BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari tahun ke tahun biaya kesehatan semakin tinggi, tidak terkecuali di Indonesia. Dengan semakin tinginya biaya kesehatan mengakibatkan kemampuan masyarakat kesulitan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, sehingga tingkat atau derajat kesehatan masyarakan semakin rendah pula. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat, sistem asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan merupakan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan derajat kesehatan secara umum. Indonesia mulai mengimplementasikan era baru program asuransi kesehatan nasional pada 1 Januari 2014. Program ini disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Asuransi Kesehatan Nasional. Jaminan Kesehatan Nasional adalah embrio dari pelaksanaan Universal Health Coverage di Indonesia. Jaminan Kesehatan Nasional tersebut diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 ditegaskan bahwa pada tahun 2019 seluruh masyarakat telah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Ada beberapa perbedaan antara Asuransi Kesehatan Nasional lama dengan yang baru. Dalam sistem lama, ada beberapa lembaga sebagai penyelenggara program Asuransi Kesehatan Nasional. Ada Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), dan Asuransi Kesehatan (Askes). Jamkesmas adalah lembaga yang menangani asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin, Jamkesda adalah jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang ditanggung oleh pemerintah daerah setempat. Jamkesda memberikan sumbangan tambahan bagi masyarakat miskin jika dana dari Jamkesmas tidak mencukupi untuk semua biaya perawatan kesehatan di wilayah/daerah. Askes adalah asuransi kesehatan bagi pegawai pemerintah. Dalam era JKN, hanya ada satu lembaga yang mengatur Asuransi Kesehatan Nasional, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS 1
2 Kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) termasuk rumah sakit. Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya (Perpres Nomor 12, 2013). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008, ditegaskan rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Perbedaan lain dari sistem baru dibandingkan dengan yang lama adalah sistem pembayaran klaim di rumah sakit untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Dalam sistem lama terdapat metode pembayaran klaim yang berbeda untuk Jamkesmas, Jamkesda Dan Askes. Dalam Jamkesmas, sistem pembayaran klaim menggunakan sistem paket berdasarkan sistem kelompok diagnosis, yaitu sistem Diagnostic Related Groups (DRGs). Sementara untuk ASKES digunakan sistem pembayaran berdasarkan pelayanan yang telah diberikan. Dalam sistem ini klaim yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kesehatan (ASKES) termasuk semua kegiatan layanan dan obat-obatan serta layanan lain yang diberikan oleh rumah sakit. Jamkesda menggunakan kombinasi keduanya. Dalam JKN, hanya ada sistem pembayaran satu klaim. Sistem pembayaran klaim berdasarkan sistem paket dengan menggunakan tarif Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs) (Ambarriani, 2014). Sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tanggal 1 Januari 2014, dalam pelaksanaan di lapangan banyak terdapat berbagai kendala terutama pelayanan yang diberikan oleh provider yang tidak maksimal. Hal ini disebabkan antara lain: masalah alur pelayanan yang rumit, sistem pembiayaan kesehatan di rumah sakit berdasarkan sistem INA-CBGs. Sementara di rumah sakit besaran biaya pelayanan berdasarkan atas biaya per satuan tindakan pelayanan (unit cost), sehingga ada pebedaan besaran untuk pelayanan dan perawatan kepada peserta BPJS Kesehatan.
