BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

PHARMACY, Vol.09 No. 03 Desember 2012 ISSN Erlin Nur Azizah, Wiranti Sri Rahayu, Anjar Mahardian Kusuma

PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN CURCUMA DALAM SUSU DAN EMULSI TERHADAP PARAMETER FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

BAB III METODE PENELITIAN

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

III. BAHAN DAN METODE

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PRAPERLAKUAN PEMBERIAN JUS PISANG AMBON TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TETRASIKLIN PADA TIKUS PUTIH JANTAN

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PERCOBAAN

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

PENETAPAN KADAR IBUPROFEN DALAM TABLET SERTA APLIKASINYA PADA PLASMA TIKUS JANTAN WISTAR SECARA IN VITRO DENGAN METODE KCKT

BAB III METODE PENELITIAN

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan alat KCKT. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

ANALISIS ASAM RETINOAT DALAM SEDIAAN KRIM PEMUTIH YANG DIJUAL BEBAS DI WILAYAH PURWOKERTO ABSTRAK

Lampiran 1. Gambar Alat KCKT dan Syringe 50 µl. Alat KCKT. Syringe 50 µl. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test. Randomized Control Group Design.

PHARMACY, Vol.07 No. 02 Agustus 2010 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

BAB III METODE PENELITIAN

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sertifikat analisis natrium diklofenak (PT. Dexa Medica) Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODE PENELITIAN

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

PENETAPAN KADAR KOFEIN DALAM MINUMAN BERNERGI YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh dr.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group design) (Arief, 2008:101). Pada penelitian ini subjek uji dibagi menjadi 3 kelompok secara random. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok pertama, tikus diberi suspensi tetrasiklin secara per oral. Kelompok kedua, tikus di beri diberi jus jambu biji satu 1 jam sebelum pemberian suspensi tetrasiklin secara per oral. Sedangkan kelompok ketiga, tikus di beri jus jambu biji secara bersamaan dengan pemberian suspensi tetrasiklin secara per oral. B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : waktu pra perlakuan pemberian jus jambu biji (Psidium guajava L.). 2. Variabel tergantung : parameter farmakokinetika tetrasiklin meliputi kecepatan absorbsi (Ka), waktu mencapai kadar puncak (t maks ), kadar puncak (C maks ), dan Area Under Curve (AUC). 3. Variabel terkendali : umur, bobot, jenis kelamin, galur hewan uji, sistem KCKT, waktu pencuplikan. C. Definisi Variabel Operasional 1. Waktu pemberian jus jambu biji yaitu 1 jam sebelum pemberian dan secara bersamaan dengan pemberian suspensi tetrasiklin. Menurut Harkness (1989) untuk mencegah interaksi, gunakan tetrasiklin satu jam sebelum atau dua 12

13 jam sesudah minum susu atau produk susu. Sehingga dipilih 1 jam sebelum pemberian suspensi tetrasiklin. 2. Parameter farmakokinetika yang dihitung meliputi kecepatan absorbsi (Ka), waktu mencapai kadar puncak (t maks ), kadar puncak (C maks ), dan Area Under Curve (AUC). Jus jambu biji dinyatakan dapat mempengaruhi farmakokinetika tetrasiklin bila nilai parameter farmakokinetika dari tetrasiklin berubah dibandingkan nilai parameter farmakokinetika tetrasiklin sebelum dilakukan perlakuan dengan pemberian jus jambu biji. 3. Umur hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih yang berumur 2 3 bulan. 4. Bobot tikus yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 200 gram ± 10%. 5. Jenis kelamin yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih jantan. 6. Galur hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu galur wistar. 7. Metode analisis yang digunakan yaitu KCKT dengan menggunakan kolom C18 dan kecepatan alir 1 ml/menit. 8. Jus jambu biji adalah buah jambu biji yang dihaluskan menggunakan mesin blender yang mengandung saripati. Varietas jambu biji yang dipilih adalah buah jambu biji merah. D. Bahan dan Alat Alat digunakan : Seperangkat alat KCKT(Shimadzu LC-10 At VP) yang menggunakan detektor UV-Vis SPD 10A, shimadzu system controller SCL- 10A, dan Rheodyne loop injector. Kolom KCKT : Shim-pack CLC-ODS; panjang 25 cm, diameter 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm. Filtration unit for HPLC (whatman). Alat-alat gelas yang digunakan dalam laboratorium kimia analisis (labu ukur, gelas ukur, mikropipet, pipet tetes, tabung reaksi berskala, pipet ukur) penyaring vakum/tekanan beserta saringan berpori 0,45 µm, neraca analitis (Shimadzu AY 220), sonikator (Branson 1510), holder tikus, suntikan oral, pisau bedah, setrifugator, vortex, blender, stopwatch. Bahan-bahan yang digunakan : tetrasiklin baku (PT. Kimia Farma), oksitetrasiklin baku sebagai standar internal (PT. Kimia Farma), etilendiamintetraasetat (Merck), metanol pro analisis (p.a) (Merck), natrium

