BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dengan diumumkannya dua pasangan calon bupati dan wakil bupati, maka rangkaian Pilkada Serentak 2015 di Kabupaten Bantul resmi dimulai. Calon Bupati (cabup) dan Calon Wakil Bupati (cawabup) dengan nomer urut 1 ( satu) diisi oleh pasangan Suharsono dan Abdul Halim Muslih yang diusung oleh partai Gerindra dan PKS serta mendapatkan dukungan langsung dari Partai Demokrat. Sedangkan nomer urut 2 (d ua) diduduki oleh Petahana Bupati Bantul Sri Suryawidati dan Misbakhul Munir yang didaftarkan langsung oleh partai Nasdem dan PDIP. Pencalonan yang kedua oleh Sri Suryawidati merupakan peristiwa politik yang bisa ditebak. Sebelumnya, Keluarga Samawi telah berkuasa selama 10 tahun berturut-turut pada masa kepemimpinan Idham Samawi. Dinilai terlalu lama berkuasa di Kabupaten Bantul, muncul berbagai kasus yang mencoreng citra positif Keluarga Samawi di mata masyarakat Bantul. Keluarga Samawi disebutsebut terlibat dalam kasus korupsi hibah Persiba pada masa kepemimpinan Idham Samawi. Sedangkan pada masa kepemimpinan Sri Suryawidati tepatnya pada Juni 2015, ia dilaporkan oleh LSM Gerakan Anti-Korupsi Yogyakarta dengan kasus yang sama. Hal tersebut tidak membuat pihak Sri Suryawidati berkecil hati dan tetap melaju mengikuti Pilkada keduanya. Paslon nomor urut 2 nampaknya memaksimalkan upayanya dalam menarik simpati masyarakat menggunakan media massa yang dimiliki oleh Keluarga Samawi, yaitu Kedaulatan Rakyat. Kampanye paslon nomor urut 2 sempat tercatat dalam Kedaulatan Rakyat dengan judul Perindo Dukung Pasangan Ida-Munir dan Kampanye Pasangan Ida- Munir: Jangan Terjebak Slogan Putra Daerah yang terbit pada tanggal 4 September 2015. Pada tanggal 3 Desember 2016 muncul artikel dengan judul Ida-Munir Peduli Pedagang Pasar Tradisional. Berbeda dengan Sri Suryawidati, latar belakang Suharsono di lingkungan politik Bantul cenderung sebagai tokoh baru. Rekam jejaknya sebagai petinggi Polisi yang asli Bantul serta prestasinya secara diam-diam menarik simpati masyarakat Bantul. Bahkan, tidak ada media massa yang meliput kegiatan 165
kampanye yang dilakukan oleh paslon nomor 1 (satu) ini. Suara akar rumput dinilai menjadi faktor kemenangan yang diraih oleh pasangan nomor 1 pada gelaran Pilkada 2015 lalu. Nasib malang menimpa pasangan nomor urut 2. Memanfaatkan fasilitas keluarga, seperti menggunakan media massa Kedaulatan Rakyat nampaknya tidak memberikan hasil sesuai dengan perkiraan awal. Pasangan nomor urut 2 tertinggal sebanyak 27.735 suara dari pasangan nomor urut dan hanya berhasil mengumpulkan 233.677 suara. Sedangkan, Pasangan Harsono-Hamil mampu mengumpulkan 261.412 suara. Kemenangan Suharsono atas Petahana Bupati Bantul cukup mengejutkan banyak pihak. Hal tersebut kemudian ramai ditulis dalam media massa yang tersebar di wilayah Bantul. Peristiwa politik ini dikonstruksikan berbeda-beda dalam masing-masing media massa. Dengan adanya peristiwa politik baru di Bantul ini, akan diamati apakah muncul tokoh yang menjadi media darling atau pun media enemy dalam surat kabar. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola framing dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja dan Koran Sindo. Sehingga, akan diketahui bagaimana framing Suharsono dan Sri Suryawidati selama gelaran Pilkada usai, akankah ada kemunculan tokoh yang menjadi media darling baru atau justru sebaliknya. Pada bab IV (empat), telah dilakukan analisis menggunakan perangkat framing pada surat kabar Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja dan Koran Sindo. Maka dari itu, berikut kesimpulan dari gaya framing yang terdapat dalam teks berita. Pertama, tema berita pada masing-masing surat kabar ternyata berbeda. Pasca Pilkada, berita yang bermunculan dalam Kedaulatan Rakyat adalah berita yang berkaitan dengan program bupati baru. Berita yang diterbitkan tesebut terkesan menggunakan kata standar dan tidak menonjolkan suatu informasi maupun sosok Suharsono. Keseluruhan berita terdiri dari berita langsung yang sifatnya lugas namun singkat. Selain itu terdapat beberapa berita dengan tema besar sikap Ida menanggapi hasil Pilkada, misalnya saja pada berita yang berjudul Hj. Sri Suryawidati Masih Tunggu Hasil. Selain itu juga terdapat berita yang cenderung menghaluskan aktivitas Ida yang berjudul Ida-Munir Silaturahmi ke 166
