BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

Panduan Wawancara. Universitas Sumatera Utara

Tabel Triangulasi. Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP. Wawancara Dokumentasi Observasi

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan yang semakin meningkat akhir-akhir ini dapat

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, pendamping, pelatihan, serta peminjaman dana. Program ini juga

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

(PNPM : : PJOK,

2015 PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PROGRAM MICROFINANCE PADA KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP)DALAM MENINGKATKAN EKONOMI

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Desa Limehe Timur adalah salah satu dari sembilan desa di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagi seluruh rakyat Indonesia dan di dalam undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaidar Syaefulhamdi Ependi, 2014

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. harus diminimalisir, bahkan di negara maju pun masih ada penduduknya yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia yang tergolong miskin. Bagi mereka mencari kredit mandiri

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan hibah kepada

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2000 SERI D NOMOR SERI 6

BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARKAT. Oleh : Rahayu M.

SKRIPSI. Tugas untuk Mencapai Gelar Sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas. Oleh

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Tentang Desa Tarai Bangun. yaitu Dusun IV Tarai dan Dusun V Rawa Bangun.

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu program percepatan penanggulangan kemiskinan unggulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendidikan juga bergerak dalam bidang perekonomian. Sesuai dengan tujuan

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh semua negara khususnya negara-negara yang sedang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN PADA PNPM MP DI DESA IMA AN KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK STUDI ANALISIS KOMPILASI HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kecamatan Ranomeeto terbentuk Pada Tahun

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) TERHADAP PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA DI KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala. di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mardana. 2013).

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. danusahanya sudah berjalan sejak tahun Pada tanggal 20 Juli 2007

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Romy Novan Fauzi, 2014

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI DESA TETEHOSI KECAMATAN IDANOGAWO KABUPATEN NIAS

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

- 1 - KABUPATEN MALANG KECAMATAN WAGIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi keluarga indonesia sebagian besar masih bergelut dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB V PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA WINUMURU

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

PNPM MANDIRI PERDESAAN

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

Transkripsi:

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dapat dilihat dari ketepatan penggunaan pinjaman dan peningkatan pendapatan. Salah satu tujuan dalam kegiatan SPP adalah kemudahan dalam pendanaan usaha. Adanya tujuan tersebut diharapkan para perempuan menggunakan pinjaman untuk usaha. Faktanya hanya 62 persen perempuan anggota SPP yang menggunakan pinjaman untuk usaha, sedangkan 38 persen tidak menggunakan pinjaman untuk usaha. Hal tersebut mengakibatkan 38 persen perempuan anggota SPP tidak mengalami peningkatan pendapatan. Alasan mereka mengikuti kegiatan SPP lebih karena ingin meminjam dana tanpa berkeinginan memanfaatkannya untuk membuka usaha. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 6.1.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman Sebagian besar (52%) pengurus tidak tepat dalam penggunaan pinjaman dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Berbeda keadaan pada anggota, karena hanya sebagian kecil (24%) anggota yang tidak menggunakan pinjaman dengan tepat. Sebaran anggota SPP menurut ketepatan penggunaan pinjaman tampak pada Tabel 24. Tabel 24. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Ketepatan Penggunaan Pinjaman Tahun 2011 Ketepatan Status dalam Kelompok Penggunaan Pengurus Anggota Total Pinjaman Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Tepat 13 52 6 24 19 38 Kurang Tepat 12 48 18 72 30 60 Tepat 0 0 1 4 1 2 Jumlah 25 100 25 100 50 100 Sangat sedikit (2%) perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang tepat dalam penggunaan pinjaman yaitu seluruh pinjaman

62 dana digunakan untuk usaha. Jika dibandingkan antara pengurus dan anggota, ternyata lebih banyak (72%) anggota yang menggunakan sebagian pinjaman untuk modal usaha dibandingkan pengurus (48%). Hal tersebut dikarenakan rendahnya minat pengurus yang bekerja bukan sebagai pedagang untuk membuka usaha. Mereka mengaku bahwa pendapatan yang diperoleh sudah dapat mencukupi pengangsuran pinjaman tanpa harus membuka usaha. Pada hal tujuan dari kegiatan SPP adalah pinjaman yang diberikan khusus untuk para perempuan yang seharusnya digunakan untuk modal usaha. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit perempuan anggota SPP yang penggunaan pinjamannya menyimpang dari tujuan kegiatan SPP. Tidak adanya pengontrolan pengelolaan pinjaman oleh pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) baik tingkat kecamatan maupun desa menjadi salah satu penyebab tujuan kegiatan SPP tersebut tidak dapat diwujudkan. Dari hasil wawancara baik dengan pengurus maupun anggota diperoleh berbagai alasan tentang ketidaktepatan penggunaan pinjaman. Alasan-alasan tersebut antara lain: (1) tidak adanya waktu untuk membuka usaha; (2) bingung menentukan jenis usaha yang akan dijalankan; (3) banyaknya saingan dagang; dan (4) kebutuhan sehari-hari meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh FTY (pengurus) sebagai berikut: Bekerja di pabrik saja pulangnya sudah sore, apalagi kalau lembur bisa sampai pukul 7 malam. Jadi saya tidak menggunakan pinjaman dana untuk berdagang, tetapi digunakan untuk keperluan yang lainnya, yang penting saya bisa mengangsur dari gaji saya sebagai buruh pabrik. 6.1.2 Peningkatan Pendapatan Pengurus maupun anggota tampaknya tidak mengalami peningkatan pendapatan yang tinggi setelah mengikuti kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Namun, lebih banyak pengurus yang tidak mengalami peningkatan pendapatan dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut peningkatan pendapatan tampak pada Tabel 25.

63 Tabel 25. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Peningkatan Pendapatan Tahun 2011 Status dalam Kelompok Peningkatan Pengurus Anggota Total Pendapatan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Tidak 13 52 6 24 19 38 Meningkat Sedikit 10 40 17 68 27 54 Meningkat Meningkat 2 8 2 8 4 8 Jumlah 25 100 25 100 50 100 Sebagian besar (52%) pengurus tidak mengalami peningkatan pendapatan setelah mengikuti kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Keadaan berbeda pada anggota, karena hanya 24 persen dari anggota yang tidak mengalami peningkatan pendapatan. Namun, tidak terdapat satu pun anggota yang mengalami peningkatan pendapatan yang tinggi setelah bergabung dengan kegiatan SPP. Hal tersebut dikarenakan banyak anggota yang hanya membuka usaha dengan jumlah barang dagangan yang sedikit sehingga pendapatan yang diperoleh pun sedikit. Setelah mengikuti kegiatan SPP, perempuan yang membuka usaha mengaku tidak banyak melakukan penambahan barang dagangan. Mereka takut melakukan penambahan barang dalam jumlah yang banyak, karena menghindari kerugian. Banyaknya persaingan dalam berdagang pun menjadi salah satu kendala rendahnya peningkatan pendapatan anggota SPP. Selain itu, kebiasaan orang desa yang berhutang menjadi penghambat perkembangan usaha tersebut. Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang tidak mengalami peningkatan pendapatan adalah mereka yang tidak menggunakan pinjaman untuk usaha, sehingga tidak terjadi perputaran modal dari dana pinjaman. Akibatnya pinjaman relatif habis dalam waktu yang singkat. Mereka mengaku mengikuti kegiatan SPP hanya ingin meminjam dana tanpa adanya berkeinginan memanfaatkannya untuk membuka usaha. Selain itu, banyaknya pedagang yang tidak bertahan lama semakin menguatkan mereka untuk tidak membuka usaha.

64 6.2 Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara variabel tingkat keberhasilan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hubungan tingkat keberhasilan dalam Kegiatan SPP tampak pada Tabel 26. Tabel 26. Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Peningkatan Tingkat Keberhasilan Pendapatan (Y2) (Y2.1) Ketepatan Penggunaan Pinjaman (Y2.2) Ketepatan Penggunaan Pinjaman (Y2.1) 1.000.880 ** Peningkatan Pendapatan (Y2.2) 1.000 Keterangan : ** berhungan pada taraf nyata 0,01 Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara ketepatan penggunaan dana pinjaman dengan peningkatan pendapatan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Artinya semakin tepat dalam penggunaan pinjaman semakin meningkat pula pendapatan perempuan. Hal tersebut dikarenakan perempuan anggota SPP yang menggunakan pinjaman untuk menambah modal usaha secara otomitis terjadi peningkatan jumlah barang dagangan. Akibatnya terjadi perputaran modal usaha dan peningkatan pendapatan. Hal tersebut memperkecil kemungkian pinjaman habis pada waktu yang relatif singkat. Ketepatan penggunaan pnjaman dana dapat dikategorikan menjadi tiga: (1) Penggunaan dana yang tepat yaitu perempuan angota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menggunakan seluruh pinjaman untuk usaha. Tidak banyak perempuan anggota SPP yang tergolong pada kategori ini. Alasan perempuan anggota SPP menggunakan semua pinjaman untuk usaha karena ingin mengembangkan usahanya secara maksimal; (2) Penggunaan dana kurang tepat adalah perempuan anggota SPP yang tidak menggunakan semua pinjaman untuk modal usaha. Sebagian besar perempuan anggota SPP termasuk pada kategori ini. Banyaknya persaingan dagang menjadi alasan perempuan anggota SPP hanya menggunakan sebagian pinjaman untuk usaha. Mereka khawatir dagangannya tidak laku jika barang dagangan ditambahkan dalam jumlah yang banyak. Selain itu, pada saat pencairan dana bertepatan dengan kebutuhan primer yang

65 meningkat. Oleh karena itu, sebagian pinjaman digunakan untuk mencukupi kebutuhan tersebut; dan (3) Penggunaan pinjaman yang tidak tepat yaitu perempuan yang tidak menggunakan pinjaman untuk usaha. Perempuan anggota SPP bingung menentukkan jenis usaha yang akan dijalankan. Mereka mengaku pada kegiatan SPP tidak pernah mengadakan pelatihan usaha. Pada hal kegiatan tersebut dipandang perlu untuk menambah keterampilan dan memberi motivasi perempuan anggota SPP untuk membuka usaha. 6.3 Hubungan Tingkat Partisipasi Perempuan dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP Tingginya partisipasi pengurus dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan. Banyak pengurus yang tergolong pada tingkat partisipasi yang tinggi, ternyata tidak mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini dikarenakan, sebagian pengurus tidak berpartisipasi dalam pemanfaatan pinjaman untuk modal usaha. Akibatnya tidak adanya perputaran pinjaman. Keadaan ini berbeda pada anggota, karena sebagian besar anggota yang tergolong pada tingkat partisipasi yang tinggi menunjukkan peningkatan pendapatan, walaupun peningkatannya tergolong rendah. Tidak sedikit anggota berpartisipasi dalam penggunaan pinjaman untuk modal usaha walaupun tidak sepenuhnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan. Tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hubungan tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan Kegiatan SPP tampak pada Tabel 27. Tabel 27. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP (Y2) Tahapan Partisipasi Ketepatan Penggunaan Pinjaman (Y2.1) Peningkatan Pendapatan (Y2.2) Tingkat Partisipasi(Y1) -.066.005 Perencanaan(Y1.1) -.101 -.041 Pelaksanaan(Y1.2).009.069 Menikmati Hasil(Y1.3).089.084 Evaluasi(Y1.4) -.063 -.059

66 Tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan ketepatan penggunaan pinjaman atau peningkatan pendapatan. Tidak selalu semakin tinggi partisipasi perempuan, semakin tepat dalam penggunaan pinjaman dan meningkat pula pendapatannya. Keadaan seperti ini terjadi pada setiap tahapan partisipasi. Hal tersebut dikarenakan keterlibatan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tinggi dalam hal-hal administrasi, rapat, dan pembuatan proposal pengajuan dana. Namun hanya sedikit dari mereka yang melaksanakan tujuan utama dari kegiatan SPP yaitu penggunaan pinjaman untuk usaha. Akibatnya tidak sedikit perempuan anggota SPP yang tidak mengalami peningkatan pendapatan. Tidak adanya pendampingan dalam pengelolaan pinjaman menyebabkan banyak perempuan anggota SPP yang penggunaan pinjamannya menyimpang dari tujuan kegiatan SPP. Selain itu, pengalaman usaha yang dimiliki oleh perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) juga mempengaruhi peningkatan pendapatan. Terdapat perempuan anggota SPP yang mengalami peningkatan pendapatan yang relatif tinggi, walaupun tingkat partisipasinya dalam kegiatan SPP tergolong rendah. Mereka mengaku jarang mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP. Namun hal ini tidak menjadi kendala bagi mereka dalam memanfaatkan pinjaman. Pengalaman usaha yang telah diperoleh selama berdagang menjadi pembelajaran untuk membuat strategi dagang yang dapat meningkatkan keuntungan. Banyak kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP bukan merupakan kegiatan yang menunjang pengembangan usaha. Uraian di atas dapat membuktikan bahwa hipotesis ketiga terdapat hubungan nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok (SPP) tidak terbukti. 6.4 Analisis Pemberdayaan pada Pelaksanaan Kegiatan SPP Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di salah satu desa di Kabupaten Banyumas belum termasuk dalam kegiatan pemberdayaan. Menurut Suharto (2005), pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan

67 atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak semuanya tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Berdasarkan penuturan YRN seorang ketua Badan Permusyawarahan Desa (BPD) sekaligus Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) sebagai berikut: Tidak semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan SPP tergolong RTM. Jumlah RTM yang tergabung pada kegiatan SPP di Desa Petir proporsinya 75 persen dan 25 persen bukan termasuk RTM. Hal ini dikarenakan sistem administrasi pada kegiatan SPP yang rumit, sehingga apabila semuanya RTM saya rasa administrasi tidak bisa diselesaikan dengan baik. Sebagian besar pengurus dalam kelompok bukan termasuk golongan RTM. Tidak sedikit perempuan golongan RTM hanya berstatus sebagai anggota dan cenderung kurang aktif dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Berdasarkan hasil wawancara dengan perempuan anggota SPP terlihat bahwa sebagian besar anggotanya tidak mengetahui secara rinci mengenai pedoman pelaksanaan kegiatan SPP. Keadaan tersebut berbeda pada pengurus, karena pengurus lebih memahami pedoman pelaksanaan kegiatan SPP. Berdasarkan penemuan di lapang, pemilihan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak diseleksi secara tepat. Baik Rumah Tangga Miskin (RTM) maupun yang bukan RTM dapat bergabung dalam kegiatan SPP, asalkan perempuan tersebut dapat membayar angsuran setiap bulan. Terdapat beberapa perempuan yang memalsukan kegiatan usaha yang tercantum pada proposal maupun pada saat wawancara dengan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dari kecamatan. Hal tersebut dilakukan karena mereka ingin memperoleh pinjaman sesuai dengan yang tertulis pada proposal pengajuan dana.

68 Pihak desa maupun kecamatan tidak melakukan pemantauan terhadap penggunaan pinjaman, sehingga banyak yang menggunakannya untuk keperluan lain dibandingkan untuk modal usaha. Tujuan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa penelitian belum bisa dikatakan berhasil karena hanya sedikit perempuan anggota SPP yang menggunakan seluruh pinjaman untuk modal usaha. Jadi kegiatan SPP yang dilaksanakan belum dapat dikatakan sebagai kegiatan pemberdayaan. Hal tersebut dikarenakan kegiatan ini hanya sekedar menyalurkan pinjaman dana tanpa adanya pendampingan dalam mengelola pinjaman tersebut. Selain itu, golongan Rumah Tangga Miskin (RTM) pun tetap menjadi golongan yang termarginalisasi karena tidak mempunyai kewenangan yang besar dalam kelompok.