BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan
|
|
- Lanny Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Upaya kesehatan secara nasional meliputi berbagai upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan, yang dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan baik unit pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu, dan puskesmas, maupun unit pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit, dan unit pelayanan teknis daerah kabupaten / kota serta propinsi (Kemenkes RI, 2011). Jenis penyakit dan faktor risiko kesakitan masyarakat yang bertambah serta penyakit-penyakit yang berhubungan dengan migrasi dan kepadatan penduduk menambah tantangan dan beban kerja unit pelayanan kesehatan (Wardoyo, 2011). Upaya kesehatan masyarakat diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan, termasuk dalam kegiatan penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran (Depkes RI, 2009). Gangguan penglihatan yaitu kebutaan masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan ada sekitar 45 juta penduduk di dunia buta, kemudian 135 juta mengalami gangguan penglihatan dan 90%nya terjadi di negara berkembang. Sepertiga penderita kebutaan berada di negara-negara Asia, Indonesia 1,5%,
2 Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3% (Maulana, 2013). Jenis kebutaan yang banyak dialami penduduk di dunia yaitu katarak, glaukoma, degenerasi makula, kelainan refraksi, dan kelainan kornea (Wardenaar, 2013). Jumlah penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia sebanyak 250 juta. Sebanyak 75 sampai 140 juta berada di negara-negara Asia, Sri Lanka 8,8%, Myanmar 3%, India 6,3%, dan Indonesia 8,4%. 50% gangguan pendengaran dapat ditanggulangi melalui pencegahan dan pengobatan. (Maulana, 2013). Diperkirakan 1,5% penduduk Indonesia atau sekitar 3,6 juta mengalami kebutaan dengan penyebab utama, antara lain, katarak, glaukoma, kelainan refraksi, gangguan retina, dan kelainan kornea. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah pasien rawat jalan untuk penyakit mata adalah Berdasarkan data tersebut, dilaporkan pula jumlah kelainan refraksi sebanyak kasus, katarak kasus, dan glaukoma kasus (Maulana, 2013). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kebutaan sebesar 0,9%. Angka tertinggi kasus kebutaan terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu 2,6% dan terendah di Propinsi Kalimantan Timur yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, angka morbiditas gangguan pendengaran sebesar 18,55%, gangguan pendengaran (16,8%), ketulian (0,4%), dan penyakit telinga lainnya (1,3%). Penyakit telinga yang mempunyai risiko gangguan pendengaran yaitu infeksi telinga tengah (3,9%), infeksi
3 telinga luar (6,8%), ototoksisitas (0,3%), tuli kongenital (0,1%), dan lainnya (5,7%) (Depkes RI, 2007). Data prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan menurut penduduk di propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa jumlah penderita mata yang mengalami kebutaan sebanyak orang, katarak sebanyak orang, glaukoma sebanyak orang, kelainan refraksi sebanyak orang, dan xeroptalmia sebanyak orang. Data gangguan pendengaran di Sumatera Utara yaitu orang, ketulian sebanyak dan penyakit telinga lainnya sebanyak orang (KIM, 2012). Gangguan penglihatan dan pendengaran yang diakibatkan morbiditas mata dan telinga diperkirakan 50% dapat dicegah. Upaya pencegahan dimaksudkan selain untuk menurunkan morbiditas, juga untuk mengurangi terjadinya gangguan penglihatan dan pendengaran (Depkes RI, 2007). Berbagai upaya pengobatan dan pencegahan masalah kesehatan mata dan pendengaran di Indonesia telah dilaksanakan saat masalah kebutaan dinyatakan sebagai bencana nasional pada tahun Sejak tahun 1984, program Upaya Kesehatan Mata / Pencegahan Kebutaan (UKM/PK) dan Upaya Kesehatan Telinga dan Pencegahan Gangguan Pendengaran (UKT/PGP) sudah diintegrasikan ke dalam kegiatan pokok puskesmas, sementara program Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP) dimulai sejak tahun 1987 baik melalui rumah sakit maupun Balai Kesehatan Mata masyarakat (BKMM) dan sekarang menjadi Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) (Kemenkes RI, 2011).