14 carboxymetilselulosa (Merck), asam trikloroasetat (Merck), asam oksalat dihidrat (Merck), asetonitril pro analisis (p.a) (Merck), aquabidestilata pro injeksi (Otsuka) dan jambu biji. E. Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan di laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada. 2. Pengambilan Bahan Buah jambu biji (Psidium guajava L.) diambil dari tanaman jambu biji di kebun desa Babakan, Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Bagian yang digunakan adalah daging buah jambu biji yang sudah masak. Pengambilan dilakukan pada waktu pagi hari untuk menyamakan perlakuan. 3. Pemilihan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar dengan berat 200 g (± 10%), berumur 2-3 bulan sebanyak 15 ekor. 4. Pembuatan Larutan EDTA 1% Sebanyak 1 g EDTA ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Aquabidestilata ditambahkan sampai tanda. Larutan dikocok hingga homogen. 5. Pembuatan Larutan TCA 10% Sebanyak 10 g TCA ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Aquabidestilata ditambahkan sampai tanda. Larutan dikocok hingga homogen. 6. Pembuatan Fase gerak Sebanyak 0,63 gram asam oksalat dihidrat dimasukkan dalam labu ukur 500 ml, dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi asam oksalat 0,01 M. Fase gerak dibuat dengan mencampurkan 140 ml larutan asam oksalat dengan 40 ml metanol dan 20 ml asetonitril (7:2:1). Kemudian disonikasi ± 15 menit dan disaring.

15 7. Pembuatan Larutan Standar Tetrasiklin 100 µg/ml Sebanyak 25 mg tetrasiklin baku ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, ditambahkan dengan metanol sampai tanda, sehingga didapatkan konsentrasi 2500 µg/ml. Kemudian, dipipet 0,4 ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml dan ditambahkan metanol sampai tanda, dikocok dan disonikasi, sehingga didapatkan konsentrasi 100 µg/ml. 8. Pembuatan Seri Konsentrasi Dari larutan baku konsentrasi 100 µg/ml dipipet 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 ; 2,5; dan 3,0 ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan dengan metanol sampai tanda. Sehingga diperoleh seri konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 µg/ml. 9. Pembuatan Kurva Baku Dari masing-masing larutan dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 µg/ml disuntikkan ke alat KCKT sebanyak 50 µl, kemudian dicatat luas area tetrasiklin dan dibuat persamaan kurva baku dari hubungan antara konsentrasi dengan luas area. 10. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Tabel 1. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Bagian KCKT Keterangan Kolom C18 shimpack CLC ODS (M) Dimensi kolom 25 cm x 4,6 mm Detektor UV-VIS Fase Gerak Asam oksalat dihidrat: metanol : asetonitril (7:2:1) Kecepatan Alir 1,0 ml /menit Panjang Gelombang 380 Nm 11. Validasi 1) Uji linearitas Larutan baku tetrasiklin konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 µg/ml disuntikkan sebanyak 50 µl ke alat KCKT. Luas area tetrasiklin yang diperoleh dicatat dan dibuat kurva hubungan antara konsentrasi tetrasiklin baku dengan luas area tetrasiklin. Sebagai parameter adanya hubungan liniear digunakan koefisien korelasi (r) pada analisis regresi

