BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang, pokok

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Average Length of Stay (Day) Per Visit. Growth (%)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU No. 32 tahun 2004). Inti hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian (Saragih, 2003). Kebijakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan pada saat kurang tepat mengingat hampir seluruh daerah sedang berupaya untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang dimulai pertengahan 1997 (Saragih, 2003). Akibatnya kebijakan ini memunculkan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan yang lain. Kebijakan ini justru dilakukan pada saat terjadi disparitas pertumbuhan (ekonomi) yang tinggi. Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pertumbuhan ekonomi mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola 1

2 sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Terjadinya pembangunan disuatu negara atau daerah ditandai dengan beberapa aktivitas perekonomian seperti meningkatnya produktivitas dan meningkatnya pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan tingkat kesejahteraan. Menurut (Kuncoro, 2004) ada tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam mengukur pembangunan suatu negara atau daerah, yaitu 1) Apa yang terjadi pada tingkat kemiskinan, 2). Apa yang etrjadi terhadap pengangguran, 3). Apa yang terjadi terhadap ketimpangan dalam bernagai bidang. Hal ini dapat dilihat bahwa hakekatnya di negara-negara berkembang terdapat kemiskinan yang sangat serius lagi sebagai akibat ketidak pastian perekonomian. Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan PDRB, karena berdasarkan analisis elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas (2003), diketahui bahwa ada I2 provinsi (4l,37%) Yang mempunyai nilai elastisitas ³ 1 (lebih dari satu). Setiap perubahan PDRB di 12 provinsi tersebut sensitif terhadap perubahan atau peningkatan PAD. Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap pembahan PAD. Sedangkan provinsi yang lain perubahan PDRB-nya tidak cukup mempengaruhi peningkatan PAD. Hal ini diduga terjadi karena nilai tambah PDRB lebih banyak keluar dari daerah tempat kegiatan perekonomian tersebut diselenggarakkan. Berdasarkan laporan BPS Provinsi Jawa Barat. PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 2011 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahunnya. Untuk mengetahui berapa pertumbuhan ekonominya berikut penelitian sajikan data tabel PDRB dan hasil perhitungan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007 2011:

3 Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Berdasarkan Rasio) No Kabupaten/Kota Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2007 2008 2009 2010 2011 1 Kab. Bandung 5,91695% 5,30170% 4,33579% 1,00899% 11,05077% 2 Kab. Bekasi 6,13773% 6,07042% 5,04365% 6,17854% 6,26228% 3 Kab. Bogor 6,04657% 5,57552% 4,14266% 5,08628% 5,95992% 4 Kab. Ciamis 5,00856% 4,93870% 4,92441% 5,07219% 5,10296% 5 Kab. Cianjur 4,18170% 4,04051% 3,93396% 4,52992% 4,74845% 6 Kab. Cirebon 8,04445% 2,29038% 5,08386% 4,95638% 5,02655% 7 Kab. Garut 4,75769% 4,68642% 5,56820% 5,34484% 5,48225% 8 Kab. Indramayu 2,65373% 2,14200% 3,83859% 10,58627% -0,90296% 9 Kab. Karawang 5,44281% 6,92825% 12,30285% 10,42725% 6,63460% 10 Kab. Kuningan 4,22324% 4,28414% 4,38516% 4,99419% 5,41729% 11 Kab. Majalengka 4,86825% 4,56707% 4,73012% 4,59300% 4,67752% 12 Kab. Purwakarta 3,90263% 9,40903% 1,02892% 5,97732% 6,18570% 13 Kab. Subang 4,84999% 4,73511% 4,21838% 5,00985% 3,79006% 14 Kab. Sukabumi 4,18575% 3,89356% 3,65378% 4,01628% 4,06476% 15 Kab. Sumedang 4,63558% 4,56682% 4,77750% 4,22091% 4,81866% 16 Kab. Tasikmalaya 4,32604% 4,02139% 8,07449% 4,26969% 4,31339% 17 Kota Bandung 8,23853% 8,16868% 8,33749% 8,44733% 8,72857% 18 Kota Bekasi 6,44134% 5,93920% 4,13170% 5,83691% 7,08123% 19 Kota Bogor 6,09341% 5,98291% 6,01434% 6,07075% 6,24579% 20 Kota Cirebon 6,17285% 5,63516% -13,21761% 3,82022% 5,92996% 21 Kota Depok 7,03952% 6,41865% 6,21647% 6,35862% 6,59077% 22 Kota Sukabumi 6,50782% 6,11234% 6,13845% 6,10866% 6,31391% 23 Kota Tasikmalaya 5,98094% 5,69514% 5,71678% 5,72680% 5,80802% 24 Kota Cimahi 5,03392% 4,77323% 4,62650% 5,30475% 5,55645% 25 Kota Banjar 4,93363% 4,81678% 5,13067% 5,28409% 5,35469% 26 Kab. Bandung Barat 5,34601% 5,08496% 7,73714% 5,46596% 4,55023% Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (diolah)

