MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 Dilahirkan pada tanggal 12 november 1985 di Tegal, Jawa Tengah Disetujui, Bogor, Mei 2008 Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Dosen Pembimbing I Mengetahui, Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian
PRIAGUNG BUDIHANTORO. F14103010. Modifikasi Pengeruk Tanah pada Ditcher Untuk Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc. 2008. RINGKASAN Budidaya tanaman tebu lahan kering memerlukan suatu sistem drainase untuk mengatur kelebihan air, sehingga terbentuk kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu. Ditcher digunakan dalam pembuatan saluran drainase. Sampai saat ini ditcher yang digunakan adalah ditcher dengan menggunakan sumber daya PTO traktor (rotary ditcher) atau dengan menggunakan furrower. Kendala penggunaan rotary ditcher adalah perawatannya yang tidak mudah. Penggunaan furrower untuk menjadi alternatif untuk mengatasi masalah ini. Namun, penggunaan furrower menyisakan tanah pada cekungan alur tanam sehingga saluran drainase menjadi terhambat. Sebuah ditcher dengan mekanisme pengeruk tanah (ditcher berpengeruk I) telah dibuat untuk mengatasi kendala dalam pembuatan saluran drainase. Mekanisme pengeruk ditujukan untuk memindahkan tumpahan tanah di cekungan alur tanam dan memindahkannya ke punggung guludan. Dari hasil pengujian, mekanisme pengeruk tersebut belum mampu untuk memindahkan tanah tumpahan sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodifikasi sistem mekanisme pengeruk tanah. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mampu untuk meningkatkan kinerja ditcher berpengeruk. Kendala konstruksional yang terjadi pada ditcher berpengeruk I adalah: bahan konstruksinya tidak kokoh, rangka utama dan poros pengerak mekanisme pengeruk kurang tinggi terhadap pisau ditcher, perlu penyempurnaan pada roda mekanisme, perubahan ketinggian pengeruk (pengeruk terangkat akibat pergerakan roda mekanisme) terhadap perubahan ketinggian roda (roda bergerak mengikuti profil guludan) kurang tepat. Kendala fungsionalnya adalah sistem pengeruk tidak mampu untuk memindahkan tanah tumpahan di cekungan guludan ke punggung guludan. Modifikasi yang dilakukan ialah; 1) penggantian bahan konstruksi mekanisme pengeruk, 2) rangka utama dan poros penggerak pengeruk dipertinggi terhadap pisau ditcher, 3) mekanisme pin biasa diganti menjadi pin berbantalan, 4) penggunaan blok besi untuk pemegang roda mekanisme, 5) bagian pengeruk tanah didisain lebih simpel, 6) roda mekanimse didisain berada diluar roda belakang traktor, 7) setting perubahan ketinggian roda terhadap ketinggian pengeruk yang lebih tepat. Syarat yang harus dipenuhi antara lain yaitu jarak antara roda penggerak dan pengeruk tidak boleh berubah. Jarak yang harus dijaga adalah 135 cm. Sistem ini harus mampu mengeruk tanah pada dasar alur dan memindahkannya ke punggung guludan. Roda mekanisme bergerak mengikuti profil guludan dengan ketinggian maksimal 26 cm. Roda harus mampu untuk mengangkat pengeruk hingga ketinggian 60 cm dari posisi awal.
Pengujian yang dilakukan yaitu uji pergerakan lengan ayun, uji beban angkat roda mekanisme, dan uji kinerja ditcher perpengeruk II. Uji pergerakan lengan ayun menunjukan sistem mekanisme yang digunakan berfungsi baik. Roda dapat mengangkat pengeruk hingga ketinggian 66.8 cm dari titik awal. Pengujian beban angakat roda menunjukkan bahwa gaya maksimal yang diperlukan untuk mengangkat roda adalah 1049.48 N. Beban tersebut dapat ditahan oleh tahanan penetrasi tanah pada puncak guludan. Hasil uji kinerja ditcher berpengeruk II menunjukan mekanisme pengeruk tanah bekerja baik. Tanah pada permukaan cekungan guludan dapat dipindahkan oleh mekanisme ke punggung guludan. Namun, terdapat kendala yaitu sebagian tanah di sisi saluran drainase tidak bergerak ke samping luar pengeruk tetapi jatuh kembali ke samping dalam pengeruk (masuk ke dalam saluran drainase yang dibentuk). Untuk itu, pada begian pengeruk ditambahkan plat tambahan. Hasil pengerukan ditcher berpengeruk II lebih baik dari pengerukan pada ditcher berpengeruk I. Tanah tumpahan ditcher pada cekungan guludan dapat pindahkan oleh mekanisme. Namun, terkadang masih terdapat beberapa bagian tanah yang berada pada cekungan guludan. hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: sebagian tanah lolos melalui belakang bawah pengeruk, terkadang roda menggantung dan tidak menyentuh permukaan cekungan guludan, pengeruk tidak mampu untuk menembus tahanan penetrasi tanah tumpahan kerja ditcher.
