Sugiarto Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Harapan Ibu Jambi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

DETERMINAN STATUS HIV PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK: PENELITIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

Pokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi Penasun dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: Kesimpulan Rekomendasi Lampiran

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman : 9-20 Volume 6, Nomor 1, Mei 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

POTENSI PENYEBARAN HIV DARI PENGGUNA NAPZA SUNTIK KE MASYARAKAT UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

Laporan Hasil SSP 2003 Jayapura (Papua) iii. iii

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

Satiti Retno Pudjiati. Departemen Dermatologi dan Venereologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB IV HASIL PENELITIAN. Terdapat 30 gigolo yang menjadi responden dalam penelitian ini. Sejumlah 15

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

Keywords: Knowledge, Attitude, Action, Condom Use, Female Sex Workers with HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

GAMBARAN PENDERITA HIV DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAHURIPAN KECAMATAN TAWANG KOTA TASIKMALAYA. Nur Lina 1, Kusno Prayitno 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

Laporan Hasil SSP 2003 B a l i. iii. iii

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

TRI WAHYUNI /IKM

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

Firdaus, Faktor Risiko Kejadian HIV pada Komunitas LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki) Mitra Yayasan Lantera Minangkabau Sumatera Barat

Penyebaran HIV/AIDS Pada Pasangan Tetap ODHA di Indonesia

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARGA BINAAN KASUS NARKOBA DALAM PENCEGAHAN HIV DAN AIDS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2005) menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

ABSTRACT. Keywords : Knowledge, Attitude, Condoms, Commercial Sex Workers.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. yaitu human immuno deficiency virus (HIV), yang telah di. identifikasi pada tahun 1983 (Depkes RI ).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

ESTIMASI POPULASI DEWASA RAWAN TERINFEKSI HIV 2009

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

Transkripsi:

