PERILAKU PERAWAT TENTANG CUCI TANGAN SEBELUM DAN SESUDAH TINDAKAN KEPERAWATAN DI RUANG RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA Ali Antono ¹, Chilyatiz Zahroh ² ¹ ² Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Email : chilyatiz@unusa.ac.id Abstract: Hand washing is very important in the prevention of nosocomial infection because the hands are the main source of transmission is the most efficient for transmission of nosocomial infection. Results of preliminary studies 1 of 4 nurses who do not wash their hands. The aim of the study is to describe the behavior of nurses wash their hands before and after implementation in Emergency Unit of Surabaya Islamic Hospital. The research designed was descriptive. The population were all nurses at Emergency Unit of Surabaya Islamic Hospital, with total sampling, there were 14 respondens. Data was collected using observation sheets and analyzed using frequency distribution in precentages. The results showed that 42,9% nurses had less behavior in wash their hands before implementation and 50% nurses had good behavior in wash their after implementation. Conclutions of this study are partly nurses have less behavior in wash their hands before implementation and half nurses have good behavior in wash their after implementation. Hand washing is very important to control nosocomial infection, there for all nurses should do hand washing correctly. Keyword: Nurse, Hand Washing, Nosocomial Infection Abstrak: Cuci tangan sangat penting dalam upaya pencegahan infeksi nosocomial, karena tangan merupakan sumber penularan utama untuk infeksi nosocomial. Studi pendahuluan didapatkan 1 dari 4 perawat tidak mencuci tangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku perawat tentang cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan di Unit Gawat Darurat RSI Surabaya. Desain penelitian ini adalah deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat di UGD RSI Surabaya, dengan tehnik total sampling didapatkan 14 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,9% perawat berperilaku kurang dalam melakukan cuci tangan sebelum tindakan keperawatan dan 50% perawat berperilaku baik sesudah tindakan. Simpulan dari penelitian ini adalah sebagian perawat memiliki perilaku kurang dalam cuci tangan sebelum tindakan dan setengahnya berperilaku baik dalam cuci tangan sesudah tindakan. Cuci tangan sangat penting dalam mengontrol infeksi nosocomial, oleh karena itu perawat harus melakukan cuci tangan secara benar dan baik. Kata Kunci : Perawat, Cuci Tangan, Penyakit Nosokomial Latar Belakang 710
Infeksi nosokomial disejumlah rumah sakit di Indonesia cukup tinggi. Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial dapat terjadi mengingat rumah sakit merupakan gudang mikroba patogen menular yang bersumber terutama dari penderita penyakit menular. Peran perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial sangat penting, karena yang pertama kali mengatahui keadaan pasien dan setiap harinya melakukan kontak dengan pasien adalah perawat. Pencegahan infeksi nosokomial yang paling penting adalah pelaksanaan mencuci tangan karena tangan merupakan sumber penularan utama yang paling efisien untuk penularan infeksi nosokomial. Pelaksanaan mencuci tangan perawat yang kurang adekuat akan memindahkan organisme-organisme bakteri pathogen secara langsung kepada hospes yang menyebabkan infeksi nosokomial disemua jenis lingkungan pasien. (Darmadi, 2008). Berdasarkan data yang ada di Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan masih sekitar 50% dan di Australia masih sekitar 65% ( Perdalin, 2010). Prevalensi Nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2 % (Riskesda, 2007). Program cuci tangan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang sudah sejak tahun 2008 tetapi sampai saat ini kepatuhan perawat melakukan cuci tangan hanya sekitar 60% (Perdalin, 2010). Data awal yang diperoleh di ruang UGD Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya tahun 2013, didapatkan 14 perawat. Hasil observasi pada tanggal 14 Juni 2013 saat sift pagi terdapat satu perawat yang tidak melakukan tindakan cuci tangan dari empat perawat yang bekerja. Kemungkinan penyebabnya adalah keterbatasan waktu yang digunakan untuk melakukan cuci tangan, kondisi pasien, dan perawat menyatakan mencuci tangan