RIWAYAT HIDUP Priagung Budihantoro dilahirkan di kota Tegal pada tanggal 12 November 1985. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak H. Drs. Mufrodi dan Ibu Hj. Djamaliah, SPd. Penulis adalah tamatan SDN Randugunting 8 Tegal tahun 1997, kemudian meneruskan pendidikannya ke Mts Assalaam Surakarta dan lulus tahun 2000. Penulis melanjutkan kembali jenjang pendidikannya ke SMU Assalaam Surakarta. Penulis juga aktif di sekolahnya sehingga terpilih sebagai Anggota Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Islam Assalaam. Seiring dengan kelulusan sekolah tingkat atasnya pada tahun 2003, Penulis Meneruskan pendalaman ilmunya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis memilih untuk menjadi mahasiswa jurusan Teknik Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis memutuskan untuk memperdalam pengetahuannya pada bidang mekanisasi pertanian dan memilih sub-program studi Teknik Mesin Pertanian pada tahun 2005. Penulis merupakan seorang yang aktif mengikuti kegiatan extra kampus seperti menjadi anggota BEM TPB IPB pada awal studinya di IPB. Pada tahun 2005 penulis menjadi anggota depatemen Advokasi BEM-KM IPB dan juga diberikan kesempatan untuk menjadi ketua IMT (Ikatan Mahasiswa Tegal) pada tahun yang sama. Pada tahun 2005 penulis juga melaksanakan praktek lapangannya di PT. Djarum, Kudus dengan judul Aspek Keteknikan Pada Produksi Rokok Di PT.Djarum, Kudus.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar kebutuhan gula dipenuhi dari pabrik-pabrik gula di indonesia dengan bahan baku tebu. Produksi gula di Indonesia saat ini belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga masih dilakukan impor dari negara lain. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun 2000-2007 produksi gula nasional mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya luas areal tanaman tebu, namun demikian produksi tersebut masih belum mencukupi konsumsi gula nasional yang besarnya hampir dua kali lipat dari nilai produksi sehingga impor gula terpaksa harus dilakukan. Diperkirakan impor akan terus dilakukan hingga tahun 2014, dimana produksi gula melebihi jumlah konsumsi gula. Pada tahun 2025, diprediksikan Indonesia akan menjadi negara pengekspor gula. Tabel 1. Luas areal tebu, produksi, konsumsi, dan impor gula salama lima tahun terakhir serta proyeksi pada tahun 2025. Tahun Luas areal Produksi gula Konsumsi gula Impor gula tebu (ha) (ton) (ton) (ton) 1999 342,211 1,493,067 3,000,000 2,187,133 2000 340,660 1,690,405 2,989,000 1,556,687 2001 344,750 1,725,467 3,089,000 1,072,921 2002 347,327 1,800,000 4,000,000 1,400,000 2007 400,504 2,660,000 3,593,000 933,000 2009-2,850,000 3,653,000 803,000 2014-3,939,000 3,920,000 +19,000 2025-5,000,000 4,200,000 + 800,000 Sumber: Departemen Pertanian (http://ditjenbun.deptan.go.id/semusimbun) Oleh karena itu, untuk meningkatkan hasil gula per satuan luas, perlu diusahakan peningkatan produktivitas tebu dengan rendemen yang tinggi. Sarjadi (1970), diacu dalam Prabawa (1998) mengemukakan bahwa besarnya rendemen dapat dipengaruhi oleh penanganan yang diberikan dalam tiga hal, (1) kegiatan budidaya tebu, (2) instalasi dalam penggilingan tebu, dan (3) pabrikasi dalam pengolahan nira menjadi gula. Kegiatan budidaya merupakan 1