4 Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat (UPT KIM) merupakan UPT dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai wewenang penuh terhadap pelayanan medis spesialistik kesehatan mata dan pendengaran di seluruh propinsi Sumatera Utara. Program pokok UPT KIM propinsi Sumatera Utara adalah program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Pendengaran (PGPP) yang dimaksudkan untuk menurunkan angka gangguan kebutaan dan gangguan pendengaran di propinsi Sumatera Utara (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013). Program yang dilaksanakan oleh UPT KIM yaitu penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan (PGPK) meliputi klinik umum, klinik refraksi, klinik katarak, klinik glaukoma-vitreoretina, kamar bedah mata, dan oftalmologi komunitas. Penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT) meliputi klinik THT, klinik audiologi, dan kamar bedah THT (KIM Propinsi Sumatera Utara, 2013). Data pelaksanaan program penanggulangan kegiatan kesehatan mata dan pendengaran UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir (tahun ) menunjukkan fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.1. Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara No Jenis Penyakit Katarak Kelainan refraksi Glaukoma Kelainan Retina Lain-lain Tahun Total Sumber : UPT KIM Propsu, 2013
5 Berdasarkan data pada Tabel 1.1. menunjukkan bahwa jumlah penanggulangan pasien gangguan mata ke KIM Propinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak pasien pada tahun 2012 meningkat menjadi pasien, dan tahun 2013 sebanyak pasien. Sedangkan data penanggulangan gangguan pendengaran adalah sebagai berikut: Tabel 1.2. Program Penanggulangan Gangguan Pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara Tahun No Jenis Penyakit OMSK (Otitis Media Supurativa Kronic) Tuli Kongenital NIHL (Noice Induce Hearing Loss) Presbicusis Lain-lain Pemeriksaan Audiologi Tahun Total Sumber : UPT KIM Propsu, 2013 Penanggulangan gangguan pendengaran di UPT KIM Propinsi Sumatera Utara selama 3 tahun terakhir juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011, penanganan pasien gangguan pendengaran sebanyak 355 pasien, tahun 2012 sebanyak 863 pasien, dan tahun 2013 sebanyak 521 pasien. Balai Kesehatan Mata Masyarakat sejak tahun 1991 dijadikan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes melalui Keputusan Menkes No. 350a/Menkes/SK/VI/1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Otonomi daerah berlaku sejak
6 tahun 2001, maka 10 BKMM telah diserahkan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaannya, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 909/Menkes/SK/VII/2001 tentang Pengalihan Kelembagaan Beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan. Dengan adanya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata dan telinga dan mendekatkan pelayanan spesialistik ke masyarakat maka BKMM dikembangkan menjadi Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM) (Dinkes Provsu, 2010). Fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan mata dan telinga di UPT KIM oleh penderita gangguan mata secara umum adalah kasus rujukan dari puskesmas se propinsi Sumatera Utara, namun ada kecenderungan pasien yang dirujuk adalah pasien yang berasal dari Kota Medan saja, itupun hanya dari 4 kecamatan (9 puskesmas) yaitu dari Puskesmas Glugur Kota, Puskesmas Pulau Brayan Kota, Puskesmas Sei Agul, Puskesmas Petisah, Puskesmas Darussalam, Puskesmas Rantang, Puskesmas Medan Sunggal, Puskesmas Amplas, dan Puskesmas Lalang. Hal ini diduga karena UPT KIM belum menjalankan fungsinya dengan optimal dalam pelayanan, kegiatan pokok belum terlaksana dengan baik, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kemitraan dan bidang pelayanan mata dan telinga di masyarakat, penelitian dan pengembangan. Data yang diperoleh dari UPT KIM bahwa selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun , jumlah pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas) mengalami fluktuasi, seperti terlihat pada tabel berikut:
7 No A B. C. D. Tabel 1.3. Data Pasien Rujukan dari 4 Kecamatan (9 Puskesmas) Tahun Kecamatan/Puskesmas Medan Barat: 1. Puskesmas Glugur Kota 2. Puskesmas P. Brayan Kota 3. Puskesmas Sei Agul Medan Helvetia : 1. Puskesmas Helvetia Medan Deli: 1. Puskesmas Petisah 2. Puskesmas Darussalam 3. Puskesmas Rantang Medan Sunggal: 1. Puskesmas Sunggal 2. Puskesmas Desa Lalang Tahun Jumlah Sumber : UPT KIM Propsu, 2013 Data menunjukkan bahwa kunjungan pasien rujukan dari 4 kecamatan (9 puskesmas) yang berada paling dekat dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara di terjadi penurunan kunjungan pasien rujukan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan pasien rujukan sebanyak kunjungan, tahun 2012 jumlah kunjungan rujukan sebanyak kunjungan sedangkan tahun 2013 menurun menjadi rujukan. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan puskesmas untuk merujuk pasien mata dan telinga ke UPT KIM. Hal ini juga diidentifikasi dari tidak ada kerjasama sistem rujukan antara Dinas Kesehatan Kota Medan yang membawahi puskesmas dengan UPT KIM Propinsi Sumatera Utara.
8 Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor 032/Birhub/72 tahun 1972, yakni melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan cukup, atau secara horisontal dalam arti sesama unit yang setingkat kemampuannya. Rujukan untuk kasus penyakit mata yang tidak dapat ditangani oleh puskesmas sebagai rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas (Depkes RI, 2004). Rujukan pasien mata dan telinga dari puskesmas termasuk dalam rujukan medik. Rujukan medik merupakan rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif), misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah atau rujukan penyakit mata dan telinga ke UPT Kesehatan Indera Masyarakat. Rujukan medik dapat diartikan sebagai pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional (Azwar, 2006).
9 Dugaan sementara minimnya jumlah pasien yang dirujuk dari 4 kecamatan (9 puskesmas) karena kurangnya kerjasama UPT KIM dengan puskesmas. Kendala yang umum ditemui pada 9 puskesmas tersebut yaitu kurangnya pelatihan tenaga kesehatan khusus mata dan telinga, kurangnya kerjasama dengan program lain dan kader, rendahnya frekuensi kunjungan petugas mata ke sekolah-sekolah, kurangnya perujukan pasien mata ke tempat yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan. Sebagian petugas kesehatan di puskesmas tidak mensosialisasikan rujukan pasien mata dan telinga ke UPT KIM karena tidak adanya keharusan untuk merujuk pasien ke UPT KIM, bahkan beberapa kasus di puskesmas, pasien sendiri yang meminta dirujuk ke UPT KIM. Berdasarkan data UPT KIM Provinsi Sumatera Utara bahwa sumber daya manusia berjumlah 113 yang terdiri dari tenaga kesehatan sebanyak 98 orang, dan tenaga non kesehatan sebanyak 15 orang. Jumlah sumber daya manusia tersebut telah memenuhi syarat sebagai UPT standar kelas C. Tetapi jika dilihat dari penurunan jumlah kunjungan pasien rujukan dari puskesmas mengindikasikan bahwa fungsi dan kegiatan pokok UPT KIM Provinsi Sumatera Utara belum berjalan dengan optimal, karena UPT KIM merupakan pusat rujukan untuk pasien mata dan telinga dari seluruh puskesmas yang ada di Sumatera Utara. Fungsi UPT KIM yaitu menyelenggarakan perencanaan, koordinasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi pencegahan, pengobatan dan pelayanan penunjang, pemulihan kesehatan mata dan THT; pengamatan terhadap indra kesehatan masyarakat, pelaksanaan rujukan kesehatan indera masyarakat, pendidikan
10 dan pelatihan pegawai, pengembangan teknologi, kemitraan dan sosialisasi serta ketatausahaan UPT KIM. Dari sekian banyak fungsi UPT KIM tersebut, fungsi UPT sebagai tempat rujukan masih belum optimal jika dikaitkan dengan data-data di atas. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang sistem manajemen puskesmas dan minat berobat pasien ke UPT Kesehatan Indera Mata dengan memilih judul: Analisis Fungsi dan Kegiatan Pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu Sebagai Tempat Rujukan Kesehatan Mata Dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) Tahun Permasalahan Rendahnya angka rujukan penderita gangguan penglihatan dan pendengaran ke unit pelayanan teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat memunculkan pertanyaan tentang peran dan fungsi UPT Kesehatan Indera Masyarakat. Untuk itu permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana fungsi dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis fungsi dan kegiatan pokok Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indra Masyarakat Provsu sebagai tempat rujukan kesehatan mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan) tahun 2014.
