BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN MOTIVASI BEKERJA SEBAGAI PENGAJAR LES PRIVAT PADA MAHASISWA DI SEMARANG SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kemandirian. tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada dilingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

2014 EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mempraktekkan sesuatu. Sedangkan kerja secara psikologis diartikan. sebagai penyelesaian suatu tugas.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemandirian menurut Vamer dan Beamer (Ranto,2007:22) adalah

BAB II LANDASAN TEORI

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

2015 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. salah satu dimensi dari aspek afektif yang banyak berperan dalam kehidupan

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan

BAB I PENDAHULUAN. lapar dia akan menangis, dan ketika disuapin ia akan diam, hal ini menunjukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Motif ini dapat aktif dan dinamis yang akhirnya menjadi suatu tindakan, proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada bagaimana motivasi berprestasi menurut

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi perbuatan atau kegiatan (Nawawi, 2003). Berbicara tentang motivasi, Irwanto (1991) mendefinisikan motivasi sebagai daya penggerak atau pendorong dalam setiap gerakan dan perilaku manusia. Motivasi disebut sebagai penggerak dalam perilaku (the energy of behavior) dan disebut penentu (determinan) dalam perilaku seorang individu. Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu aktivitas tertentu. Oleh karena itu, motivasi seringkali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Priono, 2012). Motivasi adalah suatu kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan bertindak atau berbuat (Walgito, 2001 ). Kekuatan tersebut mendorong seseorang kepada suatu tujuan tertentu. Motivasi pada umumnya mempunyai sifat siklus (melingkar), motivasi yang timbul akan memicu perilaku tertuju pada tujuan, dan terhenti setelah tujuan tercapai, yang kemudian muncul kembali saat muncul kebutuhan baru. Sedangkan Santrock (2003) mengemukakan bahwa motivasi adalah mengapa individu bertingkah laku, berpikir, dan memiliki perasaan dengan cara yang mereka lakukan, dengan penekanannya pada aktivasi dan arah dari tingkah laku. 10

11 Motivasi merupakan dorongan, keinginan, sehingga seseorang melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan memberikan yang terbaik bagi dirinya, baik waktu maupun tenaga, demi tercapai tujuan yang diinginkan (Anoraga dan Suyati, 1995). Sedangkan menurut Vroom (dalam Purwanto, 199 0) motivasi mengacu kepada suatu proses yang mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam kegiatan yang dikehendaki, antara lain adalah bekerja. 2. Pengertian Bekerja Secara terminologi definisi bekerja adalah aktivitas yang menjadi sarana bagi manusia untuk menciptakan eksistensi dirinya menjadi lebih berarti. Bekerja adalah aktifitas fisik maupun pikiran dalam mengerjakan, merelease, mendesain maupun menyelesaikan sesuatu. Bekerja dalam arti luas dapat diartikan dengan melakukan suatu kegiatan sedangkan dalam arti sempit yaitu melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan sesuatu atau uang. Banyak sekali yang mendorong manusia untuk bekerja. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Orang giat bekerja karena ada hal yang ingin mereka peroleh salah satunya yang sangat penting adalah uang, dimana pada zaman yang serba sulit sekarang ini orang berlomba-lomba bekerja keras untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Secara singkat Magnis-Suseno menegaskan bahwa ada tiga fungsi bekerja, yakni fungsi reproduksi material, integrasi sosial, dan pengembangan diri. Pertama, dengan bekerja manusia bisa memenuhi kebutuhannya. Kedua, dengan bekerja manusia mendapatkan status di masyarakat. Ia dipandang sebagai warga

12 yang bermanfaat dan yang ketiga dengan bekerja, manusia mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan dirinya. Bekerja pada remaja merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan karir, empat aspek penting dalam proses perkembangan karir ini adalah eksplorasi, pengambilan keputusan, perencanaan dan perkembangan identitas (Santrock, 2003). Menurut teori Maslow, bekerja dimaksudkan sebagai usaha yang dilakukan individu untuk mengisi kekurangan dalam hidupnya. 3. Pengertian Motivasi Bekerja Motivasi bekerja sangat penting untuk ditumbuhkan dan terus ditingkatkan karena motivasi adalah sesuatu yang bersifat mendorong untuk terus bersemangat dalam bekerja (Handayani, 2010). Menurut Greenberg & Baron (2003), motivasi bekerja adalah seperangkat proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut As ad (1995) motivasi bekerja adalah sebagai keadaan membangkitkan motif, mengembangkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau suatu tujuan. Menurut Sutrisno (2009) motivasi bekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu : faktor internal yang meliputi keinginan untuk hidup, keinginan untuk dapat memiliki, keinginan untuk memperoleh penghargaan, keinginan untuk memperoleh pengakuan dan keinginan untuk berkuasa. Faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan kerja, kompensasi

