governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) tetapi juga

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki posisi yang strategis, bukan hanya dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) tetapi juga bagi pembangunan bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas pembelian barang oleh pemerintah dalam bentuk belanja modal, belanja barang, dan belanja jasa. Proses pelaksanaan pengadaan menggunakan dua pilihan metode, yaitu: menggunakan penyedia barang atau jasa (pihak ketiga) atau dengan cara swakelola (dikelola sendiri oleh institusi). Swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh institusi. Dalam hal ini, pelaksanaannya dapat dilakukan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Pelelangan sendiri merupakan salah satu tahap dalam proses e- procurement dalam setiap pengadaan untuk menawarkan suatu tender atas pengadaan barang dan jasa yang diperlukan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengadaan langsung atau penunjukan langsung untuk paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya bernilai paling tinggi Rp ,00 (dua ratus juta rupiah); dan/atau pengadaan langsung atau penunjukan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultasi bernilai paling tinggi Rp ,00 (lima puluh juta rupiah).

2 Artinya, panitia pengadaan dibentuk dengan batasan pagu diatas Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan dilakukan proses pelelangan, sedangkan dibawah nominal tersebut cukup dengan pejabat pengadaan saja. Belanja pemerintah inilah yang sejatinya merupakan investasi yang diperlukan bagi kemajuan perekonomian dan untuk menciptakan efek berganda pada pendapatan masyarakat. Jika masih terdapat pemotongan investasi dari yang seharusnya diterima masyarakat atau terjadi fraud seperti dikorupsi, tentu mengakibatkan kurangnya efek pengganda pendapatan masyarakat dan akhirnya pertumbuhan ekonomi negara menjadi relatif rendah. Rendahnya pertumbuhan ekonomi negara pada hakikatnya berarti rendah pula kemampuan negara untuk menyejahterakan masyarakat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan temuan fraud berdasarkan jenis perkara pengadaan barang dan jasa pada tahun 2009 sampai dengan 2016 sebanyak 94 kasus sebanding dengan 25% dari total 382 kasus atau menduduki posisi kedua setelah kasus penyuapan. Selain itu, fraud pada kementerian atau lembaga telah menduduki posisi pertama sebesar 47% pada peringkat fraud berdasarkan jenis instansi sepanjang tahun 2009 sampai dengan Portal Antikorupsi KPK mendata bahwa dari Januari 2011 sampai dengan April 2016 terdapat 27 kasus terkait pengadaan dari 157 kasus korupsi yang mendapatkan putusan pengadilan. Pengadaan secara elektronik atau e-procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. E-

3 procurement atau pengadaan barang dan jasa secara elektronik pada dasarnya dibuat sebagai suatu sistem pencegahan terjadinya kecurangan atau fraud pada proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal tersebut bertujuan untuk: meningkatkan transparansi dan akuntabilitas; meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat; memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan; mendukung proses monitoring dan audit; dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Dengan tercapainya tujuan-tujuan tersebut, diharapkan dapat menciptakan efisiensi belanja negara, pengurangan korupsi, dan percepatan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Implementasi e-procurement sejatinya membawa semangat inovasi pelayanan publik. E-procurement dilakukan dengan menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). E-procurement merupakan istilah umum yang diterapkan pada pengguna sistem terintegrasi antara database dengan area yang luas (berbasis website). Pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini memiliki banyak keuntungan. Namun demikian, instrumen elektronik baru yang secara teori baik belum tentu dalam pelaksanaannya akan baik pula. Kemajuan sistem pelelangan ini mau tidak mau akhirnya melahirkan konsekuensi logis yakni munculnya perlawanan dari oknum pelaku fraud. Istilah intersepsi mulai menjadi perbincangan hangat sebagai penyakit baru dalam proses pelelangan berbasis teknologi informasi (e-procurement). Salah