4 Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Periode 2007 2011 45,00000% 40,00000% 35,00000% 30,00000% 25,00000% 20,00000% 15,00000% 10,00000% 5,00000% 0,00000% -5,00000% Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Banjar Kab. Bandung Barat 2011 2010 2009 2008 2007 Berdasarkan tabel dan gambar diatas menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan 2000 ada Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat yang mengalami peningkatan dan ada pula yang mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya. Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional (2007 2011) No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 1 Nanggroe Aceh Darussalam 70.53 70.67 71.31 71.70 72.16 2 Sumatera Utara 72.78 73.29 73.80 74.19 74.65 3 Sumatera Barat 72.23 72.96 73.44 73.78 74.28 4 Riau 74.63 75.09 75.60 76.07 76.53 5 Jambi 71.63 71.99 72.45 72.74 73.30

5 6 Sumatera Selatan 71.40 72.05 72.61 72.95 73.42 7 Bengkulu 71.57 72.14 72.55 72.92 73.40 8 Lampung 69.78 70.30 70.93 71.42 71.94 9 Bangka Belitung 71.62 72.19 72.55 72.86 73.37 10 Kepulauan Riau 73.68 74.18 74.54 75.07 75.78 11 DKI Jakarta 76.59 77.03 77.36 77.60 77.97 12 Jawa Barat 70.71 71.12 71.64 72.29 72.73 13 Jawa Tengah 70.92 71.60 72.10 72.49 72.94 14 Yogyakarta 74.15 74.88 75.23 75.77 76.32 15 Jawa Timur 69.78 70.38 71.06 71.62 72.18 16 Banten 69.29 69.70 70.06 70.48 70.95 17 Bali 70.53 70.98 71.52 70.28 73.84 18 Nusa Tenggara Barat 63.71 64.12 64.66 65.20 66.23 19 Nusa Tenggara Timur 65.36 66.15 66.60 67.26 67.75 20 Kalimantan Barat 67.53 68.17 68.79 69.15 69.66 21 Kalimantan Tengah 73.49 73.88 74.36 74.64 75.06 22 Kalimantan Selatan 68.01 68.72 69.30 69.92 70.44 23 Kalimantan Timur 73.77 74.52 75.11 75.56 76.22 24 Sulawesi Utara 74.68 75.16 75.68 76.09 76.54 25 Sulawesi Tengah 69.34 70.09 70.70 71.14 71.62 26 Sulawesi Selatan 69.62 70.22 70.94 71.62 72.14 27 Sulawesi Tenggara 68.32 69.00 69.52 70.00 70.55 28 Gorontalo 68.83 69.29 69.79 70.28 70.82 29 Sulawesi Barat 67.72 68.55 69.18 69.64 70.11 30 Maluku 69.96 70.38 70.96 70.42 71.87 31 Maluku Utara 67.82 68.18 68.63 69.03 69.47 32 Irian Jaya Barat 67.28 67.95 68.58 69.15 69.65 34 Papua 63.41 64.00 64.53 64.94 65.36 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat

6 Berdasarkan Tabel 1.3 diatas menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat juga mengalami peningkatan tetapi peningkatannya relatif masih kecil dari tahun 2007 hingga 2011. Tahun 2008 IPM sebesar 71,12 meningkat 0,41 dari tahun 2007 sebesar 70,71. Tahun 2009 IPM sebesar 71,64 meningkat 0,52 dari tahun 2008 sebesar 71,12. Tahun 2010 IPM juga mengalamim Peningkatan IPM sebesar 72,29 meningkat 0,65 dari tahun 2009 sebesar 71,64. Tahun 2011 IPM juga mengalami peningkatan IPM sebesar 72.73 meningkat 0,44 dari tahun 2010 sebesar 72.29. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut (Halim, 2004) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Menurut (Bratakusumah & Solihin, 2002) pengertian PAD adalah pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan guna membiayai kegiatan - kegiatan daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah erat kaitannya dengan bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangannya. Setelah terjadianya reformasi dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah, daerah dituntut untuk mampu mengoptimalisasikan potensi PAD untuk berlangsungnya rumah tangga daerahnya sendiri sehingga dalam membiayai pembangunan daerah tidak telalu bergantung pada pemerrintah pusat (Sarangih, 2003). Berdasarkan data dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 bahwa Realisai Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan dan penurunan. Untuk lebih jelasnya berikut Tabel Realisai Anggran PAD :

