BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada potensi daerah dengan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Otonomi Daerah Dalam menyelenggarakan otonomi, pemerintah daerah mempunyai hak dan kewajiban yang diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud harus dilakukan secara efisien, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dadang Suwanda (2013) menyatakan bahwa otonomi daerah adalah Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. bahwa, Pasal 22 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah disebutkan 14

15 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a) Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c) Mengembangkan kehidupan demokrasi; d) Mewujudkan keadilan dan pemerataan; e) Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g) Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h) Mengembangkan sistem jaminan sosial; i) Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j) Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k) Melestarikan lingkungan hidup; l) Mengelola administrasi kependudukan; m) Melestarikan nilai sosial budaya; n) Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan o) Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah satu tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien, cepat, dan efektif. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan aspirasi masyarakat mereka dari pada pemerintah pusat. Desentralisasi terfokus pada tingkat kabupaten dan kota. Kedua pemerintahan tersebut berada di level ketiga setelah pemerintahan pusat dan provinsi. Hingga akhir tahun 2015 terdapat 514 pemerintah kabupaten dan kota dan 34 provinsi di Indonesia. Beberapa pengamat menyarankan bahwa desentralisasi harus dilaksanakan pada tingkat provinsi karena provinsi dianggap memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menangani seluruh tanggungjawab yang dilimpahkan dari pada kabupaten dan kota. Walaupun

16 demikian, sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah pusat merasa tidak diuntungkan secara politis jika harus membentuk pemerintahan otonom provinsi yang kuat. Alasannya adalah akan menjadi potensi disintegrasi yang semakin kuat, khususnya di wilayah seperti Aceh dan Papua, di mana gerakan menuntut kemerdekaan harus dihadapi oleh pemerintah pusat. Adapun pokok-pokok Prinsip dan Asas Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut; (1) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, (2) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, (3) Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Kemendagri, 2014). Pemerintah pusat mendelegasikan wewenang kepada pemerintah daerah dalam mengelola rumah tangga daerahnya sendiri. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi dari pendelegasian wewenang tersebut, pemerintah pusat menurunkan dana perimbangan yang tujuannya adalah membantu pemerintah daerah, baik dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun dalam memberi pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Masyarakat memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak daerah, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan

17 asli daerah. Pemerintah daerah sudah seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang memadai, yang didanai oleh pendapatan daerah itu sendiri. (Ardiansyah dan Vitalis, 2014) 2.1.2. Pendapatan Asli Daerah Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah : (PAD) yaitu : Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Halim (2013) menyebutkan tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sedangkan menurut Mardiasmo (2009) pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu : Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan hasil dari setoran pajak daerah, retribusi daerah hasil dari milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sebagaimana disebutkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari berbagai sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan setiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi baik di daerahnya masing-masing guna meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah yaitu penerimaan daerah yang

18 diperoleh deri hasil pengolahan kekayaan yang dimiliki oleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan daerah. Dengan pengolahan PAD yang baik maka diharapkan dapat membantu membiayai pengeluaran daerah tersebut. Adapun beberapa kelompok pendapatan asli daerah yang dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. 2.1.3. Pendapatan Transfer Berdasarkan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, mengandung pengertian bahwa kepala daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri serta didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. a) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen dari dana perimbangan yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 menjelaskan bahwa : Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan Ahmad Yani (2009:122) mengemukakan bahwa Dana Alokasi Umum adalah :

19 Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana umum, dan alokasi khusus, dan bagi hasil, sedangkan porsi pendapatan asli daerah masih relatif kecil. Dana alokasi umum merupakan sarana untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerahnya. Dana Alokasi Umum bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Tujuan dari Dana Alokasi Umum menurut Ahmad Yani (2009:125) yaitu untuk: Pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, dengan tujuan untuk mengatasi ketimpangan kemampuan antar daerah malalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Adapun dasar hukum yang mengatur DAU yaitu:

20 1. UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 2. PP Nomor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan. b) Dana Alokasi Khusus Peraturan pemerintah No. 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang mempunyai kebutuhan khusus dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Pembiayaan kebutuhan khusus memerlukan dana pendamping dari penerimaan umum APBD sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) sebagai komitmen dan tanggung jawab daerah dalam pembiayaan program-program yang merupakan kebutuhan khusus tersebut. Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat seperti pelayanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional (Handayani, 2012). Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu mandanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional. Daerah tertentu adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi Dana Alokasi Khusus berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Besaran Dana Alokasi Khusus ditetapkan setiap tahun dalam APBN (Nordiawan, 2008:158).

