuk TSP (Gambar 39). Gambar 39 Retakan pada ruang penjatah pupuk prototipe-2

58 42 Validasi Model Pendugaan Torsi Putar Penjatah Pupuk Validasi model ini dilakukan untuk membandingkan torsi penjatahan pupuk antara model dan pengujian. Pendugaan nilai torsi penjatahan pupuk dibangun dengan menggunakan Persamaan Melalui validasi ini, ketepatan model torsi yang dibangun akan dibandingkan dengan hasil pengujian torsi penjatahan pupuk. Hasil validasi model penjatahan pupuk urea prototipe-2 dapat dilihat pada Gambar 40 berikut ini. Gambar 40 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-2; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Pengujian tersebut dilakukan pada tiga kondisi volume pupuk dalam hopper. Titik-titik yang mengumpul pada bagian kiri grafik adalah saat volume hopper 25 %. Sedangkan titik-titik yang berada pada bagian tengah adalah saat volume hopper 50% dan titik-titik yang mengumpul pada bagian kanan adalah saat volume hopper 100%. Hasil pengujian validasi model prototipe-2 untuk penjatahan pupuk urea pada Gambar 40 menunjukkan bahwa saat volume hopper 25%, hasil pengukuran torsi hampir sesuai dengan hasil pendugaan torsi. Akan tetapi, adanya pertambahan volume hopper menunjukkan semakin jauh hasil pendugaan dan

59 43 pengujian yang diperoleh. Pada saat volume hopper 50%, torsi pendugaan berada pada kisaran dua kali hasil torsi pengukuran. Sedangkan pada saat volume hopper 100%, torsi pendugaan berada pada kisaran nilai lima kali hasil torsi pengukuran. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kebutuhan torsi penjatahan pupuk. Hasil validasi model penjatahan pupuk urea prototipe-3 disajikan pada Gambar 41. Gambar 41 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-3; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Hasil validasi model prototipe-3 tersebut menunjukkan bahwa hasil pengukuran kebutuhan torsi pada volume pupuk dalam hopper 25% cukup mendekati hasil pendugaan torsi. Namun, semakin meningkatnya volume pupuk dalam hopper menyebabkan perbedaan nilai kebutuhan torsi antara hasil pendugaan dan pengukuran yang semakin jauh. Pada saat volume pupuk dalam hopper 100%, nilai torsi pendugaan sekitar tiga kali nilai torsi pengukuran. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan volume hopper tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kebutuhan torsi. Terdapat dua dugaan yang menyebabkan torsi hasil pengukuran lebih kecil daripada torsi pendugaan pada tingkat volume pupuk dalam hopper tertentu. Pertama, besarnya berat pupuk diperoleh melalui pendugaan gaya berat pupuk yang terdapat pada seluruh ruang hopper seperti yang dicantumkan pada

60 44 persamaan 1-5. Melalui hasil pengukuran torsi diperoleh hasil bahwa berat pupuk yang memberi pengaruh signifikan dalam perhitungan torsi pendugaan adalah berat pupuk dalam hopper yang akan masuk ruang penjatah (volume pupuk 25% dalam hopper). Sehingga, komponen gaya berat pupuk dalam hopper yang dihitung cukup pada daerah hopper hingga ketinggian t 2 seperti yang diilustrasikan pada Gambar 42 berikut. Gambar 42 Koreksi perhitungan pendugaan gaya berat pupuk dalam hopper Kedua, diduga terjadi gesekan (F s ) antar pupuk sepanjang daerah W p3 yang bekerja terhadap pupuk pada sisi hopper (F 1 dan F 2 ) seperti yang disajikan pada Gambar 42 di atas dan sebelumnya tidak dimasukkan dalam perhitungan. Hal ini menyebabkan pada kondisi riil besar gaya berat pupuk W p3 lebih kecil daripada hasil perhitungan berdasarkan model yang dibangun karena terhambat oleh gaya gesek tersebut. Pada saat volume pupuk dalam hopper penuh (100%), gaya gesek yang terjadi antara pupuk di daerah W p3 dengan pupuk pada sisi hopper lebih besar daripada saat volume pupuk 25%. Penyebabnya adalah saat hopper penuh diisi pupuk, gaya gesek antar pupuk lebih besar karena lebih banyak jumlah pupuk yang bergesekan daripada saat volume pupuk hanya 25% dalam hopper (Balevič 8 Kedua pendugaan yang telah dikemukakan di atas juga berlaku pada model yang dibangun untuk prototipe-3. Hasil validasi model panjatah pupuk TSP dapat dilihat pada Gambar 43. Hasil pendugaan torsi jauh lebih besar daripada hasil pengukuran torsi penjatahan pupuk TSP. Salah satu penyebabnya adalah karena tingginya nilai kohesi pupuk yang diperoleh melalui hasil pengujian karakteristik teknik pupuk TSP. Hal ini mempengaruhi nilai gaya geser (Fs 1 ) pada model yang dibangun sehingga menyebabkan tingginya torsi pendugaan. Sejauh ini, belum dapat disimpulkan penyebab besarnya nilai kohesi TSP ini. Oleh karena itu, kedepannya perlu ada pengkajian ulang pada hal-hal yang berkenaan dengan karakteristik teknik pupuk TSP.