7 Tabel 1.3 Tabel Realisasi PAD Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007 2011 (Berdasarkan Rasio) No Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2007 2008 2009 2010 2011 1 Kab. Bandung 11,16969% -13,46305% 15,29715% 8,34973% 11,29017% 2 Kab. Bekasi 13,70350% -5,16398% 54,31097% -17,22030% 9,64411% 3 Kab. Bogor 16,99110% 6,47496% 19,58913% 18,15903% 8,84165% 4 Kab. Ciamis 76,58098% -15,16116% 10,46943% 1,99593% 5,31549% 5 Kab. Cianjur 5,48591% -3,91069% 40,42532% 11,37771% 14,71517% 6 Kab. Cirebon 9,03509% 20,92001% -4,65043% 13,35533% 29,05805% 7 Kab. Garut 22,12362% 9,35052% 22,16518% 6,04862% 8,31083% 8 Kab. Indramayu -6,73144% 28,57470% 40,87744% 13,46292% 5,05504% 9 Kab. Karawang 7,78665% -18,88273% 32,01615% 8,67446% 25,57205% 10 Kab. Kuningan 21,76366% 4,99124% 39,17312% 11,56713% 11,67831% 11 Kab. Majalengka -8,03781% -3,05776% 52,69297% 13,85611% 4,62568% 12 Kab. Purwakarta -2,81307% 18,00740% 7,84375% 5,59444% 29,67753% 13 Kab. Subang 14,54578% -5,27201% 20,49524% 7,84079% 14,10705% 14 Kab. Sukabumi 26,00267% 9,41830% 8,99868% 6,79047% 34,60284% 15 Kab. Sumedang 17,12979% 16,63767% 13,25036% 25,59373% 21,11762% 16 Kab. Tasikmalaya -2,01759% -7,74799% 55,01129% -2,69063% -5,74115% 17 Kota Bandung 27,32893% 14,01535% 9,96740% 14,44690% 5,10597% 18 Kota Bekasi 34,56270% 9,05429% 25,24050% 34,16762% 8,28041% 19 Kota Bogor 8,54758% -4,83477% 65,33845% -10,46129% 11,80806% 20 Kota Cirebon 1,05807% 16,17411% 16,75644% 17,43089% 11,45320% 21 Kota Depok 25,61750% -4,75213% 43,88536% -10,66468% 47,12460% 22 Kota Sukabumi 38,24621% -6,31670% 39,72238% 0,55520% 28,39194% 23 Kota Tasikmalaya 15,29630% 0,67442% 29,66661% 24,71670% 9,94111% 24 Kota Cimahi 10,98008% 7,78301% 24,65012% 4,90695% 13,66335% 25 Kota Banjar 25,68259% 0,70466% 17,78451% 33,38533% 9,39573% 26 Kab. Bandung Barat - - - 25,78311% 48,01100% Sumber : Badan Pusat Statistika (diolah)

8 Gambar 1.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2007-2011 120,00000% 100,00000% 80,00000% 60,00000% 40,00000% 20,00000% 0,00000% -20,00000% Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Banjar Kab. Bandung Barat 2011 2010 2009 2008 2007 Dari tabel dan grafik di atas, terlihat peningkatan dan penurunan PAD yang terjadi pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat pada tahun 2007-2011. Pada data tersebut hanya Kabupaten Bandung Barat yang mengalami peningtakan dari tahun ke tahunnya. Sedangakn Kab/Kota lain di Provinsi Jawa Barat masih banyak yang mengalami penurunan di setiap tahunnya. Jadi dapat disimpulkan dari uraian diatas terlihat bahwa angka Laju Pertumbuhan Ekonomi berbanding terbalik dengan angka Pendapatan Asli Daerah. Untuk itulah maka pemerintah daerah harus memanfaatkan peluang yang ada ataupun menggali potensi-potensi baru dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu wujud nyata otonomi. Pengembangan dan penggalian potensi PAD sebenarnya sudah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak, mengingat PAD sangat mendukung terwujudnya pelaksanaan otonomi yang utuh, nyata dan bertanggungjawab di daerah kabupaten atau kota. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan PAD akan

9 membawa kearah kemandirian perekonomian daerah yang akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi didaerah (Abdul Halim, 2007). Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai Pendapatan Asli daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi maka bermaksud menuangkannya kedalam skripsi yang berjudul: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis merumuskan masalh sebagai berikut : 1. Apakah Pendapatan Asli (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi? 2. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdapat Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi beberapa pihak, antara lain : 1. Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.

10 2. Bagi penulis, memberikan pengetahuan dan perluasan wawasan mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. 3. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan dan masukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan tentang pertumbuhan ekonomi. 4. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan masukan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sejenis. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan memanfaatkan data laporan realisasi Anggran Pendapatan dan Belanja Daearh (APBD) Pemda Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat melalui situs dan data Induk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jl. Penguhulu Hasan Mustafa No. 43, Bandung 40124. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2013 sampai dengan penelitian selesai.