4 satu modus kecurangan yang terjadi, yaitu permainan bandwidth seperti yang ditemukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada awal tahun Selain itu, fraud baru yang ditemukan pada sistem e- procurement dengan modus pembobolan oleh hacker, yakni tender untuk pembangunan embung di Institut Teknologi Sumatera (Itera) senilai Rp ,00. Tender pembangunan rawa di Balai Besar Mesuji Sekampung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp ,00 juga mengalami hal serupa. Berikut adalah beberapa penelitian terkait pelaksanaan e-procurement di Indonesia. Implementasi E-Procurement LPSE Kota Yogyakarta (Akhyuna, 2009) menunjukkan adanya perbedaan pemahaman antara penyelenggara e-procurement dengan user (pengguna), sehingga LPSE Kota Yogyakarta belum dapat melaksanakan pekerjaannya secara optimal. Penelitian tentang e-procurement di PT. Pupuk Sriwijaya dan Angkasa Pura II (Mulyanto, 2006) menunjukkan adanya permasalahan dalam pelaksanaan e-procurement. Studi Fenomenologi tentang Pencegahan Modus Fraud pada Pengadaan Barang dan Jasa dengan Pengendalian E-Procurement (Mayasari, 2013) menyingkap arti fraud bagi individu dalam proses pengadaan dalam mendeteksi dan mencegah fraud. Penerapan Sistem E- Procurement dalam Tata Kelola Pengadaan Barang dan Jasa (Pramasari, 2014) menunjukkan bahwa masih terdapat hambatan, baik legalitas hukum, sumber daya manusia, maupun teknologi dalam penerapan e-procurement. Perkembangan sistem pengadaan barang dan jasa tetap meningkatkan peluang terjadinya fraud bahkan dalam bentuk kecurangan teknologi

5 informasi yang semakin canggih. E-procurement saat ini diyakini sebagai keputusan terbaik dalam mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, walaupun peluang terjadinya pelanggaran dalam sistem berbasis teknologi informasi ini tetap ada. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap penyebab terjadinya fraud pada kasus yang terjadi dalam Pekerjaan Rehabilitasi Daerah Rawa Mesuji Atas, Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Selain itu, peneliti juga akan menggali informasi mengenai langkah-langkah atau kebijakan apa saja yang diperlukan untuk pencegahan dan pendeteksian fraud pada penerapan e-procurement dalam pekerjaan tersebut. 1.3 Rumusan Pertanyaan Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, pertanyaan dalam penelitian ini adalah. 1. Mengapa terjadi fraud dalam pengadaan barang dan jasa secara e- procurement? 2. Langkah-langkah atau kebijakan apa sajakah yang diperlukan untuk meningkatkan peranan pelaksana pengadaan barang dan jasa dalam pencegahan dan pendeteksian fraud pada sistem e-procurement?

6 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. menemukan penyebab terjadinya fraud pada sistem e-procurement pengadaan barang dan jasa. 2. menganalisis cara Pejabat Pengadaan, Unit Layanan Pengadaan, LPSE Kementerian Pekerjaan Umum, dan Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR dalam melakukan pencegahan fraud pada sistem e- procurement pengadaan barang dan jasa. 1.5 Kontribusi dan Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya fraud pada sistem e- procurement. 2. bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan informasi tentang langkah-langkah serta kebijakan apa sajakah yang dapat dilakukan dalam pencegahan dan pendeteksian fraud pada pengadaan barang dan jasa dengan sistem e-procurement. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disusun dalam beberapa bagian dengan sistematika penyajian sebagai berikut:

7 Bab 1: Pendahuluan, memberikan gambaran tentang latar belakang penelitian ini dilakukan, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, kontribusi dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab 2: Kajian Pustaka, berisi kajian literatur yang berhubungan dengan topik bahasan, yaitu definisi fraud, definisi, tujuan, indikator, unit dan sistem, cara dan proses, para pelaku, tujuan e-procurement di Indonesia, modus fraud baru dalam e-procurement, organisasi barang dan jasa elektronik, serta upaya pencegahan dan pendeteksian fraud dalam organisasi. Bab3: Desain Riset, meliputi metode penelitian, kerangka penelitian, pendekatan, dan tahapan penelitian. Bab 4: Analisis dan Diskusi. Bab5: Kesimpulan dan Rekomendasi, berisi ringkasan hasil penelitian dan rekomendasi untuk penyempurnaan proses pengadaan dalam mencegah dan mendeteksi fraud pada pelaksanaan e-procurement.