61 45 Gambar 43 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Seperti halnya pada validasi model pendugaan pupuk urea, parameter perubahan volume pupuk dalam hopper tidak perlu dimasukkan ke dalam perhitungan. Volume pupuk dalam hopper yang perlu dimasukkan dalam perhitungan adalah volume pupuk yang akan masuk ke dalam ruang penjatahan seperti yang disajikan pada Gambar 42. Selain itu, diduga terjadi gaya geser antar butiran pupuk pada daerah W p3 terhadap pupuk pada sisi hopper sehingga kemungkinan secara riil gaya berat pupuk (W p3 ) yang mengalir ke ruang penjatah memiliki nilai yang lebih kecil daripada hasil pendugaan berdasarkan model yang dibangun.

62 46 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) telah dibuat dan diuji coba. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil keseragaman dan ketepatan penjatahan pupuk prototipe-3 menunjukkan hasil yang lebih baik daripada prototipe Kebutuhan torsi pemupukan prototipe-3 dapat diturunkan hingga 68% dibandingkan dengan prototipe-2 untuk penjatahan pupuk urea dan 80% untuk penjatahan pupuk TSP. 3. Desain optimum penjatah tipe edge-cell (prototipe-3) adalah saat kecepatan putar rotor 15 RPM dan bukaan selubung 100% (urea) dan kecepatan putar rotor 35 RPM (TSP). Meskipun demikian, pada berbagai tingkat kecepatan putar rotor dan lebar bukaan selubung rotor, prototipe-3 telah menunjukkan hasil yang baik sehingga nantinya dapat dipilih lebar bukaan selubung rotor dan kecepatan putar rotor yang sesuai kebutuhan. 4. Model pendugaan torsi yang dibangun cukup akurat untuk menduga nilai kebutuhan torsi pada volume hopper 25% untuk pupuk urea. Sedangkan nilai pendugaan torsi pupuk TSP belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan nilai pengukuran torsi. Saran 1. Model penjatah pupuk tipe edge-cell pada prototipe-3 direkomendasikan untuk menjadi penjatah pupuk pada mesin pemupuk jagung. 2. Prototipe-3 belum dapat digunakan menjatah pupuk KCl karena adanya interlocking arch sehingga untuk rancangan penjatah pupuk selanjutnya perlu ditambahkan mekanisme pengadukan di dalam hopper atau mengganti tipe penjatah yang digunakan. 3. Koreksi pada model terkait belum sesuainya hasil pengukuran dengan hasil pendugaan torsi dari model yang dibangun adalah parameter volume pupuk dalam hopper yang seharusnya diperhitungkan adalah volume pupuk yang akan masuk ruang penjatahan dan diduga terdapat gaya geser antar partikel pupuk pada bagian tengah hopper sehingga gaya berat pupuk yang masuk ke ruang penjatah tidak sebesar hasil perhitungan. 4. Pada pengujian karakteristik teknik pupuk untuk pupuk TSP, sebaiknya pupuk diayak terlebih dahulu untuk menyeragamkan ukuran pupuk.

