RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2006 Samsul Bahri NIM F

3 ABSTRAK SAMSUL BAHRI. Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan I NENGAH SUASTAWA. Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tebu adalah sistem drainase yang baik. Got malang merupakan saluran drainase melintang untuk menyalurkan kelebihan air dari barisan tanam tebu. Pembuatan got malang di PG. Jatitujuh dengan menggunakan rotary ditcher menghasilkan bentuk dan dimensi saluran drainase seperti yang diharapkan, namun mempunyai permasalahan pisau yang mudah tumpul dan aus, dan kerusakan pada PTO traktor. Penggunaan kair mata satu lebih disukai, namun saluran yang dihasilkan tidak sempurna dan juring tanaman tertutup oleh buangan tanah yang menumpuk di kedua sisi saluran sehingga menutupi aliran air dari barisan tanam. Penelitian ini bertujuan membuat ditcher drainase yang ditarik oleh traktor roda-4 tanpa menggunakan tenaga PTO traktor untuk menghasilkan saluran drainase berpenampang trapesium dengan lebar dasar 35 cm, lebar atas 90 cm, kedalaman 40 cm dan buangan tanah pada cekungan guludan harus dipindahkan ke punggung guludan. Ditcher yang berhasil dirancang adalah ditcher yang dilengkapi pengeruk tanah. Bagian ditcher berfungsi untuk membuat saluran drainase, sedangkan bagian pengeruk untuk mengeruk tanah pada cekungan guludan. Mekanisme pengerukan digerakkan oleh roda pada bagian depan dengan memanfaatkan profil guludan lahan yang ditransmisikan melalui poros transmisi ke pengeruk di bagian belakang. Struktur ditcher berpengeruk terdiri dari rangka, ditcher dan mekanisme pengeruk. Rangka berbentuk segitiga dengan tiga titik gandeng yang standar. Ditcher mempunyai sudut potong kedua pisau 70 dengan lebar pemotongan tanah pada dasar saluran 60 cm, sudut angkat pisau 15, dan diameter kelengkungan singkal 65 cm. Konstruksi penggerak pengeruk terdiri dari roda berdiameter 41 cm dengan panjang lengan 28 cm dan bilah pengeruk 40 cm x 55 cm dengan panjang lengan 68 cm. Ditcher berpengeruk mempunyai dimensi panjang 173 cm, lebar 293 cm dan tinggi138 cm dengan berat 435 kg. Setelah dilakukan beberapa modifikasi, ditcher berpengeruk dapat bekerja dengan baik. Ditcher dapat membuat saluran drainase berpenampang trapesium dengan lebar dasar, lebar atas dan kedalaman berturut-turut 39.1 cm, cm dan 33.1 cm untuk uji kinerja di lahan Leuwikopo dan 37.9 cm, cm dan 38.7 cm untuk uji kinerja di lahan PG. Jatitujuh. Pengeruk dapat mengeruk tanah buangan ditcher dan menempatkanya di punggung guludan dengan tinggi tanah belum terkeruk pada cekungan guludan 6 cm pada lahan uji Leuwikopo, dan 15.8 cm pada lahan uji PG. Jatitujuh. Slip roda traktor, draft dan kapasitas lapang teoritis berturut-turut 37.58%, 2.84 kn dan 3.72 ha/jam untuk lahan uji Leuwikopo dan 63.12%, 6.49 kn dan 6.85 ha/jam untuk lahan uji PG. Jatitujuh.

4 ABSTRACT SAMSUL BAHRI. Design of Ditcher Equipped with Scrapper for Making the Drainage Channel on Dry Land Sugar Cane Plantation. Under the direction of WAWAN HERMAWAN and I NENGAH SUASTAWA. One factor determining the sugar cane production is a good drainage system. The drainage channel that crosses the planting rows is used to drain the excess water from sugar cane plantation. The drainage channel at PG. Jatitujuh has been being formed by using a rotary ditcher. Shape and dimension of the drainage channel were good enough as expected, but the rotary ditcher itself had some disadvantages such as: its blades became dull and worn quickly, it tend to break the tractor PTO system. On the other hand, the utilization of a furrower in the ditch forming is preferred. But, the resulted shape and dimension channel was not good enough. The soil dug out from the ditch covered both sides of the planting rows along the channel. Consequently, it blocked the drain water flow out from the planting rows. The objective of the research was to design a ditcher equipped with a pair of scrappers pulled by a four-wheel tractor. The ditcher operated without using PTO. It s designed to produce drainage channel with trapezoidal shape with the lower side of 35 cm, upper side of 90 cm, and depth of 40 cm. It is also able to place the dug soil on the top of initial ridges. The prototype of the ditcher was equipped by a pair of soil scrappers. The function of the ditcher is to make the drainage channel, whereas function of the scrapper is to scrap the soils in between the ridges and put it on the top of the ridges. Scrapping mechanism was driven by a front wheel that rolls on the ridge s profile. The drive force then was transmitted through a transmission shaft to drive the scrapper. The structure of the scrapper ditcher consisted of a frame, a ditcher, and a pair of scrappers. The frame had a triangular shape and equipped with three standardized hitching points. The ditcher had share cutting angle of 70 o, 60 cm in cutting width, share intersection angle of 15 o, and the concaveness radius of the mold of 65 cm. The construction of the scrapper driver consisted of front wheel (41 cm in diameter), wheel arm (28 cm in length) and the scrapper blade (40 cm x 55 cm in size), scrapper arm (68 cm in length). The dimension of the scrapper ditcher was 173 cm in length, 293 cm in width, and 138 cm in height, and the weight is 435 kg. The modified scrapper ditcher operated successfully. The ditcher produced the expected trapezoidal type drainage channel with a proper size. The test result at Experimental Field of Leuwikopo showed that the length of lower side, upper side and the depth of the ditcher were 39.1 cm, cm and 33.1 cm respectively. Whereas, the test result at PG. Jatitujuh showed that the length of lower side, upper side and the depth of the ditcher were 37.9 cm, cm and 38.7 cm respectively. The scrapper could scrap the discharged soils and then placed the soils on the ridges. However, there was un-scrapped soil in between the ridges which has 6 cm in height (at Leuwikopo), and 15.8 cm in height (at PG. Jatitujuh). The wheel slip of the tractor, draft, and theoretical field capacity were 37.58%, 2.84 kn and 3.72 ha/hour respectively (at Leuwikopo), and 63.12%, 6.49 kn, and 6.85 ha/hour respectively (at PG Jatitujuh).

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Keteknikan Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

7 Judul Tesis Nama NIM : Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering : Samsul Bahri : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian: 22 September 2006 Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 ini ialah mekanisasi pertanian, dengan judul Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk untuk Pembuatan Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Penelitian ini telah berhasil mengembangkan alat mekanisasi baru, yaitu Ditcher Berpengeruk. Semoga alat ini bermanfaat bagi mekanisasi pertanian, khususnya dalam pelaksanaan program intensifikasi dan mekanisasi budidaya tebu lahan kering guna peningkatan produksi tebu nasional. Terimakasih penulis ucapkan kepada : Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Bapak Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses akademik dan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini, Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran perbaikan penulisan karya ilmiah ini, PT. Rajawali Nusantara Indonesia atas bantuan dana penelitian, Unit Pabrik Gula Jatitujuh dan tim ditcher atas kerjasamanya dalam penelitian ini, dan Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe atas pemberian kesempatan pendidikan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, keluarga penulis dan adik Tia, atas segala doa dan kasih sayangnya. Bogor, September 2006 Samsul Bahri

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kotabakti, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 1 Juni 1973 dari pasangan Bapak A. Hamid Usman dan Ibu Saleha. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dan lulus sebagai sarjana pada Agustus Sejak tahun 1999 penulis bekerja sebagai staf edukatif di Jurusan Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2003, penulis diterima di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian IPB dengan beasiswa dari BPPS Dikti tahun 2004.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xvii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Budidaya Tebu... 4 Iklim... 4 Tanah... 5 Penanaman... 5 Drainase... 7 Fungsi Drainase... 7 Sistem Drainase... 8 Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Kadar Air Tekstur Tanah Kerapatan Isi Tanah Struktur Tanah Tahanan Penetrasi Tanah Traktor Roda Ditcher Rotary Ditcher Furrower Mekanisme Penggerak Pengeruk METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Pengujian Persiapan Alat ukur Uji Fungsional Persiapan Lahan Uji Pengukuran Kondisi Tanah Pengujian Kinerja ditcher berpengeruk... 31

11 xi RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK Kriteria rancangan Ditcher Konstruksi Penggerak Pengeruk Rangka Rancangan Fungsional Ditcher Konstruksi Penggerak Pengeruk Rangka Rancangan Struktural Analisis Teknik Struktur Bagian-bagian Ditcher Berpengeruk Pembuatan Prototipe ditcher berpengeruk HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Pertama Penurunan Tiga Titik Gandeng Perubahan Konstruksi Lengan Roda Uji Lapangan Awal Modifikasi Kedua Pelepasan Pisau Samping dan Pelebaran Singkal Pelebaran Pisau Bajak Perpanjangan Pemegang Roda Penambahan Sisi Samping Pengeruk Pembesaran Diameter Roda Uji Fungsional Ketinggian Pengeruk Gaya Pengeruk Uji Lapangan Lanjutan Kondisi Tanah Uji Kinerja ditcher Berpengeruk SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 95

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Dimensi tiga titik gandeng (ASAE 1998) Fungsi komponen ditcher berpengeruk Parameter pengukuran tanah Faktor koreksi persamaan diagram kinematis empat batang penghubung Kadar air dan kerapatan isi tanah Hasil pengukuran penampang saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher... 85

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sketsa got mujur dan got malang pada lahan plant cane Saluran drainase hasil furrower Bentuk-bentuk saluran drainase (Schwab et al. 1981) Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al. 1972) Konstruksi tiga titik gandeng (ASAE 1998) Estimasi panjang kontak roda pada permukaan (McKyes 1985) Rotary ditcher (PG. Jatitujuh 2005) Kair mata satu (PG. Jatitujuh 2005) Penampang furrower (Nakazawa 1982) Parameter-parameter geometri desain bajak singkal (Mckyes 1985) Gaya pemotongan tanah dan diagram Mohr s tegangan pada permukaan bilah (McKyes 1985) Bentuk ridger hasil pengembangan dan tradisional (Gande 1996) Mekanisme 4 batang penghubung sejajar (4 bar parallel lingkage) Tahapan penelitian Ukuran guludan lahan plant cane Ukuran guludan lahan ratoon cane Penampang saluran drainase hasil rotary ditcher Pembentuk saluran pada rotary ditcher (a) dan sketsa ukuran (b) Tahanan penetrasi tanah pada guludan Konsep konstruksi ditcher Konstruksi empat batang penghubung murni Profil guludan akhir yang dibentuk oleh mekanisme empat batang penghubung murni Konstruksi empat batang penghubung sederhana Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme empat batang penghubung terbalik Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme lengan ayun Konstruksi desain rangka... 26

14 xiv Halaman 27 Alat ukur profil guludan dan kemiringan dinding saluran drainase Instrumen dan kalibrasi load cell Peralatan pengukuran kadar air Pengukuran tahanan penetrasi Pengukuran tahanan geser tanah Pengukuran tahanan gesek tanah Sketsa posisi pengukuran pada guludan Pengukuran kecepatan maju traktor pada waktu pengolahan Pengukuran tahanan tarik Sketsa saluran drainase yang akan dibuat Penampang saluran drainase yang diinginkan Profil pengerukan hasil simulasi Lebar ditcher Dimensi dan kondisi tanah saluran drainase yang akan dibuat Bentuk kaki ditcher Skema gaya yang bekerja pada ditcher Beban lentur yang terjadi pada kaki ditcher Skema gaya yang bekerja pada segitiga penahan kaki ditcher Skema gaya kekuatan las segitiga bawah penahan ditcher Skema gaya yang bekerja pada pin penahan Diagram kinematis mekanisme empat batang penghubung Gerakan lengan ayun roda dan pengeruk Sketsa konstruksi penggerak pengeruk Sketsa gaya pengerukan Sketsa gaya yang bekerja pada pengeruk Sketsa gaya yang bekerja pada lengan pengeruk Sketsa tahanan gelinding roda yang terjadi Sketsa gaya yang bekerja pada lengan roda Sketsa gaya yang bekerja pada pemegang roda Gerakan angkat ditcher pada beberapa posisi... 60

