BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Upaya kesehatan secara nasional meliputi berbagai upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan, yang dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan baik unit pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu, dan puskesmas, maupun unit pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit, dan unit pelayanan teknis daerah kabupaten / kota serta propinsi (Kemenkes RI, 2011). Jenis penyakit dan faktor risiko kesakitan masyarakat yang bertambah serta penyakit-penyakit yang berhubungan dengan migrasi dan kepadatan penduduk menambah tantangan dan beban kerja unit pelayanan kesehatan (Wardoyo, 2011). Upaya kesehatan masyarakat diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan, termasuk dalam kegiatan penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran (Depkes RI, 2009). Gangguan penglihatan yaitu kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan ada sekitar 45 juta penduduk di dunia buta, kemudian 135 juta mengalami gangguan penglihatan dan 90%nya terjadi di negara berkembang. Sepertiga penderita kebutaan berada di negara-negara Asia, Indonesia 1,5%,

2 Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3% (Maulana, 2013). Jenis kebutaan yang banyak dialami penduduk di dunia yaitu katarak, glaukoma, degenerasi makula, kelainan refraksi, dan kelainan kornea (Wardenaar, 2013). Jumlah penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia sebanyak 250 juta. Sebanyak 75 sampai 140 juta berada di negara-negara Asia, Sri Lanka 8,8%, Myanmar 3%, India 6,3%, dan Indonesia 8,4%. 50% gangguan pendengaran dapat ditanggulangi melalui pencegahan dan pengobatan. (Maulana, 2013). Diperkirakan 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,6 juta mengalami kebutaan dengan penyebab utama, antara lain, katarak, glaukoma, kelainan refraksi, gangguan retina, dan kelainan kornea. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah pasien rawat jalan untuk penyakit mata adalah Berdasarkan data tersebut, dilaporkan pula jumlah kelainan refraksi sebanyak kasus, katarak kasus, dan glaukoma kasus (Maulana, 2013). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kebutaan sebesar 0,9%. Angka tertinggi kasus kebutaan terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu 2,6% dan terendah di Propinsi Kalimantan Timur yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, angka morbiditas gangguan pendengaran sebesar 18,55%, gangguan pendengaran (16,8%), ketulian (0,4%), dan penyakit telinga lainnya (1,3%). Penyakit telinga yang mempunyai risiko gangguan pendengaran yaitu infeksi telinga tengah (3,9%), infeksi

3 telinga luar (6,8%), ototoksisitas (0,3%), tuli kongenital (0,1%), dan lainnya (5,7%) (Depkes RI, 2007). Data prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan menurut penduduk di propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa jumlah penderita mata yang mengalami kebutaan sebanyak orang, katarak sebanyak orang, glaukoma sebanyak orang, kelainan refraksi sebanyak orang, dan xeroptalmia sebanyak orang. Data gangguan pendengaran di Sumatera Utara yaitu orang, ketulian sebanyak dan penyakit telinga lainnya sebanyak orang (KIM, 2012). Gangguan penglihatan dan pendengaran yang diakibatkan morbiditas mata dan telinga diperkirakan 50% dapat dicegah. Upaya pencegahan dimaksudkan selain untuk menurunkan morbiditas, juga untuk mengurangi terjadinya gangguan penglihatan dan pendengaran (Depkes RI, 2007). Berbagai upaya pengobatan dan pencegahan masalah kesehatan mata dan pendengaran di Indonesia telah dilaksanakan saat masalah kebutaan dinyatakan sebagai bencana nasional pada tahun Sejak tahun 1984, program Upaya Kesehatan Mata / Pencegahan Kebutaan (UKM/PK) dan Upaya Kesehatan Telinga dan Pencegahan Gangguan Pendengaran (UKT/PGP) sudah diintegrasikan ke dalam kegiatan pokok puskesmas, sementara program Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP) dimulai sejak tahun 1987 baik melalui rumah sakit maupun Balai Kesehatan Mata masyarakat (BKMM) dan sekarang menjadi Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) (Kemenkes RI, 2011).