63 47 DAFTAR PUSTAKA Bainer RA, Kepner RA, Barger EI Principles of farm machinery. New York (US): John Wiley and sons, Inc. Bainer RA Principles of farm machinery. New York (US): John Wiley and sons, Inc. Balevič K č M όz Z, Sielamowicz I Discrete-particle investigation of friction effect in filling and unsteady/steady discharge in three-dimensional wedge-shaped hopper. Elsevier. Powder Technology 187: Champbell JK Dibble stick, donkeys, and machines in crop production. Manila (PH): International Rice Research Institute. De D Flow behaviour of chemical fertilizers as affected by their properties. J. agric.engng Res. 42: Hermawan W, Radite PAS, Herodian S, Suastawa IN, Desrial Desain dan pengujian alat pemupuk tenaga tarik hewan. Bogor (ID): Laporan Akhir Kerjasama antara PT Rajawali Nusantara Indonesia dengan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Hofstee JW, Huisman W Handling and spreading of fertilizer part 1: Physical properties of fertilizer in relation to particle motion. J. agric. Engng Res. 47: Lingga P, Marsono Petunjuk penggunaan pupuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Novizan Petunjuk pemupukan yang efektif. Tangerang (ID): PT AgroMedia Pustaka. Putra PM Peningkatan kinerja unit penanam dan pemupuk pada mesin penanam dan pemupuk jagung terintegrasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Radite PAS Development of Variable Rate Granular Aplicator for Paddy Field. Research Report on Precision Agriculture Research Project. BRAIN-Kyoto University. Japan. Sembiring EN, Hermawan W, Suastawa IN, Setiawan RPA Rancang bangun alat tanam dan pemupuk kedelai. Bogor (ID): Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian.

64 48 Srivastava AK, Goering CE, Rohrbach RP Engineering principle of agricultural machine. Michigan (US): American Society of Agriculture Enginering Sularso, Suga K, Dasar perencanaan dan elemen mesin. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Suryana A, Suyamto, Zubachtirodin, Pabbage MS, Saesnong Jagung. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Syafri E Disain Mesin penanam jagung terintegrasi dengan penggerak traktor roda dua [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. To K, Lai PY, Pak HK Flow and jam of granular particles in a twodimensional hopper. Elsevier. Physica A 315 ( ). Virawan G Disain dan uji teknis alat penanam dan pemupuk dengan tenaga tarik traktor tangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

65 LAMPIRAN 49

66 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer, air, dan larutan pupuk (mb). 5. Timbang berat cawan evaporasi (mc). 6. Masukkan larutan pupuk dari piknometer ke dalam cawan evaporasi. 7. Masukkan dalam oven selama ± 24 jam. 8. Dinginkan cawan dalam desikator. 9. Timbang pupuk kering oven tersebut (ms). Perhitungan massa jenis. Dimana: m s : berat pupuk kering oven di dalam piknometer (g) m a : berat piknometer dan air pada T C (g) : berat tanah, air, dan piknometer pada T C (g) m b Data massa jenis pupuk No Keterangan Urea TSP KCl 1. Berat piknometer+air (ma) Suhu air ( C) Berat piknometer+air+larutan (mb) 4. Nomor wadah Berat wadah (mc) Berat wadah+air+larutan (ms) 7. Massa jenis Massa jenis rata-rata Perhitungan massa jenis campuran TSP dan KCl Perbandingan massa = 2:1 K K

67 51 Lampiran 2 Perhitungan Kadar Air 1. Wadah diberi nomor dan ditimbang massanya (m c ). 2. Wadah diisi pupuk dan ditimbang. Massa pupuk sebelum dioven (m a ) diperoleh setelah mengurangi massa wadah dan pupuk dengan massa wadah. 3. Pupuk dan wadah dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105 C. 4. Setelah 24 jam, pupuk dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke desikator selama 30 menit. 5. Wadah dan pupuk yang telah dioven ditimbang dan dikurangi dengan massa wadah agar diperoleh nilai (m b ). 6. Kadar air pupuk dihitung dengan rumus: K Jenis pupuk m c (g) Hasil perhitungan kadar air Sebelum dioven Sesudah dioven m pupuk+wadah (g) m a m pupuk+wadah (g) m b (g) Kadar air (%) (g) Urea TSP TSP+KCl (2:1)