15 xv Halaman 57 Skema gaya yang bekerja pada rangka pipa kotak Rancangan ditcher berpengeruk Bagian-bagian dari ditcher Bentuk pisau dan dudukannya Posisi singkal dan pisau samping Konstruksi penggerak pengeruk Roda (a), pemegang roda (b), dan posisi pemegang roda terhadap poros transmisi (c) Rancangan lengan roda (a), dan lengan pengeruk (b) Rangka bentuk dan dudukan poros transmisi Rancangan pengeruk (a), dan posisi pengeruk setelah melewati guludan Rangka ditcher berpengeruk Rancangan dudukan lengan penggerak pengeruk Rancangan standar lengan pada dudukan lengan roda Sketsa ditcher berpengeruk pada saat operasi di lahan Model ditcher berpengeruk (a), dan prototipe ditcher berpengeruk (b) Penggandengan ditcher berpengeruk pada traktor roda Modifikasi tiga titik gandeng, (a) sebelum diturunkan; (b) setelah diturunkan Lengan ayun roda hasil modifikasi (a), dan plat tambahan dudukan pillow block (b) Penggandengan ditcher berpengeruk setelah dimodifikasi Aliran tanah pada pisau samping Saluran drainase yang dihasilkan Slip roda traktor menggusur tanah guludan ke belakang Pelepasan pisau samping ditcher Pelebaran singkal berdasarkan sudut curah tanah Modifikasi pada singkal Modifikasi pada pisau bajak Pemegang roda setelah dimodifikasi Modifikasi pada pengeruk... 79

16 xvi Halaman 85 Roda hasil modifikasi Ditcher berpengeruk setelah di modifikasi Hasil uji ketinggian pengeruk Ketinggian pengeruk pada perubahan lubang joint pemegang Gaya tarik pengeruk berdasarkan ketinggian roda Tahanan penetrasi tanah lahan pengujian Kelengketan tanah pada ditcher Profil saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher Perbandingan dimensi pendekatan saluran hasil ditcher Profil hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek pada pengujian di lahan Leuwikopo Profil melintang hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek pada pengujian di lahan Leuwikopo Profil hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan Leuwikopo Profil melintang hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan Leuwikopo Kuantitas dan kualitas cekungan guludan baru yang dihasilkan pada pengujian di Lahan Leuwikopo Profil hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan PG. Jatitujuh Profil melintang hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada pengujian di lahan PG. Jatitujuh... 90

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data identifikasi masalah Kalibrasi load cell Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah Cara perhitungan kohesi tanah dan sudut gesekan dalam Cara perhitungan adhesi dan sudut gesekan tanah-baja Pendekatan profil guludan awal PG. Jatitujuh Pendekatan perhitungan profil lintasan roda traktor dan profil guludan akhir Perhitungan volume tanah yang dipindahkan Nilai faktor N Sifat-sifat mekanis bahan Berat komponen ditcher berpengeruk berdasarkan pendekatan software AutoCAD Tampilan simulasi gerakan penggerak pengeruk Spesifikasi traktor yang digunakan Data uji fungsional mekanisme penggerak pengeruk Pengukuran kadar air dan bulk density pada waktu pengujian Pengukuran tahanan penetrasi tanah pada waktu pengujian Pengukuran tahanan geser tanah pada waktu pengujian Pengukuran tahanan gesek tanah pada waktu pengujian Pengukuran penampang saluran drainase hasil ditcher berpengeruk Pengukuran profil guludan hasil ditcher berpengeruk Pengukuran kuantitas dan kualitas guludan yang dihasilkan pada pengujian di lahan Leuwikopo Pengukuran tahanan tarik Pengukuran slip roda traksi Pengukuran kapasitas lapang Gambar kerja

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan gula Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Sebagian besar kebutuhan gula dipenuhi dari pabrik-pabrik gula di Indonesia dengan bahan baku tebu. Produksi gula Indonesia saat ini belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri sehingga masih dilakukan impor dari negara lain (Pramuhadi 2005). Untuk meningkatkan hasil gula persatuan luas, perlu diusahakan peningkatan produktivitas tebu dengan rendemen yang tinggi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan melaksanakan program intensifikasi dan mekanisasi budidaya tebu guna pencapaian produksi yang maksimal. Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tebu berkaitan dengan pengolahan tanah adalah sistem drainase yang baik (Wardojo 1995). Hal ini dikarenakan tebu merupakan tanaman yang tergolong mesophit, di mana tanaman ini mempunyai kepekaan terhadap kekurangan atau kelebihan air selama periode tertentu. Pada umumnya sistem drainase perkebunan tebu di Indonesia menggunakan saluran terbuka (drainase permukaan). Untuk perkebunan yang cukup luas digunakan sistem alur sehingga lebih mempermudah penggunaan alat mekanis (PAPMPI 1976). Saluran drainase tersebut dibuat dalam dua jenis yaitu sejajar arah barisan tanam (got mujur) dan melintang barisan tanam (got malang). Got malang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air dari barisanbarisan tanam. Pembuatan got malang dilakukan setelah pembuatan alur tanam pada lahan seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Dalam pembuatan got malang, Pabrik Gula Jatitujuh menggunakan alat khusus berupa rotary ditcher yang ditarik traktor roda empat dan diputar oleh tenaga PTO traktor. Penggunaan rotary ditcher menghasilkan bentuk dan dimensi saluran drainase seperti yang diharapkan, namun mempunyai beberapa permasalahan, yaitu : pisau yang mudah tumpul, kerusakan PTO traktor, alat mudah rusak dan masih kurang sempurnanya buangan tanah kesamping.

19 2 got mujur got malang tanah yang menutupi alur tanam guludan alur tanam (cekungan guludan) Gambar 1 Sketsa got mujur dan got malang pada lahan plant cane. Di samping rotary ditcher, PG. Jatitujuh juga menggunakan kair mata satu (furrower) yang ditarik oleh traktor roda empat untuk pembuatan got malang. Penggunaan furrower lebih disukai di lapangan karena lebih sederhana dalam penggunaan maupun pemeliharaannya. Namun saluran berbentuk V yang dihasilkan tidak sempurna, yaitu tertutupnya alur tanam (cekungan guludan) oleh buangan tanah yang menumpuk di kedua sisi saluran. Dengan kondisi ini, limpasan air dari arah melintang saluran akan terhalang oleh tanah di kedua sisi saluran tersebut, sehingga sistem drainase tidak efektif (Gambar 2). Aliran air dari barisan tanam Saluran drainase tanah menutupi alur tanam Gambar 2 Saluran drainase hasil furrower. Oleh karena itu perlu dibuat ditcher drainase yang dilengkapi dengan pengeruk tanah yang menutupi alur tanam.

20 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendesain ditcher berpengeruk untuk pembuatan saluran drainase (got malang) pada budidaya tebu lahan kering dengan kriteria : 1) ditarik oleh traktor roda-4, 2) tidak menggunakan tenaga PTO traktor, 3) ukuran dan bentuk saluran sesuai kebutuhan, dan 4) alur tanam tebu pada pinggir saluran yang dihasilkan tidak tertutup tanah.

21 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tanaman tebu (saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae, kelompok Andropogoneaae, genus Saccharum (Wardojo 1999). Fase pertumbuhan tebu ada empat, yaitu: 1) fase perkecambahan, 2) fase pertunasan, 3) fase pemanjanganbatang, dan 4) fase pemasakan batang. Dari keempat fase tersebut, fase 1, 2 dan 3 yang berlangsung selama kurang lebih 9 bulan merupakan fase yang menentukan besar kecilnya bobot tebu yang akan dipanen, fase keempat merupakan fase yang menentukan besar kecilnya kadar sukrosa tebu (Oezer 1993). Sebagai tanaman yang tergolong mesophit, tanaman ini mempunyai kepekaan terhadap kekurangan atau kelebihan air selama periode tertentu. Carter (1975) dalam Koto (1984) menyatakan bahwa terdapat hubungan linier yang positif antara tinggi muka air tanah selama periode pertumbuhan dan periode pemasakan terhadap produksi tebu. Tambahan produksi yang akan didapat sebagai hasil penurunan muka air tanah sebesar 1 cm adalah sekitar ton tebu per hektar. Kedalaman muka air tanah sedalam 120 cm dari permukaan tanah merupakan keadaan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman tebu pada jenis tanah liat berlempung. Iklim Sutardjo (1994) menyatakan bahwa iklim berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Bagi daerah-daerah yang curah hujannya rendah, kebutuhan air dapat digantikan dengan irigasi. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan terus menerus turun, mengakibatkan kesempatan masak terus tertunda sehingga rendemen selalu rendah (Anonim 1992) Wardojo (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan tebu menghendaki adanya perbedaan nyata antara musim hujan dan musim kemarau. Waktu tanam

22 5 tebu terbaik di pulau Jawa adalah pada bulan Mei, Juni dan Juli. Hujan yang terlambat turun menyebabkan pertumbuhan tanaman tebu lambat dan jumlah tunas berkurang. Musim hujan yang terlalu pendek mengakibatkan tebu cepat masak sebelum mencapai panjang batang yang cukup, sehingga dapat menurunkan hasil. Tanah Di samping kesuburan tanah, tanaman tebu memerlukan sifat fisik tanah yang baik. Oleh sebab itu penanaman tebu pada tanah yang sebelumnya ditanami padi sawah (struktur lumpur) memerlukan pengolahan tanah khusus dengan saluran drainase yang cukup memadai (Kartohadikusumo 1975). Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Pada umumnya jenis tanah lahan kering terdiri dari aluvial, podzolik, mediteran, latosol, regosol, kombisol, dan grumosol (Oezer 1993). Pada tanah berat dapat ditanami tebu, yaitu dengan menggunakan cara pengolahan tanah khusus. Buruknya drainase tanah mengakibatkan berlimpahnya kation tereduksi dan gas metan dapat merupakan racun bagi tanaman tebu (Notojoewono 1970). Penanaman Sutardjo (1994) menyatakan bahwa sebelum dilakukan penanaman tebu, sebaiknya saluran drainase sudah dibuat. Masalah drainase lebih penting dari pada irigasi karena selama tanah masih dalam keadaan basah belum bisa dikerjakan dengan traktor (Kartohadikusumo 1975). Di Indonesia dikenal dua macam cara menanam tebu, yaitu cara Reynoso dan cara bajak. Cara Reynoso. Cara Reynoso biasanya diterapkan pada tanah bekas sawah, dan tidak seluruh areal tanah diolah. Pembuatan saluran drainase dimulai dengan pembuatan got keliling berpenampang lebar atas 70 cm, lebar bawah 45 cm, dan dalamnya cm. Kemudian dibuat parit mujur yang panjangnya 100 m dan berpenampang lebar 60 cm, lebar bawah 40 cm, dan dalamnya 70 cm. Jarak antara parit mujur adalah 10 m. Pada tanah yang bersifat basah, di antara parit mujur dibuat parit pecahan yang berpenampang lebar atas 50 cm, lebar

23 6 bawah 30 cm, dan dalamnya 60 cm. Parit malang dibuat tegak lurus parit mujur dengan penampang lebar atas 60 cm, lebar bawah 40 cm, dan dalamnya 60 cm. Setelah pembuatan parit selesai kemudian dibuat alur untuk menanam bibit. Cemplongan tersebut berpenampang lebar cm dan dalamnya cm. dengan jarak antar alur m. Pada saat pembuatan cemplongan, tanah galian ditimbun di sepanjang tanah yang tidak diolah dan dibiarkan terjemur diterik matahari selama 2-3 minggu. Setelah kering sebagian tanah dikembalikan lagi pada salah satu sisi cemplongan (kasuran) dan dibuat alur kecil. Pembuatan kasuran pada salah satu sisi dimaksud untuk memungkinkan drainase pada saat kelebihan air. Bibit diletakkan pada alur kecil tersebut dan alur kemudian ditutup kembali (Wijanto 1988; Hadisaputro 1990). Cara Bajak. Pada penanaman cara bajak, seluruh areal yang akan ditanami diolah dengan menggunakan traktor. Pekerjaan dimulai dengan subsoiling menggunakan subsoiler untuk memecah lapisan tanah sampai kedalaman 50 cm, plowing menggunakan disc plows, harrowing menggunakan disc harrow, dan plowing dengan arah tegak lurus pembajakan pertama yang segara dilanjutkan harrowing kedua. Setelah tanah rata dan cukup hancur dibuat alur tanam (juringan) menggunakan ridger dengan kedalaman 25 cm, berpenampang segitiga terbalik dengan jarak antar alur ±150 cm (Wijanto 1988; Oezer 1993). Dengan varietas unggul, kelembaban tanah yang cukup dan pemupukan dengan dosis tinggi, jarak antar alur yang optimal yaitu antara m. Jarak antar alur untuk pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tanaman dan penebangan secara mekanis berkisar antara m (Anonim 1982). Jarak tanam antar alur 130 cm di tanah datar dan 110 cm di tanah yang miring (Sutardjo 1994). Tanaman tebu dapat ditanam lonjoran, tapi biasanya dengan memotong bibit terlebih dahulu. Dalamnya penanaman bibit dan tebalnya timbunan tanah di atasnya bervariasi tergantung pada kondisi tanah. Timbunan tanah yang terlalu tebal akan menghambat tumbuhnya tunas dan sering kali mengakibatkan matinya bibit (Humbert 1968, diacu dalam Wijanto 1988).