13 yang memadai, pengawasan yang baik, adanya jaminan pekerjaan, adanya penghargaan atas prestasi, peraturan yang fleksibel, status dan tanggung jawab. Motivasi bekerja, dalam dunia organisasi diartikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual (Robbins, 1998). Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi bekerja adalah suatu keadaan yang menggerakkan, mendorong seseorang untuk berperilaku mengerahkan segala kemampuannya seorang diri yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai suatu tujuan. 3.1 Aspek-Aspek Motivasi Bekerja Menurut Greenberg & Baron (2003) motivasi bekerja adalah seperangkat proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan. Greenberg & Baron (2003 ) menyatakan bahwa motivasi seorang individu untuk bekerja terdiri atas tiga aspek, yaitu : a. Arousal Aspek ini berkaitan dengan dorongan, energi yang mendasari perilaku bekerja. Ketertarikan untuk memenuhi dorongan ini membawa individu terikat dalam suatu perilaku untuk memenuhi dorongan tersebut. b. Direct Behavior Aspek ini berkaitan dengan pilihan yang dibuat seorang individu dan berbagai pilihan cara yang akan ditempuh sebagai jalan mencapai tujuan yang

14 ingin diraih. Aspek ini ditunjukkan dengan perilaku yang secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu. c. Maintaining behavior Aspek yang terakhir adalah maintaining behavior atau mempertahankan perilaku, maksudnya adalah seberapa lama seorang individu mampu mempertahankan perilakunya dalam bekerja sehingga tujuan mereka dapa tercapai. Seorang individu yang menyerah dalam mencapai tujuan mereka, serta orang yang tidak tahan berusaha dalam mempertahankan usaha mencapai tujuan disebut sebagai individu yang motivasinya kurang atau rendah. Purwanto (2002 ) mengemukakan tiga aspek yang mendasari motivasi seorang individu untuk bekerja, yaitu : a. Menggerakkan, menimbulkan kekuatan, memimpin individu untuk bertindak dengan cara tertentu. b. Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku: motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan. c. Menjaga dan menopang tingkah laku: diperlukan juga dukungan dari lingkungan sekitar selain kekuatan dari individu. Kemudian Anoraga dan Suyati (1995) menambahkan bahwa aspek-aspek motivasi bekerja adalah sebagai berikut : a. Keadaan termotivasi dalam diri individu b. Tingkah laku yang timbul dan diarahkan oleh keadaan c. Suatu tujuan ke arah mana tingkah laku tersebut diarahkan

15 Dari aspek-aspek motivasi bekerja yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang dipergunakan sebagai aspek motivasi bekerja dalam penelitian ini menggunakan aspek-aspek motivasi bekerja dari Greenberg & Baron (2003) d engan alasan bahwa teori tersebut dirasa cukup mewakili aspek-aspek yang akan dipergunakan untuk mengungkap motivasi bekerja pada mahasiswa. Aspek-aspek tersebut meliputi: Arousal (dorongan), direct behavioral (mengarahkan perilaku), dan maintaining behavior (mempertahankan perilaku). 3.2 Faktor - Faktor Motivasi Bekerja Monks (2001 ) mengemukakan dua faktor yang sangat mempengaruhi pilihan untuk bekerja pada remaja, dua faktor tersebut adalah : a. Faktor sosial ekonomi Pengaruh faktor sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan keputusan seorang remaja untuk bekerja. Sebab sebagian besar alasan remaja bekerja adalah karena faktor kebutuhan ekonomi yang kurang mencukupi serta keadaan sosial yang kurang menguntungkan. Remaja dari kalangan ekonomi rendah lebih memiliki keinginan untuk bekerja dikarenakan tuntutan kondisi ekonomi, sedangkan pada remaja dari kalangan ekonomi menengah keatas memiliki keinginan bekerja karena proses emansipasi. b. Faktor sosial cultural Faktor sosial cultural mengarah pada jenis pekerjaan apa yang pantas dikerjakan oleh remaja perempuan, dan mana jenis pekerjaan yang layak dikerjakan oleh remaja laki-laki. Sebelumnya, pekerjaan bagi remaja perempuan