68 52 Lampiran 3 Prosedur Uji Geser Langsung (kohesi) 1. Contoh pupuk yang akan diuji dipadatkan menggunakan ring sample (trimming ring). 2. Contoh pupuk dimasukkan ke dalam shearing box. 3. Set proving ring dan dial gauge untuk pergerakan horizontal. 4. Berilah tekanan normalnya yaitu 0.5, 1.0, dan 1.5 kgf/cm Catat pergerakan horizontal dan pergerakan proving ring. Pengujian dilakukan hingga nilai shearing load konstan. 6. Ambil contoh pupuk dari shearing box dan amati permukaan geser dari contoh pupuk. 7. Lakukan pengulangan terhadap masing-masing jenis pupuk. 8. Nilai gaya geser diperoleh dengan perhitungan: Dimana: τ : gaya geser (N) σ : gaya normal (N) c : kohesi (Pa) φ : sudut gesekan dalam ( ) Dari persamaan di atas dapat dibuat menjadi: Dimana: τ : gaya geser k : konstanta proving ring (0.2693) dp : pergerakan proving ring A : luas permukaan ring Hasil pengujian geser langsung pada pupuk urea Pengujian Tegangan normal (Pa) Tegangan geser maksimum (Pa) Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser maksimum

69 53 Lampiran 2 (Lanjutan) Berdasarkan persamaan garis linear diperoleh: 8 Nilai sudut gesekan dalam ( ) dan kohesi pupuk (C) adalah: Hasil pengujian direct shear pada pupuk TSP Pengujian Tegangan Normal (Pa) Tegangan geser maksimum (Pa) Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser maksimum Berdasarkan persamaan garis linear diperoleh: 8 Nilai sudut gesekan dalam ( ) dan kohesi pupuk (C) adalah: 8

70 54 Lampiran 4 Prosedur Uji Geser Langsung (adhesi) 1. Contoh pupuk yang akan diuji dipadatkan menggunakan ring sample (trimming ring). 2. Akrilik berdiameter sesuai dengan shearing box dimasukkan ke bagian bawah shearing box. Bagian atas diisi dengan bahan pupuk yang akan diuji. 3. Set proving ring dan dial gauge untuk pergerakan horizontal. 4. Berilah tekanan normalnya yaitu 0.5, 1.0, dan 1.5 kgf/cm Catat pergerakan horizontal dan pergerakan proving ring. Pengujian dilakukan hingga nilai shearing load konstan. 6. Ambil contoh pupuk dari shearing box dan amati permukaan geser dari contoh pupuk. 7. Lakukan pengulangan terhadap masing-masing jenis pupuk. 8. Nilai gaya geser diperoleh dengan perhitungan: Dimana: F : gaya geser (N) N : gaya normal (N) C α : adhesi (Pa) δ : sudut gesekan bahan dengan pupuk ( ) Dari persamaan di atas dapat dibuat menjadi: Dimana: F : shear stress k : konstanta proving ring (0.2693) dp : pergerakan proving ring A : luas permukaan ring Bahan pengujian: akrilik dan polietilen Hasil pengujian adhesi pupuk urea-akrilik Pengujian Tegangan normal (Pa) Tegangan geser maksimum (Pa)

71 55 Grafik hasil pengujian Sehingga: - Hasil pengujian adhesi pupuk TSP-akrilik Pengujian Tegangan normal (Pa) Tegangan geser maksimum (Pa) Grafik hasil pengujian Sehingga: -

72 56 Lampiran 3 (Lanjutan) Hasil pengujian adhesi pupuk urea-polietilen Pengujian Tegangan normal (Pa) Tegangan geser maksimum (Pa) Grafik hasil pengujian -, sehingga: - Hasil pengujian adhesi pupuk TSP polietilen Pengujian Tegangan normal (Pa) Tegangan geser maksimum (Pa) Grafik hasil pengujian -, sehingga: -

73 Lampiran 5 Perhitungan Luas Penampang Celah Penjatah Luas penampang celah penjatah rotor (luasan daerah yang diarsir) dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus sebagai berikut: ( ) ( ) Di mana: A pc : luas penampang celah rotor penjatah (cm 2 ) A I : luas juring lingkaran (cm 2 ) A II : luas daerah II yang berbentuk segitiga (cm 2 ) A III : luas daerah III yang berbentuk persegi panjang (cm 2 ) A IV : luasan daerah kurva lingkaran (cm 2 ) A V : luas daerah yang berbentuk seperempat lingkaran (cm 2 ) Jari-jari lingkaran R adalah 2 cm, jari-jari lingkaran R 2 sebesar 1.5 cm. Jarijari lingkaran kecil r sebesar 0.45 cm. Luasan yang ditandai oleh daerah A I adalah daerah juring lingkaran dengan sudut pusat 35. Sehingga, perhitungan luasannya adalah: Luasan daerah A 2 adalah bangun segitiga sembarang yang memiliki sudut,, dan -turut sebesar 35, 25, dan 60. Salah satu panjang sisi yang diketahui yaitu sisi R sebesar 2 cm. Oleh karena itu, perhitungan luasannya adalah: Daerah A 3 merupakan daerah berbentuk persegi panjang dengan panjang sisi R 2 sebesar 1.5 cm dan r sebesar 0.45 cm. Sehingga, luas daerah A 3 dihitung berdasarkan rumus luas persegi panjang. Perhitungan luasan A IV menggunakan integral dari persamaan lingkaran yang berjari-jari 2 cm dengan batas atas r dan batas bawah bernilai 0. Sehingga menghasilkan rumus perhitungan luas daerah A IV berikut:

74 58 Lampiran 5 (Lanjutan) ( ) ( ), sehingga: ( ) Karena Maka: Sehingga: ( ) Karena - Maka: ( ) ( ) ( ) ( ) Melalui hubungan trigonometri pada segitiga berikut ini: Maka: -

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Jagung Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan Technical Paper Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan Design Improvement of Corn Planter and Fertilizer Applicator Powered by Hand Tractor Wawan Hermawan Abstract A

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN :

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Rancang Bangun Dan Pengujian Alat Penjatah (Metering Device ) Tipe Edge Cell Untuk Penyaluran Pupuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN Pemupukan merupakan usaha memasukkan usaha zat hara kedalam tanah dengan maksud memberikan/menambahkan zat tersebut untuk pertumbuhan tanaman agar didapatkan hasil (produksi)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan Technical Paper Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan Evaluation of Driving System and Modification of Corn Planter Powered by Hand Tractor Wawan Hermawan,

Lebih terperinci

Pertemuan ke-12. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-12. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-12 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK

RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK KACANG TA NAM DEBGAN TENAGA Oleh TRISNANTO ED1 WlBOWO F 23 0408 7991 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Trisnanto Edi Wibowo, F23.0408,

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) Agus Panduwinata 1, Siswoyo Soekarno 2, Tasliman 3 1 Dept of Agricultural Engineering, FTP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Tujuan Penelitian Umum...4 Tujuan Penelitian Khusus...4 Manfaat Penelitian...4 TINJAUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFF WAY 146 I PUTU SURYA WIRAWAN PROGRAM STUDI ILMU KETEKNIKAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO

PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO PENGEMBANGAN MESIN PENANAM BENIH JAGUNG DENGAN PENGOLAHAN TANAH MINIMUM BERTENAGA TRAKTOR RODA DUA PRAKOSO ARI WIBOWO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis

Lebih terperinci

DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA

DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA DISAIN MESIN PENANAM DAN PEMUPUK JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN TENAGA PENGGERAK TRAKTOR RODA DUA Oleh : HADI KHAERUDIN F14052748 2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK DAN MEKANIK JAGUNG DAN FURADAN Jagung memiliki sifat fisik yang sangat beragam baik beda varietas maupun dalam varietas yang sama. Dalam penelitian uji peformansi

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS Perancangan dan pembuatan mekanik mesin sortasi manggis telah selesai dilakukan. Mesin sortasi manggis ini terdiri dari rangka mesin, unit penggerak, unit pengangkut,

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob]

UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 1, No. 1, Oktober 2012: 1 1-16 UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob] Oleh : Octa rahmadian 1, Sugeng

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013. Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu tahap pembuatan alat yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN Ahmad Tusi Jurusan Teknik Pertanian

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN Ahmad Tusi Jurusan Teknik Pertanian ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN Ahmad Tusi Jurusan Teknik Pertanian TUJUAN INSTRUKSIONAL Umum: Setelah mengiktu matakuliah ini mahasiswa dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENIRIS MINYAK (SISTEM TRANSMISI )

RANCANG BANGUN MESIN PENIRIS MINYAK (SISTEM TRANSMISI ) RANCANG BANGUN MESIN PENIRIS MINYAK (SISTEM TRANSMISI ) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Oleh: MUHAMMAD HUSNAN EFENDI NIM I8613023 PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Semi mekanis, alat Tanam, Pemupuk, Jagung, Pupuk.