24 7 Drainase Fungsi Drainase Drainase merupakan usaha membuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman untuk meningkatkan hasil atau produktifitas pertanian. Sumber kelebihan air dapat berasal dari air hujan, air susupan, irigasi yang kurang efisien, pengaruh artesis, dan banjir. Tanaman tebu menghendaki drainase perakaran yang baik. Bagi daerahdaerah yang bertanah poros dan mempunyai muka air tanah dalam ( 1m), biasanya tidak dijumpai masalah drainase. Masalah ini timbul terutama di daerah tanah berat, muka air tanah yang dangkal dan daerah yang datar di mana pembuangan air selalu jadi masalah (PAPMPI 1976). Sistem Reynoso merupakan salah satu cara untuk mengatasi drainase, tetapi pada sistem ini penggunaan alat-alat mekanis kurang leluasa. Sistem alur lebih dapat diterima untuk rencana penggunaan alat mekanis, akan tetapi masih diperlukan saluran drainase, terutama bagi daerah-daerah dengan intensitas hujan yang tinggi. Alur juga berfungsi membuang kelebihan air, akan tetapi untuk pembuangan selanjutnya masih harus dibantu dengan adanya saluran kolektor semacam got malang dan got mujur (Wardojo 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi drainase meliputi faktor tanah, jenis tanaman, iklim, topografi dan kedalaman muka air tanah (Schwab et al. 1981; Kartasapoetra 1994). Hansen et al. (1992) menyatakan bahwa drainase yang cukup meningkatkan susunan tanah dan menaikkan produktivitas tanah. Keuntungan drainase antara lain : - memberi kemudahan pembajakan dan penanaman - memperpanjang musim tumbuh tanaman - menyiapkan kelembaban tanah dan makanan untuk tanaman - membantu ventilasi tanah - mengurangi erosi tanah dengan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah - pertumbuhan yang cocok bagi bakteri tanah - membersihkan penggaraman tanah, dan - menjamin temperatur tanah lebih tinggi

25 8 Sistem Drainase Drainase dapat dilakukan dengan dua cara yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Drainase permukaan (surface drainage) mengalirkan kelebihan air yang tergenang diatas permukaan tanah (Schwab et al. 1981). Sistem drainase permukaan terdiri dari : Sistem Acak. Sistem acak atau random cocok diterapkan pada lahan yang bertopografi tidak beraturan tetapi cukup datar atau mempunyai lekukan-lekukan tanah yang berisi genangan air yang tersebar di beberapa tempat. Saluran drainase ditempatkan memotong lekukan-lekukan tadi sepanjang yang memungkinkan untuk diteruskan ke bagian lahan yang lebih rendah untuk mencapai pengeluaran yang tersedia. Penggunaan sistem random ini kurang sesuai untuk lahan pertanian yang menggunakan alat-alat mekanis. Sistem Kasuran. Sistem kasuran merupakan sistem yang terdapat pada lahan yang diolah dengan plow secara menyempit. Batas alur (dead-furrower) memanjang mengikuti kemiringan lahan. Sistem ini hanya cocok untuk kemiringan yang kurang dari 1.5% dengan kondisi permeabilitas tanah yang lambat. Dalam perancangan tata letak saluran sistem ini yang perlu diperhatikan adalah lebar alur yang merupakan jarak antar saluran. Penentuan lebar alur dan kedalaman saluran tergantung dari kemiringan lahan, karakteristik drainase tanah dan teknik penanaman yang dilakukan. Sistem Pararel. Pada prinsipnya sistem pararel ini sejenis dengan sistem alur hanya saja jarak antar saluran dan kapasitas saluran pada sistem pararel lebih besar dan dengan jarak antar saluran yang tidak seragam. Sistem ni diterapkan pada tanah yang relatif datar (kurang dari 2%). Keberhasilan sistem ini tergantung pada kemiringan lahan dan saluran drainase pada masing-masing lahan pararel. Sistem Paralel Lateral. Perbedaan sistem ini dengan sistem paralel hanyalah pada kedalaman salurannya.untuk sistem ini pada lahan yang datar kedalaman minimum yang ditetapkan adalah 60 cm dengan kemiringan dinding saluran kurang dari 4:1. Dengan saluran yang dalam maka pada sistem paralel lateral ini kelebihan air pada daerah perakaran dapat diikutsertakan, ketinggian muka air tanah yang dapat dibuang bisa mencapai kedalaman 120 cm.

26 9 Sistem Memotong Kemiringan. Untuk lahan yang kemiringannya besar dapat ditempatkan satu atau lebih saluran yang memotong kemiringan. Kemiringan dasar saluran yang paling baik disarankan tidak lebih dari 2%. Saluran dibuat menyimpang sedikit dari garis kontur dengan perbedaan kemiringan antara %. Pada sistem ini semua pengoperasian alat-alat mekanis paralel dengan saluran. Schwab et al. (1981) menyatakan bahwa pemilihan sistem didasarkan pada keadaan topografi lahan dan jenis pengolahannya tanaman. Sistem yang digunakan tersebut harus: - layak untuk suatu sistem pertanian, - mempunyai kapasitas pengaliran yang cukup, - arah aliran kelebihan air mulai dari lahan menuju saluran tanpa bahaya erosi dan pengendapan, dan - tidak menggangu oprasi peralatan. Penggunaan drainase permukaan tanah sebagai sistem drainase memberikan keuntungan sebagai berikut : Di samping memberikan keuntungan, drainase permukaan juga memberikan beberapa kerugian yaitu : - luas pertanian akan berkurang, - operasi traktor dan alat-alat pertanaian akan terganggu, dan - diperlukan pemeliharaan yang teratur. Schwab et al. (1981) menyatakan untuk merancang bentuk saluran dikenal ada beberapa jenis yang umum yaitu bentuk trapezoidal, segitiga dan parabola (Gambar 3). Di samping itu, ada bentuk persegi panjang, lingkaran, ellips dan eksponensial (French 1985). (a) trapezoidal Gambar 3 Bentuk-bentuk saluran drainase (Schwab et al. 1981).

27 10 Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Kadar Air Das (1993) menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Baver et al. (1972) menyatakan bahwa kadar air mempunyai pengaruh terhadap pengolahan tanah (Gambar 4). Kadar air juga berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 1987). Gambar 4 Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al. 1972). Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara butir primer pasir, debu dan liat (Hardiyatno 1992). Hardjowigeno (1987) menyatakan tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butirbutir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada di dalam tanah (Das 1993). Penentuan jenis tekstur tanah dapat dilakukan berdasarkan perbandingan masing-masing partikel tanah. Selanjutnya, proporsi masing-masing partikel ditentukan berdasarkan kriteria yang terdapat di dalam segitiga tekstur menurut USDA. Kerapatan Isi Tanah Wesley (1973) menyatakan bahwa berat isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah seluruhnya dengan isi tanah seluruhnya. Metode

28 11 pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al. 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat sutau tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno 1987). Tahanan Penetrasi Tanah Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja. Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air, jenis tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama (Devies et al. 1993). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah. Traktor Roda-4 Traktor roda-4 merupakan penarik, penggerak dan penyaluran daya bagi alat pengolahan tanah atau implemen. ASAE (1998), membagi kapasitas lapang pengolahan tanah dikelompokkan menurut 4 kelompok traktor, yaitu traktor kecil (mini) dengan daya 15 kw sampai 35 kw, traktor sedang 30 kw sampai 75 kw, traktor besar 60 kw sampai 168 kw dan traktor sangat besar 168 sampai 300 kw. Load transfer implement diberikan melalui tiga titik gandeng yang kontruksinya seperti ditunjukkan pada Gambar 5 (Alcock 1986). Gambar 5 Konstruksi tiga titik gandeng (ASAE 1998).

29 12 Dimensi tiga titik gandeng memiliki ukuran yang standar berdasarkan daya traktor seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Dimensi tiga titik gandeng (ASAE 1998) Rozaq (1989) menyatakan bahwa torsi pada roda traktor akan mengakibatkan pemadatan tanah sampai tingkat kepadatan tertentu. Menurut Liljedahl (1989) tekanan yang diberikan oleh roda traktor terhadap tanah adalah bobot traktor di bagi luasan kontak (0.78 lebar roda panjang kontak roda dengan tanah). Estimasi luasan kontak antara mesin dan permukaan tanah relatif konstan untuk kebanyakan sinkage, dengan panjang kontak seperti ditunjukkan pada Gambar 6 (McKyes 1985) Gambar 6 Estimasi panjang kontak roda pada permukaan (McKyes 1985). Alcock (1986) menyatakan bahwa besarnya tenaga traktor yang dibutuhkan tergantung pada tahanan spesifik tanah, lebar dan kedalaman pengolahan serta kecepatan operasi pengolahan. Ditcher Ditcher drainase adalah alat pengeruk tanah untuk pembuatan saluran drainase. Ditcher drainase permukaan yang biasanya digunakan berupa rotary

30 13 ditcher, furrower atau ridger. Disamping itu juga terdapat chain ditcher dan ladder ditcher untuk penggunaan khusus. Rotary Ditcher Rotary ditcher merupakan implemen pengeruk tanah yang menggunakan sudu yang diputar oleh tenaga PTO traktor dan ditarik oleh traktor roda empat. Dimensi sudu dan penahan belakang didesain sesuai dengan ukuran saluran yang diinginkan (Gambar 7). Ditcher ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : - mampu dioperasikan pada lahan yang lebih beragam, - saluran yang dihasilkan lebih tepat dan rapi, - tidak terjadi penumpukan tanah di kedua sisi saluran, - draft traktor lebih kecil, dan - saluran yang dibentuk dapat ditengah maupun disebelah kiri atau kanan traktor. Disamping itu, ditcher ini juga mempunyai beberapa kekurangan, yaitu : - pemanfaatan PTO memberatkan kerja traktor, - perawatan harus lebih intensif karena merupakan bagian yang bergerak, dan - harga relatif lebih mahal. Gambar 7 Rotary ditcher (PG. Jatitujuh 2005). Performansi rotary ditcher tergantung desain pabrik pembuatnya. Rotary ditcher buatan Sand Iron and Steel, Inc bekerja pada daya PTO 100 hingga 200 hp, dengan putaran 540 atau 1000 rpm, kedalaman galian 4-16 inci, dan kecepatan 2 mil per jam. Sedangkan rotary ditcher buatan Liebrecht Manaufacturing mempunyai lengan samping 48 inci, bekerja pada daya PTO 100 hingga 120 hp, dengan putaran 1000 rpm, kedalaman galian 6 feet, dan kecepatan 0.5 mil per jam.

31 14 Furrower Furrower merupakan implemen pembuat alur yang ditarik oleh traktor roda empat tanpa menggunakan PTO (Gambar 8). Furrower menghasilkan saluran bentuk V dengan buangan tanahnya menumpuk di kedua sisi saluran. Saluran ini juga dapat dibentuk dengan menggunakan ridger sebagai hasil dari pembuatan bubungan. Ridger dapat dibuat dengan mengubah mata dari kultivator (Yasumasa 1988). Gambar 8 Kair mata satu (PG. Jatitujuh 2005). Boers (2003) menyatakan fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi. Furrower terutama digunakan di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman yang tumbuh di daerah tersebut, seperti kapas, jagung, kentang, tebu dan sayuran, dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman (Saputro 2004). Kelebihan furrower antara lain : dapat digunakan untuk satu atau lebih alur baris, dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, dapat dikombinasikan dengan implemen yang lain, dan dapat digunakan sebagai alat penyiang. Smith dan Wilkes (1977) menyatakan bahwa ridger berfungsi untuk membuka alur. Ada beberapa macam ridger yaitu disk opener, hoe opener, runner opener, lister opener. Hoe opener atau shaovel opener adalah yang paling sesuai untuk membuat alur yang dalam (Wilkinson 1977, diacu dalam Wijanto 1988). Alat pembuat alur pada prinsipnya adalah alat perata tanah dan pencetak yang dapat membentuk permukaan tanah dengan tanah yang rata (Smith dan wakes 1977). Prinsip kerja alat pembuat alur adalah mengeruk tanah dan membuangnya ke sisi kanan dan kiri sepanjang alur yang dibuat sehingga akan

32 15 terbentuk bedengan atau guludan dengan profil yang seragam diseluruh lahan. Alat pembuat guludan biasa disebut dengan furrowerr atau ridger (Wikes dan Habgood, 1968 diacu dalam Smith dan Wilkes 1977). Menurut Pambudi (2004), bagian-bagian utama furrower, yaitu : mata bajak yang berfungsi sebagai ujung bajak yang memulai menembus tanah, pisau bajak yang berfungsi untuk membelah tanah, singkal majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik tanah ke kanan dan ke kiri, rangka batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan rangka utama. Penampang furrower atau ridger seperti ditunjukkan pada Gambar 9. tangkai singkal tumit pisau tampak samping tampak atas Gambar 9 Penampang Furrower (Nakazawa 1982). Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa mekanisme pengolahan tanah merupakan sebab dan akibat dari aksi dan reaksi antara alat dan tanah yang diolah. Pada dasarnya mekanisme pengolahan tanah adalah memotong, mengangkat, menggeser, membalik dan menghancurkan tanah. Sedangkan akibat yang timbul sebagai reaksi dari tanah berupa gerakan meluncur, menggeser, memberi beban, terbalik, pecah dan hancur serta dalam kondisi tertentu terjadi kelengketan antara tanah dan bajaknya. Daywin et al. (1985) menyatakan bahwa terdapat empat perilaku yang menggambarkan proses pengolahan tanah yaitu gesekan antara tanah dan metal, keruntuhan geser tanah, gaya percepatan gerak tanah dan tahanan pemotongan tanah. Hasil akhir dari pengolahan tanah berupa kondisi tanah dan tenaga untuk menggerakkan alatnya.

33 16 Menurut Gil dan Berg (1968), faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tenaga dalam pengolahan tanah adalah tegangan normal pada permukaan bajak, luas permukaan bajak, sudut kemiringan bajak dengan permukaan horizontal, serta sudut geser tanah dipermukan bajak. Secara keseluruhan tenaga yang diperlukan dalam pengolahan tanah meliputi tenaga untuk pemotongan tanah, tenaga untuk mengatasi gaya kohesi dan gaya geser termasuk dalamnya pemampatan, penggeseran, pembalikan dan penghancuran tanah, dan tenaga untuk mengatasi gaya gesek antara tanah dan bajak, tanah dan land side (Baver et al. 1972). Parameter geometri dari furrower dapat didekati berdasarkan parameter geometri singkal (Gambar 10). Soehne (1959) dalam McKyes (1985) memberikan sudut pertemuan mata bajak (δ 1 ) = pada titik pertemuan dan pada ujung mata bajak, sudut potong mata bajak (Ø 1 ) = Gambar 10 Parameter-parameter geometri disain bajak singkal (McKyes 1985). McKyes (1985) menyatakan bahwa total gaya yang diperlukan untuk menggusur tanah dipengaruhi oleh berat tanah, kedalaman dan lebar pengolahan, kohesi tanah dan tekanan luar yang bekerja secara vertikal. Analisis gaya penggusuran tanah seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Gambar 11 Gaya pemotongan tanah dan diagram Mohr s tegangan pada permukaan bilah (McKyes 1985).

34 17 Wijanto (1988) menyatakan bahwa besarnya tenaga untuk membuka alur ditentukan oleh draft tanah, luas penampang alur dan kecepatan. Kapasitas implement dihitung secara teoritis dan aktual (Daywin et al. 1985). Kapasitas lapang teoritis merupakan kemampuan kerja jika alat berjalan maju sepenuh waktunya (100%) dan alat bekerja dalam lebar maksimum (100%). Sedangkan kapasitas efektif merupakan rata-rata dari kemampuan kerja alat di lapang untuk menyelesaikan suatu bidang tanah. Gangde et al. (1996) telah mengembangkan ridger dengan spasi antara 60 hingga 100 cm, kedalaman 20 hingga 26 cm, kapasitas lapang 0.12 hingga 0.14 ha/jam menurunkan gaya tarik sebesar 17% dibanding ridger tradisional (Gambar 12). pandangan atas dan samping ridger yang dikembangkan pandangan atas ridger tradisonal Gambar 12 Bentuk ridger hasil pengembangan dan tradisional (Gangde 1996). Mekanisme Penggerak Pengeruk Martin (1982) menyatakan mekanisme merupakan suatu rantai kinematis yang dibatasi (constrained kinematic chain). Rantai kinematis yang dibatasi adalah sebuah sistem dari batang-batang hubung yang digabungkan bersama atau dalam keadaan saling bersinggungan (kontak) memungkinkan bergerak relatif satu terhadap lainnya, dimana jika salah satu dari batang penghubungnya tetap dan gerakan dari sembarang batang penghubung yang lain ke posisinya yang

35 18 baru akan menyebabkan setiap batang penghubung yang lain bergerak ke posisi tetentu yang telah diramalkan. Rantai kinematik setidaknya memiliki satu batang penghubung (linkage) yang bersifat sebagai ground atau terikat pada rangka. Batang penghubung diasumsikan sebagai benda kaku yang setidaknya memiliki dua titik hubung atau nodes (Waldron 1999). Ada beberapa mekanisme yang umum digunakan tergantung pada kebutuhan Salah satunya adalah mekanisme empat batang hubung seperti dalam Gambar 13. O 2 linkage ground 2 1 O node Gambar 13 Mekanisme 4 batang penghubung sejajar (4 bar parallel lingkage).

36 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Juli Identifikasi masalah dilaksanakan di kebun tebu dan divisi teknik Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka. Desain, pembuatan model dan prototipe dilaksanakan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji kinerja lapangan dilaksanakan di kebun tebu PG Jatitujuh Majalengka. Alat dan Bahan Alat Penelitian a. Peralatan pengukuran kondisi tanah yang terdiri dari: perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample), penetrometer tipe SR-2, oven dan timbangan. b. Peralatan simulasi dan perancangan yang terdiri dari : komputer dan software Computer Aided Design c. Peralatan pembuatan prototipe ditcher, antara lain: las listrik, las LPG, gerinda tangan, gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, mesin bubut, penggaris, meteran, busur, gunting, tang, obeng, kunci pas dan kunci ring. d. Instrumen pengukuran uji fungsional dan uji kinerja lapangan yang terdiri dari penggaris stainless steel 100 cm dan 60 cm, busur derajat, waterpass, alat angkat (crane), pita ukur, relief meter, pengukur sudut, patok, load cell (Kyowa, LT-5TSA71C) dan handy-strain meter ( UCAM-1A), dan traktor roda 4 dengan daya 70 hp. e. Dua unit traktor roda-4, masing-masing bertenaga 70 hp Bahan Penelitian a. Bahan pembuatan model terdiri dari : karton, lem, kayu batangan, seng dan paku. b. Bahan pembuatan prototipe terdiri dari : besi plat tebal 10 mm, 8 mm, 6 mm, dan 3 mm, besi silinder pejal diameter 20 mm, 25 mm, 30 mm dan 70 mm,

37 20 c. besi pipa diameter luar 324 mm, 33 mm dan 30 mm, besi kanal UNP ukuran 38 mm x 76 mm tebal 5 mm dan 50 x 100 mm tebal 5 mm, besi siku ukuran 10 cm 10 cm tebal 8 mm, 7 cm x 7 cm tebal 6 mm, dan 3 cm x 3 cm tebal 2 mm, baut, ring, mur, pillow block, flange bearing, pegas diameter 2 cm, cat dan perlengkapan lainnya. Tahapan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode rancangan berdasarkan pendekatan fungsional dan struktural. Penelitian dilakukan dengan tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Mulai Data dan informasi penunjang Identifikasi masalah Perumusan dan penyempurnaan konsep desain Analisis desain dan pembuatan gambar teknik Pembuatan model Uji fungsional Berhasil Tidak Ya Pembuatan prototipe alat Uji fungsional Modifikasi Tidak Berhasil Ya Uji kinerja Selesai Gambar 14 Tahapan penelitian.

38 21 Identifikasi masalah di lakukan di PG. Jatitujuh. Beberapa informasi dan data pendukung diperoleh dengan melakukan survei lapangan ke PG. Jatitujuh, yaitu : teknik budidaya tebu khususnya pembuatan saluran drainase, kondisi tanah khususnya sifat fisik dan mekanik tanah, bentuk dan ukuran guludan, ukuran penampang saluran drainase, ketersediaan tenaga penggerak dan masalah teknis yang dihadapi dalam pembuatan saluran drainase. Ukuran guludan lahan plant cane hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 15 (Lampiran 1.a). 135 cm 95 cm 30 cm Gambar 15 Ukuran guludan lahan plant cane. Ukuran guludan lahan ratoon cane hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 16 (Lampiran 1.b). 95 cm 55 cm 16 cm 135 cm Gambar 16 Ukuran guludan lahan ratoon cane. Penampang saluran drainase hasil pengerjaan rotary ditcher ditunjukkan pada Gambar 17 (Lampiran 1.c). 90 cm cm 40 cm Gambar 17 Penampang saluran drainase hasil rotari ditcher.

39 Dimensi penampang ini adalah hasil dari pembentuk saluran drainase pada rotary ditcher seperti terlihat pada Gambar Tinggi (cm) Lebar (cm) (a) (b) Gambar 18 Pembentuk saluran pada rotary ditcher (a) dan sketsa ukuran (b). Sinkage yang terjadi pada puncak guludan ditunjukkan pada Lampiran 1.d. Tahan penetrasi secara horizontal pada lereng guludan ditunjukkan pada Lampiran 1.e. Tahanan penetrasi pada puncak dan cekungan guludan ditunjukkan pada Gambar 19 (Lampiran 1.f). Kedalaman (cm) Tahanan penetrasi (kpa) puncak guludan cekungan guludan Gambar 19 Tahanan penetrasi tanah pada guludan. Kadar air tanah rata-rata pada saat pembuatan saluran drainase 18.74% di puncak guludan, 19.77% di lereng guludan dan 21.59% di cekungan guludan dengan bulk density rata-rata 1.14 gram/cm 3 (Lampiran 1.g). Penyempurnaan ide dan perumusan kondep desain berupa analisis permasalahan yang ada dan pengumpulan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait. Perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun desain struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa, prasyarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional alat di lapangan.

40 23 Beberapa sketsa alternatif desain fungsional ditcher adalah sebagai berikut: a. Konstruksi tegak. Konsep ini mempunyai sudut rake angle (α) yang besar, sehingga memberikan tahanan drat tanah yang tinggi (Gambar 19.a). Konsep ini lebih hemat dalam penggunaan material dan lebih mudah dalam pembuatan. b. Konstruksi landai. Konsep ini mempunyai rake angle (α) yang lebih kecil, sehingga akan memberikan tahanan tarik yang rendah (Gambar 20.b). Kelandaian (rake angle ) dimaksudkan agar tanah buangan ditcher sedekat mungkin dengan posisi pengeruk. Konsep ini memerlukan material lebih besar dan lebih sulit dalam pembuatan. (a) Tegak (b) Landai Gambar 20 Konsep konstruksi ditcher. Beberapa sketsa alternatif desain fungsional dan struktural konstruksi penggerak pengeruk adalah sebagai berikut: a. Konstruksi empat batang penghubung murni. Konstruksi ini terdiri dari 2 bagian mekanisme empat batang penghubung, di mana posisi roda bantu dan pengeruk sejajar (Gambar 21). Gerakan naik turun roda menghasilkan gerakan mekanisme batang penghubung A. Pergerakan ini menyebabkan mekanisme batang penghubung B ikut bergerak karena dihubungkan oleh batang C. Perbedaan posisi pin batang C pada batang penghubung A dan B antara pin atas dan pin bawah, menyebabkan batang penghubung atas naik lebih tinggi sehingga pengeruk akan bergerak lebih tinggi. Kelebihan dari mekanisme ini yaitu profil yang dibentuk oleh pengeruk berasal dari profil guludan itu sendiri dan tidak tergantung pada guludan yang dilewati.

