1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum keperdataan yang adil dan koheren kiranya penting bagi kelancaran lalu lintas hukum dan sebab itu pula menjadi prasyarat utama bagi tumbuhkembangnya masyarakat. Di dalam hukum keperdataan, hukum perikatan (law of obligations atau verbintenissenrecht) memainkan peran yang sangat penting. Bidang kajian hukum perikatan ini dapat kita bedakan pada satu pihak hukum yang mengatur ihwal perbuatan melawan hukum (tort law), dengan pada yang lain hukum perjanjian overeenkomstenrecht atau contract law). Hukum perihal perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad atau tort law) mengalami perkembangan penuh kesulitan. Seratus tahun lalu bidang kajian ini sangat kecil, dan pada dasarnya hanya mencakup dua perbuatan : pelanggaran aturan perundang-undangan dan pelanggaran langsung dari hak dari orang/pihak lain. Abad ke dua puluh justru menunjukkan perkembangan pesat hukum tidak tertulis. Suatu tindakan (mencakup berbuat atau tidak berbuat) sejak itu juga menjadi melawan hukum dan atas dasar ini dapat memunculkan kewajiban pihak yang bertindak memberi ganti rugi bilamana bertentangan dengan kecermatan/kehati-hatian yang juga dituntut di dalam lalulintas pergaulan masyarakat terhadap pihak atau kebendaan lain. Satu kasus terpenting yang mencirikan perubahan tersebut ialah putusan Mahkamah Agung Belanda (Nederlandse Hoge Raad) pada 1919 tentang sengketa antara Lindenbaum-Cohen. Juga teori-teori tentang dasar gugatan seperti hubungan kausal (antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian) sejak seratus tahun lalu mengalami perkembangan pesat dan menjadi lebih penting. 1 1 Prof.Dr. Rosa Agustina, SH.,MH, 2012, Hukum Perikatan (law of Obligation), Laras Denpasar, Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Indonesia, hlm VI
2 Pasal 1365 dalam KUH Perdata yang merupakan rujukan utama dalam sistim hukum Indonesia apabila berbicara mengenai perbuatan melawan hukum sementara Pasal 1365 KUH Perdata itu sendiri tidak berisikan rumusan yang baku namun berisikan struktur norma. Perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1365 hingga Pasal 1380. Meskipun pengaturan perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata hanya 15 Pasal, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa gugatan perdata di pengadilan didominasi oleh gugatan perbuatan melawan hukum disamping gugatan wanprestasi. Terminologi perbuatan melawan hukum merupakan terjemahan dari kata onrechtmatige daad (bahasa Belanda) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah tort. Beberapa sarjana ada yang menggunakan istilah melanggar ada juga yang menggunakan istilah melawan dalam menerjemahkan onrechtmatige daad. Wirjono Projodikoro, menterjemahkan kata onrechtmatige daad menjadi perbuatan melanggar hukum sementara M.A. Moegni Djojodordjo, Mariam Darus Badrulzaman, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, I.S. Adiwimarta, dan Setiawan, menerjemahkannya menjadi perbuatan melawan hukum. 2 Penterjemahan onrechtmatige daad sebagai perbuatan melawan hukum lebih tepat dibandingkan perbuatan melanggar hukum. Pertama, dalam kata melawan melekat sifat aktif dan pasif. Kedua, kata itu secara subtansif lebih luas cakupannya dibandingkan dengan kata melanggar. Maksudnya adalah bahwa dalam kata melawan dapat mencakup perbuatan yang didasarkan baik secara sengaja maupun lalai. Sementara kata melanggar cakupannya hanya pada perbuatan yang berdasarkan kesengajaan saja. 3 Rumusan Pasal 1365 KUH Perdata adalah tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugiaan kepada orang lain mewajibkan orang yang 2 Ibid, hlm VI 3 Prof.Dr. Rosa Agustina, SH.,MH, 2012, Hukum Perikatan (law of Obligation), Laras Denpasar, Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Indonesia, hlm VI
3 karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 4 Perbuatan melawan hukum lebih diartikan sebagai sebuah perbuatan melukai (injury) daripada pelanggaran terhadap kontrak (breach of contract). Apalagi gugatan perbuatan melawan hukum umumnya tidak didasari dengan adanya hubungan hukum kontraktual. Dilain pihak pencemaran nama baik merupakan salah satu perbuatan yang dikategorikan sebagai salah satu perbuatan melawan hukum. Pasal 1372 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa tuntutan perdata mengenai penghinaan adalah bertujuan untuk mendapatkan penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. KUH Perdata tidak secara tegas menyatakan apa yang dimaksud dengan penghinaan. Wiryono Prodjodikoro menyatakan bahwa sesuatu perbuatan dapat di kualifikasikan sebagai penghinaan apabila menurut perasaan orang biasa dan kedudukan orang tersebut dalam masyarakat, nama baik orang tersebut tersinggung demikian rupa, bahwa adalah patut untuk dimintakan perbaikan terhadap orang tersebut. Sangatlah sulit sebenarnya untuk melakukan penilaian terhadap tinggi rendahnya kedudukan, sejauh mana penanggungan terhadap rasa malu, penderitaan bathin yang umumnya tidak dapat dinilai secara kasat mata, bagaimana memperkirakan rasa tersinggung yang kira-kira dialami oleh seseorang akibat tindakan penghinaan ataupun pencemaran nama baik sangat personal dan subyektif Sehingga menilai kerugiaan yang dialami secara signifikan sangatlah sulit sebenarnya apalagi guna menilai seberapa besar ganti kerugian yang harus diberikan terhadap perbuatan pencemaran nama baik tersebut sehingga dapat dianggap adil bagi para pihak, terlebih lagi KUH Per sendiri tidak memberikan definsii secara pasti terhadap apa yang dinamakan sebagai pencemaran nama baik 4 R. Subekti dan Tjitrosudibyo, 2003, Pradnya Paramita hlm.346