21 Kriteria dalam pengukuran Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional. Daerah tertentu adalah daerah yang dapat memperolah alokasi Dana Alokasi Khusus berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Dan program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Renja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Besaran Dana Alokasi Khusus ditetapkan setiap tahun dalam APBN (Nordiawan, 2008). c) Dana Bagi Hasil Menurut UU Nomor 33 tahun 2004, Dana Bagi Hasil (DBH) adalah Dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan utama dari pemberian DBH adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara pemerintah pusat dan daerah. Dana Bagi Hasil itu sendiri dapat bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil juga merupakan dana perimbangan yang bersifat block grants seperti DAU sehingga pengelolaan maupun penggunaanya merupakan wewenang pemerintah daerah.

22 2.1.4. Kinerja Keuangan Pemerintah Pengertian Kinerja menurut Bastian (2006) adalah, Gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan strategis suatu organisasi. Dadang Suwanda dan Chabib Soleh (2017) menyatakan bahwa Kinerja pemerintah daerah adalah Gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan pemerintah daerah dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi daerah yang tertuang dalam dokumen perencanaan daerah. Kinerja sering dimaknai juga sebagai prestasi kerja yang dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Prestasi kerja dimaksud berkenaan dengan efektivitas operasional organisasi baik berkenaan dengan aspek manajerial maupun ekonomis operasional. Melalui informasi kinerja, organisasi pemerintah daerah dapat mengetahui secara jujur dan objektif sampai sejauh mana tingkat keberhasilan atau bahkan kegagalannya dalam menjalankan amanah rakyat yang diterimanya. Bagi manajemen pemerintah daerah, informasi kinerja merupakan suatu instrument untuk menilai perkembangan yang telah dicapai dalam kurun atau jangka waktu tertentu. Secara umum, informasi kinerja menyangkut pada 2 (dua) hal yaitu, Informasi kinerja ekonomi dan informasi kinerja manajemen. Kinerja organisasi pemerintah daerah tidak diukur berdasarkan laba, seperti halnya perusahaan, karena keberadaan dan misi utamanya memang bukan

23 untuk mencari laba, di samping kinerja keuangan dan dampak jasa yang diberikan sulit untuk dinilai secara ekonomi. Untuk itu hal terpenting yang harus dilakukan adalah memberikan informasi kepada publik untuk meyakinkan bahwa sumber daya yang dipercayakan telah dialokasikan secara efektif dan efisien yang dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Bagi organisasi pemerintah daerah yang terpenting adalah menyajikan informasi kinerja manajemen secara keseluruhan, karena informasi menyeluruh ini akan berguna bagi pihak-pihak dalam mengambil keputusan yang diperlukan. Laporan keuangan pemerintah daerah yang terkait dalam laporan kinerja adalah Laporan Operasional dan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Operasional memberikan informasi kegiatan operasional keuangan dan Laporan Realisasi Anggaran memberikan informasi kinerja PAD pemerintah daerah. Makin besar PAD makin besar kinerja keuangan pemerintah daerah. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan BPPK, (2008) menytakan bahwa unsur-unsur anggaran berbasis kinerja yaitu : 1. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Konsekuensi Anggaran Berbasis Kinerja yang menghubungkan perencanaan strategis (tertuang dalam program) dengan penganggaran (tertuang dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan).

24 2. Penghargaan dan Hukuman (Reward and Punishment) Pelaksanaan penganggaran berdasarkan kinerja sulit dicapai dengan optimal tanpa ditunjang dengan faktor-faktor yang dapat menunjang pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja yaitu berupa ganjaran dan hukuman (Reward and Punishment) bagi para pelaksana penganggaran. Selain itu dapat juga diterapkan penahanan atas penerimaan yang diperoleh oleh suatu lembaga, hal ini dapat dilaksanakan dengan suatu bentuk perjanjian antara lembaga pusat (central agency) dengan lembaga bersangkutan dalam pembagian atas hasil yang diterima. 3. Kontrak Kinerja Jika penganggaran berdasarkan kinerja telah dapat berkembang dengan baik, kontrak atas kinerja dapat mulai diterapkan. Atas nama pemerintah, Departemen Keuangan dapat melaksanakan kontrak atas pencapaian suatu kinerja dengan kementerian negara/lembaga teknis lainnya, begitu juga antara menteri dengan unit organisasi di bawahnya. 4. Kontrol Eksternal dan Internal Sistem kontrol eksternal terhadap penggunaan anggaran harus dilakukan oleh badan di luar pengguna anggaran. Pengguna anggaran harus mendapat persetujuan sebelum menggunakan anggaran mereka. Kontrol diarahkan pada kontrol input suatu kegiatan, serta apa dan bagaimana pencapaian output. 5. Pertanggungjawaban Manajemen Bila sistem penganggaran yang lama menekankan pada kontrol terhadap input, maka di dalam sistem penganggaran berbasis kinerja difokuskan pada output.

25 Dalam sistem ini manajer pengguna anggaran memperoleh kewenangan penuh dalam merencanakan dan mengelola anggaran mereka. Mahmudi (2011) menyatakan bahwa metode atau teknik analisis laporan keuangan pemerintah yakni : a) Derajat Desentralisasi Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pendapatan asli daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : b) Rasio ketergantungan daerah Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh pemerintah daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan / atau pemerintah provinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

26 c) Rasio kemandirian daerah Rasio kemandirian daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendepatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya. d) Rasio efektivitas PAD Rasio efektifitas pendapatan dihitung dengan cara membandingkan realisasi pendapatan dengan target penerimaan pendapatan yang dianggarkan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut. Rasio efektifitas pendapatan menunjukan kemampuan pemerintah dalam memobilisasi penerimaan pendapatan sesuai dengan yang ditargetkan.

27 2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) menurut United Nation Development Programs (UNDP) (1990) adalah Pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Paradigma pembangunan adalah suatu proses menyeluruh yang menyentuh seluruh aspek, baik ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lainnya. Pembangunan merupakan cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan, dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator: longevity sebagai ukuran harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kombinasi melek huruf dewasa (berbobot tiga per empat) dan gabungan dari rasio pendidikan tinggi primer, sekunder, tersier bruto (berbobot sepertiga), dan standar hidup layak (decent standard of living) sebagaimana diukur oleh PDB riil per kapita dan dinyatakan dalam PPP$. Untuk data Indonesia dalam laporan Indonesia: The National Human Development Report, 2000, diadakan beberapa penyesuaian, khususnya untuk indicator pengetahuan yang diukur dengan kombinasi berbobot sama antara melek huruf dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (UNSFIRS, 2000). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini dibentuk berdasarkan empat indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli (Marhaeni, et al., 2008). Indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan.

28 Adapun indikator kemampuan daya beli digunakan untuk mengukur dimensi hidup layak. IPM dinyatakan dalam skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia yang tertinggi). Perlu dicatat bahwa IPM mengukur tingkat pembangunan manusia secara relatif, bukan absolut. a) Komponen longevity diukur dengan menggunakan indicator harapan hidup. Dalam laporan tersebut, harapan hidup di Indonesia dan 34 provinsi dihitung dengan menerapkan metode tidak langsung (Metode Brass, varian dan Trussel) berdasarkan variabel rata-rata jumlah kelahiran hidup dan jumlah rata-rata anak yang tetap hidup. b) Komponen pengetahuan diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu: tingkat melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Indikator melek huruf dimaksudkan sebagai jumlah penduduk yang telah berusia 15 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis huruf latin sebagai persentase terhadap total jumlah penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Indikator ratarata lama sekolah adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan penduduk berusia 15 tahun atau lebih, yang dihitung dengan memasukkan dua variabel yaitu: gelar yang telah dicapai dan pencapaian tingkat pendidikan (attainment of education level). c) Komponen standar hidup layak diperoleh dengan menggunakan indikator tingkat konsumsi riil per kapita yang disesuaikan. UNDP memakai PDB per kapita dengan perhitungan paritas daya beli (PPP US$) sebagai perbandingan internasional komponen ini.

29 Paradigma pembangunan di Indonesia mengalami perkembangan dari beberapa tahap sebagai berikut: pertama, paradigma pertumbuhan (growth paradigm); kedua, pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigm kesejahteraan (Welfare paradigm); dan ketiga, paradigma pembangunan yang berpusat ada manusia (people centered development paradigm). Pendapat Owens (1987) yang dikutip oleh Martinus Nanang: hal terpenting adalah pembangunan manusia, bukan pembangunan benda (the development of people rather than the development of things), karena nilai balik riil pembangunan manusia memberikan sumbangan lebih daripada pembangunan dibandingkan pada pembangunan benda (fisik). 2.2. Kerangka Pemikiran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak. Dalam perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menentukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program. Namun demikian, IPM sebagai sarana pemerataan pembangunan perlu dikaji lebih dalam dalam penggunaannya secara lebih tepat. Pencapaian pembangunan antar daerah tentunya tidak sama, tergantung komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pembangunan. Keberhasilan pencapaian pembangunan tidak hanya terbatas pada pelaksanaan program-

30 program pembangunan, tetapi juga diperlukan pengawasan dan evaluasi terhadap program-program tersebut. Pemerintahan Daerah diberikan kewenangan penuh baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri yang dikenal dengan otonomi. Pemerintah daerah diharapkan lebih banyak menggali potensi pendapatan asli daerahnya untuk menjalankan program pembangunan. Dengan adanya desentralisasi atau otonomi daerah, diharapkan program-program pembangunan lebih berhasil sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan meningkat. 2.2.1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah menjadi salah satu sumber pembelanjaan daerah. Jika Pendapatan Asli Daerah meningkat, maka dana yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga Pemerintah Daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2006). Penelitian Ardiansyah dan Widiyaningsih (2014) dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokais Khusus Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan

31 Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2.2.2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Desentralisasi fiskal melalui Pendapatan Asli Daerah bertujuan menciptakan kemandirian pemerintah daerah. Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal. Hal ini menunjukkan suatu indikasi yang kuat, bahwa jika Pendapatan Asli Daerah suatu daerah meningkat, maka kemampuan daerah untuk melakukan pengeluaran daerah juga akan mengalami suatu peningkatan. Semakin besar dana Pendapatan Asli Daerah berarti semakin besar kinerja keuangan peemrintah daerah. jika Pendapatan Asli Daerah rendah maka Kinerja keuangan pemerintah daerah juga akan rendah (Halim, 2013). Dana Perimbangan atau Pendapatan Transfer juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap struktur APBD. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBD yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi tersebut. Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Pasal 4 No.105 Tahun 2000 yang menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,

32 efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan atas keadilan dan kepatuhan (Bastian, 2006). Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Prakosa, 2004). Terjadinya transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dapat membuat pemerintah daerah lebih leluasa dalam menggunakan dana untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan untuk keperluan lain yang memang dibutuhkan. Penelitian Abdullah dan Febriansyah (2015) dengan Judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Alokasi Khusus Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-sumatera Bagian Selatan, menyatakan bahwa Pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-sumatera Bagian Selatan periode 2011-2013. Hal ini menunjukkan bahwa pola manajemen pemerintah daerah kabupaten/kota se-sumatera Bagian Selatan mempertimbangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai salah faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan. 2.2.3. Pengaruh Kinerja Keuangan pemerintah Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia Titik berat pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya sudah menganut konsep IPM yang dipublikasi oleh UNDP, yakni konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual. Dengan adanya pemerataan pembangunan,

33 terdapat jaminan bahwa semua penduduk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Berdasarkan pengalaman pembangunan di berbagai negara, diperoleh pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan antara lain melalui dua hal, yaitu distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai (Marhaeni, et al., 2008). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan penuh bagi masing-masing daerah, baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dengan sedikit mungkin intervensi pemerintah pusat. Kebijakan tersebut dikenal dengan nama Otonomi Daerah. Dengan adanya desentralisasi atau otonomi daerah, diharapkan pembangunan lebih berhasil sehingga salah satu indikator pembangunan, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Berdasarkan penelitian Syamsudin, Bayu Tri Cahya, Syahrina Nurmala Dewi (2015) dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan, menyimpulkan bahwa Rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Eks- Karesidenan Surakarta. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan suatu instansi pemerintah lebih ditekankan kepada kemampuan

34 instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Dengan kata lain, suatu instansi akan dinyatakan berhasil apabila dapat menyerap 100% anggaran pemerintah, meskipun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar (Mahsun, 2006:152). Kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam hubungan antar variabel sebagai berikut : Pendapatan Asli Daerah (X 1 ) Pendapatan Transfer (Dana Perimbangan) (X 2 ) Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Z) Indeks Pembangunan Manusia (Y) Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah H 1 1: Pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia. H 1 2: Pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan H 1 3: Kinerja keuangan berpengaruh terhadap indeks Pembangunan Manusia H 1 4: Pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer melalui kinerja keuangan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia