BAB I PENDAHULUAN. lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keuntungan pribadi maupun kelompok yang melanggar hukum. Biasanya

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

Pencegahan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. akan mendukung pemerintah dalam menyukseskan pembangunan terutama pada

BAB 1 PENDAHULUAN. isu yang strategis untuk dibahas. Salah satu topiknya adalah menyangkut Tindak

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja

BAB I P E N D A H U L U A N

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta.

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara pemerintah berkewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEKALIAN, YANG SAYA HORMATI,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis secara

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

I. PENDAHULUAN. Alam, 2010), untuk penyelenggaraan pemilukada setidaknya menelan biaya

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan.

I. PENDAHULUAN. pengadaan barang seperti pengadaan fasilitas gedung pada suatu instansi

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. warganya, dan pasar dengan warga. Dahulu negara memposisikan dirinya sebagai

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Good Governance and Clean Government) adalah kontrol dan. pelaksana, baik itu secara formal maupun informal.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yang menerapkan sistem sentralisasi dimana segala kekuasan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi di Indonesia didesain agar bisa menciptakan birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan saat ini masih ditangani secara ad-hoc oleh panitia yang dibentuk dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 merupakan tonggak dimulainya era demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lagi, ternyata dalam prakteknya partai politik ini kurang mampu menjawab

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Audit yang berkualitas dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, rumusan

UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. strategis APIP tersebut antara lain: (i) mengawal program dan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, teknologi telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk dapat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. membahas mengenai hasil yang ingin dicapai. Selanjutnya, dengan tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan dalam perwujudan good governance yang semakin meningkat berimplikasi pada sistem pengelolaan keuangan

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

2016, No Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Keuangan, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.01/2012 ten

BAB I PENDAHULUAN. APBN/APBD pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Presiden RI (Perpres)

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementrian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa di K/L/D/I bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman prosedur mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang efisien, terbuka, dan kompetitif yang sangat diperlukan bagi ketersediaan barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik, sesuai dengan tata kelola yang baik. Prosedur mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa dalam peraturan presiden ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja Negara dan percepatan pelaksanaan APBD dan APBN. Selain itu pengadaan barang dan jasa pemerintah yang berpedoman pada Peraturan Presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha. Mengenai pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pemerintah ternyata sering 1

2 dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku karena tidak adanya Undang- Undang yang memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur Negara. Meskipun dalam praktik pengadaan barang dan jasa diatur oleh beberapa peraturan pemerintah mengenai pengadaan barang dan jasa ialah Kepres No 80 Tahun 2008, Perpres No 54 Tahun 2010, Perpres No 70 Tahun 2012, didalam peraturan tersebut sudah sangat jelas membahas bagaimana tata cara dan tata kelola pengadaan yang baik dan benar. Akan tetapi sayangnya walaupun sudah ada peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa ini masih saja banyak terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme didalam proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh instansi pemerintah.menurut Karyono (2013:1), fraud adalah sebagai berikut: Fraud adalah tindakan melawan hukum yang merugikan entitas/organisasi dan menguntungkan pelakunya. Pengadaan Barang dan Jasa masih menjadi faktor yang sangat rentan terhadap korupsi. Meskipun pemerintah melalui Kepres No. 80/2003 sudah berusaha mengatur agar pelaksanaan proses ini dapat berjalan dengan lebih transparan dan akuntabel. Ada berbagai macam fraud telah terjadi di lingkungan Instansi Pemerintah dan berlangsung terus-menerus seperti air yang mengalir. Salah satu jenis yang paling banyak menimbulkan atau dapat disebut salah satu sumber kebocoran keuangan yang paling besar adalah frauddalam bidang Pengadaan Barang dan Jasa.