faktor yang memiliki pengaruh paling besar dibandingkan dengan dua faktor lainnya. Sistem drainase yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tebu berkaitan dengan pengolahan tanah. Sistem drainase bertujuan untuk menyalurkan air sisa irigasi dan air hujan yang berlebih pada alur tanam. Sistem irigasi pada budidaya tebu yang umum digunakan adalah sistem irigasi permukaan. Pada perkebunan besar, umumnya menggunakan sistem alur sehingga mempermudah dalam pembuangan kelebihan air. Saluran drainase dibuat dua jenis yaitu Saluran drainase yang sejajar dengan alur tanam (got mujur) dan Saluran drainase yang melintang alur tanam (got malang). Got malang berfungsi untuk membuang kelebihan air dari alur-alur tanam (Gambar 1). Pembuatan Saluran drainase ini dilakukan setelah pembuatan alur-alur tanam. Pabrik Gula Jatitujuh menggunakan rotary ditcher dalam pembuatan saluran drainase malang (Bahri, 2006). Alat ini dioperasikan dengan traktor roda empat dan menggunakan PTO (power take off) traktor sebagai tenaga putarnya. Penggunaan rotary ditcher menghasilkan bentuk dan dimensi saluran drainase seperti yang diharapkan, namun mempunyai beberapa kelemahan yaitu mudah mengalami kerusakan. Masalah teknis yang muncul antara lain adalah: sudu-sudu pisau mudah tumpul bahkan patah dan PTO traktor sebagai tenaga penggerak rotary ditcher sudah melemah. got mujur aliran air got malang aliran air Kemiringan lahan aliran air tanah yang menghalangi alur Gambar 1. Sketsa got mujur dan got malang pada lahan tebu. 2
profil guludan tanah yang menghalangi alur antar guludan guludan Gambar 2. Saluran drainase melintang yang dibuat oleh ditcher. PG. Jatitujuh juga menggunakan kair mata satu (furrower). Penggunaan furrower lebih disukai di lapangan karena lebih sederhana dalam pengoperasian maupun pemeliharaannya. Kendala utama dari penggunaan furrower pada pembuatan saluran drainase melintang yaitu tanah yang diangkat dan ditumpahkan ke samping oleh ditcher, akan menutupi alur (saluran drainase) di antara guludan (Gambar 2). Dengan kondisi tersebut maka saluran irigasi menjadi tidak efektif karena pada saat turun hujan atau dilakukan pengairan, air dari alur-alur tanam akan terhalang oleh tumpahan tanah hasil kerja furrower. lengan ayun Terjadi sumbatan lendutan karena beban puntir roda mekanisme Gambar 3. Prototipe ditcher berpengeruk I (Muharam, 2006). 3
Oleh karena itu, prototipe ditcher dengan mekanisme pengeruk tanah pertama (ditcher berpengeruk I) untuk lahan kering telah dibuat (Gambar 3), prototipe ini memiliki dua macam komponen utama yaitu ditcher dan mekanisme pemindah tanah (pengeruk tanah). Namun setelah dilakukan pengujian masih banyak kekurangan-kekurangan sehingga prototipe ini perlu disempurnakan dengan dimodifikasi. tanah buangan tersumbat Gambar 4. Rangka utama dan poros penggerak pengeruk pada ditcher berpengeruk I kurang tinggi. Kekurangan-kekurangan yang ada secara umum pada prototipe ditcher berpengeruk I adalah rangka utama ditcher dan poros penggerak mekanisme pengeruk kurang tinggi sehingga menghalangi tanah buangan ditcher (Bahri, 2006), jarak roda mekanisme terhadap roda traktor kurang tepat (roda mekanisme di belakang roda belakang traktor) sehingga terjadi ketidakseragaman posisi roda pada guludan (Muharam, 2006), sayap-sayap ditcher terlalu landai sehingga tanah hasil ditcher lolos melalui ujung atas sayap ditcher (Mushofa, 2006), mekanisme pengeruk belum mampu dalam mengeruk tanah (hasil kerja ditcher) pada cekungan guludan dan menumpuknya di punggung guludan, bahan konstruksi pada mekanisme pengeruk kurang kokoh sehingga menyebabkan terjadinya retakan-retakan dan merubah setting besar perubahan ketinggian roda dengan besar perubahan ketinggian pengeruk, roda pengerak mekanisme kurang mencengkram tanah dan menyebabakan mekanisme pengeruk tidak berjalan semestinya, dimensi ditcher berpengeruk I kurang besar sehingga menyebabkan kotoran-kotoran (akar-akaran, tanah yang keras) sering menyumbat dan mengganggu kerja mekanisme (Gambar 4), setting ketinggian roda dengan ketinggian pengeruk 4