BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lahir (Ilyas S, 2006). Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Wahyudi dan Rinayati, 2013). astigmatisme. Kedua, adanya kelaianan organik yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakaan lebih dari 360 juta orang dan diperkirakan akan naik lebih dari dua kali

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun Oleh: ENGKI SOFYAN NIM

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

berkas cahaya, sehingga disebut fotoreseptor. Dengan kata lain mata digunakan

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan Melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2025,

TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RUANG BEDAH RSUD KABUPATEN CIAMIS 1. Yanti Srinayanti, Jajuk Kusumawaty, Angga Nugroho ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jasmani merupakan hal yang penting, karena saat keadaan

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 MANADO TENTANG KATARAK.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIKA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

ARTIKEL KARYA ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Diabetes merupakan salah satu penyakit yang. diperkirakan prevalensi di seluruh dunia akan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak

WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 %

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata merupakan organ sensoris yang sangat vital. Delapan puluh persen informasi diperoleh dari penglihatan (Andayani G, 2008). Gangguan penglihatan diperkirakan diderita oleh 285 juta orang di dunia, dimana 246 juta mengalami low vision dan 39 juta mengalami kebutaan, diantara jumlah tersebut 65% dari jumlah low vision dan 82% dari jumlah kebutaan diderita pada usia lebih atau sama dengan 50 tahun (WHO, 2012). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan, prevalensi severe low vision dan kebutaan meningkat pesat pada penduduk kelompok usia 45 tahun keatas dengan rata-rata peningkatan sekitar dua sampai tiga kali lipat setiap 10 tahunnya. Prevalensi severe low vision dan kebutaan tertinggi ditemukan pada penduduk kelompok usia 75 tahun keatas sesuai peningkatan proses degeneratif pada pertambahan usia. Secara global penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi tidak dikoreksi (43%) dan katarak (33%). Penyebab gangguan penglihatan lainnya adalah glaukoma, Age Macular Degeneration (AMD), retinopati diabetik, trakoma dan kekeruhan kornea. Sebagian besar penyebab dari gangguan penglihatan sekitar 18% tidak dapat ditentukan. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (51%) dan sekitar 21% penyebab kebutaan tidak dapat ditentukan (WHO, 2012). Permasalahan penglihatan ini menginisiasi World Health Organisation (WHO) dalam menyusun Project 2020 untuk mengatasi masalah katarak, tujuannya untuk menghilangkan katarak sebagai penyebab kebutaan pada tahun 2020 karena

kebutaan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seperti menjadi beban tanggung jawab orang lain, kerugian keuangan dari biaya operasi, perawatan atau rehabilitasi, juga dampak mental karena pasien merasa cacat yang akan mengarah ke depresi (Andayani G, 2008 ; James B et al., 2006). Gambar 1.1 Penyebab kebutaan di dunia tahun 2010 (WHO, 2012) Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa mata (Harper RA & Shock JP, 2013). Beberapa studi cross-sectional di berbagai negara melaporkan prevalensi katarak sebesar 50% terdapat pada individu berusia 65-74 tahun dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun (Harper RA & Shock JP, 2013). Pada penelitian di Sumatra, didapatkan prevalensi setiap katarak untuk orang dewasa berusia 21-29 adalah 1,1%, meningkat menjadi 82,8% untuk mereka yang berusia lebih tua dari 60 tahun (Husain R et al., 2005). Sumatra Barat termasuk ke dalam sepuluh provinsi dengan angka prevalensi katarak tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 2,3% (Riskesdas, 2013). Laporan tahunan Dinas Kesehatan Sumatra Barat tahun 2014 menyatakan bahwa diagnosa penyakit di Unit Pelayanan Terpadu Daerah Balai Kesehatan Indra Mata (UPTD BKIM) provinsi Sumatra Barat tahun 2013-2014, katarak menduduki posisi kedua pada kasus terbanyak setelah kelainan refraksi dengan rincian tahun 2013 sebanyak 1652 kasus dan tahun 2014 sebanyak 2065 kasus. Laporan Dinkes dapat terlihat 2

adanya peningkatan jumlah kasus katarak pada tahun berikutnya. Data tambahan didapatkan juga bahwa teknik operasi yang terbanyak dilakukan untuk menatalaksana katarak di UPTD BKIM ini adalah Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) dengan Intra Ocular Lens (IOL) sebanyak 205 kali (Dinkes, 2014). Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun (Ilyas S et al., 2013). Proses penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak yang merupakan penyebab umum gangguan penglihatan, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik seperti diabetes, merokok, dan herediter (Harper RA & Shock JP, 2013). Faktor risiko katarak terkait usia dianggap multifaktorial, tetapi stres oksidatif serta faktor genetik dianggap faktor utama dalam perkembangannya (Liao RF et al., 2015). Diabetes juga diperkirakan menjadi salah satu faktor risiko pada penderita katarak senilis karena dapat mempengaruhi hasil operasi. Katarak diabetes sejati lebih jarang ditemukan daripada katarak senilis pada pasien diabetes. Disebutkan bahwa sklerosis nuklear senilis, kelainan subkapsular posterior, dan kekeruhan korteks terjadi lebih sering dan dini pada pengidap diabetes (Thomas D et al., 2013). Penelitian oleh Pollreisz (2010) melaporkan kejadian edema makula sebesar 22 % pada penderita diabetes setelah operasi katarak (11 dari 50 mata) sementara edema makula tidak terjadi pada mata tanpa retinopati sehingga perbaikan visus setelah operasi akan terganggu. Katarak terkait usia diperkirakan akan terus menjadi masalah kesehatan global yang penting karena meningkatnya harapan hidup (Rao GN et al., 2011). Pernyataan ini diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa 3

angka harapan hidup penduduk Indonesia dimulai dari tahun 1995 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu dari 66 tahun menjadi 70 tahun. Data awal yang didapatkan dari bangsal mata RSUP DR. M. Djamil Padang pada bulan Januari 2015 sampai Desember 2015, terdapat 80 kasus katarak senilis yang secara keseluruhan di operasi. Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang karakteristik pasien katarak senilis yang dirawat di bangsal mata RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana karakteristik pasien katarak senilis yang dirawat di bangsal mata RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2015? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis yang dirawat di bangsal mata RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan usia dan jenis kelamin. 2. Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan derajat katarak. 3. Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan visus pre dan post operasi. 4. Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan teknik operasi yang dilakukan. 5. Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan riwayat DM. 4

6. Mengetahui karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan kekuatan IOL. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti di bidang ilmu kesehatan mata. 1.4.2 Bagi Instansi dan Tenaga Kesehatan Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu kesehatan mata khususnya di. 1.4.3 Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan informasi untuk peneliti selanjutnya. 5