16 liner Y= a + bx. Hubungan liniear yang ideal dicapai jika r = +1 atau r = - 1 tergantung pada arah garis (Harmita, 2004). 2) Uji Presisi Sebanyak 50 µl larutan baku tetrasiklin 20 µg/ml disuntikkan ke alat KCKT menggunakan fase gerak dengan kecepatan alir 1,0 ml/ menit. Percobaan diulang sebanyak 6 kali, kemudian dicatat luas areanya dan dihitung koefisien variasinya. SD = KV = x 100% 3) Uji Perolehan Kembali (akurasi) Dalam uji perolehan kembali ini dibuat dengan metode plasebo. Sebanyak 1 ml sampel darah diambil dari vena ekor tikus yang tidak diberi suspensi tetrasiklin secara duplo. Satu bagian ditambah dengan larutan baku tetrasiklin 10 µg/ml sebanyak 1 ml dan bagian lainnya tidak ditambah dengan larutan baku. Kemudian, masing-masing ditambah dengan 1 ml EDTA lalu divortex dan ditambah larutan TCA 10% sebanyak 1 ml kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Diambil supernatan sebanyak 0,5 ml lalu diinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Setelah itu dicatat luas area dan dihitung perolehan kembalinya. Recovery = x 100% Nilai rata-rata perolehan kembali (recovery) analit antara 80-120% (Gandjar dan Rahman, 2007). 12. Penentuan Dosis Tetrasiklin HCl Dosis tetrasiklin orang dewasa 500 mg Berat badan rata-rata orang Indonesia 50 kg Dosis untuk orang dengan berat badan 70 kg adalah : =

17 Faktor konversi dosis manusia 70 Kg ke tikus 200 g = 0,018. Dosis konversi tetrasiklin untuk tikus dengan bobot 200 gram = 0,7 g x 0,018 = 0,0126 g = 0,0126 g / 200 g BB tikus = 0,063 g / kgbb = 63 mg/ kgbb Jadi, dosis tetrasiklin untuk tikus 200 gram = 63 mg x 0,2 kg = 12,6 mg Larutan tetrasiklin 2,5 % yang diinjeksikan = x 1 ml = 0,5 ml 13. Pembuatan Larutan Tetrasiklin 2,5% Sebanyak 1,25 gram tetrasiklin ditimbang seksama, dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Aquades ditambahkan sampai 50 ml. 14. Pembuatan Jus Jambu Biji Daging buah jambu biji yang masak, dikupas, dipotong kecil-kecil. Sebanyak 150 g daging buah jambu biji dimasukkan dalam blender, ditambah dengan 200 ml air (Anonim, 2011). 15. Uji Pendahuluan Penetapan Waktu Sampling Selama 18 jam tikus dipuasakan, namun tetap diberi minum. Tikus ditimbang kemudian diinjeksikan larutan tetrasiklin dengan dosis 63 mg/ KgBB secara per oral. Darah diambil pada menit ke 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420 ditambahkan 0,25 ml larutan EDTA 1% dan 0,5 ml TCA 10%. Divortex dan disentrifuge pada kecepatan 2500 rpm ±10 menit. Supernatan diambil sebanyak 0,5 ml dan diinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Kemudian, dibuat kurva hubungan antara waktu dengan kadar obat dalam plasma. 16. Perlakuan Hewan Uji Satu hari sebelum perlakuan, semua tikus dipuasakan selama 18 jam, namun tetap diberi minum. Kemudian tikus ditimbang, bobot tikus ratarata 200 gram. Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : Kelompok I : Tikus diberi larutan tetrasiklin dengan dosis 63 mg/ kg BB secara per oral.

18 Kelompok II : Tikus diberi diberi jus jambu biji sebanyak 2 ml satu jam sebelum pemberian larutan tetrasiklin dosis 63 mg/ kgbb secara per oral. Kelompok III : Tikus diberi jus jambu biji sebanyak 2 ml secara bersamaan dengan pemberian larutan tetrasiklin dosis 63 mg/ kgbb secara per oral. a. Dari setiap kelompok hewan uji, sebelum diberi perlakuan, diambil darah tikus sebanyak 0,5 ml dari vena ekor tikus, sebagai blangko. Ditambahkan EDTA sebanyak 0,25 ml lalu divortex dan ditambah dengan 0,5 ml TCA 10%, kemudian disentrifuge 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm, lalu diambil 0,5 ml supernatan. Kemudian diinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Akan diperoleh data luas area. b. Dari setiap kelompok uji, diambil darah sebanyak 0,5 ml dari vena ekor tikus pada menit ke- 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420. Ditambahkan EDTA sebanyak 0,25 ml lalu divortex dan ditambah dengan TCA 10% sebanyak 0,5 ml, kemudian disentrifuge ± 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm, lalu di ambil 0,5 ml supernatan. Kemudian dinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Akan diperoleh data luas area. F. Analisis Hasil Hasil dianalisis dengan menggunakan analisis varian 1 jalan (ANOVA) berdasarkan kadar tetrasiklin lawan waktu. Parameter farmakokinetika yang ditentukan meliputi, waktu mencapai kadar puncak (t maks ), kadar puncak (C maks ), luas area di bawah kurva (AUC). t maks = C maks = = (t n t n-1 ) (Shargel, 2005)