merupakan hal yang dirasanya kurang praktis untuk dilakukan. Kondisi seperti ini tentu saja berdampak munculnya masalah seperti terjadinya kasus-kasus infeksi. Frekuensi mencuci tangan juga mempengaruhi jenis dan jumlah bakteri ditangan. Perawat yang mencuci tangannya 8 kali sehari kemungkinan lebih kecil membawa gram negatif di tangan mereka, namun masih banyak petugas kesehatan yang tidak taat dengan prosedur cuci tangan, dengan berbagai alasan diantaranya infrastruktur dan peralatan cuci tangan letaknya kurang strategis, terlalu sibuk, tangan tidak terlihat kotor, sudah menggunakan sarung tangan, kulitnya bisa mengalami iritasi bila terlalu sering cuci tangan, dan cuci tangan menghabiskan banyak waktu (Tietjen, 2004). Faktor yang mempengaruhi perilaku perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi adalah faktor iternal dan fakror external. Faktor internal diantaranya adalah biologis dan sosio psikologis adapun faktor external yaitu ekologis, desain dan asitektur, temporal, suasana perilaku, teknologi, dan sosial (notoatmojo, 2010). Mengingat hal ini diperkirakan infeksi nosokomial di Indonesia sebenarnya menjadi masalah 712
Perilaku Perawat Tentang Cuci Tangan Sebelum dan Sesudah Tindakan Keperawatan Di Ruang Rumah Sakit Islam Surabaya (Ali Antono, Chilyatiz Zahroh) yang tidak boleh dianggap ringan. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain: lama hari perawatan bertambah, biaya meningkat, penderitaan bertambah bahkan akan menimbulkan kecacatan dan kematian bila infeksi nosokomial tersebut tidak di tangani secepatnya (Darmadi, 2008). Salah satu upaya untuk mengurangi penyebaran infeksi nosokomial adalah penerapan metode kewaspadaan universal ( universal precautions). Universal precautions adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis penyakitnya. Universal precaution bermanfaat untuk mengurangi penularan infeksi dari pasien. Salah satu tindakan dalam universal precaution adalah mencuci tangan dengan tepat sebelum dan setelah melakukan tindakan keperawatan (Irianto, 2010). Fasilitas beserta poster tentang langkah-langkah melakukan cuci tangan secara baik dan benar pada rumah sakit ini juga sudah tersedia pada tiap ruangannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang gambaran perilaku perawat tentang cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya. Metode Penelitian Desain dalam penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat UGD Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya sebesar 14 perawat. Besar sampel didapatkan dengan menggunakan non probability sampling, yaitu teknik total sampling, sehingga didapatkan 14 responden. Variabel penelitian ini adalah perilaku perawat tentang cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi. Hasil observasi yang telah dikumpulkan dibuat rekapitulasi dan tabulasi data, kemudian dianalisis dengan distribusi frekuensi dalam bentuk persentase. Hasil Penelitian a. Hasil 1. Data Umum Usia Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. yani Surabaya, pada bulan Juli 2013. Usia (Tahun) Frekuensi Persentase Dewasa Awal 5 35,7 Dewasa Madya 9 64,3 Dewasa Akhir 0 0 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden, sebagian besar (64,3%) berusia 40-60 tahun. Jenis Kelamin Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. yani Surabaya, pada bulan Juli 2013. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 713
Laki-laki 8 57,1 Perempuan 6 42,9 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden, sebagian besar (57,1%) berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. yani Surabaya, pada bulan Juli 2013. Frekuens Persentase Pendidikan i SPK 3 21,5 D3 9 64,3 Keperawatan S1 2 14,2 Keperawatan Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden, sebagian besar (64,3%) berpendidikan D3 keperawatan Lama Kerja Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama bekerja di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. yani Surabaya, pada bulan Juli 2013. lama bekerja (Tahun) Frekuensi Persentase 1-10 2 14,3 11-20 5 35,7 21-30 4 28,6 31-40 3 21,4 Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden, hampir sebagian (35,7%) lama bekerja 11-20 tahun. b. Data Khusus Perilaku Cuci Tangan Perawat sebelum Tindakan Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Responden Tentang Cuci Tangan sebelum Tindakan Keperawatan di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya, pada bulan Juli 2013. Perilaku perawat tentang cuci tangan sebelum tindakan keperawatan Frekue nsi Persentase Amat Kurang 2 14,3 Kurang 6 42,9 Cukup 1 7,1 Baik 3 21,5 Amat Baik 2 14,3 Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 14 responden, hampir sebagian (42%) memiliki perilaku cuci tangan kurang Perilaku Cuci Tangan Perawat sesudah Tindakan Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Responden Tentang Cuci Tangan sesudah Tindakan Keperawatan di Ruang UGD Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya, pada bulan Juli 2013. 714
Perilaku Perawat Tentang Cuci Tangan Sebelum dan Sesudah Tindakan Keperawatan Di Ruang Rumah Sakit Islam Surabaya (Ali Antono, Chilyatiz Zahroh) Perilaku perawat tentang cuci tangan sesudah tindakan keperawatan Frekuensi Persentase Amat kurang 0 14,3 Kurang 1 7,1 Cukup 4 28,6 Baik 7 50 Amat Baik 2 14,3 Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 14 responden, sebagian (50%) memiliki perilaku cuci tangan baik. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan hampir sebagian (42%) memiliki perilaku kurang dalam perilaku mencuci tangan sebelum tindakan keperawatan. Hasil dari lembar observasi didapatkan perawat hanya cuci tangan pada 1 sampai 2 langkah saja sedangkan langkah yang ke 3-7 tidak dilakukan. Perilaku cuci tangan kurang yang dimiliki responden dapat terjadi karena banyak faktor. Salah satu faktor yang penting adalah suasana, adanya pengaruh dan kerumunan keluarga pasien akan membawa pola perilaku cuci tangan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2010) tempat keramaian, pasar, mall, tempat ibadah, sekolah/kampus, kerumunan massa akan membawa pola perilaku seseorang. Di tempat keramaian, di mall, pasar, terminal dan sebagainya perilaku seseorang diwarnai oleh suasana atau lingkungan tersebut, berbicara keras bahkan berteriak, bergembira, terburu buru, serba cepat dan sebagainya. Sebaliknya di masjid, gereja, kelenteng dan sebagainya, perilaku orang cenderung tenang, tidak bicara keras, atau bisik-bisik dan sebagainya. Sebagian besar (57,1%) berjenis kelamin laki-laki. Hal ini seseorang laki-laki lebih dominan berada di ruang UGD. Data yang ada terdapat 8 perawat laki-laki dan 6 perempuan yang bekerja di ruang UGD RSI. A Yani Surabaya. Dalam menghadapi masalah kegawat daruratan perempuan menunjukkan lebih cekatan dalam melakukan tindakan, juga selalu teliti dalam tugastugas yang telah diberikan dan setiap pekerjaan diselesaikan tepat waktu. Selain itu laki-laki memiliki beban tanggungan yang lebih besar dibandingkan perempuan, sehingga ia akan menuntut kondisi kerja yang lebih baik. Menurut kartono (2008) terdapat terdapat perbedaan kinerja antara lakilaki dan perempuan karena perempuan lebih suka menyibukkan diri dengan berbagai macam pekerjaan, tidak agresif dan tanpa mementingkan diri sendiri. Usia 40-60 tahun merupakan usia dewasa madya dengan umur yang sudah dewasa seseorang akan lebih matang dalam berfikir terutama dalam menentukan pilihannya, sehingga berpengaruh positif terhadap pengetahuan yang dimiliki. Pada usia ini seseorang dapat memahami informasi dari tenaga kesehatan dan informasi lainnya tentang cara cuci tangan dan infeksi nosokomial. Menurut Mubarak (2011) bahwa dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikologis. Pada aspek psikologis taraf 715
berfikir seseorang semakin matang dan dewasa, Sedangkan menurut Notoatmodjo (2011) bahwa umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya dan pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 responden sebagian (50%) memiliki perilaku baik dalam perilaku mencuci tangan sesudah tindakan keperawatan. Dari lembar observasi didapatkan rata-rata perawat hanya cuci tangan pada 1 sampai 5 langkah saja sedangkan langkah yang ke 6-7 tidak dilakukan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung dalam waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali. Kebiasaan memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan, karena sering dikaitkan dengan adat istiadat yang turun-temurun. Karena kebiasaan pada umumnya sudah melekat pada diri seseorang, termasuk kebiasaan yang kurang menguntungkan bagi kesehatan, maka sulit untuk diubah. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang terikat dengan adat istiadat tadi, maka strategi perubahannya harus melalui tokoh masyarakat sebagai pemangku adat kebiasaan tersebut (Notoatdmojo, 2010). Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa dari 14 responden hampir sebagian (35,7%) memiliki pengalaman kerja 10-20 tahun. Faktor pengalaman kerja juga dapat mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Dengan masa kerja yang masih panjang, perawat UGD di Rumah sakit Islam A. yani Surabaya mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi. Hal ini mungkin karena perawat UGD di Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya mempunyai banyak pengalaman dalam bekerja sehinga kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat perediksi berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia. Pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan pemahaman, setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi, dan pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaiian yang bersifat subyektif (Notoatmodjo, 2004). Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 14 responden sebagian besar (64,3%) memilik pendidikan d3 keperawatan. Seseorang dengan pendidikan rendah, pengetahuan yang dimiliki cenderung rendah. Sebaliknya, Seseorang dengan pendidikan tinggi, pengetahuan yang dimiliki cenderung tinggi. Begitu juga dengan Seseorang yang berpendidikan menengah, pengetahuan yang dimiliki cenderung cukup. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah dalam memahami, menerima informasi baru yang didapat dan saling bertukar pendapat atau pengalaman dengan sesama kerabat serta dengan pendidikan tinggi seseorang akan banyak mendapatkan ilmu dari bangku sekolah. 716
Perilaku Perawat Tentang Cuci Tangan Sebelum dan Sesudah Tindakan Keperawatan Di Ruang Rumah Sakit Islam Surabaya (Ali Antono, Chilyatiz Zahroh) Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang tentang nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Simpulan Simpulan yang didapat dari hasil penelitian yaitu perawat yang mempunyai perilaku cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya hampir sebagian perawat memiliki perilaku kurang dalam cuci tangan sebelum tindakan keperawatan dan sebagian memiliki perilaku baik dalam cuci tangan sesudah tindakan keperawatan. Saran 1. Perawat Petugasnya sendiri harus lebih sadar khususnya tentang pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan ke rumah sakit untuk mengurangi infeksi nosokomial. Untuk itu diharapkan kepada semua perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan selalu membiasakan cuci tangan tujuh langkah untuk menjaga diri dari penularan infeksi nosokomial. 2. Tempat Penelitian Diharapkan pihak rumah sakit memberikan fasilitas yang lengkap tentang cuci tangan supaya memotivasi petugas kesehatan untuk menjalankan cara cuci tangan yang benar dan menjadikan suatu kebiasaan yang baik untuk sehari-hari bagi perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial. 3. Peneliti Selanjutnya Mungkin dengan metode atau desain penelitian yang berbeda untuk menjalin perilaku cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya dan Diharapkan peneliti selanjutnya lebih sabar dalam menghadapi responden serta dalam melakukan pendekatan terhadap responden lebih baik lagi sehingga menimbulkan rasa percaya dan nyaman bagi responden. DAFTAR PUSTAKA Ali Zaidin. (2010). Dasar Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi VI). Jakarta : PT Rineka Cipta. Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Erfandi. 2009. Pengetahuan dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi. www.wordpress.com, diakses tanggal 11 Juni 2012 Erma,Yulihastin (2009). Bekerja Sebagai Perawat. RSUD Cibinong : Erlangga Group. Hidayat, A (2007). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 1, Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, A (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba medika. 717
Irianto. (2010). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu. Kristina (2008). Peran perawat dalam cuci tangan diambil dari http : // fikunpad. Unpad. ac.id. Diakses 10 mei 2013 Notoatmodjo, S 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rineke Cipta.Notoatmodjo, S (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineke Cipta Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medik 718