3 Menurut Trisnantoro (2005), fungsi pemerintah daerah di bidang kesehatan tergantung pula pada keadaan ekonomi pemerintah daerah dan masyarakatnya. Beberapa pelayanan kesehatan dan rumah sakit mempunyai ciri public good yang bersifat nonexcludable, yang tidak mungkin membatasi jasa yang diberikan dari masyarakat yang tidak membayar. Beberapa masalah yang sering muncul dalam manajemen rumah sakit non profit adalah kemampuan rumah sakit yang tidak mencukupi dalam menjalankan misi sosial, akibatnya mutu pelayanan menjadi rendah, tidak efisien, kekurangan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain (Trisnantoro, 2005). Sebuah studi di University of Ghana Business School, bahwa pendapatan internal yang dihasilkan dari jasa pelayanan kesehatan harus dikelola dengan baik. Pendapatan yang dihasilkan tersebut digunakan untuk pembiayaan yang mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit dan dikelola dengan baik dan dievaluasi secara berkala. Hasil evalusi dan analisis digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan lebih lanjut (Akortsu & Abor 2009). Kabupaten Bengkulu Utara merupakan salah satu daerah di wilayah Provinsi Bengkulu yang memiliki luas 4.424,60 km 2, terdiri dari 17 kecamatan dan 215 desa/kelurahan. Secara astronomis, Kebupaten Bengkulu Utara terletak antara 102 0 32 I -102 0 8 I BT dan 2 0 15 I -4 0 LS. Kabupaten Bengkulu Utara sebagian besar merupakan dataran dengan ketinggian 150 meter di atas permukaan laut. Bagian barat membujur searah pantai dari utara ke selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Di bagian timur topografinya berbukit-bukit dengan ketinggian 541 meter di atas permukaan laut. Batas-batas Kabupaten Bengkulu Utara adalah sebagai berikut: 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mukomuko, 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng), 3) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kapupaten Lebong dan Propvinsi Jambi, 4) Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
4 Masyarakat Bengkulu Utara terdiri dari berbagai suku/golongan, yaitu suku Rejang, Suku Enggano, suku Pekal, seku Lembak, dan suku pendatang. Suku pendatang terdiri dari berbagai suku di Indonesia, diantaranya suku Jawa, Sunda, Bali, Batak, Minang dan lainnya. Masyarakat suku Rejang merupakan suku dengan populasi terbesar di Kabupaten Bengkulu Utara. Sedangkan suku terbesar kedua adalah masyarakat suku Jawa. Mata pencaharian masayarakat Bengkulu Utara sebagian besar adalah petani. Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur merupakan rumah sakit tipe C milik Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara dengan 110 tempat tidur. Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak tanggal 25 Mei 2009 dengan Surat Keputusan Bupati Bengkulu Utara nomor 184 Tahun 2009. RSUD Arga Makmur memiliki tenaga dokter spesialis dasar masingmasing satu orang, kecuali dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) berjumlah dua orang, ditambah dengan dokter spesialis syaraf (Sp.S) dan dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin (Sp.KK), masing-masing berjumlah satu orang. Jumlah dokter umum delapan orang, satu dokter gigi. Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Arga Makmur didapatkan adanya peningkatan jumlah kunjungan rawat jalan sejak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (tabel 1). Tabel 1. Jumlah Kunjngan Rawat Jalan RSUD Arga Makmur Tahun 2013-2015 No Pasien 2013 2014 2015 1 Umum 7862 6012 4715 2 Jaminan Kesehatan 7565 13675 15823 3 Lainya/gratis 5 31 27 Jumlah Sumber: Rekam Medis RSUD Arga Makmur 15432 19718 20565 Demikian juga, jumlah kunjungan rawat inap di RSUD Arga Makmur tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 menggambarkan adanya peningkatan jumlah kunjungan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 (tabel 2).