16 sangat terbatas, tetapi sekarang telah banyak jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh remaja perempuan. Sehingga jumlah remaja perempuan yang bekerja semakin bertambah. Menurut Gage & Barliner (1984 ) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seorang individu untuk melakukan pekerjaan dibagi menjadi lima faktor, yaitu: a. Kebutuhan. Proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan atau rasa kekurangan. Kebutuhan yang muncul membuat individu bertingkah laku tertentu untuk memnuhi kebutuhan tersebut. b. Sikap. Sikap seorang individu terhadap suatu objek melibatkan emosi serta elemen kognitif, yaitu bagaimana seorang individu membayangkan atau mempersepsikan sesuatu akan mempengaruhi motivasinya dalam bertingkah laku. c. Minat. Suatu minat yang besar akan mempengaruhi atau menimbulkan motivasi, sehingga motivasi akan lebih tinggi jika ada minta yang mendasari. d. Nilai, yaitu suatu pandangan individu akan sesuatu hal atau suatu tujuan yang diinginkan atau dianggap penting dalam hidup individu tersebut. e. Aspirasi, yaitu harapan individu akan sesuatu. Aspirasi yang tinggi akan membuat seorang individu mencoba dan berusaha mencapai suatu hal yang diharapkan.

17 Rice (1992 ) juga mengemukakan bahwa motivasi bekerja pada remaja dipengaruhi oleh faktor kebutuhan emosional. Kebutuhan emosional adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi emosional yang ada dalam diri mahasiswa, kebutuhan ini antara lain : 1. Pengakuan ( recognition). Mahasiswa yang bekerja akan menjadi seseorang yang dikenal dan diakui keberadaannya oleh orang lain sehingga mahasiswa akan mendapatkan kepuasan akan kebutuhan emosional. 2. Pujian (praise). Bagi mahasiswa, semakin meluasnya kesuksesan yang diperoleh baik dimata mereka sendiri atau dimata orang lain maka mereka akan mencapai kepuasan diri dan pengakuan. 3. Pembenaran ( approval). Mahasiswa yang berpikir filosofis akan menganggap bahwa bekerja merupakan satu jalan yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita dan pemuasan tujuan-tujuan. 4. Kasih sayang ( love). Rasa kasih sayang pada keluarga memotivasi mahasiswa melakukan pekerjaan, sehingga dengan bekerja remaja dapat menghasilkan uang untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga yang mereka kasihi. 5. Kemandirian ( independence). Mahasiswa bekerja untuk menunjukkan bahwa mereka telah tumbuh dewasa, mampu mandiri secara finansial, emansipasi dari orangtua dan mampu untuk melakukan segala sesuatu sendiri.

18 Jadi dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi bekerja terdiri dari 1) Pengakuan ( Recognition), 2) Pujian ( Praise), 3) Pembenaran (Approval), 4) Kasih sayang (Love), dan 5) Kemandirian (Independence). Dengan adanya motivasi bekerja atau kuatnya keinginan seseorang untuk bekerja maka sikap kemandirian pada diri mahasiswa tersebut sudah tertanam. Seorang mahasiswa yang tidak memiliki kemandirian atau kemandiriannya rendah maka akan cenderung bergantung pada orang lain dan tidak mampu membuat keputusan sendiri. B. Kemandirian 1. Pengertian Kemandirian Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan diri itu sendiri, yang dalam konsep Rogers disebut dengan self karena diri itu merupakan inti dari kemandirian (Asrori & Ali, 2011). Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai keinginannya. Perkembangan kemandirian merupakan bagian penting untuk dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Menurut Steinberg (2002 ), kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Kemandirian remaja ditunjukkan dengan bertingkah laku sesuai keinginannya, mengambil keputusan sendiri dan mampu mempertanggungjawabkan tingkah lakunya sendiri (Steinberg, 2002).

19 Monks mengemukakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat dipahami bahwa kemandirian mengandung pengertian : a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. b. Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Menurut Masrun, dkk (1986 ) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan oranglain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Masrun, dkk (1986 ) juga menyatakan bahwa kemandirian pada remaja secara psikologis dianggap penting karena setiap remaja berusaha menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungannya. Kemandirian pada remaja dan dewasa awal berbeda dengan kemandirian pada masa anak. Kemandirian pada masa anak lebih mengarah pada kemandirian secara fisik, sedangkan pada masa remaja lebih

20 mengarah pada kemandirian secara psikologis. Sedangkan pada masa dewasa awal kemandirian mengarah pada kemampuan untuk mandiri secara finansial (Santrock, 1999). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu keadaan pada seorang individu yang telah mengenali identitas dirinya, mampu melakukan suatu hal untuk dirinya sendiri, memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, merasa puas dengan hasil usahanya, dan mampu bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. 2. Aspek Aspek Kemandirian Menurut Steinberg (dalam Herwita, 2008) menunjukkan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu sebagai berikut: a. Kemandirian emosi (emotional autonomy), yaitu aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu. b. Kemandirian tingkah laku ( behavioral autonomy), yaitu suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggungjawab. c. Kemandirian nilai ( value autonomy), yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.

