BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini menginfeksi melalui cairan tubuh manusia secara akut maupun kronik yang dapat menular secara vertikal maupun horizontal. Virus ini telah menyebar dan menjadi masalah kesehatan dunia yang harus diselesaikan karena individu yang telah terinfeksi secara kronik, berisiko menderita sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler. Infeksi VHB menyebabkan 500 ribu hingga 1,2 juta kematian tiap tahunnya. Sekitar 2 milyar orang di dunia terbukti terinfeksi oleh VHB, dan 350 juta orang yang terinfeksi VHB secara kronik akan berkembang menjadi penyakit hati tahap lanjut seperti sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler (World Gastroenterology Organization, 2008). Selain berkembang menjadi penyakit hati tahap lanjut, sekitar 15-25% individu mengalami gagal hati, dan sebagian individu tidak mengeluhkan gejala serta tidak menyadari telah terinfeksi VHB (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). 1
2 Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan endemisitas VHB sedang sampai tinggi. Jumlah orang yang didiagnosis hepatitis pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia berdasarkan gejalagejala yang ada, menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data pada tahun 2007 dengan tahun 2013 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Infeksi VHB kronik atau persisten merupakan infeksi virus persisten yang paling sering terjadi pada manusia (World Health Organization, 2002). Diagnosis infeksi VHB kronik ditegakkan dengan menetapnya penanda serologi HBsAg lebih dari 6 bulan (Larrubia, 2011; World Gastroenterology Organization, 2008). Namun demikian, infeksi VHB kronik dapat ditemukan dengan penanda serologi HBsAg negatif, tetapi masih dapat ditemukan DNA VHB. Infeksi VHB ini disebut Infeksi VHB tersamar atau occult hepatitis infection (OBI) (Raimondo et al., 2007; Larrubia, 2011). OBI didefinisikan sebagai persistensi DNA VHB pada hati (dengan terdeteksi atau tidak terdeteksinya DNA VHB pada serum) dari individu dengan HBsAg negatif dan bila terdeteksi, jumlah DNA VHB dalam serum biasanya sangat rendah yaitu <200 IU/ml (Raimondo et al., 2008; Larrubia,
3 2011; Nishikawa dan Osaki, 2013). Individu dengan OBI menunjukkan telah terjadi infeksi VHB sebelumnya yang ditunjukkan dengan positif anti-hbc dan/atau anti-hbs. Lebih dari 20% tidak menunjukkan penanda serologi positif karena titer antibodi tidak terdeteksi sepanjang waktu. Oleh karena bergantung pada antibodi VHB (anti- HBc dan/atau anti-hbs), OBI bisa seropositif maupun seronegatif (Raimondo et al., 2008; Zobeiri, 2013). Individu dengan infeksi VHB tersamar mempunyai risiko yang sama dengan individu dengan infeksi VHB kronik baik dalam progresivitas penyakit hati maupun transmisi infeksi VHB (Raimondo et al., 2008). Berdasarkan studi metaanalisis menunjukkan kenaikan risiko terjadi karsinoma hepatoseluler dikarenakan OBI (Shi et al., 2012). Prevalensi OBI lebih tinggi pada populasi yang terkena infeksi VHC dan HIV yang biasanya ditularkan lewat transfusi darah dan hubungan seksual (Covolo et al., 2013). Tidak adanya standar pemeriksaan yang baku untuk menganalisis OBI pada spesimen hati, membuat prevalensi OBI yang terdeteksi cukup rendah (Ocana et al., 2011; Raimondo et al., 2008). Gamma-glutamyl transferase (GGT) adalah enzim mikrosomal yang dapat diisolasi dari hepatosit dan
4 epitelium kandung empedu. Kenaikan angka GGT terjadi pada penyakit hati, kandung kemih, dan pankreas. Tingginya kadar GGT dalam serum juga terjadi dalam sindrom metabolik, penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2 (Aygun et al., 2010). Penelitian pada pasien hepatitis kronik menunjukkan kadar GGT dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan tingkat keparahan jaringan hati, terutama pada pasien dengan hepatitis B (Eminler et al., 2014). Waria adalah istilah umum untuk individu yang identitas jenis kelamin dan perilakunya tidak sesuai dengan jenis kelamin yang diturunkan ketika lahir (World Health Organization, 2015). Waria juga dapat dikatakan sebagai pria yang bersifat atau bertingkah laku sebagai wanita, ataupun juga pria yang mempunyai perasaan sebagai wanita (Setiawan, 2015). Umumnya waria melakukan hubungan seksual melalui oral maupun anal yang bisa meningkatkan risiko terjadinya penularan infeksi menular seksual, yaitu infeksi HIV dan VHB karena infeksi VHB dapat ditransmisikan melalui darah atau cairan tubuh lainnya yaitu semen dan cairan vagina dari orang terinfeksi (Centers for Disease Control and Prevention, 2013). Waria termasuk kelompok berisiko tinggi untuk terinfeksi VHB dengan prevalensi berkisar 5-81% dengan