3 Untuk mengurangi kasus fraudyang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa dibutuhkan adanya perubahan dan perbaikan mutu pada proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan cara meningkatkan dan mengoptimalkan layanan publik terhadap masyarakat. Perwujudannya melalui penyempurnaan kebijakan/peraturan yang efektif, efisien serta transparan. Prinsip dasar yang harus dianut dalam proses pengadaan tersebut antara lain adalah keterbukaan (transparansi), non-diskriminatif, serta efektivitas dan efisiensi. Untuk mencegah fraud dalam proses pengadaan barang/jasa idealnya dimulai dari intern kalangan birokrasi serta dibutuhkan suatu sistem pengadaan yang dilakukan secara elektronik yang saat ini terdiri dari e-tendering, e-selection, dan e-purchasing. Melalui sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) ini pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat dilakukan tanpa harus bertemu sehingga akan mengurangi risiko terjadinya korupsi, kolusidan nepotisme (KKN). E-procurement adalah seperti yang diungkapkan oleh Sutedi (2012:254), adalah sebagai berikut: E-procurement sebagai sebuah website yang merupakan sistem lelang dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dengan menggunakan sarana teknologi, informasi dan komunikasi berbasis internet. Dengan e-procurement proses lelang dapat berlangsung secara efektif, efisien, bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel, sehingga diharapkan dapat mencerminkan keterbukaan/transparansi dan juga meminimalisir praktik curang/kkn dalam lelang pengadaan barang yang berakibat merugikan keuangan negara.

4 Sistem e-procurement merupakan solusi dan alat bagi instansi pemerintah/bumn/bumd untuk mencegah terjadinya fraud dalam pengadaan barang dan jasa. Dalam pelaksanaannya proses pengadaan barang dan jasa e- Procurement menggunakan internet atau online, dan diharapkan dengan sistem tersebut fraud/praktik kecurangan dalam lelang pengadaan barang dan jasa dapat diminimalisir. Dalam warta e-procurement edisi VI Desember 2012, untuk mengawasi pelaksanaan e-procurement Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai pengembang SPSE mulai tahun 2009 telah bekerjasama dengan BPKP untuk melakukan pengembangan metode audit baru yaitu e-audit (yang dimasukan sebagai salah satu modul dalam SPSE). Modul ini menjadi instrumen bagi auditor untuk melakukan audit terhadap paket pengadaan yang dilaksanakan melalui SPSE dan telah diimplementasikan pada tahun 2010. e-audityaitu: Menurut Warta BPK edisi 02 Vol IV (2014:11) disebutkan tujuan utama dari Tujuan e-audit untuk mengantisipasi permasalahan dasar yang dihadapi BPK dengan mengikuti perkembangan zaman. Sejak era reformasi dimulai dengan perubahan konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait BPK dengan keuangan negaranya, BPK menjadi lembaga negara yang besar dan vital. Menurut Olasanmi, (2013:77) yang menyatakan bahwa: Pemeriksaan dengan sistem e-auditbukanlah sebuah sistem pemeriksaan yang baru. Pemeriksaan dengan menggunakan teknologi informasi tersebut telah digunakan pada sektor privat di berbagai negara. Pada sektor tersebut, istilah e-auditdikenal dengan Computer AssistedAudit Techniques (CAATs).

5 Dengan adanya pemanfaatan CAATs akan dapat mengatasi risiko fraud dan dapat mendeteksi kegiatan yang berpotensi fraud. Pengguna e-audit dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu auditor internal maupun auditor eksternal. Bahrullah Akbar, MBA.,CMPM, anggota komisi VI BPK auditor membutuhkan bantuan komputer untuk memudahkan pekerjaannya, perusahaan atau instansi pemerintah yang menggunakan sistem informasi dalam pengadaan barang/jasa dalam pelaksanaannya, diperlukan pengumpulan bukti yang memadai melalui berbagai teknik termasuk survey, interview, observasi dan review dokumentasi. Dalam Warta e-procurement edisi VI Desember 2012 Sonny Loho Inspektur Jenderal Kementrian Keuangan mengatakan Sekarang ini masalahnya sudah bergeser, temuan-temuan audit yang sering terjadi biasanya terkait dengan perencanaan pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan kontrak, kedua hal ini menjadi tugas Pejabat Pembuat Komitmen. Implementasi e-procurement saat ini baru mencakup tahapan pemilihan penyedia barang/jasa. Sedangkan tahap perencanaan, pelaksanaan dan penyerahan hasil barang/jasa masih berada diluar e-procurement, sehingga pengumpulan bukti audit tidak dapat diperoleh melalui sistem e- Procurement. Beberapa kasus korupsi dalam bidang Pengadaan Barang dan Jasa yang tercatat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu :

6 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, hingga 2015, kerugian Negara akibat korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa nilainya mencapai Rp 1 triliun. Untuk itu, saat ini KPK dan beberapa lembaga pemerintah lainnya sedang melakukan kajian untuk mengatasi celah korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa. "Diharapkan kajian ini bisa menutup celah korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa, yakni memetakan akar masalah terkait pengadaan barang dan jasa," ujar Pelaksana tugas Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Cahya Harefa, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/6/2016).Cahya mengatakan, dari 468 kasus korupsi yang ditangani KPK, terdapat 142 kasus yang terkait pengadaan barang dan jasa. Kerugian negara yang disebabkan diperkirakan hamper mencapairp 1 triliun. Menurut Cahya, korupsi yang terjadi selama ini akibat ketidakefektifan anggaran dan adanya dugaan persekongkolan. Melalui kajian ini, KPK ingin membenahi aspek regulasi, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Untuk itu, KPK akan mendorong dua rekomendasi strategis dan empat rekomendasi teknis. Dua rekomendasi strategis yakni, dilakukannya kajian sentralisasi pengadaan barang dan jasa dengan batasan tertentu. Hal ini disebabkan adanya persoalan jenis barang dan jasa yang dihasilkan tidak terstandardisasi, dan adanya peluang penyimpangan pengadaan yang bernilai besar, kompleks dan strategis.

7 Rekomendasi strategis lainnya yaitu, dilakukannya integrasi antara perencanaan dan penganggaran pengadaan barang dan jasa. Hal ini karena tidak termonitornya besaran dan realisasi dan realisasi jumlah anggaran pengadaan barang dan jasa di Indonesia, tidak selarasnya perencanaan keuangan Negara dengan realisasi belanja Negara dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan tidak terdeteksinya penyimpangan perencanaan secara dini. Sementara itu, empat rekomendasi teknis yang didorong bertujuan sebagai pendukung penyempurnaan sistem pengadaan barang dan jasa nasional. Keempat rekomendasi itu, terkait dengan pengembangan perangkat pendukung, kualitas SDM pengadaan, pengawasan pengadaan, serta kualitas penyedia barang dan jasa. (http://nasional.kompas.com/read/2016/06/27/17234861/negara.rugi.hampi r.rp.1.triliun.dari.korupsi.pengadaan.barang.dan.jasa.#page1) Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan menyoroti proses pengadaan barang dan jasa di pemerintah daerah yang potensial diselewengkan. Berdasarkan kajian antara KPK dan BPKP, perubahan anggaran pada 2013 perlu dicermati lebih serius karena karena rawan dikorupsi."titik rawan yang dilihat BPKP dan KPK adalah pengadaan barang dan jasa. Kami juga melihat APBD perubahan di tahun 2013 kemarin, terutama belanja modal, hibah, dan bansos. Ketiga hal tadi

8 sangat rawan korupsi," kata Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Mardiasmo dalam Launching Koordinator Supervisi dan Pencegahan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2014). Oleh karena itu, kata Mardiasmo, ruang lingkup kerja sama lembaganya dengan KPK untuk mencegah terulangnya korupsi di pemerintah daerah ialah dengan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan APBD yang mencakup pos-pos yang rawan tersebut. Pengelolaan tersebut meliputi perencanaan, penganggaran, maupun pelaksanaannya. Selain itu, dia juga menekankan perlunya peningkatan kewaspadaan karena tahun 2014 merupakan tahun politik. "Di mana parpol memerlukan anggaran yang besar untuk berkompetisi di dalam Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden. Kondisi ini barangkali akan menunjukkan arah ke situ (potensi korupsi)," ujarnya. Wakil Ketua KPK Busyro Muqodas mengatakan, pencegahan yang dilakukan oleh KPK ialah dengan mendesain perumusan APBD, yang pembelanjaannya akan ditekankan supaya berbasis pada transparansi dan kemasyarakatan. "Sehingga temuan kami menunjukan kalau yang kami ringkas ada dua, masih ada kebijakan yang belum sepenuhnya transparan dan ini rawan fraud, rawan koruptif," katanya. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang menghadiri acara tersebut menyatakan apresiasinya. Dia menyambut baik pencegahan korupsi yang dirancang BPKP dan KPK. "Kami tinggal menentukan mana-mana anggaran yang disahkan atau tidak. Kalau catatan BPKP ini rawan, tidak