11 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan upaya rujukan pengobatan mata khususnya pada puskesmas yang berdekatan wilayah dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara. 2. Memberi masukan kepada Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesehatan Indera Masyarakat Propinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien rujukan dari puskesmas. 3. Menjadi referensi dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Mata adalah jendela dunia. Melalui kedua mata manusia dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia, sehingga tanpa mata yang sehat manusia menjadi kurang mampu melihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama
Lebih terperinciWALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal kronis, penurunan kognitif
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik. Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena
17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman menuntut masyarakat juga untuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seni dan ilmu) mengatur atau mengelola semua sumber daya (manusia dan non
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen 2.1.1. Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari bahasa Inggris to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Secara lebih teknis, manajemen diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya
Lebih terperinciPENANGGULANGAN KEBUTAAN KATARA K TERPADU SEBAGAI UPAYA MENCAPAI "VISION 2020 THE RIGHT TO SIGHT " DI PROPINSI JAWA BARAT
PENANGGULANGAN KEBUTAAN KATARA K TERPADU SEBAGAI UPAYA MENCAPAI "VISION 2020 THE RIGHT TO SIGHT " DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH HENNI DJUHAENI SHARON GONDODIPUTRO KANWIL DEPARTEMEN KESEHATAN PROPINSI JAWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indera penglihatan merupakan organ vital bagi manusia untuk memperoleh informasi dalam bentuk visual yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan yang semakin muncul di permukaan. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah telah mencanangkan Indonesia Sehat 2015 sebagai paradigma baru, yaitu paradigma sehat melalui pendekatan promotif dan preventif dalam mengatasi permasalahan
Lebih terperinciPERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS
PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciMenetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian katarak yang cukup tinggi. Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa prevalensi katarak tertinggi di
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan masyarakat. (1) Penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, kelainan refraksi, dan penyakit-penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia yakni kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan dapat tercapai dengan meningkatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan di dunia merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulanginya demi terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini mendorong setiap negara untuk lebih serius
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab IV pasal 19 dan 20 menjelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. izin penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus Pemerintah dari Gubernur Jawa
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Rumah Sakit Paru Surabaya merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur berlokasi di wilayah Surabaya Utara tepatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN
PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,
SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 23 TAHUN 2015 T E N T A N G AKREDITASI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 50 juta orang buta di dunia saat ini dan hampir 90%-nya berada di negara berkembang,
Lebih terperinciWHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 %
PELAYANAN KESEHATAN MATA MELALUI PUSKESMAS Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUSU WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % ------------------------ Clinical Problem 2. 0.5 % - 1.00 % --------------- PH Problem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosial. Publikasi WHO pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga dari 45 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESEHATAN. Pelayanan. Kesehatan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kematian dan kecacatan yang tinggi sehingga pemerintah melakukan penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.
11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit
Lebih terperinciKEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PKMRS PADA PENYULUHAN KELOMPOU BAGI RS SWANTA SE JABAR BANDUNG, 5 JULI Dr. Henni Djuhaeni, MARS
KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PKMRS PADA PENYULUHAN KELOMPOU BAGI RS SWANTA SE JABAR BANDUNG, 5 JULI 1993 Dr. Henni Djuhaeni, MARS I. PENDAHULUAN Di dalam Pelita V, Departemen Kesehatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beban yang luar biasa secara global pula.menurut Lawes et al., disability-adjusted life years (DALY) terkait dengan tekanan darah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang menjadi perhatian global karena konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya memberikan beban yang luar biasa secara global pula.menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT
GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World Health Organizatiaon (WHO) pada tahun 2014 merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta )
LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta ) Nomor 52 Tahun 1999 Seri D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harapan masyarakat sebagai pemakai jasa kesehatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri jasa kesehatan mempunyai prospek yang cukup bagus, karena pelayanan kesehatan tidak terpaku hanya pada pengobatan penyakit tetapi juga memberikan pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu panca indera yang paling penting dalam kehidupan manusia, dengan mata, manusia bisa menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan yang begitu luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan No 36 tahun 2009 adalah tercapainya derajat kesehatan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Undang Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 adalah tercapainya derajat kesehatan yang setinggi tingginya untuk seluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara
Lebih terperinci- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG
- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 118 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA
LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA NAMA : UMUR : JENIS KELAMIN : PEKERJAAN : TINGKAT PENDIDIKAN : AGAMA : HUBUNGAN DENGAN PENDERITA : Dengan menyatakan kesediaan untuk melakukan wawancara
Lebih terperinciHari/Tanggal : Kamis / 12 Februari Bagaimana sejarah dibentuknya UPT Kesehatan Indera Masyarakat?
111 Hari/Tanggal : Kamis / 12 Februari 2015 1. Bagaimana sejarah dibentuknya UPT Kesehatan Indera Masyarakat? Jadi UPT Kesehatan Indera Masyarakat ini berdiri karena adanya program nasional yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG
BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 16 SERI D PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2007 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu kasus Diabetes Mellitus (DM) (Depkes RI, 2008). International Diabetes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, memungkinkan dilakukan upaya pengendalian berupa kegiatan promotif, preventif serta penangulangan penyakit tidak
Lebih terperinciBAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan yang dihadapi di bidang jasa kesehatan selalu berkembang, seperti meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif termasuk didalamnya penyakit kanker.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 58/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan
Lebih terperinciPerbedaan jenis pelayanan pada:
APLIKASI MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT OLEH : LELI F. MAHARANI S. 081121039 MARINADIAH 081121015 MURNIATY 081121037 MELDA 081121044 MASDARIAH 081121031 SARMA JULITA 071101116 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT
ISSN : 2477 0604 Vol. 2 No. 2 Oktober-Desember 2016 65-71 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, yaitu sebesar 51% (WHO, 2012). Perkiraan insiden katarak di Indonesia adalah 0,1%/tahun atau setiap
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN
Lebih terperinci