4 atau penghinaan tersebut cenderung mengadopsi ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum adalah mengembalikan penderita pada posisi semula sebelum perbuatan melawan hukum dilakukan. Atas dasar itulah Hoge Raad dalam putusannya tanggal 24 Mei 1918 telah mempertimbangkan bahwa pengembalian dalam keadaan semula merupakan pembayaran ganti kerugian yang paling tepat. Pembayaran ganti kerugian tidak selalu harus berwujud uang. Pembayaran ganti kerugian sejumlah uang hanya merupakan nilai yang equivalent saja terhadap pengembalian penderita pada keadaan semula (restitutio in integrum). B. Perumusan Masalah Yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah hal-hal sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan ganti rugi yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum karena pencemaran nama baik dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia; 2. Bagaimana parameter atau tolak ukur yang digunakan untuk menetapkan besaran ganti rugi terhadap suatu perbuatan melawan hukum akibat pencemaran nama baik. C. Keaslian Penelitian Hasil penelusuran penulis penelitian terdahulu yang mungkin paling dekat dengan judul penelitian ini adalah penelitian yang ditulis oleh oleh Nurmahlia Ihsana, Magister Hukum Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah
5 Mada, tahun 2011 dengan Judul Konstruksi Hukum Perbuatan Melawan Hukum Berupa Pencemaran Nama Baik yang Dilakukan lewat Internet berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini menyoroti masalah bagaimana mengetahui unsur pencemaran nama baik yang dilakukan melalui internet. Penelitian lainnya yang mengangkat tema perbuatan melawan hukum terkait substansi lain contohnya penelitian yang dilakukan oleh Retno Supartinah dengan tesis berjudul Perbuatan Melawan Hukum oleh penguasa dalam Yurisprudensi, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tahun 1985, dimana konsentrasi pada penelitian ini adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Negara sebagai penguasa dengan mengacu pada yurisprudensi hukum yang ada di Indonesia. Penelitian lainnya ada yang juga membahas mengenai ganti rugi tapi membahas ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum lainnya bukan karena perbuatan melawan hukum akibat pencemaran nama baik, atau melawan hukum tapi tidak membahas ganti ruginya tetapi lebih menekankan kepada perbuatan melawan hukum tertentu dan membahas subyek pelaku perbuatan melawan hukumnya. Dari beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan diatas, dibandingkan dengan penelitian yang kami lakukan mengenai Kajian Hukum terhadap Penetapan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum akibat Pencemaran Nama Baik khususnya adalah : 1. Penelitian ini membahas mengenai ganti rugi akibat dalam kaitannya dengan perbuatan melawan hukum akibat pencemaran nama baik tidak membatasi diri pada pencemarann nama baik dan kaitannya UU ITE saja karena melakukan pembahasan terhadap pencemaran nama baik secara lebih luas namun komprehensif;
6 2. Penekanan penelitian ini dilakukan pada tolak ukur penetapan suatu perbuatan sebagai pencemaran nama baik dan parameter yang digunakan dalam menetapkan besaran ganti rugi. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dari sisi teoritis adalah : 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan Ilmu Hukum; 2. Diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dan penetapan ganti rugi khususnya perbuatan melawan hukum akibat pencemaran nama baik. Manfaat penelitan dari sisi praktis adalah : 1. Diharapkan dapat memberi manfaat bagi praktisi hukum terutama kaitannya dengan tuntutan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum karena pencemaran nama baik; 2. Diharapkan dapat memberi pengetahuan bagi berbagai pihak terkait isu pencemaran nama baik/penghinaan/ataupun penistaan yang marak berkembang belakangan ini sehingga para pihak menyadari hak dan kewajibannya masing-masing. E. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : Tujuan Subyektif : Penelitian ini ditulis guna melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana S2 (Strata 2) pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta. Tujuan Normatif : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang khususnya perbuatan hukum yang
7 diakibatkan oleh perbuatan pencemaran nama baik, yang selain mempunyai konsekwensi pidana juga mempunyai akibat bersifat keperdataan; 2. Untuk mengetahui secara detil apa dasar dan tolak ukur yang dipakai guna dapat menyatakan bahwa suatu perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum berupa pencemaran nama baik/penghinaan; 3. Untuk mengetahui hal-hal teknis-yuridis yang menjadi parameter dalam menetapkan besaran ganti rugi terutama ganti rugi immateriil terhadap pencemaran nama baik tersebut.