5 Tabel 2. Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap RSUD Arga Makmur Tahun 2013-2015 No Pasien 2013 2014 2015 1 Umum 1159 919 1097 2 Jaminan Kesehatan 5077 5382 5490 3 Lainya 8 12 4 Jumlah 6244 6313 6591 Sumber: Rekam Medis RSUD Arga Makmur Pencapaian beberapa indikator pelayanan RSUD Arga Makmur tahun 2014 dapat digambarkan seperti tabel 3 berikut: Tabel 3. Kinerja Efisiensi Pelayanan RSUD Arga Makmur Tahun 2014 No Indikator Standar Pencapaian 1 Bed Occupancy Ratio (BOR) 60-85% 39,94 2 Average Length Of Stay (AVLOS) 6-8 hari 2,57 3 Turn Over Interval (TOI) 1-3 hari 3,84 4 Bed Turn Over (BTO) 40-50 kali 57,39 5 Net Death Rate (NDR) 24 9,26 6 Gross Death Rate (GDR) 45 26,40 Sumber: Rekam Medis; Profil RSUD Arga Makmur Tahun 2014 Tahun 2014 di RSUD Arga Makmur, dilihat dari indikator efisiensi pelayanan BOR dan AVLOS masih dibawah standar Depkes pada indikator. Sedangkan pada indikator TOI dan BTO lebih tinggi dari standar Depkes. B. Perumusan Masalah Menurut Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007, kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan, dan manfaat bagi masyarakat adalah konsekuensi sebuah Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pemberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional sejak 1 Januari 2014 menimbulkan perubahan dalam beberapa aspek di RSUD Arga Makmur, terutama
6 aspek pelayanan dan keuangan. Apakah pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan RSUD Arga Makmur? Apakah terdapat perbedaan kinerja pelayanan dan keuangan RSUD Arga Makmur sebelum dan sesudah pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengukur kinerja pelayanan RSUD Arga Makmur sebelum dan sesudah pelaksanaan program JKN. 2. Mengukur kinerja keuangan RSUD Arga Makmur sebelum dan sesudah pelaksanaan program JKN 3. Mengukur perbedaan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan RSUD Arga Makmur sebelum dan sesudah pelaksanaan program JKN. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen untuk mengetahui gambaran kinerja pelayanan dan keuangan RSUD Arga Makmur. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan evaluasi kinerja dalam meningkatkan kinerja pelayanan dan keuangan RSUD Arga Makmur. 3. Memberikan gambaran informasi untuk ditindaklanjuti dalam menetapkan kebijakan strategi rumah sakit. 4. Manfaat manajemen rumah sakit dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk pengambilan keputusan dan kebijakan dalam sistem kendali mutu dan kendali biaya. 5. Untuk akademik, penelitian ini dapat menambah referensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya.
7 E. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Krisnadewi, (2014), yang melakukan evaluasi standar pelayanan minimal instalasi farmasi RSUD Waluyo Jati Kraksaan sebelum dan sesudah pelaksanaan BPJS Kesehatan dengan jenis penelitian non ekserimental, rancangan deskriptif analitik. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional terhadap pasien rawat jalan yang menebus resep di instalasi farmasi. Teknik pengambilan sampel purposive sampling pada bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014. Uji statistik dengan menggunakan uji normalitas, T test dan Mann Whitney test. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Farmasi di RSUD Waluyo Jati Kraksaan sudah sesuai dengan SPM yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Tingkat kepuasan pelanggan di Instalasi Farmasi RSUD Waluyo Jati Kraksaan untuk kelompok sebelum BPJS sebesar 81,8% sesuai dengan SPM yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dan untuk kelompok sesudah BPJS sebesar 76,8% belum sesuai dengan SPM yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Ambarriani, (2014) melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan rumah sakit di era asuransi kesehatan nasional Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2014 terhadap dua rumah sakit umum di Jawa Tengah, yang terdiri dari satu rumah sakit umum tipe B dan satu rumah sakit umum tipe C. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi, apakah asuransi kesehatan nasional yang baru benar-benar menguntungkan bagi rumah sakit umum. Penelitian ini membandingkan pendapatan rumah sakit dan biaya di bawah konsep akuntansi akrual. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini bahwa klaim asuransi kesehatan merupakan pendapatan utama rumah sakit umum. Perubahan sistem JKN mempengaruhi kinerja keuangan secara signifikan. Kusuma dan Saptorini, (2014) melakukan penelitian di RSUD Tugurejo Semarang terhadap indikator Net Death Rate (NDR) dan Gross Death Rate (GDR) dengan pendekatan descriptive analysis recall method. Penelitian tersebut melakukan analisis secara retrospektif terhadap data laporan dari tahun 2010
8 sampai dengan 2014. Hasil penelitian didapatkan bahwa indikator NDR dan GDR di RSUD Tugurejo masih tinggi diatas standar Depkes. Penelitian yang dilakukan Saputra, (2015) dengan judul Program Jaminan Kesehatan Nasional Dari Aspek Sumberdaya Manusia Pelaksana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Tabalong dengan pendekatan mix methode didapatkan hasil bahwa masih kurangnya jumlah SDM pelaksana pelayanan kesehatan dan distribusi yang belum merata yang berdampak pada pelayanan kesehatan kepada masyarakat belum optimal.