21 Steinberg (dalam Desmita, 2010) juga membedakan kemandirian atas tiga bentuk, yaitu: 1) Kemandirian emosi ( emotional autonomy); 2) Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy); 3) Kemandirian nilai (value autonomy). Lengkapnya Steinberg menulis: " Pertama, kemandirian emosional yaitu aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan dalam hubungan dekat dengan individu, terutama dengan orang tua. Kedua, kemandirian tingkah laku - kemampuan untuk membuat keputusan yang independen dan menindaklanjuti dengan mereka. Karakterisasi ketiga melibatkan aspek kemandirian disebut sebagai kemandirian nilai - kemudian tuntutan lainnya ; itu berarti memiliki sebuah penetapan prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak ". Menurut Douvan (dikutip Yusuf, 2000) kemandirian terdiri dari tiga aspek perkembangan, yaitu: a. Kemandiran aspek emosi, yaitu ditandai oleh kemampuan remaja memecahkan ketergantungannya (sifat kekanak -kanakannya) dari orangtua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban diluar rumahnya. b. Kemandirian aspek perilaku. Kemandirian berperilaku merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/pendidikan dan pekerjaan.

22 c. Kemandirian aspek nilai. Kemandirian ini ditunjukkan remaja dengan dimilikinya seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama. Sedangkan Robert Havinghurst (dalam Desmita, 2010 ) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu : a. Aspek emosi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orangtua. b. Aspek ekonomi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua. c. Aspek intelektual, aspek ini ditujukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. d. Aspek sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan oranglain dan tidak tergantung dari orang lain. Berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang telah dikemukakan diatas, maka yang dianggap paling sesuai adalah tiga aspek kemandirian menurut Steinberg (dalam Herwita, 2008). Aspek-aspek tersebut antara lain aspek emotional autonomy, aspek behavioral autonomy, dan aspek value autonomy. Hal ini dikarenakan aspek-aspek kemandirian dari Steinberg tersebut lebih mewakili dalam mengukur kemandirian pada mahasiswa dalam hubungannya dengan motivasi bekerja.

23 3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Kemandirian bukanlah merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orangtuanya. Menurut Hurlock (dalam Menuk, 2009 ) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut: a. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang paling utama dalam melakukan interaksi sosialnya. b. Sekolah Sekolah merupakan lingkungan selanjutnya setelah keluarga, dimana anak yang sudah cukup umur akan lebih banyak menghabiskan waktu seharian di sekolah, bergaul dengan teman-teman sebayanya sehingga remaja dapat belajar menjadi lebih mandiri. c. Agama Agama juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian. Misalnya: sikap terhadap agama yang terlalu kuat, dimana seseorang dapat menjadi mandiri melalui sikapnya yang sangat kuat terhadap agama yang dianutnya, sehingga tidak gampang untuk terpengaruh oleh orang lain dan meiliki keyakinan yang kuat pada agama yang dianutnya.

24 d. Media komunikasi massa Melalui media massa, seseorang dapat menjadi lebih cepat mandiri, karena dari media massa dapat diperoleh segala macam informasi. Misalnya: Koran, majalah dan televisi. e. Pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu Ketika seseorang dihadapkan oleh beberapa pekerjaan ataupun tugas-tugas, secara tidak langsung dapat mempengaruhi kemandiriannya. Dimana seseorang tersebut dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan semua pekerjaan dan tugasnya tanpa bantuan dari orang lain. C. Kerangka Berpikir Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Steinberg tentang kemandirian remaja dan teori dari Greenberg & Baron tentang Motivasi Bekerja. Motivasi bekerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada yang lain. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Ada banyak hal yang mendasari seseorang mau bekerja. Bagi mahasiswa, dengan bekerja mampu membiayai kuliah dengan hasil keringat sendiri dan sedikit meringankan beban orangtua. Menurut Greenberg & Baron (2003 ) mengemukakan bahwa motivasi bekerja adalah seperangkat proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan

25 mempertahankan perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan. Greenberg & Baron juga mengatakan bahwa orang yang memiliki motivasi bekerja ditandai oleh beberapa aspek, antara lain pertama Arousal, aspek ini berkaitan dengan dorongan, energi yang mendasari perilaku bekerja. Keterkaitan untuk memenuhi dorongan ini membawa individu terikat dalam suatu perilaku untuk memenuhi dorongan tersebut. Kedua Direct behavior, aspek ini berkaitan dengan pilihan yang dibuat seorang individu dan berbagai pilihan cara yang akan ditempuh sebagai jalan mencapai tujuan yang ingin diraih. Aspek ini ditunjukkan dengan perilaku yang secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu. Ketiga Maintaining behavior, aspek yang terakhir ini adalah mempertahankan perilaku, maksudnya seberapa lama seorang individu mampu mempertahankan perilakunya dalam bekerja sehingga tujuan mereka dapat tercapai. Salah satu tugas perkembangan sangat penting dalam mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi bekerja mahasiswa adalah kemandirian. Untuk mampu menjalankan pekerjaannya, seorang mahasiswa harus memiliki kemandirian sebagai bentuk bahwa mahasiswa mampu berdiri sendiri sebagai mahasiswa yang tidak bergantung kepada orangtua atau orang lain. Selain itu mahasiswa yang memiliki kemandirian yang kuat akan mampu bertanggungjawab, berani menghadapi masalah dan resiko dan tidak mudah terpengaruh atau tergantung pada orang lain (Nuryoto, 1993). Mahasiswa dengan kemandirian yang tinggi akan menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mengambil keputusan, menjalankan keputusan,

26 mampu menjalankan tugas-tugasnya, memiliki rasa percaya diri, mampu mengatasi masalah, memiliki inisiatif, memiliki kontrol diri yang tinggi, mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, serta memiliki sifat eksploratif (Afiatin, 1993). Begitu juga sebaliknya, mahasiswa dengan kemandirian yang rendah akan menunjukkan kurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan, kurangnya kemampuan dalam mengerjakan tugas rutin, kurang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kepercayaan diri, kurang mampu mengarahkan tingkah lakunya pada kesempurnaan, kurang memperoleh kepuasan dari usahanya, serta kurang memiliki sifat eksploratif. Steinberg (dalam Herwita, 2008) mengemukakan kemandirian merupakan kemampuan individu dalam mengelola dirinya, ditandai dengan tidak tergantung pada dukungan emosional orang lain terutama orangtua, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut, serta memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah, penting dan tidak penting. Kemandirian tergambar dalam kemandirian emosi ( emotional autonomy), yaitu aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu. Kemandirian tingkah laku ( behavioral autonomy), yaitu suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Kemandirian nilai ( value autonomy), yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.

27 Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian seseorang yaitu kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri akan mempengaruhi motivasinya bekerja. Kemandirian yang tinggi cenderung ditampakkan dengan suatu sikap seseorang untuk berbuat bebas tapi bertanggungjawab, mengejar prestasi dengan penuh ketekunan, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya akan menghasilkan motivasi untuk bekerja yang tinggi sehingga kualitas pekerjaan yang dihasilkan pun akan maksimal. Berdasarkan pemahaman konseptual yang telah diuraikan diatas, bagaimana keterkaitan antara kemandirian dengan motivasi bekerja pada mahasiswa dapat di ilustrasikan dalam bagan berikut ini : Gambaran Skema Hubungan Variabel Kemandirian Terhadap Motivasi Bekerja Pada Mahasiswa Variabel yang tidak diteliti Variabel yang diteliti Kemandirian (X) : - Emotional Autonomy - Behavioral Autonomy - Value Autonomy Motivasi Bekerja (Y) : - Arousal - Direct Behavior - Maintaining Behavior Dari gambar di atas dapat dilihat ada variabel yang diteliti dan ada variabel yang tidak diteliti yang juga dapat mempengaruhi motivasi bekerja. Variabel yang

28 diteliti yaitu kemandirian dan motivasi bekerja. Variabel kemandirian yang diteliti terdiri dari kemandirian emosi ( emotional autonomy). Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy), dan kemandirian nilai ( value autonomy). Selain kemandirian ada juga variable motivasi bekerja yaitu dorongan (arousal), (direct behavior), dan (maintaining behavior). D. Hipotesis Berdasarkan uraian dalam kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Terdapat hubungan antara kemandirian dengan motivasi bekerja pada mahasiswa.