41 24 mekanisme empat batang penghubung B batang hubung C mekanisme empat batang penghubung A Gambar 21 Konstruksi empat batang penghubung murni. Kelemahan mekanisme ini, profil yang dihasilkan tidak sesuai dengan bentuk guludan awal (Gambar 22). profil guludan baru profil guludan Gambar 22 Profil guludan akhir yang dibentuk oleh mekanisme empat batang penghubung murni. b. Konstruksi empat batang penghubung sederhana. Konstruksi ini menempatkan posisi roda bantu dan pengeruk pada guludan yang berbeda (Gambar 23). Prinsip kerja dan profil guludan akhir yang dihasilkan sama seperti mekanisme empat batang penghubung murni. Perbedaannya yaitu profil hasil pengerukan mekanisme ini tergantung pada profil guludan di depannya. Gambar 23 Konstruksi empat batang penghubung sederhana. Kelebihan dari konstruksi ini adalah sederhana. Namun profil yang dibentuk oleh pergerakan pengeruk masih belum mendekati guludan awal. Selain itu untuk melipatgandakan pergerakan pengeruk, maka batang penghubung harus memiliki jarak antar pin yang pendek. Hal ini membuat momen pada roda lebih besar.

42 25 c. Konstruksi empat batang penghubung terbalik Konstruksi ini membuat gerakan antara roda dan pengeruk secara terbalik (Gambar 24.a). Pada saat roda berada pada cekungan guludan, maka pengeruk akan berada pada puncak guludan awal sehingga profil akhir yang dihasilkan akan memberikan luasan yang terbalik (Gambar 24.b). profil guludan baru profil guludan awal (a) Konstruksi (b) Profil guludan yang dihasilkan Gambar 24 Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme empat batang penghubung terbalik. Kelebihan dari mekanisme ini adalah bentuknya yang relatif kecil dan tidak terlalu panjang. Profil yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan karena menghasilkan profil akhir yang terbalik dari profil guludan awal. Selain itu, ruang yang tersedia untuk mekanisme hanya sepanjang 65 cm. Profil pergerakan roda dikhawatirkan terganggu oleh tumpahan tanah dibelakangnya. Kelemahan yang lain yaitu perlunya gaya bantu agar roda dapat turun. d. Konstruksi lengan ayun Konstruksi ini menggunakan mekanisme empat batang penghubung untuk menjaga roda dan pengeruk agar selalu berada pada posisi horizontal. Pengeruk bekerja berdasarkan gerakan roda yang di transmisikan melalui poros (Gambar 25.a). profil guludan baru profil guludan (a) Konstruksi (b) Profil guludan yang dihasilkan Gambar 25 Konstruksi dan profil guludan hasil mekanisme lengan ayun.

43 26 Kelebihan dari mekanime ini adalah profil gerakan pengeruk mendekati bentuk guludan awal (Gambar 25.b). Kelemahan mekanisme ini yaitu roda dan pengeruk akan bergeser ke samping ketika bergerak naik. Selain itu apabila sistem ini tidak bekerja dengan baik, maka roda penggeraknya akan menggusur tanah pada puncak guludan. Beberapa sketsa alternatif desain fungsional rangka adalah sebagai berikut: a. Konstruksi segiempat. Rangka konstruksi ini berbentuk persegi (Gambar 26.a). Konstruksi ini sesuai untuk penggunaan mekanisme lengan ayun dengan poros tidak menyudut. Kelebihan kontruksi ini pengerjaanya lebih sederhana. Kekurangannya, posisi pengeruk harus dibelakang rangka dan menggunakan bahan yang lebih banyak. b. Konstruksi segitiga. Rangka konstruksi ini berbentuk segitiga (Gambar 26.b). Konstruksi ini sesuai untuk penggunaan mekanisme lengan ayun dengan poros menyudut. Kelebihan konstruksi ini yaitu posisi lengan pengeruk dapat diletakkan menyamping dan menghemat penggunaan bahan konstruksi. Kekurangannya, untuk pengerjaan konstruksi ini lebih sulit. (a) Bentuk segi empat (b) Bentuk segi tiga Gambar 26 Alternatif desain rangka. Berdasarkan pertimbangan fungsional, struktural, penggunaan bahan dan estetika, maka dipilih ditcher dengan konstruksi landai, konstruksi penggerak pengeruk menggunakan mekanisme lengan ayun dan rangka berbentuk segitiga. Analisis desain dengan melakukan analisis teknik termasuk dimensi dan kekuatan bahan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor luar dan dilanjutkan dengan membuat gambar teknik konsep desain yang dipilih dengan bantuan komputer.

44 27 Pembuatan model dengan skala tertentu dilakukan untuk melihat apakah mekanisme tersebut sudah berfungsi dengan baik atau tidak. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan koreksi jika terjadi kesalahan sebelum pembuatan prototipe sehingga meminimumkan waktu dan biaya pembuatan. Pembuatan prototipe dilakukan menggunakan mesin-mesin produksi. Prototipe merupakam hasil dari penelitian ini. Prototipe di buat apabila model yang dibuat sudah sesuai dengan rancangan fungsional. Uji fungsional dilakukan untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian prototipe dapat berfungsi dengan baik. Pengujian dilakukan untuk memperoleh kesesuaian pergerakan roda penggerak dengan pergerakan pengeruk tanah dan gaya pengeruk yang terjadi akibat naik turunya roda. Modifikasi prototipe dilakukan untuk penyempurnaan desain berdasarkan permasalahan yang timbul dari hasil pengujian. Dengan modifikasi diharapkan alat dapat bekerja secara efektif di lapangan. Uji kinerja yang dilakukan yaitu uji kesesuaian pergerakan mekanisme pengeruk terhadap profil guludan, kondisi dan karakteristik saluran drainase yang dihasilkan, serta hasil pengerukan tanah pada cekungan guludan. Prosedur Pengujian Persiapan Alat Ukur Pembuatan alat relief meter menggunakan bahan rangka dari aluminium berbentuk C dengan panjang 160 cm, lebar 6 cm, dan tinggi 10 cm. Kaki relief meter terbuat dari besi beigel dengan diameter 19 mm dan panjang 110 cm sebanyak 2 buah. Pin yang digunakan dari bahan beigel stainless steel dengan diameter 4 mm dan panjang 90 cm sebanyak 30 buah. Jarak antar pin yang digunakan adalah 5 cm (Gambar 27.a).

45 28 (a) Relief meter (b) Alat ukur kemiringan saluran Gambar 27 Alat ukur profil guludan dan kemiringan dinding saluran drainase. Alat ukur lainnya yaitu pengukur sudut (aluminium bentuk panjang 110 cm, lebar 15 mm, dengan ditempeli penggaris busur) (Gambar 27.b), penggaris stainless (60 cm dan 100 cm), patok, stopwatch dan alat ukur lainnya. Dalam persiapan instrumen sebelum pengujian lapangan juga dilakukan kalibrasi load cell dan kalibrasi strain amplifier (Gambar 28.a). Load cell dihubungkan dengan handy strain meter, kemudian digantungkan ke sebuah crane, lalu load cell tersebut diberi beban (Gambar 28.b). Load cell yang digunakan adalah tipe Kyowa, LT-5TSA71C. Handy strain meter yang digunakan adalah tipe Kyowa, UCAM-1A. Pembebanan pada load cell dilakukan secara bertahap. Pada masingmasing pembebanan yang diberikan, hasil yang terbaca pada handy strain meter dicatat. Pembebanan dilakukan dua kali dengan cara pembebanan terbalik. Hasilnya diolah sehingga diperoleh persamaan hubungan beban (N) dan regangan pada load cell (με) seperti ditunjukkan pada Lampiran 2. (a) Handy strain meter dan load cell (b) Kalibrasi load cell Gambar 28 Instrumen dan kalibrasi load cell.

46 29 Uji Fungsional Uji mekanisme dilakukan untuk mengetahui kesesuaian mekanisme rancangan dengan prototipe hasil rancangan. Parameter-parameter yang diukur adalah hubungan ketinggian roda terhadap ketinggian pengeruk, pergeseran roda, pergeseran pengeruk, gaya angkat roda dan kesesuaian roda kanan dan kiri. Alat yang digunakan penggaris, alat angkat (crane), load cell dan handy-strain meter. Persiapan Lahan Uji Sebelum pengujian kinerja ditcher berpengeruk, terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan uji. Persiapan lahan uji yang dimaksud adalah pengkondisian lahan uji agar sesuai dengan kondisi kerja alat. Persiapan lahan uji ini dilakukan di lahan uji Leuwikopo dan lahan uji PG. Jatitujuh. Pada awal persiapan ini lahan yang akan diuji dibajak dengan menggunakan alat bajak piring. Pembajakan dilakukan sebanyak 2 kali, dimana arah pembajakan 2 melintang arah pembajakan 1. Tenggang waktu antara pembajakan 1 dan pembajakan 2 adalah sekitar 3 7 hari, tergantung kondisi cuaca, hal ini dimaksudkan agar kondisi tanah hasil pembalikkan oleh pembajakan 1 mengalami pengeringan, sehingga mempermudah proses pembajakan 2. Setelah pembajakan 2 dilakukan, tanah hasil pembajakan 2 ini dibiarkan mengering sekitar 3 7 hari untuk selanjutnya dilakukan penggaruan dengan alat garu piring. Kegiatan selanjutnya adalah pengkairan (pembuatan guludan) dengan menggunakan furrower. Bentuk guludan disesuaikan dengan ukuran yang direncanakan menggunakan mal yang telah dibuat. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengamatan kondisi tanah pada tempat pengujian. Kondisi tanah yang diamati adalah kadar air, tahanan penetrasi, kohesi dan adhesi tanah. Pengambilan titik pengukuran dilakukan secara acak. Pengukuran Kondisi Tanah Kadar Air dan Kerapatan Isi Tanah. Untuk pengukuran kadar air tanah diambil contoh tanah dengan perlengkapan pengambil contoh tanah (ring sample) pada kedalaman 0-10 cm, cm, dan cm dari permukaan tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada 10 titik pengukuran secara acak

47 30 pada masing-masing kedalaman. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah ditunjukkan pada Lampiran 3. Peralatan pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah seperti ditunjukkan pada Gambar 29. Gambar 29 Peralatan pengukuran kadar air. Tahanan Penetrasi Tanah. Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer tipe SR-2 (Gambar 30). Luas penampang kerucut yang digunakan adalah 2 cm 2 dengan sudut kerucut Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman yang dianggap mewakili kedalaman pengolahan oleh ditcher sebanyak 10 kali ulangan tiap kedalamannya. Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus: 98Fp Tp =... (1) Ak di mana: Tp = tahanan penetrasi (kpa), Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat Penetrometer(kgf) Ak = penampang kerucut (2 cm 2 ). Gambar 30 Pengukuran tahanan penetrasi.

48 31 Kohesi dan Sudut Gesek Dalam. Pengukuran tahanan geser tanah dilakukan dengan menggunakan gelang geser dan lengan torsi untuk menghitung nilai kohesi tanah pada puncak dan cekungan guludan (Gambar 31). Cara pengukuran dan perhitungan nilai kohesi tanah seperti ditunjukkan pada Lampiran 4 Gambar 31 Pengukuran tahanan geser tanah. Adhesi dan sudut Gesek Tanah Baja. Pengukuran tahanan gesek tanahbaja dilakukan dengan menggunakan gelang gesek dan lengan torsi untuk menghitung nilai adhesi tanah pada puncak dan dasar guludan (Gambar 32). Cara pengukuran dan perhitungan nilai adhesi tanah seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. Gambar 32 Pengukuran tahanan gesek tanah. Pengukuran Kinerja Ditcher Berpengeruk Pengukuran Bentuk dan Ukuran Saluran Drainase. Pengukuran kedalaman pengolahan aktual didekati dengan cara memasukkan penggaris (ukuran 60 cm) tegak lurus ke dalam alur pengolahan (tengah saluran) sehingga

49 32 ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Selain pengukuran kedalaman juga dilakukan pengukuran sudut kemiringan, lebar dasar dan lebar atas saluran. Pengukuran Perubahan Kondisi Guludan. Pengukuran dilakukan pada kondisi guludan awal, profil guludan hasil pengerukan secara sejajar dan melintang dan profil pada lintasan roda bantu menggunakan relief meter (Gambar 33). sejajar pada puncak guludan melintang pada puncak guludan sejajar pada lintasan roda melintang pada dasar guludan Gambar 33 Sketsa posisi pengukuran pada guludan. Pengukuran Kecepatan Maju Pengolahan. Kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tempuh 25 m dengan menggunakan stop watch (Gambar 34). Kecepatan maju dihitung dengan rumus: di mana : s V =... (2) t V = kecepatan maju pengolahan (m/detik), s = jarak tempuh (25 m) dan t = waktu tempuh pada jarak s (detik). Lintasan roda traktor Trakto Arah maju traktor Patok 25 m Patok Gambar 34 Pengukuran kecepatan maju traktor pada waktu pengolahan.

50 33 Pengukuran Tahanan Tarik. Ditcher berpengeruk digandengkan pada traktor roda empat (disebut traktor 2) seperti yang terlihat pada Gambar 35. Selanjutnya traktor 2 digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor 1) yang menarik traktor 2. Titik tarik bagian depan traktor 2 dibuat sama tinggi dengan titik gandeng (drawbar) traktor 1 sehingga arah tarikan menjadi horizontal. Gaya tarik traktor diukur dengan sebuah load cell yang dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor 1 dan traktor 2. Pengujian dilakukan dengan implemen bekerja dan implemen tidak bekerja. Load cell Handy-strain meter Ditcher Traktor 1 Traktor 2 Guludan Gambar 35 Pengukuran tahanan tarik ditcher. Tahanan tarik pembajakan merupakan selisih dari gaya tarik ketika ditcher berpengeruk dioperasikan dengan gaya tarik ditcher berpengeruk tidak dioperasikan. Tahanan tarik dihitung dengan rumus: P s = P1 Ptr... (3) dimana: Ps = tahanan tarik ditcher lengan ayun (N), P1 = tahanan tarik yang terukur saat percobaan (N) dan Ptr = tahanan gelinding traktor ketika bajak tidak dioperasikan (N). Pengukuran Kapasitas Lapang, dan Slip Roda Traksi. Kapasitas lapang teoritis didapatkan dengan pengukuran waktu mulai dan selesai bekerja ditcher berpengeruk pada luas lahan yang diolah. Slip roda traksi diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dalam lima putaran roda traksi di lapangan saat pengoperasian ditcher berpengeruk kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda traksi di lahan keras (aspal). Pengukuran slip roda traksi dilakukan pada tiap lintasan. Slip roda kiri dan kanan pengukurannya

51 34 dilakukan secara terpisah. Pengukuran dilakukan dengan mengukur 1 tingkat kecepatan dengan 10 kali ulangan kecepatan maju pengolahan. Diukur juga lebar pengolahan, waktu belok, luas lahan diolah, sehingga akan didapatkan kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lahan efektif. Pengukuran slip roda dilakukan dengan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda dengan beban dan mengukur jarak tempuh 5 kali putaran roda tanpa beban, kemudian slip roda traktor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Si Slip = 1 x (4) So di mana : S o = jarak tempuh teoritis 5 kali putaran roda, S i = jarak tempuh 5 kali putaran roda sebenarnya. Pengukuran waktu kerja dilakukan pada saat traktor roda 4 mulai mengolah lahan sampai selesai untuk jarak 30 m. Pengukuran kecepatan maju dilakukan dengan mengukur waktu tempuh traktor roda 4 sepanjang 25 m. Kapasitas lapang teoritis (ha/jam) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ( m) Luas lahan KLT =... (4) panjang olah ( m) kecepa tan maju ( m / s)

52 RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK Kriteria Rancangan Pengoperasian ditcher berpengeruk ditarik oleh traktor roda-4 tanpa menggunakan power take off (PTO). Di samping melakukan pengkairan, ditcher berpengeruk harus mampu memindahkan tanah buangan ditcher yang menutupi alur barisan tanam (cekungan guludan) di kedua sisi saluran drainase yang dibuat (Gambar 36). Guludan Alur tanam Saluran drainase (a) Sebelum dibuat saluran drainase (b) Sesudah dibuat saluran drainase Gambar 36 Sketsa saluran drainase yang akan dibuat. Ditcher Ditcher dirancang agar mampu membuat saluran drainase (got malang) yang sesuai dengan dimensi yang diinginkan. Prinsip kerja ditcher adalah memotong, meneruskan dan menumpahkan tanah ke samping. Pemotongan tanah terjadi pada dasar dan kedua sisi samping ditcher. Potongan tanah diharapkan dengan mudah menuju pengeruk pada sisi kanan dan kiri ditcher. Rancangan konstruksi dan geometri serta penggunaan bahan ditcher harus memperkecil dan mampu menahan gaya pemotongan dan gusuran tanah. Konstruksi Penggerak Pengeruk Konstruksi penggerak pengeruk dirancang agar pengeruk dapat bekerja dengan baik. Sumber penggerak pengeruk adalah profil guludan dengan menggunakan roda bantu. Pengeruk harus mampu memindahkan tanah buangan ditcher dari cekungan guludan ke punggung guludan sesuai dengan profil yang diinginkan. Pengeruk harus dapat mencegah jatuhnya kembali tanah buangan ditcher ke dalam saluran yang telah dihasilkan. Geometri dan penggunaan bahan pengeruk dipilih agar mampu memberikan penetrasi yang kecil dan dapat

53 36 menahan gaya gusur tanah. Di samping itu, kepraktisan dan kemudahan dalam perawatan dijadikan sebagai pertimbangan dalam perancangan konstruksi penggerak pengeruk. Rangka Rangka dirancang dengan titik gandeng yang sesuai dengan dimensi tiga titik gandeng traktor yang digunakan. Di samping itu, pertimbangan terhadap konstruksi dan posisi penempatan ditcher dan mekanisme pengeruk ikut menentukan dimensi dan kontruksi dari rangka. Kontruksi juga harus aman terhadap beban dan gaya-gaya yang bekerja. Rancangan Fungsional Ditcher Ditcher berfungsi membuat saluran drainase. Rancangan ditcher disesuaikan dengan bentuk dan ukuran saluran yang diinginkan (Gambar 37). Saluran drainase yang ingin dicapai dalam penelitian ini berbentuk trapesium dengan penampang : lebar bawah (L b ) = 35 cm, lebar atas (L a ) = 90 cm dan tinggi (t) = 40 cm. 50 Kedalaman (cm) Lebar (cm) Gambar 37 Penampang saluran drainase yang diinginkan. Kedalaman saluran terdiri dari 30 cm tanah terolah dan 10 cm tanah tidak terolah. Tanah terolah dalam hal ini adalah tanah yang telah menjadi guludan (tinggi guludan). Bagian-bagian ditcher pembuat saluran drainase yang dirancang terdiri dari: pisau penusuk, pisau bajak, singkal, pisau samping, dan kaki.

54 37 Pisau Penusuk. Pisau penusuk berfungsi menembus tanah pada sisi bawah kaki ditcher. Pisau penusuk adalah bagian pertama yang melakukan penetrasi ke dalam tanah untuk menghindari terjadinya penetrasi langsung dari kaki ditcher. Pisau penusuk dibuat lebih lebar dari pada kaki ditcher. Pisau penusuk harus mampu melakukan penetrasi diatas 13.6 kg/cm 2. Geometri pisau penusuk harus memberikan tahanan penetrasi yang kecil. Pisau Bajak. Pisau bajak berfungsi memotong tanah pada dasar saluran. Pisau bajak merupakan bagian yang melakukan pemotongan tanah secara horizontal yang akan diteruskan ke bagian singkal. Pisau bajak membentuk dasar saluran yang datar. Lebar bawah (L b ) = 35 cm, diperoleh dari lebar total pisau bajak kanan dan kiri. Pisau bajak harus mampu melakukan penetrasi diatas 13.6 kg/cm 2. Pisau bajak harus memberikan tahanan pentrasi yang kecil dalam melakukan pemotongan tanah. Sebagai komponen yang pertama memotong tanah, pisau akan mudah aus. Untuk itu rancangan pisau harus dapat dibuka atau digantikan. Singkal. Singkal berfungsi membuka tanah dan menghasilkan bentuk dan ukuran saluran drainase sesuai yang diinginkan. Bentuk singkal melengkung untuk memudahkan pergerakan tanah ke belakang dan ke atas untuk selanjutnya dibuang kesamping. Sebagai bagian yang paling luas bersinggungan dengan tanah, geometri dan konstruksi singkal harus mampu melawan tahanan tanah. Untuk itu dipasang pengungat yang berfungsi untuk meperkuat dudukan singkal pada kaki ditcher. Penempatan pengungat pada gaya terbesar ke belakang yang diterima oleh singkal. Pengungat harus mempertahankan kesimetrisan singkal, jarak antar singkal dan singkal tidak melenting ke samping kanan atau kiri. Di samping untuk memudahkan pergerakan tanah, rancangan geometri singkal disesuaikan sehingga buangan tanah ditcher tidak terlalu jauh dari pengeruk. Pisau Samping. Pisau samping berfungsi memotong tanah pada dinding saluran drainase. Pisau ini membentuk kemiringan dan ukuran lebar dinding saluran. Disamping itu, pisau samping juga berfungsi merapikan dinding saluran drainase.

55 38 Kaki. Kaki berfungsi sebagai tempat menempelnya pisau penusuk, pisau bajak dan singkal ditcher. Kaki ditcher menghubungkan ditcher dengan rangka atau batang tarik. Geometri dan konstruksi kaki ditcher harus memberikan tahanan tanah yang kecil dan mampu menahan gaya total tahanan tanah akibat pengkairan. Tinggi kaki harus memberi ruang bebas bagi konstruksi penggerak pengeruk pada rangka. Kaki dipasang stabilizer yang berfungsi menahan gaya tahanan tanah agar ditcher dapat lebih stabil pada saat maju. Sebagai penstabil, stabilizer dirancang tidak untuk memotong tanah. Konstruksi Penggerak Pengeruk Konstruksi penggerak pengeruk dirancang untuk menghasilkan gerakan pengeruk sesuai dengan yang diinginkan. Konstruksi penggerak pengeruk terdiri dari : roda, pemegang roda, lengan roda, poros mekanisme, lengan pengeruk, pengeruk, dan standar lengan. Gerakan ayunan naik turun pengeruk yang relatif tegak lurus dihasilkan oleh lengan dengan mekanisme empat batang penghubung sejajar (parallel-crank four-bar lingkage). Lengan ini berayun akibat gerakan naik turun roda yang ditransmisikan melalui sebuah poros. Roda. Roda berfungsi sebagai sumber tenaga penggerak lengan ayun. Gerakan ini dihasilkan oleh gerakan roda yang menggelinding pada profil guludan akibat gerakan maju ditcher. Di samping menggelinding, roda mengalami gerakan ke samping akibat dari naik turunnya roda. Untuk itu perlu dihindari terjadinya tahanan yang besar dalam pergerakan roda. Roda di tempatkan tepat dibelakang posisi roda traktor dan berada di samping kanan dan kiri bagian depan rangka ditcher berpengeruk. Gerakan roda harus dapat menghindari terjadinya gusuran tanah pada puncak guludan. Untuk itu besarnya roda dirancang dengan rolling resistance sekecil mungkin, namun tetap menyinggung profil di dasar cekungan guludan. Pemegang Roda. Pemegang roda merupakan tempat pemasangan roda dan berfungsi sebagai joint mekanisme. Pemegang roda meneruskan gerakan naik turun roda ke mekanisme empat batang penghubung. Gerakan pemegang roda harus tetap vertikal terhadap permukaan lintasan roda.

56 Lengan Roda. Lengan roda merupakan batang penghubung dari parallelcrank four-bar lingkage roda. Lengan ini terdiri dari lengan atas dan lengan bawah. Lengan roda berfungsi meneruskan pergerakan dari pemegang roda ke poros transmisi dan mengatur gerakan pemegang roda tetap vertikal terhadap permukaan lintasan roda. Rancangan geometri dan konstruksi lengan harus aman terhadap gaya-gaya yang bekerja dan menjamin mekanisme empat batang hubung dapat bergerak sesuai dengan fungsinya. Poros Transmisi. Poros transmisi berfungsi meneruskan gerakan dari lengan roda ke lengan pengeruk secara rotasi. Transmisi ini harus berjalan lancar sehingga mampu menghasilkan gaya naik turun lengan pengeruk dengan mudah. Poros transmisi harus mampu menahan beban penggerak pengeruk. Lengan Pengeruk. Lengan pengeruk merupakan batang penghubung dari parallel-crank four-bar lingkage pengeruk. Lengan pengeruk terdiri dari lengan atas dan lengan bawah. Lengan ini berfungsi meneruskan gerakan dari poros transmisi ke pengeruk. Rancangan geometri dan konstruksi lengan harus aman terhadap gaya-gaya yang bekerja dan menjamin mekanisme dapat berjalan lancar sesuai dengan fungsinya. Pengeruk. Pengeruk berfungsi mengeruk, menggusur dan memindahkan tanah buangan ditcher pada cekungan ke puncak guludan. Pada bagian belakang pengeruk dibuat pemegang pengeruk yang berfungsi sebagai joint mekanisme. Gerakan pengeruk direncanakan dapat menghasilkan profil guludan baru seperti ditunjukkan pada Gambar 38 (Lampiran 7). Volume tanah hasil buangan ditcher ke satu sisi saluran adalah cm 3 dengan berat kg (Lampiran 8). Dengan profil guludan baru yang demikian, maka tanah yang akan dinaikkan ke punggung guludan mempunyai tinggi 25 cm dari puncak guludan awal dengan lebar cm ke arah samping. 39

57 lebar guludan prof il guludan awal prof il lintasan roda traktor prof il as roda prof il rencana guludan akhir Gambar 38 Profil pengerukan hasil simulasi. Letak pengeruk berada pada samping kanan dan kiri bagian belakang rangka ditcher beperpengeruk. Geometri pengeruk harus memberikan tahanan pentrasi tanah yang kecil sehingga menjamin pengeruk dapat menembus tanah ketika berada pada cekungan guludan. Di samping itu, pengeruk juga harus dapat mencegah masuknya kembali tanah ke dalam saluran yang di hasilkan oleh ditcher. Standar Lengan. Standar lengan berfungsi untuk menahan lengan pada posisi terendah. Standar lengan ini diletakkan pada dudukan lengan roda. Standar lengan harus mampu menahan beban total penggerak pengeruk. Standar ini berguna terutama pada saat transportasi ditcher berpengeruk. Rangka Rangka berfungsi sebagai titik gandeng, dudukan ditcher dan konstruksi penggerak pengeruk. Tiga Titik Gandeng. Tiga titik gandeng berfungsi menggandengkan ditcher dengan traktor roda-4. Kontruksi tiga titik gandeng dirancang yang sesuai untuk standard traktor roda-4 katagori II, III dan IV. Dudukan Ditcher. Dudukan ditcher berfungsi sebagai tempat peletakan ditcher. Geometri dan konstruksi dudukan ini dirancang berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam pemasangan dan pelepasan ditcher, dan harus aman terhadap gaya-gaya yang bekerja.

58 41 Dudukan Konstruksi Penggerak Pengeruk. Dudukan ini berfungsi sebagai tempat peletakan konstruksi penggerak pengeruk. Geometri dan konstruksi dudukan ini dirancang berdasarkan pertimbangan kelancaran bekerja penggerak pengeruk, kemudahan dalam pemasangan dan pelepasan komponen, dan harus aman terhadap gaya-gaya yang bekerja. Fungsi-fungsi yang diperlukan dan komponen dari ditcher berpengeruk yang mengerjakannya seperti ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2 Fungsi komponen ditcher berpengeruk Fungsi yang dibutuhkan Penetrasi awal untuk pembuka tanah pertama Pemotong tanah untuk diteruskan ke singkal dan membentuk lebar bawah saluran Peletakan dan penyatu pisau bajak dengan singkal dan kaki ditcher Mengalirkan tanah ke samping kanan dan kiri ditcher serta membentuk dinding dan lebar atas saluran Menyatukan ditcher dengan rangka dan singkal Menyetabilkan kerja ditcher Sebagai sumber tenaga penggerak mekanisme Pemasangan roda dan joint lengan roda Meneruskan gerakan roda ke poros transmisi Meneruskan transmisi mekanisme roda ke pengeruk Merubah transmisi poros ke gerakan pengeruk Mengeruk tanah buangan ditcher dan joint lengan pengeruk Menahan lengan ayun pada posisi terendah Gandengan rangka ke tenaga penarik traktor roda-4 Pemegang dan penyatu kaki ditcher dengan rangka Dudukan dan pemegang mekanisme lengan ayun Komponen yang menangani Pisau penusuk Pisau bajak Dudukan pisau bajak Singkal Kaki Stabilizer Roda Pemegang roda Lengan roda Poros transmisi Lengan pengeruk Pengeruk Standar lengan Tiga titik gandeng Dudukan ditcher Dudukan mekanisme Bagian Ditcher Konstruksi penggerak pengeruk Rangka Rancangan Struktural Analisis Teknik Analisis teknik dilakukan untuk menghitung dimensi masing-masing komponen ditcher berpengeruk, sehingga memenuhi kriteria rancangan fungsional dan keamanan kekuatan bahan seperti yang diharapkan. Analisis

59 42 keamanan kekuatan bahan terhadap gaya-gaya yang bekerja dilakukan pada bagian-bagian yang dianggap kritis. Ditcher. Untuk mendapatkan lebar saluran bagian bawah 35 cm, maka lebar total pemotongan pisau dirancang 35 cm. Kemiringan dinding saluran drainase dihasilkan oleh rancangan kemiringan pisau samping singkal sebesar 55 dengan ketinggian singkal 65 cm. Desain ukuran bagian bawah dan atas ditcher ditunjukkan pada Gambar 39. L a = 90 cm L b = 35 cm Gambar 39 Lebar ditcher. Gaya yang bekerja pada ditcher (F d ) digunakan sebagai acuan untuk melakukan perhitungan. Kedalaman olah tanah (d) direncanakan 30 cm untuk tanah terolah dan 10 cm untuk tanah yang tidak terolah (Gambar 40). 900 mm 489 mm 300 mm tanah terolah 350 mm 100 mm tanah tidak terolah Gambar 40 Dimensi dan kondisi tanah saluran drainase yang akan dibuat. Lebar implement untuk tanah terolah rata-rata (w t ) = 695 mm Lebar implement untuk tanah tidak terolah rata-rata (w tt ) = 420 mm Hasil pengukuran parameter tanah pada lahan yang akan dibuat saluran drainase seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

60 Tabel 3 Parameter pengukuran tanah Kondisi tanah mc (%) γ (kg/m 3 ) c (Pa) c a (Pa) Ø ( o ) δ ( o ) Tanah terolah Tanah tidak terolah Gaya yang bekerja pada ditcher didekati berdasarkan gaya yang dibutuhkan untuk membuka tanah, dan dihitung dengan persamaan (Mckyes 1985), F 2 ( γgd N + cdn qdn )w d = γ c + q (5) di mana : γ = massa jenis tanah (kg/m 3 ) g = grafitasi bumi = 9.81 m/s 2 d = kedalaman olah (m) c = kohesi tanah (Pa) q = tekanan vertikal pada permukaan tanah (Pa) w = lebar alat (m) N γ, N c, N q adalah faktor gesekan tanah, geomtri alat dan gesekan tanah dengan alat (Lampiran 9). Untuk tanah terolah, F d 2 [( ) + ( ) + 0] = = x Untuk tanah tidak terolah, F d 2 [( ) + ( ) + 0] = = x sehingga gaya total yang bekerja pada ditcher, Fd = = N = 473 kgf Kaki Ditcher. Bentuk kaki ditcher didekati sesuai dengan bentuk singkal, dengan jari-jari 500 mm dan 450 mm sehingga membentuk suatu bilah kaki seperti ditunjukkan pada Gambar 41. N N

61 44 R=500 mm, α = 65 R=450 mm, α = 85 Gambar 41 Bentuk kaki ditcher. Gaya bekerja pada ditcher diasumsikan menyebar sepanjang kedalaman olah dari ditcher yaitu 40 cm. Kaki ditcher mengalami beban dari arah depan (berlawanan dengan arah maju traktor) dan dari samping yang diakibatkan oleh kontak antara tepi tanah yang diolah dengan bagian singkal. Skema gaya pada kaki ditcher ditunjukkan pada Gambar 42. b h 35 0 F ds F dd sehingga, Fdd Gambar 42 Skema gaya yang bekerja pada ditcher. = 473 sin 35 0 = 271kgf Fds = 473cos35 0 = 387 kgf Gaya bekerja pada kaki ditcher diasumsikan berada pada sepertiga kedalaman olah dari ujung bawah kaki atau pada jarak (L dd ) = 650 mm dari titik tengah rangka (Gambar 43).

62 45 c b a h 650 mm d F dd d/3 Gambar 43 Beban lentur yang terjadi pada kaki ditcher. Dimensi kaki ditcher dapat ditentukan berdasarkan beban yang bekerja dengan persamaan (Popov 1994), c 0.5h σ a = M = Fdd Ldd (6) I 1 3 bh 12 Untuk pembuatan kaki ditcher, digunakan plat bahan S45C dengan ketebalan (b) = 30 mm, nilai kekuatan tarik yang diperbolehkan ( σ ) = 58 kgf/mm 2 (Lampiran 10.a), dengan menetapkan faktor keamanan (s f ) = 8, maka lebar rangka (h), h = = 69.7 mm 30( 58 ) 8 Berdasarkan perhitungan, lebar minimum kaki adalah 69.7 mm, dimensi kaki yang digunakan yaitu: tebal (b) = 30 mm, lebar (h) = 200 mm dan panjang (L d ) = 930 mm. Segitiga Penahan. Gaya bekerja pada ditcher, pertama sekali akan di tahan oleh dudukan segitiga pada rangka yang di pasang pararel. Analisa gaya yang terjadi pada segitiga seperti ditunjukkan pada Gambar 44. a

63 mm F ddsa F ddsb 570 cm 725 mm F dd d/3 ` Gambar 44 Skema gaya yang bekerja pada segitiga penahan kaki ditcher. Fddsb 570 = 271 = kgf Fddsa 570 = 473 = 372 kgf 725 Beban lentur yang terjadi dan kekuatan lasan akan diperiksa pada gaya terbesar yaitu segitiga bawah (Gambar 45). throat F ddsb leg 45 leg Gambar 45 Skema gaya kekuatan las segitiga bawah penahan ditcher. Segitiga penahan dari plat SC45, dengan kekuatan tarik (σ = 58 kg/mm 2 ), dengan faktor keamanan (s f = 8), didapat tegangan yang diizinkan (σ a ),

64 47 (7) σ σ a =..... s f 58 σ a = = 7.2 kg/mm h σ sb = F ddsb l (8) 1 3 bh 36 ( ) σ sb = = 3.2 kg/mm ( 30)( 100) 36 Dari perhitumgam diketahui σ sb < σ a, sehingga dimensi segitiga penahan yang digunakan aman terhadap kontruksi ditcher. Panjang lasan minimum pada setiap segitiga dapat dihitung dengan persamaan (Nash,1957) : l w = n F ddsb ( σ / s f ) ll th... (9) Sambungan las yang direncanakan (Gambar 49), menggunakan elektroda E60, σ t = 42 kg/mm 2, σ s = 14 kg/mm 2 (Popov 1994), jumlah sambungan (n)= 2, panjang leg (l l ) = 5 mm, dan panjang throat (t h ) = 3.54 mm, sehingga panjang lasan minimum, 524 lw = = mm 2 (14 /12) Pengelasan dilakukan pada kedua sisi sepanjang bidang sentuh antara segitiga dan rangka. Pin Penahan. Berat ditcher ditopang oleh dua buah pin secara seri. Beban bekerja pada pin penahan merupakan beban lentur. Skema gaya pada pin penahan ditunjukkan pada Gambar 46.