Bupati Terpilih. Ada juga berita yang memunculkan sosok Sri Suryawidati sebagai seorang yang bijak dalam berita Dana Desa Jangan Buat Lurah Terjerat Hukum. Tema berita dalam Tribun Jogja selama periode penelitian terlihat didominasi oleh berita yang berkaitan dengan kemenangan Suharsono. Hasil Pilkada 2015 yang menunjukkan kemenangan paslon Suharsono-Halim atas Ida- Munir membuat Tribun Jogja dibanjiri oleh berita mengenai Suharsono yang meliputi rencana jangka pendek maupun panjang serta program pemerintahannya. Secara garis besar, tema berita dalam Harian Jogja dibedakan menjadi Ida kalah dan Suharsono jadi bupati. Dibandingkan dengan surat kabar lainnya, pemberitaan tentang Sri Suryawidati lebih banyak dibandingkan surat kabar lainnya. Pemberitaan tersebut berisi tentang kekalahannya dalam Pilkada dan cara Ida menyikapi kekalahannya. Sebaliknya, representasi sosok Suharsono dalam Harian Jogja terlihat menonjol. Hal tersebut terbukti melalui jumlah berita langsung yang membahas beberapa hal melalui sudut pandang Suharsono. Selain itu, berita ringan dan wawancara jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan surat kabar lainnya. Koran Sindo memuat berita yang bervariasi Dari total 6 berita yang menjadi sampel, dua berita di antaranya merupakan berita ringan dan wawancara sosok Suharsono. Tema dari keseluruhan berita tersebut adalah kekalahan petahana Bantul, kemenangan Suharsono, dan sosok Suharsono. Berita yang diterbitkan dalam Koran Sindo menonjolkan Suharsono dan membiaskan sosok Sri Suryawidati. Kedua, hasil Pilkada 2015 lalu di Kabupaten Bantul direpresentasikan secara berbeda oleh masing-masing surat kabar. Kedaulatan Rakyat merepresentasikan hasil Pilkada 2015 menggunakan kata unggul untuk Suharsono. Sebaliknya, Kedaulatan Rakyat tidak menggunakan kata kalah untuk merepresentasikan ketertinggalan jumlah suara yang diperoleh oleh pasangan bupati petahana Sri Suryawidati dan Misbakhul Munir. Hal tersebut memperlihatkan bahwa Kedaulatan Rakyat tidak ingin menonjolkan kemenangan Suharsono terhadap Sri Suryawidati serta memberikan predikat pemenang kepada Suharsono yang berhasil mengalahkan Sri Suryawidati dalam gelaran 167
Pilkada 2015 lalu. Tribun Jogja merepresentasikan hasil Pilkada menggunakan kata Suharsono merebut Bantul. Tribun Jogja cenderung mengisahkannya dari sudut pandang kemenangan Suharsono. Hal tersebut membuat ketertinggalan Sri Suryawidati menjadi hal yang tidak menonjol. Harian Jogja merepresentasikan hasil Pilkada 2015 melalui kata menang dan mengejutkan. kekalahan Bupati Petahana Sri Suryawidati dipandang sebagai suatu fenomena politik yang mengejutkan karena bertolak dengan prediksi banyak masyarakat. Seluruh berita dalam Harian Jogja didominasi oleh berita yang menonjolkan kemenangan Suharsono dan cenderung memojokkan Keluarga Samawi melalui beberapa berita. Koran Sindo merepresentasikan hasil Pilkada 2015 menggunakan kata kalah dan menang. Koran Sindo lebih menonjol dalam membahas kekalahan incumbent di Bantul. Ketiga, representasi sosok Suharsono dan Sri Suryawidati pun dikisahkan secara berbeda. Kedaulatan Rakyat menggambarkan sosok Suharsono sebagai tokoh yang biasa saja dan tidak menonjol. Penulisan nama Suharsono pada tanggal 10 Desember 2015 dituliskan Suharsono saja tanpa penambahan titel/gelar. Namun, mulai pada tanggal ia ditetapkan sebagai pemenang Pilkada 2015, penulisan namanya diawali dengan titel H (haji). Selain itu, pencantuman gelar akademiknya (Drs) pun dituliskan mengikuti perubahan titel H sebelumnya. Sedangkan sosok istri dari penasehat Kedaulatan Rakyat, Idham Samawi direpresentasikan sebagai sosok yang berhati besar, Njawani (legowo), religius (Hj), bijaksana, senior dan kekeluargaan dalam beritanya. Tribun Jogja memiliki gaya tersendiri untuk membingkai sosok Suharsono dan Sri Suryawidati. Wartawan tidak mencantumkan titel/gelar akademis pada kutipannya. Hanya saja, Tribun Jogja menyantumkan jabatan mereka dalam sebuah institusi maupun organisasi untuk memperjelas posisi nara sumbernya. Dalam penyebutan Suharsono dan Sri Suryawidati, Tribun Jogja hanya menuliskan nama asli mereka saja. Hal tersebut memberikan kesan kepada pembaca bahwa Tribun Jogja mencoba untuk tidak mengunggulkan salah satu dari dua tokoh tersebut. Dalam Harian Jogja, sosok Suharsono direpresentasikan sebagai seorang yang merakyat, sederhana, profesional, tegas, betanggung jawab, perhatian, resikan, polisi tapi 168
takut ketinggian, dan menepati janji. Sedangkan sosok Sri Suryawidati digambarkan sebagai seorang petahana yang optimis, menyepelekan, sportif, dan tidak bisa menerima kekalahan. Koran Sindo banyak memberitakan kelanjutan dari kemenangan Suharsono. Dalam Koran Sindo, Suharsono direpresentasikan sebagai sosok kuda hitam, profesional, merakyat, tidak gila hormat, transparan, bertanggung jawab, santai, disiplin dan lain-lain. Di sisi lain, Koran Sindo membingkai Sri Suryawidati sebagai seorang yang arogan namun mengakui kekalahannya. B. SARAN Dalam menayangkan peristiwa-peristiwa krusial yang berkaitan dengan Pilkada serentak 2015 di daerah Yogyakarta, khususnya Kabupaten Bantul, media massa yang ideal berperan sebagai media yang memfasilitasi antara pemerintah dan masyarakat. Maka dari itu, untuk memenuhi indikasi ideal berdasarkan Kode Etik Jurnalistik, media massa harusnya mampu menyajikan peristiwa yang tidak memihak salah satu paslon. Mudahnya, media massa yang ideal merupakan media yang bebas dari kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Kenetralan suatu media massa akan mendukung kehidupan politik yang ideal dalam suatu daerah. Sebaliknya, media massa menentukan kualitas politik daerah tersebut melalui representasinya dalam berita. Sehingga, media massa yang sehat mencerminkan berita yang sehat pula. Penelitian ini menggunakan metode framing dan analisis datanya dilakukan perdasarkan prosedur yang telah ditulis oleh Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Pan dan Kosicki menilai bahwa teks berita terdiri dari berbagai simbol yang disusun melalui perangkat simbolik yang dipakai dan akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain, tidak ada pesan atau stimuli yang bersifat obyektif. Sebaliknya, teks berita dilihat sebagai seperangkat kode yang membutuhkan interpretasi. (Pan&Kosicki. 1993: 58) Selain itu, teks berita dilihat sebagai teks yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu yang melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks. Jadi, metode analisis framing menurut Pan dan Kosicki hanya efektif jika digunakan sebagai metode yang menganalisis teks berita saja. Padahal, dalam penelitian ini kepemilikan media 169
oleh bebepa kelompok menjadi hal yang menarik. Namun, limitasi masalah yang berkaitan dengan metode analisis framing membuat penelitian ini hanya membahas pola framing teks berita dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja dan Koran Sindo. Pengaruh kepemilikan media terhadap isi teks berita dalam Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja dan Koran Sindo tidak dapat dibahas secara mendetail, karena terikat dengan prosedur penelitian analisis framing milik Pan dan Kosicki. Maka dari itu, setelah penelitian ini selesai dilakukan, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang membahas detail kepemilikan Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja dan Koran Sindo serta pengaruhnya terhadap teks beritanya, maupun pengaruhnya terhadap masyarakat, pemerintah dan kelompok itu sendiri secara lebih mendalam. 170