5 prevalensi HBsAg yang mengindikasikan infeksi VHB kronik sekitar 1-11% (Diamond, 2003; Shankle, 2006). Data mengenai OBI dengan waria masih sangat sedikit dan perlu diteliti karena waria merupakan populasi yang berisiko terkena infeksi VHB dan OBI yang dapat berkembang menjadi keganasan. I.B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan rerata kadar GGT yang bermakna antara waria dengan OBI dan tanpa OBI? 2. Apakah tingginya kadar GGT dapat memprediksi terjadinya OBI? I.C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui prevalensi kejadian OBI pada waria di Yogyakarta. 2. Menganalisa perbedaan kadar GGT pada waria dengan OBI dan tanpa OBI. 3. Menganalisa apakah kenaikan kadar GGT bisa digunakan sebagai penanda terjadinya OBI.
6 I.D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai OBI telah banyak dilakukan di beberapa negara. Penelitian-penelitian tersebut memiliki perbedaan baik dalam hal tujuan, subjek, maupun metode penelitian yang digunakan. Penelitian mengenai OBI yang pernah dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Lo Re et al (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan individu HIV dan OBI positif dengan kenaikan enzim hati yaitu alanin transaminase (ALT) dan aspartat transaminase (AST) di rumah sakit Universitas Pennsylvania. Kenaikan enzim ini disebut juga transaminitis yang merupakan indikator terjadinya radang pada hati. Desain penelitian ini adalah cohort dengan melibatkan 97 subjek. Dari hasil penelitian, disimpulkan individu dengan OBI tidak menaikkan insidensi transaminitis pada hati selama 2 tahun. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada tujuan penelitian yaitu meneliti hubungan OBI dengan kenaikan enzim penanda kerusakan jaringan hati. Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah pada enzim hati yang diukur, desain studi, tempat, subjek dan jumlah sampel yang digunakan.
7 2. Sayed Zaki,(2014) melakukan penelitian tentang OBI yang bertujuan mendiagnosis OBI pada pasien yang sedang menjalani tindakan hemodialisis di Rumah Sakit Universitas Mansoura Mesir. Rancangan studi yang digunakan adalah potong lintang. Penelitian dilakukan pada 96 subjek dengan rentang usia 26-65 tahun. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa OBI biasa terjadi pada pasien hemodialisis dan durasi dialisis dan jumlah darah yang ditransfusikan merupakan faktor risiko utama terjadinya infeksi. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini pada subjek penelitian yang berisiko OBI dan desain studi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terkait tujuan, tempat, subjek, dan jumlah sampel yang digunakan. I.E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Subjek Penelitian ( Waria di LSM Kebaya ) a. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit hepatitis terutama OBI dan tingginya risiko terjadinya penyakit tersebut pada komunitas waria sehingga bisa digunakan sebagai acuan dalam perilaku seharihari subjek.
8 b. Mengetahui status kesehatan subjek terutama mengenai penyakit OBI sehingga bisa dilakukan pencegahan maupun pengobatan penyakit tersebut. 2. Bagi Peneliti a. Mengetahui prevalensi terjadinya hepatitis B terutama OBI terhadap kelompok masyarakat berisiko sehingga bisa digunakan sebagai pengetahuan dan data yang bermanfaat. b. Mengetahui metode pemeriksaan yang baik dan efisien untuk mendeteksi OBI sehingga dapat digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. 3. Bagi Institusi ( LSM Kebaya dan Pemerintah ) a. Mendapatkan data penelitian tentang status kesehatan terhadap OBI pada komunitas waria di Yogyakarta tersebut sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut.