BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan keadaan kandang yang masih sangat tradisional atau bahkan sebagian diantaranya dibiarkan berkeliaran, begitu pula dengan pakan yang diberikan. Babi yang dipelihara biasanya diberikan pakan berupa sisa-sisa makanan dapur, sehingga pemeliharaan dengan cara seperti ini memungkinkan babi memakan pakan yang telah terkontaminasi oleh parasit (Widodo, 2006). Parasit yang menyerang babi akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, menurunkan produksi bahkan dapat mengakibatkan kematian apabila tidak segera ditanggulangi. Parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan babi diantaranya cacing nematoda seperti Ascaris suum, Strongyloides ransomi, Globocephalus urosubulatus, Trichuris suis, Oesophangostomum dentatum, Hyostrongylus rubidus, Macracanthorhyncus hirudinaceus dan Gnathostoma hispidum (Kaufman, 1996). Salah satu penyakit babi yang sangat umum menginfeksi babi terutama babi yang tidak dikandangkan adalah ascariosis. Ascariosis disebabkan oleh cacing Ascaris suum. Dampak infeksi cacing Ascaris suum, terutama pada saat migrasi cacing muda dapat mengakibatkan fibrosis pada hati dan di dalam paru-paru dapat menyebabkan pneumonia verminosa, disertai batuk asmatik, sulit bernapas, edema, dan emfisema. Cacing Ascaris suum dewasa mampu bertahan hidup dalam tubuh hospes dengan cara menghisap nutrisi dari makanan yang dimakan oleh hospes di dalam usus halus, sehingga dapat mengakibatkan kekurusan pada babi (Levine, 1994). Menurut Yasa dan Guntoro (2004), prevalensi infeksi cacing Ascaris suum pada babi di desa Sulahan, Bali sebesar 39% dan di desa Sanggalangit Buleleng Bali sebesar 30%, dengan rataan jumlah telur per gram tinja (EPG) 387,50 butir. Sedangkan prevalensi infeksi cacing Ascaris suum di Kebun Binatang Surabaya pada babi kutil (Sus verrucosus) sebesar 14,28% (Dewi dan Nugraha, 2007). 1
2 Ascaris suum merupakan cacing gelang besar yang sangat patogen pada babi. Cara penularan cacing Ascaris suum adalah melalui telur yang dikeluarkan bersama tinja induk semang yang terinfeksi, kemudian berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 18 hari atau 30-40 hari pada suhu 18-20 0 C. Stadium infektif merupakan larva stadium kedua yang masih di dalam kulit telur. Babi terinfeksi Ascaris suum apabila menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi telur infektif (Levine, 1994). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyebaran cacing Ascaris suum sehingga dapat menekan jumlah kerugian yang dapat ditimbulkan. Albendazol merupakan jenis antelmintik modern yang bersifat vermisidal, ovisidal, dan larvasidal. Albendazol mempunyai daya ovisidal yang kuat terhadap cacing A. suum dengan cara merusak struktur telur cacing (deformasi). Namun demikian harga albendazol relatif mahal, sehingga tidak terjangkau oleh peternak di pedesaan. Di samping itu, obat modern dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, mudah mengalami resistensi, dan berdampak negatif bagi kesehatan manusia terutama yang memakan daging ternak yang diberi obat modern tersebut. Karena itu, perlu dicari bahan anthelmintik dari bahan alam (tanaman obat) yang bersifat vermisidal dan ovisidal dan mudah didapat, sehingga terjangkau oleh peternak di pedesaan (Ardana, 2007). Di Indonesia telah lama dikenal adanya beberapa jenis tanaman yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat cacing, namun pemanfaatannya belum banyak dapat dibuktikan secara pasti dengan penelitian ilmiah. Berbagai jenis buahbuahan, biji-bijian, seperti biji buah labu, biji lamtoro, buah pinang dan lain-lain dinyatakan mengandung zat bioaktif yang berguna sebagai obat cacing (Padmawinata, 1987). Salah satu jenis tanaman yang sudah digunakan masyarakat sebagai obat cacing tradisional adalah Pepaya. Pepaya merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi sebagai anthelmintik dan belum banyak dikembangkan. Bagian dari tanaman tersebut seperti akar, daun, getah, buah dan biji dapat digunakan untuk kesehatan hewan salah satunya sebagai obat cacing (Susanto, 2002). Daun pepaya memiliki potensi sebagai anthelmintik yang lebih baik dibandingkan dengan bagian lainnya. Dalam penelitian Putri (2007), didapatkan hasil bahwa infus daun pepaya
3 memiliki LC 100 (Lethal concentration) dengan angka 18,38%, lebih kecil dibandingkan infus biji yaitu 24,96% dan akar 25,74% terhadap cacing Ascaridia galli, yang merupakan satu ordo dengan Ascaris suum secara in vitro. Penelitian vermisidal dan ovisidal ekstrak daun pepaya (Carica Papaya L) terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro sudah dilakukan oleh Bora (2012). Penelitian Bora sebelumnya menggunakan ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 1,5%, 3%, 4,5% dan 6%. Hasil penelitian didapatkan bahwa pada setiap konsentrasi ekstrak daun pepaya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum dan daya berembrio telur cacing Ascaris suum. Hasil uji vermisidal didapatkan LC 100 3,362 % dan LT 100 39,822 jam serta hasil uji ovisidal langsung tidak ditemukan adanya perkembangan embrio telur Ascaris suum pada semua konsentrasi ekstrak daun pepaya. Sehingga, dapat disimpulkan keuntungan dari penelitian yang dilakukan Bora yaitu, dengan konsentrasi di atas 1,5% akan lebih efektif pada uji vermisidal dan ovisidial bila dibandingkan dengan konsentrasi dibawah 1,5%. Tetapi dengan konsentrasi di atas 1,5%, berpotensi menimbulkan efek toksisitas apabila diaplikasikan kepada hewan terinfeksi Ascaris suum, akibat kandungan ekstrak yang terlalu tinggi. Penelitian ini menggunakan ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda, karena hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 1,5% sampai 6% efektif sebagai vermisidal dan ovisidal terhadap cacing Ascaris suum secara in-vitro. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi di bawah 1,5% efektif bersifat vermisidal dan ovisidal, atau dapat berpengaruh nyata terhadap kematian cacing Ascaris suum dan menghambat daya berembrio A. suum, dengan kata lain ekstrak metanol daun pepaya yang paling berdaya guna dan berhasil guna belum diketahui. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi manakah yang paling efektif terhadap mortalitas cacing dan telur Ascaris suum, tetapi dengan konsentrasi dibawah 1,5%. Penelitian ini menggunakan ekstrak metanol daun pepaya, untuk mengetahui kemampuannya dalam membunuh cacing (vermisidal) dan menghambat perkembangan telur (ovisidal) Ascaris suum secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan bentuk ekstrak dari daun pepaya, agar hanya kandungan kimianya saja
4 yang berperan dalam pengujian, tanpa adanya partikel lain yang mengecilkan potensi bahan tersebut sebagai vermisidal dan ovisidal. Pengujian ovisidal daun pepaya, akan dilakukan secara kontak langsung dan tidak langsung. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ovisidal dari bahan tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap telur yang dilepaskan oleh cacing, tetapi juga berpengaruh terhadap telur yang masih berada di dalam tubuh cacing yang menjadi sumber penularan cacing A. suum. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat vermisidal terhadap cacing A. suum? 2. Apakah ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat ovisidal terhadap cacing A. suum? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui vermisidal ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. 2. Mengetahui ovisidal ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. 3. Mengetahui efektivitas vermisidal dan ovisidal beberapa konsentrasi ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang pengaruh ekstrak daun pepaya sebagai vermisidal dan ovisidal terhadap cacing A. suum secara in-vitro. 2. Diharapkan bermanfaat kepada masyarakat khususnya para peternak dalam upaya pengendalian Ascariosis pada ternak, khususnya ternak babi.
5 1.5 Kerangka Konsep Pengendalian infeksi cacing Ascaris suum selama ini bertumpu pada pemberian obat cacing (anthelmintik) yang dikombinasikan dengan sanitasi lingkungan sekitar ternak babi. Adanya kejadian resistensi cacing A. suum memacu para ahli untuk menemukan beberapa preparat anthelmintik baru, tidak terkecuali pemanfaatan obat-obat tradisional. Di samping itu harga obat sintetik bagi peternak relatif mahal, sehingga dapat menjadi peluang dalam memanfaatkan obat tradisional sebagai anthelmintik (Pranowo, 2000). Banyak tanaman yang telah digunakan sebagai obat cacing secara turun temurun. Tanaman pepaya merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai anthelmintik. Pengujian secara praklinik tentang manfaat tanaman pepaya (Carica papaya L) sebagai anthelmintik telah dilakukan. Putri (2007) menyatakan bahwa infus biji dan daun (konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%), serta akar (konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 25%) dapat membunuh cacing Ascaridia galli secara in vitro. Hasil penelitian didapatkan LC 100 (konsentrasi yang dapat membunuh 100% cacing) tertinggi oleh daun pepaya dengan angka 18,38%, biji pepaya 24,96%, dan akar pepaya 25,74%. Untuk hasil LT 100 (waktu yang diperlukan untuk membunuh 100% cacing) pada biji pepaya sebesar 17,72 jam, daun pepaya 18,86 jam, dan akar pepaya 30,96 jam. Pengujian lain yang menyatakan efek anthelmintik daun pepaya terhadap Ascaris suum dilakukan oleh Peter dan Deogracious (2005), dengan menggunakan ekstrak daun pepaya konsentrasi 0,5%, 1% dan 2% mencapai ED 50 (dosis yang dapat membunuh 50% cacing) dalam waktu berturut - turut 48 jam, 36 jam dan 12 jam terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro. Pada penelitian Bora (2012) sebelumnya, menggunakan Ascaris suum sebanyak 54 ekor dan dibuat 6 perlakuan untuk mengetahui vermisidal ekstrak daun pepaya. Perlakuan I diberi NaCl fisiologis sebagai kontrol, perlakuan II diberi albendazole 0,12%, perlakuan III, IV, V dan VI diberi ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 1,5%, 3%, 4,5%, dan 6% dan diamati selama 40 jam. Hasil penelitian didapatkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kematian cacing Ascaris suum dan daya berembrio telur cacing Ascaris suum. Jumlah kematian Ascaris suum mencapai 100% paling cepat terjadi pada larutan ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 4,5% dan 6% pada jam ke- 30 sampai jam ke- 35. Sedangkan pada
6 perlakuan ekstrak daun pepaya konsentrai 1,5% dan 3% tidak mencapai 100% pada jam ke-40. Untuk hasil ovisidal secara langsung didapatkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dan tidak terjadi perkembangan telur cacing Ascaris suum dari konsentrasi ekstrak daun pepaya 1,5% sampai 6%. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan, untuk mengetahui konsentrasi yang paling efektif sebagai vermisidal dan ovisidal cacing Ascaris suum dengan menggunakan konsentrasi ekstrak daun pepaya dibawah 1,5%. Ekstrak daun pepaya yang akan digunakan dibagi menjadi empat macam konsentrasi yaitu 0,25%, 0,5%, 0,75,%, dan 1%. Untuk kontrol negatif menggunakan NaCl fisiologis dan kontrol positif menggunakan Albendazole (Kalbazen dosis 0,04 ml/kg berat badan). Pengujian vermisidal dilakukan dengan tujuan mengetahui LC 100 (Lethal concentration 100) dan LT 100 (Lethal time 100) dari ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. Sedangkan pengujian ovisidal dilakukan secara kontak langsung dan tidak langsung, untuk mengetahui apakah ovisidal dari bahan tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap telur yang dilepaskan, tetapi juga berpengaruh terhadap telur dalam tubuh cacing A.suum yang menjadi sumber penularan cacing A. suum.
7 Di bawah ini merupakan gambar kerangka konsep dari penelitian yang akan dilakukan : Konsentrasi ekstrak metanol daun pepaya Variabel Bebas Cacing Ascaris suum & Telur Ascaris suum Umur dan jenis Kelamin cacing Ascaris suum Variabel Kendali Pengaruh Vermisidal dan Ovisidal terhadap Cacing Ascaris suum pada masing - masing konsentrasi ekstrak Variabel Tergantung Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian 1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dirumuskan hipotesis : 1. Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat vermisidal terhadap cacing A. suum secara in-vitro. 2. Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat ovisidal terhadap telur cacing A. suum pada kontak langsung secara invitro. 3. Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat ovisidal terhadap telur cacing A. suum pada kontak tidak langsung secara in-vitro.