4 Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) merupakan UPT dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai wewenang penuh terhadap pelayanan medis spesialistik kesehatan mata dan pendengaran di seluruh propinsi Sumatera Utara. Program pokok UPT KIM propinsi Sumatera Utara adalah program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Pendengaran (PGPP) yang dimaksudkan untuk menurunkan angka gangguan kebutaan dan gangguan pendengaran di propinsi Sumatera Utara (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013). Program yang dilaksanakan oleh UPT KIM yaitu penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan (PGPK) meliputi klinik umum, klinik refraksi, klinik katarak, klinik glaukoma-vitreoretina, kamar bedah mata, dan oftalmologi komunitas. Penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT) meliputi klinik THT, klinik audiologi, dan kamar bedah THT (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013). Data pelaksanaan program penanggulangan kegiatan kesehatan mata dan pendengaran UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir (tahun ) menunjukkan fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.1. Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara No Jenis Penyakit Katarak Kelainan refraksi Glaukoma Kelainan Retina Lain-lain Tahun Total Sumber : UPT KIM Propsu, 2013

5 Berdasarkan data pada Tabel 1.1. menunjukkan bahwa jumlah penanggulangan pasien gangguan mata ke KIM Propinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak pasien pada tahun 2012 meningkat menjadi pasien, dan tahun 2013 sebanyak pasien. Sedangkan data penanggulangan gangguan pendengaran adalah sebagai berikut: Tabel 1.2. Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara Tahun No Jenis Penyakit OMSK (Otitis Media Supurativa Kronic) Tuli Kongenital NIHL (Noice Induce Hearing Loss) Presbicusis Lain-lain Pemeriksaan Audiologi Tahun Total Sumber : UPT KIM Propsu, 2013 Penanggulangan gangguan pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011, penanganan pasien gangguan pendengaran sebanyak 355 pasien, tahun 2012 sebanyak 863 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 521 pasien. Balai Kesehatan Mata Masyarakat sejak tahun 1991 dijadikan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes melalui Keputusan Menkes No. 350a/Menkes/SK/VI/1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Otonomi daerah berlaku sejak

6 tahun 2001, maka 10 BKMM telah diserahkan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaannya, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 909/Menkes/SK/VII/2001 tentang Pengalihan Kelembagaan Beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan. Dengan adanya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata dan telinga dan mendekatkan pelayanan spesialistik ke masyarakat maka BKMM dikembangkan menjadi Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) (Dinkes Provsu, 2010). Fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan mata dan telinga di UPT KIM oleh penderita gangguan mata secara umum adalah kasus rujukan dari puskesmas se propinsi Sumatera Utara, namun ada kecenderungan pasien yang dirujuk adalah pasien yang berasal dari Kota Medan saja, itupun hanya dari 4 kecamatan (9 puskesmas) yaitu dari Puskesmas Glugur Kota, Puskesmas Pulau Brayan Kota, Puskesmas Sei Agul, Puskesmas Petisah, Puskesmas Darussalam, Puskesmas Rantang, Puskesmas Medan Sunggal, Puskesmas Amplas, dan Puskesmas Lalang. Hal ini diduga karena UPT KIM belum menjalankan fungsinya dengan optimal dalam pelayanan, kegiatan pokok belum terlaksana dengan baik, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kemitraan dan bidang pelayanan mata dan telinga di masyarakat, penelitian dan pengembangan. Data yang diperoleh dari UPT KIM bahwa selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun , jumlah pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas) mengalami fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut:

7 No A B. C. D. Tabel 1.3. Data Pasien Rujukan dari 4 Kecamatan (9 Puskesmas) Tahun Kecamatan/Puskesmas Medan Barat: 1. Puskesmas Glugur Kota 2. Puskesmas P. Brayan Kota 3. Puskesmas Sei Agul Medan Helvetia : 1. Puskesmas Helvetia Medan Deli: 1. Puskesmas Petisah 2. Puskesmas Darussalam 3. Puskesmas Rantang Medan Sunggal: 1. Puskesmas Sunggal 2. Puskesmas Desa Lalang Tahun Jumlah Sumber : UPT KIM Propsu, 2013 Data menunjukkan bahwa kunjungan pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas) yang berada paling dekat dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara di terjadi penurunan kunjungan pasien rujukan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan pasien rujukan sebanyak kunjungan, tahun 2012 jumlah kunjungan rujukan sebanyak kunjungan sedangkan tahun 2013 menurun menjadi rujukan. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan puskesmas untuk merujuk pasien mata dan telinga ke UPT KIM. Hal ini juga diidentifikasi dari tidak ada kerjasama sistem rujukan antara Dinas Kesehatan Kota Medan yang membawahi puskesmas dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara.

8 Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 032/Birhub/72 tahun 1972, yakni melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan cukup, atau secara horisontal dalam arti sesama unit yang setingkat kemampuannya. Rujukan untuk kasus penyakit mata yang tidak dapat ditangani oleh puskesmas sebagai rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas (Depkes RI, 2004). Rujukan pasien mata dan telinga dari puskesmas termasuk dalam rujukan medik. Rujukan medik merupakan rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif), misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah atau rujukan penyakit mata dan telinga ke UPT Kesehatan Indera Masyarakat. Rujukan medik dapat diartikan sebagai pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional (Azwar, 2006).

