12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group design) (Arief, 2008:101). Pada penelitian ini subjek uji dibagi menjadi 3 kelompok secara random. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok pertama, tikus diberi suspensi tetrasiklin secara per oral. Kelompok kedua, tikus di beri diberi jus jambu biji satu 1 jam sebelum pemberian suspensi tetrasiklin secara per oral. Sedangkan kelompok ketiga, tikus di beri jus jambu biji secara bersamaan dengan pemberian suspensi tetrasiklin secara per oral. B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : waktu pra perlakuan pemberian jus jambu biji (Psidium guajava L.). 2. Variabel tergantung : parameter farmakokinetika tetrasiklin meliputi kecepatan absorbsi (Ka), waktu mencapai kadar puncak (t maks ), kadar puncak (C maks ), dan Area Under Curve (AUC). 3. Variabel terkendali : umur, bobot, jenis kelamin, galur hewan uji, sistem KCKT, waktu pencuplikan. C. Definisi Variabel Operasional 1. Waktu pemberian jus jambu biji yaitu 1 jam sebelum pemberian dan secara bersamaan dengan pemberian suspensi tetrasiklin. Menurut Harkness (1989) untuk mencegah interaksi, gunakan tetrasiklin satu jam sebelum atau dua 12
13 jam sesudah minum susu atau produk susu. Sehingga dipilih 1 jam sebelum pemberian suspensi tetrasiklin. 2. Parameter farmakokinetika yang dihitung meliputi kecepatan absorbsi (Ka), waktu mencapai kadar puncak (t maks ), kadar puncak (C maks ), dan Area Under Curve (AUC). Jus jambu biji dinyatakan dapat mempengaruhi farmakokinetika tetrasiklin bila nilai parameter farmakokinetika dari tetrasiklin berubah dibandingkan nilai parameter farmakokinetika tetrasiklin sebelum dilakukan perlakuan dengan pemberian jus jambu biji. 3. Umur hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih yang berumur 2 3 bulan. 4. Bobot tikus yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 200 gram ± 10%. 5. Jenis kelamin yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih jantan. 6. Galur hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu galur wistar. 7. Metode analisis yang digunakan yaitu KCKT dengan menggunakan kolom C18 dan kecepatan alir 1 ml/menit. 8. Jus jambu biji adalah buah jambu biji yang dihaluskan menggunakan mesin blender yang mengandung saripati. Varietas jambu biji yang dipilih adalah buah jambu biji merah. D. Bahan dan Alat Alat digunakan : Seperangkat alat KCKT(Shimadzu LC-10 At VP) yang menggunakan detektor UV-Vis SPD 10A, shimadzu system controller SCL- 10A, dan Rheodyne loop injector. Kolom KCKT : Shim-pack CLC-ODS; panjang 25 cm, diameter 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm. Filtration unit for HPLC (whatman). Alat-alat gelas yang digunakan dalam laboratorium kimia analisis (labu ukur, gelas ukur, mikropipet, pipet tetes, tabung reaksi berskala, pipet ukur) penyaring vakum/tekanan beserta saringan berpori 0,45 µm, neraca analitis (Shimadzu AY 220), sonikator (Branson 1510), holder tikus, suntikan oral, pisau bedah, setrifugator, vortex, blender, stopwatch. Bahan-bahan yang digunakan : tetrasiklin baku (PT. Kimia Farma), oksitetrasiklin baku sebagai standar internal (PT. Kimia Farma), etilendiamintetraasetat (Merck), metanol pro analisis (p.a) (Merck), natrium
14 carboxymetilselulosa (Merck), asam trikloroasetat (Merck), asam oksalat dihidrat (Merck), asetonitril pro analisis (p.a) (Merck), aquabidestilata pro injeksi (Otsuka) dan jambu biji. E. Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan di laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada. 2. Pengambilan Bahan Buah jambu biji (Psidium guajava L.) diambil dari tanaman jambu biji di kebun desa Babakan, Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Bagian yang digunakan adalah daging buah jambu biji yang sudah masak. Pengambilan dilakukan pada waktu pagi hari untuk menyamakan perlakuan. 3. Pemilihan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar dengan berat 200 g (± 10%), berumur 2-3 bulan sebanyak 15 ekor. 4. Pembuatan Larutan EDTA 1% Sebanyak 1 g EDTA ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Aquabidestilata ditambahkan sampai tanda. Larutan dikocok hingga homogen. 5. Pembuatan Larutan TCA 10% Sebanyak 10 g TCA ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Aquabidestilata ditambahkan sampai tanda. Larutan dikocok hingga homogen. 6. Pembuatan Fase gerak Sebanyak 0,63 gram asam oksalat dihidrat dimasukkan dalam labu ukur 500 ml, dilarutkan dengan aquadest hingga tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi asam oksalat 0,01 M. Fase gerak dibuat dengan mencampurkan 140 ml larutan asam oksalat dengan 40 ml metanol dan 20 ml asetonitril (7:2:1). Kemudian disonikasi ± 15 menit dan disaring.
15 7. Pembuatan Larutan Standar Tetrasiklin 100 µg/ml Sebanyak 25 mg tetrasiklin baku ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, ditambahkan dengan metanol sampai tanda, sehingga didapatkan konsentrasi 2500 µg/ml. Kemudian, dipipet 0,4 ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml dan ditambahkan metanol sampai tanda, dikocok dan disonikasi, sehingga didapatkan konsentrasi 100 µg/ml. 8. Pembuatan Seri Konsentrasi Dari larutan baku konsentrasi 100 µg/ml dipipet 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 ; 2,5; dan 3,0 ml dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan dengan metanol sampai tanda. Sehingga diperoleh seri konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 µg/ml. 9. Pembuatan Kurva Baku Dari masing-masing larutan dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 µg/ml disuntikkan ke alat KCKT sebanyak 50 µl, kemudian dicatat luas area tetrasiklin dan dibuat persamaan kurva baku dari hubungan antara konsentrasi dengan luas area. 10. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Tabel 1. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Bagian KCKT Keterangan Kolom C18 shimpack CLC ODS (M) Dimensi kolom 25 cm x 4,6 mm Detektor UV-VIS Fase Gerak Asam oksalat dihidrat: metanol : asetonitril (7:2:1) Kecepatan Alir 1,0 ml /menit Panjang Gelombang 380 Nm 11. Validasi 1) Uji linearitas Larutan baku tetrasiklin konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 µg/ml disuntikkan sebanyak 50 µl ke alat KCKT. Luas area tetrasiklin yang diperoleh dicatat dan dibuat kurva hubungan antara konsentrasi tetrasiklin baku dengan luas area tetrasiklin. Sebagai parameter adanya hubungan liniear digunakan koefisien korelasi (r) pada analisis regresi
16 liner Y= a + bx. Hubungan liniear yang ideal dicapai jika r = +1 atau r = - 1 tergantung pada arah garis (Harmita, 2004). 2) Uji Presisi Sebanyak 50 µl larutan baku tetrasiklin 20 µg/ml disuntikkan ke alat KCKT menggunakan fase gerak dengan kecepatan alir 1,0 ml/ menit. Percobaan diulang sebanyak 6 kali, kemudian dicatat luas areanya dan dihitung koefisien variasinya. SD = KV = x 100% 3) Uji Perolehan Kembali (akurasi) Dalam uji perolehan kembali ini dibuat dengan metode plasebo. Sebanyak 1 ml sampel darah diambil dari vena ekor tikus yang tidak diberi suspensi tetrasiklin secara duplo. Satu bagian ditambah dengan larutan baku tetrasiklin 10 µg/ml sebanyak 1 ml dan bagian lainnya tidak ditambah dengan larutan baku. Kemudian, masing-masing ditambah dengan 1 ml EDTA lalu divortex dan ditambah larutan TCA 10% sebanyak 1 ml kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Diambil supernatan sebanyak 0,5 ml lalu diinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Setelah itu dicatat luas area dan dihitung perolehan kembalinya. Recovery = x 100% Nilai rata-rata perolehan kembali (recovery) analit antara 80-120% (Gandjar dan Rahman, 2007). 12. Penentuan Dosis Tetrasiklin HCl Dosis tetrasiklin orang dewasa 500 mg Berat badan rata-rata orang Indonesia 50 kg Dosis untuk orang dengan berat badan 70 kg adalah : =
17 Faktor konversi dosis manusia 70 Kg ke tikus 200 g = 0,018. Dosis konversi tetrasiklin untuk tikus dengan bobot 200 gram = 0,7 g x 0,018 = 0,0126 g = 0,0126 g / 200 g BB tikus = 0,063 g / kgbb = 63 mg/ kgbb Jadi, dosis tetrasiklin untuk tikus 200 gram = 63 mg x 0,2 kg = 12,6 mg Larutan tetrasiklin 2,5 % yang diinjeksikan = x 1 ml = 0,5 ml 13. Pembuatan Larutan Tetrasiklin 2,5% Sebanyak 1,25 gram tetrasiklin ditimbang seksama, dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Aquades ditambahkan sampai 50 ml. 14. Pembuatan Jus Jambu Biji Daging buah jambu biji yang masak, dikupas, dipotong kecil-kecil. Sebanyak 150 g daging buah jambu biji dimasukkan dalam blender, ditambah dengan 200 ml air (Anonim, 2011). 15. Uji Pendahuluan Penetapan Waktu Sampling Selama 18 jam tikus dipuasakan, namun tetap diberi minum. Tikus ditimbang kemudian diinjeksikan larutan tetrasiklin dengan dosis 63 mg/ KgBB secara per oral. Darah diambil pada menit ke 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420 ditambahkan 0,25 ml larutan EDTA 1% dan 0,5 ml TCA 10%. Divortex dan disentrifuge pada kecepatan 2500 rpm ±10 menit. Supernatan diambil sebanyak 0,5 ml dan diinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Kemudian, dibuat kurva hubungan antara waktu dengan kadar obat dalam plasma. 16. Perlakuan Hewan Uji Satu hari sebelum perlakuan, semua tikus dipuasakan selama 18 jam, namun tetap diberi minum. Kemudian tikus ditimbang, bobot tikus ratarata 200 gram. Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : Kelompok I : Tikus diberi larutan tetrasiklin dengan dosis 63 mg/ kg BB secara per oral.
18 Kelompok II : Tikus diberi diberi jus jambu biji sebanyak 2 ml satu jam sebelum pemberian larutan tetrasiklin dosis 63 mg/ kgbb secara per oral. Kelompok III : Tikus diberi jus jambu biji sebanyak 2 ml secara bersamaan dengan pemberian larutan tetrasiklin dosis 63 mg/ kgbb secara per oral. a. Dari setiap kelompok hewan uji, sebelum diberi perlakuan, diambil darah tikus sebanyak 0,5 ml dari vena ekor tikus, sebagai blangko. Ditambahkan EDTA sebanyak 0,25 ml lalu divortex dan ditambah dengan 0,5 ml TCA 10%, kemudian disentrifuge 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm, lalu diambil 0,5 ml supernatan. Kemudian diinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Akan diperoleh data luas area. b. Dari setiap kelompok uji, diambil darah sebanyak 0,5 ml dari vena ekor tikus pada menit ke- 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420. Ditambahkan EDTA sebanyak 0,25 ml lalu divortex dan ditambah dengan TCA 10% sebanyak 0,5 ml, kemudian disentrifuge ± 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm, lalu di ambil 0,5 ml supernatan. Kemudian dinjeksikan ke KCKT sebanyak 50 µl. Akan diperoleh data luas area. F. Analisis Hasil Hasil dianalisis dengan menggunakan analisis varian 1 jalan (ANOVA) berdasarkan kadar tetrasiklin lawan waktu. Parameter farmakokinetika yang ditentukan meliputi, waktu mencapai kadar puncak (t maks ), kadar puncak (C maks ), luas area di bawah kurva (AUC). t maks = C maks = = (t n t n-1 ) (Shargel, 2005)