ABSTRAK. Kata kunci : Semi mekanis, alat Tanam, Pemupuk, Jagung, Pupuk. v I Wayan Sugiana. 1211305019. 2016. Rancang Bangun Alat Penanam Dan Pemupuk Jagung (Zea mays) Tipe Tugal Semi Mekanis Yang Ergonomis. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Ida Bagus Putu Gunadnya, MS sebagai Pembimbing

Lebih terperinci

Pengembangan Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi dengan Pengolahan Tanah Alur

Pengembangan Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Terintegrasi dengan Pengolahan Tanah Alur , Oktober 2015 Tersedia online OJS pada: Vol. 3 No. 2, p 81-88 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439 DOI: 10.19028/jtep.03.2.81-88 Technical Paper Pengembangan Mesin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Dalam proses pembuatan mesin pengupas kulit kentang perlu memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Adapun maksud

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALAT SEBAR BENIH TEMBAKAU JENIS SCATTERPLOT TOOL PILLEN (STP) DI PTPN X JEMBER

MODIFIKASI ALAT SEBAR BENIH TEMBAKAU JENIS SCATTERPLOT TOOL PILLEN (STP) DI PTPN X JEMBER MODIFIKASI ALAT SEBAR BENIH TEMBAKAU JENIS SCATTERPLOT TOOL PILLEN (STP) DI PTPN X JEMBER Septian Gagas 1,Siswoyo Soekarno 2, Tasliman 3 1 Dept of Agricultural Engineering, FTP, Universitas Jember, Jl

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ( Design and testing tools planting corn seeds)

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ( Design and testing tools planting corn seeds) DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ( Design and testing tools planting corn seeds) Muhammad Iskandar, Syafriandi, Mustaqimah Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering

Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Technical Paper Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering Design Of Compost Applicator For Dry Land Sugarcane Iqbal, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Email: iqbaliqma@yahoo.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo, 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Pembuatan Dan Pengujian Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo, Lampung Selatan. Kemudian perakitan dan pengujian dilakukan Lab.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

Uji Kinerja Traktor Roda Empat Tipe Iseki TG5470 Untuk Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Rotari Pada Lahan Lempung Berpasir

Uji Kinerja Traktor Roda Empat Tipe Iseki TG5470 Untuk Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Rotari Pada Lahan Lempung Berpasir Uji Kinerja Traktor Roda Empat Tipe Iseki TG5470 Untuk Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Rotari Pada Lahan Lempung Berpasir Bobby Wirasantika*, Wahyunanto Agung Nugroho, Bambang Dwi Argo Jurusan Keteknikan

Lebih terperinci

MENGENAL DAN MERAWAT MESIN PENYEMPROT

MENGENAL DAN MERAWAT MESIN PENYEMPROT MENGENAL DAN MERAWAT MESIN PENYEMPROT Pada budidaya tanaman untuk mengendalikan gulma, hama dan penyakit tanaman umumnya digunakan pestisida berbentuk cair dan tepung. Untuk mengaplikasikannya pestisida

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN SNI 13-6427-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode pengujian ini meliputi prosedur penentuan kehilangan campuran tanah semen, perubahan kadar

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu LAMPIRAN I ATA PENGAMATAN. ata Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu Berikut merupakan tabel data hasil penepungan selama pengeringan jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel 8. ata hasil tepung selama

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) Diklat Teknis Kedelai Bagi Penyuluh Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM

PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM Ir.Soegitamo Rahardjo 1, Asep M. Tohir 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering, University

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK 3.1 Pengertian Perancangan Perancangan memiliki banyak definisi karena setiap orang mempunyai definisi yang berbeda-beda, tetapi intinya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, dimulai bulan Agustus 2010 sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu (1)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Conveyor merupakan suatu alat transportasi yang umumnya dipakai dalam proses industri. Conveyor dapat mengangkut bahan produksi setengah jadi maupun hasil produksi

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung Mesin pemipil jagung merupakan mesin yang berfungsi sebagai perontok dan pemisah antara biji jagung dengan tongkol dalam jumlah yang banyak dan

Lebih terperinci