BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan yang mencakup pada ekosistem lokasi tersebut. Salah satu contoh adalah daerah aliran sungai (DAS), yang terdapat di kawasan perdesaan maupun di perkotaan. Ekosistem DAS merupakan ekosistem dari kawasan bentanglahan dimana aliran air hujan, mengalir dari daerah yang memiliki ketinggian yang lebih tinggi ke daerah lebih rendah dan menuju badan air seperti kali, sungai, danau, atau rawa-rawa. DAS berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan (recharge area) yang dapat menyerap air menjadi air tanah dan sebagian menjadi aliran permukaan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa ekosistem DAS sebagai kriteria perencanaan dalam penetapan ekoregion termasuk bentangalam, iklim, flora fauna serta sosial dan budaya. Sehingga Pengelolaan ekosistem DAS yang sehat antara lain memiliki kemampuan untuk melindungi pasokan air, menjaga tanah tetap subur (erosi dan sedimentasi), dan mendukung komunitas yang mandiri (BPDAS Citarum- Ciliwung 2007). Adanya perubahan yang signifikan pada ekosistem DAS seperti pembukaan lahan, pembangunan jalan raya, dan perumahan/pemukiman mampu menurunkan fungsi ekosistemnya. Hal ini dapat mempengaruhi tatanan fungsi hidrologi secara signifikan, sehingga konsekuensinya terjadi kerusakan sebagai daerah tangkapan air (catchment area) yang berpotensi menurunkan kemampuan tanah untuk mendukung komunitas yang sehat dengan adanya peningkatan laju aliran permukaan, terjadinya bencana seperti longsor, erosi, dan banjir serta masalahmasalah bencana alam lainnya. Penetapan ekoregion tersebut terkait kebijakan pola tata ruang sangat mempengaruhi kinerja DAS untuk menjalankan fungsinya salah satunya fungsi hidrologi kawasan tersebut. Pola tata ruang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, dengan bertambahnya penduduk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pemukiman setempat. Istilah ekonomi ini berhubungan dengan mata pencaharian
2 masyarakat yang berbanding lurus dengan pertambahan pemukiman pada penduduk setempat. Pola tata ruang sebagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertumbuhan penduduk di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori B-4. Pola tata ruang yang termasuk dalam kategori B-4 yaitu perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah/kering (dengan teknologi tepat guna), dan perkebunan, perikanan, peternakan agroindustri, dan hutan produksi. Apabila ditinjau dari pola tata ruang maka kawasan tersebut termasuk dalam kawasan budidaya. Permasalahan yang akan timbul mengenai pertumbuhan penduduk yang berpotensi terhadap laju pertumbuhan pemukiman yang mampu menurunkan dan mempengaruhi fungsi hidrologi daerah penelitian. Daerah penelitian termasuk ke dalam kawasan yang memiliki isu-isu strategis terkait arahan fungsi pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kawasan konservasi air dan tanah serta telah ditetapkan sebagai DAS Prioritas Nasional (Kemenhut 2012). Berdasarkan data hasil penelitian Rachmawati (2013) menyatakan bahwa penurunan luas hutan sebesar 1286 ha dan peningkatan luas lahan terbangun sebesar 2300,179 ha dalam kurun waktu 2005-2010. Data tersebut membuktikan bahwa di lokasi penelitian telah terjadi penurunan kualitas daerah resapan air dan perubahan pola tata ruang dengan kategori B-4. Permasalahan ini yang menjadi tolak ukur untuk melindungi daerah resapan air, secara skala besar sebagai sumber potensi terjadinya limpasan air hujan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi berdasarkan ekosistem daerah aliran sungai yaitu Sub-Das Ciesek DAS Ciliwung Hulu. Salah satu upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan pendekatan teknis yaitu pembuatan sumur resapan (artificial recharge) yang telah di lakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2010, untuk mengetahui pengaruh kinerja artificial recharge yang bertujuan untuk mengurangi laju aliran permukaan maka dapat dikaji melalui konsep pengelolaan lingkungan terkait faktor abiotik (hidrologi), biotik (keanekaragaman hayati) dan kultural yang dapat dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sehingga dengan diperolehnya data eksisting terkait potensi dan permasalahan (sosial, ekonomi dan budaya) dalam pengelolaan lingkungan daerah resapan air di lokasi penelitian.