JURNAL KESEHATAN TERPADU 1(2) : 44 48 ISSN : 2549-8479 HUBUNGAN STATUS PERNIKAHAN DAN KEPEMILIKAN KONDOM DENGAN PENGGUNAAN KONDOM SAAT MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PADA PASANGAN TIDAK TETAP PENGGUNA NAPZA SUNTIK Sugiarto Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Harapan Ibu Jambi Email: mas_sugik32@yahoo.com ABSTRAK Konsistensi penggunaan kondom pada Penasun masih rendah. Menurut Laporan STBP 2013, konsistensi penggunaan kondom pada Penasun sebesar 17% pada pasangan tetap, 17% pasangan tidak tetap dan 16% pasangan komersial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan status pernikahan dan kepemilikan kondom dengan penggunaan kondom pada pasangan tidak tetap Penasun di 4 Kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder STBP Penasun tahun 2013. Cara pengambilan sampel STBP Penasun adalah Responden Driven Sampling (RDS). Analisis data secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan kondom pada saat berhubungan seks dengan pasangan tidak tetap sebesar 17%. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan (OR=0,2; 95% CI=0,1-0,6), kepemilikan kondom (OR=6,6; 95% CI=2,4-18,2) dengan penggunaan kondom pada pasangan tidak tetap penasun di 4 Kota di Indonesia. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kondom merupakan faktor risiko penggunaan kondom pada pasangan tidak tetap pengguna napza suntik. Penasun yang tidak memiliki kondom memiliki peluang 7 kali lebih tinggi tidak menggunakan kondom jika dibandingkan dengan penasun yang memiliki kondom baik di Kota Yogyakarta, Tangerang, Pontianak dan Makasar. Kata Kunci : Penasun, Penggunaan Kondom ABSTRACT Consistency of condom use in IDU is still low. According to STBP Report 2013, consistency of condom usage in IDUs was 17% in fixed couples, 17% non-permanent partners and 16% of commercial partners. This study aims to see the relationship between marital status and condom ownership with the use of condoms in non-permanent partner IDUs in 4 cities in Indonesia. This study uses secondary data STBP Penasun year 2013. How to sample STBP IDU is Respondent Driven Sampling (RDS). Univariate and bivariate data analysis. The results showed the proportion of condom use at the time of sex with a non - permanent partner of 17%. The result of bivariate analysis showed that there was a significant relationship between marital status (OR = 0,2; 95% CI = 0,1-0,6), condom ownership (OR = 6,6; 95% CI = 2,4-18, 2) with condom use in non-permanent partner in IDU in 4 cities in Indonesia. From the research results can be concluded that condom ownership is a risk factor of condom use in non-permanent partner injecting drug users. IDUs who do not have condoms have a 7 times higher chance of not using condoms when compared to IDUs who have good condoms in Yogyakarta, Tangerang, Pontianak and Makassar. Keywords: IDU, Condom Use PENDAHULUAN Hingga saat ini penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat di dunia. Laporan perkembangan situasi narkoba dunia tahun 2014 menunjukkan estimasi pengguna narkoba pada tahun 2010 diantara 3,5-5,7%, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 3,5%- 7%. Prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2008 dilaporkan sebesar 1,99%, tahun 2011 sebesar 2,23%, tahun 2014 sebesar 2,18% dan pada tahun 2015 sebesar 2,20%. Salah satu penggunaan narkoba yaitu dengan cara disuntik. Pengguna narkoba suntik pada tahun 2008 diperkirakan berjumlah 1.134.358 orang, tahun 2014 sebesar 875.248 orang dan pada tahun 2015 sebesar 918.256 orang (BNN, 2015). Besarnya masalah penyalahgunaan narkoba suntik tidak hanya dari kasusnya yang meningkat, tetapi juga dampak yang ditimbulkan, mencakup fisik, psikologis dan sosial. Secara fisik penggunaan narkoba suntik berpotensi untuk tertular virus hepatitis B, C dan HIV/AIDS (Martono, 2006). Penyebaran HIV saat ini masih terkonsentrasi pada populasi kunci dimana penularan terjadi melalui perilaku yang berisiko seperti penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada kelompok pengguna narkoba suntik (penasun), perilaku seks 44 J.Kes-Terpadu Oktober 2017

yang tidak aman baik pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual (KPAN, 2009). Penasun bukan saja memiliki risiko tinggi terinfeksi karena perilaku berbagi jarum suntiknya, tetapi juga memiliki risiko akibat hubungan seksual berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom (Widya, 2015). Pasangan seks yang dimiliki oleh penasun tidak hanya satu orang tetapi lebih dari satu orang. Hasil survey Rapid Assesmend and Response (RAR) (2000) dan BKKBN (2004), menunjukkan bahwa persentase penasun yang memiliki pasangan seks lebih dari satu orang masing-masing sebesar 35-85% dan 40% (Irwanto, 2001; BKKBN, 2004). Penasun melakukan hubungan seks setelah menggunakan narkoba sebesar 40% (Irwanto, 2001). Mengingat perilaku seksual berisiko yang dimiliki oleh penasun, penggunaan kondom secara konsisten pada kelompok ini sangatlah penting untuk mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS pada pasangan mereka baik pasangan tetap maupaun pasangan tidak tetap. Kondom yang digunakan secara tepat dan konsisten terbukti dapat menurunkan risiko penularan HIV/AIDS dengan tingkat efektifitas sebesar 94% (Weller & Davis, 2009). Menurut laporan BKKBN (2004), menyebutkan bahwa IDU mengaku tidak pernah menggunakan kondom bila berhubungan seks dengan pasangan tetap (59,7%), dengan teman (61,9%), dengan pekerja seks (44%), dengan klien (80%). Hasil STBP (2013), menunjukkan bahwa dari 24% Penasun yang memiliki pasangan tidak tetap di 2013, 44% dilaporkan menggunakan kondom pada seks terakhir, 17% menggunakan kondom pada seks sebulan terakhir dan 16% menggunakan kondom pada seks setahun terakhir (Kemenkes RI, 2014). Konsistensi penggunaan kondom ketika berhubungan seks pada penasun sangat rendah. Beberapa penelitian menunjukkan konsistensi menggunakan kondom berkisar antara 5-25% tergantung pasangannya. Umumnya bila berhubungan dengan pasangan tetap, maka cenderung tidak menggunakan kondom. Sedangkan bila berhubungan dengan pasangan tidak tetap atau dengan PSK menggunakan kondom (Montgomery, Susanne, 2002). Ada beberapa hambatan yang dapat diidentifikasi misalnya adanya keluhan subjektif pemakai seperti tidak enak, repot atau malu membeli, juga karena citra kondom di masyarakat yang buruk akibat mitos, rumor dan sebagainya. Masyarakat sering mengasosiasikan kondom dengan sesuatu yang kotor, memalukan, terlarang, seks maniak, ketidakjujuran dan perilaku tidak bermoral. Kondom bisa dituduh bisa mendorong peningkatan perilaku zina dan perilaku seksual berisiko lainnya. Norma sosial dan budaya bisa gender juga mempengaruhi orang untuk tidak memakai kondom. Kekuasaan laki-lakilah yang menentukan penggunaan kondom atau tidak (Aulia, 2002). Penasun menggunakan atau tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks dikarenakan beberapa alasan. Alasan menggunakan kondom pada penasun adalah untuk mencegah HIV/IMS. Untuk pasangan tetap dan tidak tetap proporsi cukup besar menyatakan bahwa mereka menggunakan kondom untuk mencegah kehamilan. Sedangkan alasan tidak menggunakan kondom terlihat berbeda pada tiap tipe pasangan. Pada pasangan tetap, proporsi terbesar alasan tidak menggunakan kondom adalah saling mencintai dan percaya, sedangkan pada pasangan tidak tetap dan komersial, proporsi terbesarnya adalah pada alasan ketidaknyamanan menggunakan kondom. Pengenalan akan pasangan dinilai juga cukup dipertimbangkan untuk tidak menggunakan kondom (Tambunan, et al, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winahyu, dkk (2016), menunjukkan bahwa perilaku seksual berisiko dipengaruhi oleh status pernikahan, ketersediaan transaksi seksual, keterjangkauan transaksi seksual, keterjangkauan memperoleh kondom dan dukungan rekan kerja. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diwaspadai bahwa penasun memiliki risiko ganda untuk menularkan HIV selain melalui alat suntik yang tidak steril tetapi juga melalui perilaku seksual yang tidak aman. Patut dijadikan bahan pertimbangan terdapat dua cara penularan HIV pada Penasun, yaitu 1) di dalam kelompoknya sendiri, yaitu melalui perilaku penyuntikan berkelompok, penggunaan alat suntik bekas dan berhubungan seks dengan sesama penasun dan 2) ke masyarakat umum, yaitu melalui hubungan seksual berisiko dengan WPS 8 (Zani, 2004). Hal tersebut berpotensi pada penyebaran HIV dari Penasun kemasyarakat umum. METODE Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan menggunakan data sekunder Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2013. Survei tersebut dirancang dengan menggunakan desain studi potong lintang. Penelitian ini mengambil sampel yang sudah dilakukan oleh SBTB 2013 yang bertempat tinggal di 4 kota yang menjadi lokasi SBTP Penasun 2013 yaitu Kota Tangerang, Kota Yogyakarta, Kota Pontianak dan Kota Makassar. Adapun kriteria inklusi dalam penasun yang menyuntik dan melakukan hubungan 45 J.Kes-Terpadu Oktober 2017

seksual dalam satu tahun terakhir. Kriteria eklusi adalah penasun yang tidak pernah melakukan hubungan seksual dalam satu tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perilaku penggunaan kondom pada pengguna napza suntik di 4 Kota di Indonesia. Khusus untuk kelompok sasaran penasun responden berasal dari 4 kota yang tersebar di 4 provinsi. Rancangan sampel yang digunakan pada kelompok penasun STBP 2013 adalah Responden Driven Sampling (RDS) yaitu sebuah teknik sampling secara bola salju (snowball) berdasarkan pada kuota perekrutan (yang menghindari perekrutan keseluruhan sampel dari sejumlah individu terbatas) dan intensif rangkap untuk memotivasi perekrut dan yang direkrut. RDS berawal dari sejumlah kecil peserta yang dipilih secara purposif yang biasanya disebut seed. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat 1. Status Pernikahan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Responden Status Pernikahan n % Menikah Tidak Menikah 52 132 28,3 71,7 Tabel 1. menunjukkan bahwa responden yang menikah sebanyak 52 orang (28,3%), sedangkan responden yang tidak menikah sebanyak 132 orang (71,7%). 2. Kepemilikan Kondom Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kepemilikan Kondom Responden Kepemilikan Kondom N % Memiliki Tidak memiliki Tidak menjawab 70 112 2 38,0 60,9 1,1 Tabel 2. menunjukkan bahwa responden yang memiliki kondom sebanyak 70 orang (38,0%) sedangkan yang tidak memiliki kondom sebanyak 112 orang (60,9%) 3. Penggunaan Kondom Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penggunaan Kondom Penggunaan Kondom N % Selalu Sering Tidak Pernah 32 64 88 17,4 34,8 47,8 Tabel 3. menunjukkan bahwa responden yang selalu menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual sebanyak 32 orang (17,4%), yang Analisis Bivariat Hubungan Status Pernikahan dengan Penggunaan Kondom Pada Pengguna Napza Suntik saat sering menggunakan kondom sebanyak 64 orang (34,8%) dan yang tidak pernah menggunakan kondom sebanyak 88 orang (47,8%). Tabel 4. Hubungan Status Pernikahan dengan Penggunaan Kondom Pada Pengguna Napza Suntik saat Penggunaan Kondom Status Pernikahan Tidak Pernah Selalu (%) Sering (%) (%) n OR Menikah 9,6 32,7 57,7 52 0,2 Tidak Menikah 20,5 35,6 43,9 132 46 J.Kes-Terpadu Oktober 2017