9 Dugaan sementara minimnya jumlah pasien yang dirujuk dari 4 kecamatan (9 puskesmas) karena kurangnya kerjasama UPT KIM dengan puskesmas. Kendala yang umum ditemui pada 9 puskesmas tersebut yaitu kurangnya pelatihan tenaga kesehatan khusus mata dan telinga, kurangnya kerjasama dengan program lain dan kader, rendahnya frekuensi kunjungan petugas mata ke sekolah-sekolah, kurangnya perujukan pasien mata ke tempat yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan. Sebagian petugas kesehatan di puskesmas tidak mensosialisasikan rujukan pasien mata dan telinga ke UPT KIM karena tidak adanya keharusan untuk merujuk pasien ke UPT KIM, bahkan beberapa kasus di puskesmas, pasien sendiri yang meminta dirujuk ke UPT KIM. Berdasarkan data UPT KIM Provinsi Sumatera Utara bahwa sumber daya manusia berjumlah 113 yang terdiri dari tenaga kesehatan sebanyak 98 orang, dan tenaga non kesehatan sebanyak 15 orang. Jumlah sumber daya manusia tersebut telah memenuhi syarat sebagai UPT standar kelas C. Tetapi jika dilihat dari penurunan jumlah kunjungan pasien rujukan dari puskesmas mengindikasikan bahwa fungsi dan kegiatan pokok UPT KIM Provinsi Sumatera Utara belum berjalan dengan optimal, karena UPT KIM merupakan pusat rujukan untuk pasien mata dan telinga dari seluruh puskesmas yang ada di Sumatera Utara. Fungsi UPT KIM yaitu menyelenggarakan perencanaan, koordinasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi pencegahan, pengobatan dan pelayanan penunjang, pemulihan kesehatan mata dan THT; pengamatan terhadap indra kesehatan masyarakat, pelaksanaan rujukan kesehatan indera masyarakat, pendidikan

10 dan pelatihan pegawai, pengembangan teknologi, kemitraan dan sosialisasi serta ketatausahaan UPT KIM. Dari sekian banyak fungsi UPT KIM tersebut, fungsi UPT sebagai tempat rujukan masih belum optimal jika dikaitkan dengan data-data di atas. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang sistem manajemen puskesmas dan minat berobat pasien ke UPT Kesehatan Indera Mata dengan memilih judul: Analisis Fungsi dan Kegiatan Pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu Sebagai Tempat Rujukan Kesehatan Mata Dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) Tahun Permasalahan Rendahnya angka rujukan penderita gangguan penglihatan dan pendengaran ke unit pelayanan teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat memunculkan pertanyaan tentang peran dan fungsi UPT Kesehatan Indera Masyarakat. Untuk itu permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana fungsi dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis fungsi dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun 2014.

11 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan upaya rujukan pengobatan mata khususnya pada puskesmas yang berdekatan wilayah dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara. 2. Memberi masukan kepada Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien rujukan dari puskesmas. 3. Menjadi referensi dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Mata adalah jendela dunia. Melalui kedua mata manusia dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia, sehingga tanpa mata yang sehat manusia menjadi kurang mampu melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal kronis, penurunan kognitif

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik. Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman menuntut masyarakat juga untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seni dan ilmu) mengatur atau mengelola semua sumber daya (manusia dan non

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seni dan ilmu) mengatur atau mengelola semua sumber daya (manusia dan non BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen 2.1.1. Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari bahasa Inggris to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Secara lebih teknis, manajemen diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KEBUTAAN KATARA K TERPADU SEBAGAI UPAYA MENCAPAI "VISION 2020 THE RIGHT TO SIGHT " DI PROPINSI JAWA BARAT

PENANGGULANGAN KEBUTAAN KATARA K TERPADU SEBAGAI UPAYA MENCAPAI VISION 2020 THE RIGHT TO SIGHT  DI PROPINSI JAWA BARAT PENANGGULANGAN KEBUTAAN KATARA K TERPADU SEBAGAI UPAYA MENCAPAI "VISION 2020 THE RIGHT TO SIGHT " DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH HENNI DJUHAENI SHARON GONDODIPUTRO KANWIL DEPARTEMEN KESEHATAN PROPINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indera penglihatan merupakan organ vital bagi manusia untuk memperoleh informasi dalam bentuk visual yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan yang semakin muncul di permukaan. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan yang semakin muncul di permukaan. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah telah mencanangkan Indonesia Sehat 2015 sebagai paradigma baru, yaitu paradigma sehat melalui pendekatan promotif dan preventif dalam mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS

PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian katarak yang cukup tinggi. Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa prevalensi katarak tertinggi di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan masyarakat. (1) Penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, kelainan refraksi, dan penyakit-penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia yakni kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan dapat tercapai dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan di dunia merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulanginya demi terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini mendorong setiap negara untuk lebih serius

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab IV pasal 19 dan 20 menjelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. izin penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus Pemerintah dari Gubernur Jawa

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. izin penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus Pemerintah dari Gubernur Jawa GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Rumah Sakit Paru Surabaya merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur berlokasi di wilayah Surabaya Utara tepatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 23 TAHUN 2015 T E N T A N G AKREDITASI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 50 juta orang buta di dunia saat ini dan hampir 90%-nya berada di negara berkembang,

Lebih terperinci

WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 %

WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 % PELAYANAN KESEHATAN MATA MELALUI PUSKESMAS Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUSU WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % ------------------------ Clinical Problem 2. 0.5 % - 1.00 % --------------- PH Problem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosial. Publikasi WHO pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga dari 45 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESEHATAN. Pelayanan. Kesehatan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian dan kecacatan yang tinggi sehingga pemerintah melakukan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PKMRS PADA PENYULUHAN KELOMPOU BAGI RS SWANTA SE JABAR BANDUNG, 5 JULI Dr. Henni Djuhaeni, MARS

KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PKMRS PADA PENYULUHAN KELOMPOU BAGI RS SWANTA SE JABAR BANDUNG, 5 JULI Dr. Henni Djuhaeni, MARS KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PKMRS PADA PENYULUHAN KELOMPOU BAGI RS SWANTA SE JABAR BANDUNG, 5 JULI 1993 Dr. Henni Djuhaeni, MARS I. PENDAHULUAN Di dalam Pelita V, Departemen Kesehatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beban yang luar biasa secara global pula.menurut Lawes et al., disability-adjusted life years (DALY) terkait dengan tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. beban yang luar biasa secara global pula.menurut Lawes et al., disability-adjusted life years (DALY) terkait dengan tekanan darah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang menjadi perhatian global karena konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya memberikan beban yang luar biasa secara global pula.menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World Health Organizatiaon (WHO) pada tahun 2014 merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta )

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta ) LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta ) Nomor 52 Tahun 1999 Seri D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan masyarakat sebagai pemakai jasa kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. harapan masyarakat sebagai pemakai jasa kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri jasa kesehatan mempunyai prospek yang cukup bagus, karena pelayanan kesehatan tidak terpaku hanya pada pengobatan penyakit tetapi juga memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu panca indera yang paling penting dalam kehidupan manusia, dengan mata, manusia bisa menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan yang begitu luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan No 36 tahun 2009 adalah tercapainya derajat kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan No 36 tahun 2009 adalah tercapainya derajat kesehatan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Undang Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 adalah tercapainya derajat kesehatan yang setinggi tingginya untuk seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 118 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA NAMA : UMUR : JENIS KELAMIN : PEKERJAAN : TINGKAT PENDIDIKAN : AGAMA : HUBUNGAN DENGAN PENDERITA : Dengan menyatakan kesediaan untuk melakukan wawancara

Lebih terperinci

Hari/Tanggal : Kamis / 12 Februari Bagaimana sejarah dibentuknya UPT Kesehatan Indera Masyarakat?

Hari/Tanggal : Kamis / 12 Februari Bagaimana sejarah dibentuknya UPT Kesehatan Indera Masyarakat? 111 Hari/Tanggal : Kamis / 12 Februari 2015 1. Bagaimana sejarah dibentuknya UPT Kesehatan Indera Masyarakat? Jadi UPT Kesehatan Indera Masyarakat ini berdiri karena adanya program nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 16 SERI D PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2007 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kasus Diabetes Mellitus (DM) (Depkes RI, 2008). International Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kasus Diabetes Mellitus (DM) (Depkes RI, 2008). International Diabetes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, memungkinkan dilakukan upaya pengendalian berupa kegiatan promotif, preventif serta penangulangan penyakit tidak

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan yang dihadapi di bidang jasa kesehatan selalu berkembang, seperti meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif termasuk didalamnya penyakit kanker.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 58/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan

Lebih terperinci

Perbedaan jenis pelayanan pada:

Perbedaan jenis pelayanan pada: APLIKASI MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT OLEH : LELI F. MAHARANI S. 081121039 MARINADIAH 081121015 MURNIATY 081121037 MELDA 081121044 MASDARIAH 081121031 SARMA JULITA 071101116 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT ISSN : 2477 0604 Vol. 2 No. 2 Oktober-Desember 2016 65-71 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, yaitu sebesar 51% (WHO, 2012). Perkiraan insiden katarak di Indonesia adalah 0,1%/tahun atau setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN

Lebih terperinci