9 boleh, saya tahan, tidak akan ada pencairan anggaran. Selesai dengan cara ini akan lebih bagus," katanya. Berdasarkan kajian KPK, anggaran dana hibah Pemprov Jabar pada 2013 merupakan tertinggi di Indonesia. Penelitian KPK menunjukkan, adanya kecenderungan kenaikan dana hibah dan Bansos menjelang pelaksanaan Pilkada Jabar pada kurun waktu 2011-2013. Berdasarkan data KPK, pada 2010 dana hibah Pemprov Jabar hanya 1,43% dari total APBD sedangkan dana bansos mencapai 1,73%. Angka itu naik pada 2011 menjadi 2,72% dan 3,40%. Pada 2012, dana hibahnya melonjak tajam menjadi 30,7%, meskipun dana bansosnya hanya 0,08%. Kemudian pada 2013 dana hibahjabar masih di angka 30,53% dan bansos sebesar 0,15%. Pada 2012-2013, dana hibah dari Pemprov Jabar nilainya mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Heryawan mengatakan, kenaikan anggaran itu tidak salah karena telah sesuai dengan prosedur. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum apabila ditemukan adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaan anggaran. "Mengalir sajalah. Biarkan mengalir," ujarnya. Menurutnya, pembengkakan dana hibah di Jabar terjadi karena besarnya pos untuk dana Bantuan Operasional Sekolah. Dia beralasan, Pemprov Jabar menaruh perhatian lebih besar untuk sektor pendidikan.

10 http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2014/02/28/272016/kpk-dan bpkp-sorotiproses-pengadaan-barang-dan-jasa Dari berbagai fenomena di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat permasalahan pengadaan barang/jasa dalam bentuk fraud yang disebabkan oleh sistem pengadaan yang belum dapat digunakan dengan optimal, kurangnya penegakan kebijakan/peraturan yang ditetapkan pemerintah, dan kurangnya tenaga ahli dalam pelaksanaan e-procurement, serta masih adanya penyalahgunaan wewenang oleh tim pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah. Selain itu kurang adanya sinergi dengan penggunaan e-audit yang dilaksanakan oleh bagian auditor untuk instansi pemerintah atau perusahaan yang bertugas untuk mengidentifikasi temuan-temuan audit yang sering terjadi terkait dengan perencanaan pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan kontrak. Berdasarkan latar belakang permasalahan dan fenomena di atas, maka penulis tertarik meneliti masalah PENGARUH E-PROCUREMENT DAN E-AUDIT TERHADAP EFEKTIVITAS PENCEGAHAN FRAUD PENGADAAN BARANG/JASA PADA INSTANSI PEMERINTAH DI BANDUNG.

11 1.2. Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, untuk membatasi permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana e-procurement pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 2. Bagaimana e-auditpada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 3. Bagaimana efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 4. Seberapa besar pengaruh e-procurement terhadap efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 5. Seberapa besar pengaruh e-audit terhadap efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 6. Seberapa besar pengaruh e-procurement dan e-audit secara simultan terhadap efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang akan digunakan dalam penelitian mengenai pengaruhe-procurement dan e-audit terhadap pengadaan barang dan jasa.

12 1.3.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis e-procurement pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis e-audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh e-audit terhadap efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa padainspektorat Provinsi Jawa Barat. 5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh e-audit terhadap efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa padainspektorat Provinsi Jawa Barat. 6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh e-procurement dan e-audit secara simultan terhadap efektivitas pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat.

13 1.4. Kegunaan Penelitian Dari beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan tentunya memiliki kegunaan serta manfaat bagi peneliti maupun bagi masyarakat oleh karena itu penelitian diharapkan memiliki kegunaan antara lain; 1.4.1. Kegunaan Teoritis Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang studi yang membahas mengenai pemeriksaan dan pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa mengenai topik pengaruh e-procurement dan e-audit terhadap pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa. Semoga penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai sumber data untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis merupakan penjelasan kepada pihak-pihak mana saja yang kiranya hasil penelitian penulis dapat memberikan manfaat. Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini 1. Bagi Penulis Penelitian ini berguna untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 2. Bagi Instansi Pemerintah Penelitian ini dapat menambah informasi bagi instansi tentang pentingnya pengaruh e-procurement dan e-audit terhadap efektivitas pencegahan

14 fraud pengadaan barang dan jasa untuk dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan pengendalian operasi yang lebih efektif. 3. Bagi Pihak Lain Yaitu sebagai sumbangan yang diharapkan akan memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan serta memberikan referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian yang dilakukan penulis. 1.5. Tempat dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, penulis akan melakukan penelitian pada Instansi Pemerintah yaitu Inspektorat Provinsi Jawa Barat Jl. Surapati No.4 Bandung Tlp. 022-4237174/022-4231567 Email inspektorat@jabarprov.go.id