JURNAL KESEHATAN TERPADU 1(2) : 44 48 ISSN : 2549-8479 Tabel 4. menunjukkan bahwa responden yang menikah dan melakukan hubungan seks dengan pasangan tidak tetap serta selalu menggunakan kondom sebesar 9,6%, sering menggunakan kondon sebesar 32,7% dan tidak pernah menggunakan kondom sebesar 57,7%. Sedangkan responden yang tidak menikah dan melakukan hubungan seks dengan pasangan tidak tetap serta selalu menggunakan kondom sebesar 20,5%, sering menggunakan kondom 35,6% dan tidak pernah menggunakan kondom sebesar 43,9%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada asosiasi antara status pernikahan dengan penggunaan kondom pada pasangan tidak tetap penasun. Penasun yang tidak menikah memiliki kecenderungan 0,2 kali lebih rendah tidak menggunakan kondom pada hubungan seksual dengan pasangan tidak tetap sebulan terakhir jika dibandingkan dengan penasun yang sudah menikah. Hasil penelitian Silawati (2010), menunjukkan bahwa responden yang belum menikah memiliki kecenderungan 0,7 kali lebih rendah tidak menggunakan kondom jika dibandingkan dengan responden yang sudah menikah. Status perkawinan diduga memiliki peranan seksual seseorang laki-laki yang sudah menikah diperkirakan memiliki kegiatan seksual berbeda dengan laki-laki yang belum menikah. Logikanya laki-laki yang sudah menikah akan berperilaku sehat dan bertanggungjawab dalam melakukan hubungan seksual dengan pasangannya karena tidak menginginkan dampak negatif dari hubungan seks tersebut. Secara teoritis seseorang yang berstatus belum/tidak menikah mempunyai tingkat perilaku seks yang lebih berisiko, karena untuk melampiaskan hasrat seksualnya mereka cenderung untuk mengakses pekerja seks komersial. Hubungan Seksual Hubungan Kepemilikan Kondom dengan Penggunaan Kondom Pada Pengguna Napza Suntik saat Melakukan Tabel 5. Hubungan Kepemilikan Kondom dengan Penggunaan Kondom Pada Pengguna Napza Suntik saat Kepemilikan Kondom Penggunaan Kondom Selalu (%) Sering (%) Tidak Pernah (%) n OR Memiliki 27,1 47,1 25,7 70 6,6 Tidak Memiliki 11,6 26,6 61,6 112 Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kondom dan melakukan hubungan seks dengan pasangan tidak tetap serta selalu menggunakan kondom sebesar 27,1%, sering menggunakan kondon sebesar 47,1% dan tidak pernah menggunakan kondom sebesar 25,7%. Sedangkan responden yang tidak memiliki kondom dan melakukan hubungan seks dengan pasangan tidak tetap serta selalu menggunakan kondom sebesar 11,6%, sering menggunakan kondom 26,6% dan tidak pernah menggunakan kondom sebesar 61,6%. Kecenderungan seseorang untuk menggunakan sesuatu akan didorong oleh ketersediaan sarana prasana. Dalam konteks pencegahan HIV pada penasun, ketersediaan kondom sangat penting. Penasun yang tidak memiliki kondom mempunyai peluang lebih tinggi tidak menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks sebulan terakhir jika dibandingkan dengan penasun yang memiliki kondom. Berbagai alasan yang muncul untuk tidak memiliki kondom atau menggunakan kondom yaitu merasa tidak nikmat untuk melakukan hubungan seks dengan, pasangan tidak tetap karena kondom licin dan dingin. Selain itu, mereka tidak perlu menggunakan kondom sebagai pelindung karena mereka sudah kenal dengan pasangan seksnya. Hasil penelitian Basuki, et al (2002), pelanggan tidak menggunakan kondom karena mereka sudah kenal dengan wanita pekerja seks yang menjadi langanannya. Pelanggan menganggap bahwa berhubungan seks dengan wanita pekerja seks seperti mereka saat berhubungan seks dengan istrinya, sehingga tidak membutuhkan kondom. SIMPULAN Status pernikahan dan kepemilikan kondom berhubungan dengan penggunaan kondom saat melakukan hubungan seksual pada pasangan tidak tetap penasun. DAFTAR PUSTAKA Badan Narkotika Nasional, (2015). Profil Laporan Badan Narkotika Nasional Tahun 2015. Jakarta Depkes, RI, (2007). Survei Terpadu Biologis Perilaku Pada Kelompok Berisiko Tinggi, 2007 (STBP). Jakarta Kemenkes. RI, (2014). Laporan Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013. Jakarta: Dirjen P2PL 47 J.Kes-Terpadu Oktober 2017

KPAN, (2009). Analisis Situasi HIV&AIDS di Indonesia. Outline KPA on ICAAP9. Jakarta Martono, L Harlina, Satya Joewana, (2006). Modul Latihan Pemulihan Pecandu Narkoba Berbasis Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka. Silawati, Vivi, (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Komdom Pada Gay Di Jakarta Tahun 2010. Thesis. FKM UI. Depok Tambunan, Kamil, Prapthoraharjo, Erlan, & Irwanto, (2010). Jaringan Seksual dan Penggunaan Napza pada Pengguna Napza Suntik di 6 Propinsi. Unika Atma Jaya: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Zani, Andri Y, Prima, (2004). Potensi Penyebaran HIV dari Pengguna Napza Suntik ke Masyarakat Umum di Jakarta. Thesis. Depok: FKM UI. 48 J.Kes-Terpadu Oktober 2017