3 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa kajian pengelolaan lingkungan daerah resapan air dalam studi kasus Sub-DAS Ciesek DAS Ciliwung sangatlah tepat sebagai pendekatan untuk mempelajari proses-proses perlindungan lingkungan hidup di daerah hulu sebagai daerah resapan air. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut ini. (1) Bagaimanakah pengaruh kinerja artificial recharge untuk menurunkan laju aliran permukaan di daerah penelitian? (2) Bagaimanakah pengaruh kinerja artificial recharge terhadap keseimbangan neraca air di daerah penelitian? (3) Bagaimanakah respon dan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dari pembuatan recharge artificial dalam upaya mitigasi perlindungan lingkungan di daerah penelitian? (4) Bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan daerah resapan air di daerah penelitian? Untuk menjawab tujuan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian secara mendetil tentang: Kajian Pengelolaan Lingkungan Daerah Resapan Air, Studi Kasus: Pengaruh Kinerja artificial recharge di Sub-DAS Ciesek, DAS Ciliwung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Beberapa argumen penting sebagai batasan permasalahan, obyek, dan lingkup kajian dalam penelitian ini dapat didefinisikan berikut ini. (1) Berdasarkan berbagai teori dasar yang ada terkait kajian perhitungan keseimbangan neraca air di daerah resapan air, penelitian ini bermaksud menujukan pengaruh kinerja artificial recharge dalam perlindungan daerah resapan air di Sub-DAS Ciesek dengan luas daerah tangkapan air sebesar 2.522,47 ha dimana data eksisting hasil penelitian terdahulu bahwa peningkatan lahan terbangun sebesar 2300,179 ha (termasuk lokasi penelitian) selama kurun waktu tahun 2005-2010. (2) Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif dan kuantitatif pengelolaan lingkungan daerah resapan air, khususnya hidrologi terkait daerah
4 aliran sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan air, penilitian ini secara ekspilisit ingin menggambarkan dan mengestimasi dengan berbagai permodelan hidrologi tentang hubungan daerah tangkapan air, aliran permukaan, dan pola tata ruang dalam pengelolaan lingkungan dalam perlindungan daerah aliran sungai yang dalam satuan ekotapak yang dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan. (3) Studi deskriptif kuantitatif yang dilakukan melalui survei dan wawancara untuk memberikan gambaran tentang pengetahuan dan sikap terkait kesediaan masyarakat yang tinggal di lokasi penelitian dengan konsep indeks kesediaan masyarakat (IKM) di daerah penelitian dalam berpartisipasi sebagai stakeholder dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan daerah resapan air. 1.3. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan antara persamaan dan perbedaan beberapa kajian yang akan diteliti dengan penelitian terdahulu. Keaslian penelitian merupakan originalitas terkait ide dan gagasan serta penerapan metode dalam suatu penilitian. Persamaan dan perbedaan menjadi sangat penting dalam hak cipta suatu penelitian, dengan demikian persamaan penelitian terkait dengan salah satunya adalah objek kajian yaitu sumur resapan sebagai artificial recharge yang berfungsi untuk mengurangi limpasan permukaan, yang membedakan sebagai keaslian penelitian ini adalah mengkaji kinerja sumur resapan secara kalkulasi dan observasi di outlet daerah tangkapan air sebagai ekosistem daerah aliran sungai (DAS). Persamaan penelitian terkait metode yang akan digunakan yaitu metode analisis kualitatif dan kuantitatif dari objek yang diteliti. Akan tetapi memiliki perbedaan dalam mengkaji yaitu penelitian melibatkan komponen lingkungan yaitu masyarakat sebagai komponen sosial (culture) dan perbedaan dalam kerangka pemikiran yang menghubungkan proses-proses hidrologi di suatu daerah resapan air sebagai dasar pengelolaan lingkungan terkait faktor abiotik, biotik dan kultur. Berikuti ini disajikan dalam Tabel 1.1. untuk menunjukkan keaslian penelitian dengan penelitian terdahulu.
Tabel 1.1. Perbandingan penelitian dengan penelitian terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil 1 Sri Rahayu, 1999 Manfaat sumur resapan dalam menambah cadangan airtanah Mengkaji kenaikan muka airtanah akibat adanya sumur resapan. Analisis deskriptif kualitatif 2 Zaini Anwar, 2005 Evaluasi kebijakan sumur resapan air hujan untuk konservasi airtanah dangkal di kabupaten Sleman 3 Chairil Saleh, 2011 Kajian penanggulangan limpasan permukaan dengan menggunakan sumur resapan 4 Edy Susilo; Bambang Sudarmanto, 2012 Kajian hidrologi terhadap perubahan penggunaan lahan pertanian dan lahan hijau menjadi pemukiman di Kota Semarang 5 Siswanto, Lita Darmayanti, dan Polo Tarigan, 2013 Efektifitas sumur resapan dalam mempercepat Proses laju infiltrasi 6 Syampadzi Nurroh, 2015 Kajian pengelolaan daerah resapan air Studi kasus: pengaruh recharge artificial di Sub-DAS Ciesek DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor Mengevaluasi kebijakan sumur resapan di Kabupaten Sleman dalam aspek fisik lingkungan, instrumen, pemerintah dan masyarakat Sumur resapan dalam mengurangi aliran permukaan dan mencegah aliran permukaan air dan sumber airtanah. Mengidentifikasi secara keruangan dan kelingkungan mengenai potensi dan masalah daerah tangkapan air yang harus ditangani akibat perubahan tata guna lahan Mengetahui efektifitas sumur resapan dalam membantu proses infiltrasi pada kondisi tanah tertentu dengan kondisi permeabilitas yang telah di uji. Menganalisis kinerja recharge artificial dengan pendekatan permodelan hidrologi dalam penentuan keseimbangan neraca air Analisis Deskriptif kuantitatif Analisis kuantitatif pengukuran data sekunder Analisis Desktiptif Kuantitatif Analisis deskriptif kuantiatif Analisis kuantitatif Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan kenaikan muka airtanah akibat adanya sumur resapan jumlah airtanah dilokasi penelitian. Nilai koefisien permeabilitas tanah di Kabupaten Sleman berkisar 0,000024-0,000944 m/detik. Secara keseluruhan permeabilitas tanah dengan laju 3 x 10-6 meter/detik maka seluruh wilayah Kabupaten Sleman efektif untuk penerapan sumur resapan air hujan. Sumur resapan sangat efektif dalam menampung air hujan berdasarkan hasil perhitungan 99,96% air hujan masuk dalam sumur resapan. Perubahan tata guna lahan seluas 1 ha dari lahan hijau menjadi lahan pemukiman maka dibutuhkan 135 sumur resapan atau seluas 75 m 2 memerlukan sumur resapan. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa laju infiltrasi dengan metode Horton adalah sebesar 0,9 cm/jam. Hasil pengukuran sumur resapan (1,5 m) diperoleh laju infiltrasi adalah 176,64 cm/jam Hasil penelitian diperoleh bahwa dengan 265 unit artificial recharge mampu menurunkan 9,1-12% aliran permukaan dengan luas daerah penelitian 2.522,47 ha dan 55,5% kondisi recharge area berkategori normal alami 5
6 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan batasan obyek maupun lingkup kajian penelitian yang didukung oleh konsep teori yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis kinerja artificial recharge dalam menurunkan laju aliran permukaan sebagai bentuk pengelolaan komponen abiotik di daerah penelitian; (2) menganalisis keseimbangan neraca air melalui input data eksisting dengan Tanks Model sebagai bentuk pengelolaan komponen abiotik dan biotik di daerah penelitian; (3) mengkaji pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai artificial recharge dalam upaya mitigasi terhadap perlindungan lingkungan daerah resapan air di lokasi penelitian; dan (4) merumuskan strategi pengelolaan lingkungan hidup daerah resapan air. 1.5. Manfaat Penelitian Sasaran utama penelitian ini adalah evaluasi dan monitoring konsep perlindungan lingkungan hidup berkaitan dengan fungsi hidrologi dalam satuan ekoregion di daerah penelitian. Implementasi prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup mengenai faktor abiotik, biotik dan sosial. Oleh karena itu, manfaat utama penelitian ini lebih mengarah kepada manfaat secara akademik, seperti diuraikan berikut ini. (1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi pengaruh kinerja sumur resapan sebagai fungsi hidrologi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran umum eksisting mengenai tata ruang (pengunaan lahan, kualitas daerah resapan air, serta keseimbangan neraca air) di daerah penelitian. (3) Ditinjau berdasarkan teori sosial kemasyarakatan bahwa hasil survei dan wawancara pada masyarakat di daerah penelitian dapat memberikan informasi secara komprehensif mengenai faedah sumur resapan ditinjau dari opini masyarakat.