65 48 F dv d Gambar 46 Skema gaya yang bekerja pada pin penahan. Gaya F dv didekati dengan bobot ditcher. Massa ditcher (m) dihitung dengan persamaan: m = ρ v..... (10) Massa jenis (ρ) bahan baja yang digunakan 7830 kg/m 3 (Lampiran 10.b). Volume (V) ditcher total didekati dengan menggunakan software AutoCAD, yaitu m 3 (Lampiran 11), sehingga massa ditcher didapat: m = = 110 kg Ukuran diameter pin dapat didekati dengan persamaan, 4F d = dv s f... (11) πτ Pin yang digunakan adalah baut Bd.t.45 dengan σ b = 55 kgf/mm 2 (Lampiran 9.c), dengan faktor keamanan (s f ) = 8, maka diameter pin minimum : d = = 4.5 mm π 55 Pin yang digunakan berdiameter 20 mm. Konstruksi Penggerak Pengeruk. Konstruksi penggerak pengeruk menggunakan mekanisme empat batang penghubung sejajar. Analisis dilakukan terhadap diagram kinematis mekanisme empat batang penghubung secara umum (Gambar 47).

66 49 C Θ 4 - Θ 3 B Θ 3 ψ ø Θ 4 A Θ 2 Θ 1 D Gambar 47 Diagram kinematis mekanisme empat batang penghubung. Batang penghubung 1 adalah titik A dan D (penumpu lengan atas dan lengan bawah) dengan jarak R 1. Batang penghubung 2 adalah garis AB (lengan atas) dengan panjang R 2. Batang penghubung 3 adalah garis BC (pemegang roda) dengan panjang R 3. Batang penghubung 4 adalah garis CD (lengan bawah) dengan panjang R 4. Berdasarkan diagram kinematis di atas, berlaku persamaan sebagai berikut : 2 2 DB = R2 + R1 2. R1. R2. Cos( θ 2 sudut offset)... (12) 1 R2Sinθ 2 R1Sin( sudut offset) ϕ = tan + koreksi kuadran R Cos R Cos sudut offset.. (13) 2 θ 2 1 ( ) DB + R4 R3 φ = Cos Abs( 2. DB. R ).... (14) 4 θ = MOD ( ϕ φ, 2 * ).... (15) 4 π R3 + R4 DB θ = cos 4 θ3 Abs(2.. R. ).... (16) 3 R4 θ = θ θ ).. (17) 3 4 ( 4 θ 3 Agar persamaan tersebut berlaku pada semua kuadran, maka digunakan faktor koreksi (Tabel 4).

67 50 Tabel 4 Faktor koreksi persamaan diagram kinematis empat batang penghubung Kuadran x y Koreksi Acos(Sign(y))+Acos(Sign(x.y)) I II - + π 0 + π III - - π π + 0 IV π π + π Mekanisme empat batang penghubung sejajar didapat dengan menggunakan panjang batang AB (lengan atas) sama dengan panjang batang CD (lengan bawah) dan jarak AD (pivot lengan atas dan lengan bawah) sama panjang dengan panjang batang BC (jarak pin pemegang). Mekanisme ini digunakan baik untuk lengan roda (depan) maupun lengan pengeruk (belakang), yang membedakannya hanya pada panjang lengan (panjang batang AB dan CD). Poros transmisi direncanakan 20 cm diatas puncak guludan, sehingga tinggi titik tumpu lengan ayun (pivot) berada 50 cm diatas cekungan guludan. Lengan roda membentuk sudut θ r terhadap sumbu gorizontal akibat gerakan ayun lengan roda sebesar Δ r. Gerakan ayun lengan pengeruk mempuyai sudut yang sama dengan gerakan lengan ayun roda (Δ p = Δ r ), sehingga lengan pengeruk membentuk sudut θ p terhadap sumbu horizontal seperti ditunjukkan pada Gambar 48. Gambar 48 Gerakan ayun lengan roda dan pengeruk.

68 51 di mana; z r,y r = koordinat awal ujung lengan roda z r,y r = koordinat akhir ujung lengan roda R r z p,y p = panjang lengan roda = koordinat awal ujung lengan pengeruk z p,y p = koordinat akhir ujung lengan pengeruk R p θ r θ r θ p θ p Δθ = panjang lengan pengeruk = sudut awal lengan roda terhadap sumbu x = sudut akhir lengan roda terhadap sumbu x = sudut awal lengan pengeruk terhadap sumbu x = sudut akhir lengan pengeruk terhadap sumbu z = perubahan sudut akibat h r Perubahan ketinggian pengeruk yang dihasilkan oleh gerakan ayun lengan roda dapat ditentukan dengan persamaan berikut; z r = R 2 r y 2 r y ' = y + h r r r z ' = r R r ' 2 y r ' 2 θ r = tg 1 θ r = tg 1 y z r r 1 θ ' = tg θ ' = tg r r 1 y z r r ' ' θ p = tg 1 θ p = tg 1 y z p p Δ θ = θ r θ r '... (18) θ ' = Δθ... (19) y z p θ p '= sinθ... (20) b R p p 2 2 p ' = R p ' y p '... (21)

69 52 Panjang lengan roda (l r ) direncanakan 27.5 cm sedangkan panjang lengan pengeruk (l p ) 63.5 cm. Diameter roda direncanakan 16.2 cm, jarak poros roda ke pin pemegang oda 15 cm, dan posisi pin pemegang pengeruk 20 cm diatas dasar pengeruk seperti ditunjukkan pada Gambar 49. Gambar 49 Sketsa konstruksi penggerak pengeruk Gerakan ayun lengan pengeruk berdasarkan input perubahan gerakan ayun lengan roda. Gerakan lengan roda dihasilkan oleh gerakan maju roda ditcher berpengeruk yang mengikuti profil guludan awal yang telah mengalami sinkage akibat lintasan roda traktor roda-4 (Lampiran 7). Jangkauan gerakan ayun lengan roda dan lengan pengeruk mempunyai sudut 53 0 dari posisi terendah. Perubahan ketinggian pengeruk akibat gerakan ayun lengan roda seperti ditunjukkan pada Lampiran 7.c. Akibat gerakan rotasi lengan ayun, roda akan mengalami pergeseran kearah samping luar maksimum 7.4 cm pada sudut putaran Agar roda ditcher berpengeruk tetap berada di belakang roda traktor, maka pergeseran roda yang diizinkan adalah : b b ΔL = 2 w + 2 r w d.... (22) di mana: b : lebar roda traktor = 47 cm b r : lebar roda penggerak = 24.6 cm

70 53 w : tread width rear traktor = 160 cm w d : jarak antar roda penggerak = 157 cm maka, ΔL = ΔL = 12.7 cm Pergeseran roda ke samping masih lebih kecil dari pada ruang pergeseran yang diizinkan(7.5 cm < 12.7 cm), sehingga roda penggerak akan selalu berada pada jejak roda traktor. Persamaan guludan baru sebagai bentuk dari lintasan pengeruk, diperoleh dari perhitungan Lampiran 4 yaitu: y ' 2 = x x Lebar pengeruk diambil 55 cm berdasarkan volume tanah yang harus dipindakan oleh pengeruk dan pergeseran gerakan pengeruk kearah samping luar pada saat naik (Lampiran 8). Besarnya gaya yang bekerja pada pengeruk dan roda digunakan sebagai acuan untuk melakukan perhitungan dimensi dan kekuatan pada bagian-bagian yang dianggap kritis. Untuk memudahkan dan mempercepat analisis diagram kinematis terhadap perubahan-perubahan variabel, dilakukan analisis dengan menggunakan software MS. Excel. Di samping dapat memberikan profil guludan akhir yang lebih teliti, analisis ini juga dapat memberikan visualisasi terhadap diagram kinematis dengan melakukan simulasi. Tampilan simulasi dari mekanisme lengan ayun seperti ditunjukkan pada Lampiran 12. Pengeruk. Rancangan dimensi pengeruk didasarkan pada volume tanah buangan ditcher yang harus dipindahkan. Tinggi dan lebar pengeruk adalah cm. Gaya pengerukan didekati berdasarkan gaya yang dibutuhkan untuk memindahkan tanah. Tanah yang dipindahkan, diasumsikan 50% dari kg massa tanah hasil buangan ditcher. Sketsa gaya pengerukan yang terjadi pada pengeruk seperti ditunjukkan pada Gambar 50.

71 54 F th F t V t pengeruk W n α W α F th = F ph y g = 30 cm x g = 67.5 cm y d = 10 cm Gambar 50 Sketsa gaya pengerukan. sehingga, 30 0 α = arctan = W n = mg cosα Massa tanah yang dipindahkan (m) = 58.7 kg, sehingga W = cos 24 0 = 526 N n Gaya pindah tanah (F t ) dapat dihitung dengan persamaan (Wesley, 1973) : F = ca + tanφ..... (23) t W n dengan kohesi tanah (c) = 6804 Pa, sudut gesek dalam (ø) = 51 0, maka, Ft = 2 2 1/ 2 0 ( 6804 ( ) 0.55) + ( 526 tan 51 ) = 3414 N Gaya pada pengeruk (F ph ), F = F = F sinα. (24) ph th t F = 3414 sin 24 0 = 1389 N = 142 kgf ph Untuk memudahkan pengeruk melakukan penetrasi ke dalam tanah, ujung pengeruk dibuat berbentuk jari seperti terlihat pada Gambar 51.

72 55 35 o 30 cm F pp 40 cm F jp 55 Gambar 51 Sketsa gaya yang bekerja pada pengeruk. sehingga, Gaya yang bekerja pada plat pengeruk, 30 Fpp = 142 = kgf 40 Gaya yang bekerja pada jari pengeruk, 10 1 F jp = 142 = 3.6kgf Untuk pembuatan plat dan jari pengeruk, digunakan plat bahan S45C dengan nilai kekuatan tarik yang diperbolehkan (σ a ) = 58 kgf/mm 2, dan menetapkan faktor keamanan (s f ) = 6, maka tebal plat pengeruk (t p ) dan jari pengeruk (t j ), t p = ( 58 ) 3 = 6.2mm t j = = 4.7 mm 10( 58 ) 6 Berdasarkan perhitungan di atas, ditetapkan tebal plat pengeruk (t p ) = 6.5 mm dan tebal jari pengeruk (t j ) = 10 mm. Lengan Pengeruk. Lengan pengeruk adalah baja SC45 berbentuk kanal (UNP). Penggunaan bentuk kanal bertujuan untuk memudahkan fungsi joint mekanisme. Dimensi dan analisa gaya yang terjadi pada lengan pengeruk seperti ditunjukkan pada Gambar 52.

73 56 76 mm 38 mm F l 3.2 mm Gambar 52 Sketsa gaya yang pada lengan pengeruk. Lengan pengeruk terdiri dari bagian atas dan bawah, sehingga gaya pengerukan yang harus ditahan oleh satu lengan pengeruk (F lp ), 142 F lp = = 71 kgf 2 Momen inersia lengan pengeruk (I lp ), 3 3 ( ) (( ) ( 76 (2 3.2) ) ) = I lp = 12 mm 4 Untuk menghitung momen yang bekerja pada lengan, panjang lengan didekati secara lurus dengan gaya pengeruk tegak lurus (l lp = 765 mm), sehingga M = = kg f mm lp Tegangan yang bekerja pada lengan pengeruk dihitung dengan menggunakan persamaan (9), c 76 / 2 σ lp = M lp = = 8,0 kg f mm 2 I lp Lengan pengeruk adalah baja UNP dengan kekuatan tarik (σ) = 58 kg/mm 2, sehingga tegangan yang diizinkan pada lengan pengeruk, σ 58 σ lpa = = 14.5 kg f mm 2 s 4 = f Berdasarkan pemeriksaan tegangan yang terjadi, maka pemilihan dimensi lengan pengeruk diatas aman untuk konstruksi penggerak pengeruk.

74 57 Roda. Roda akan mengalami tahanan gelinding seperti ditunjukkan pada Gambar 53. Roda yang digunakan merupakan roda baja dengan diameter luar (d o ) = 324 mm, diameter dalam (d i ) = 320 mm dan lebar (l r ) = 170 cm. W F rt v α F rr x y F rg z Gambar 53 Sketsa tahanan gelinding roda yang terjadi. Tahanan gelinding total yang terjadi pada roda (F rr ), F = F + F.. (25) rt rt rg Tahanan gelinding roda (F rr ) dapat dihitung dengan persamaan (Allock 1986): W F rr =... (26) 5. 7cbd W = m + m + m + m + m )... (27) ( pengeruk lenganpengeruk roda pemegang lenganroda Massa komponen dihitung berdasarkan volume, yang didekati dengan software AutoCAD dengan menggunakan massa jenis baja (Lampiran 11). ( ) = W = Dengan kohesi tanah terolah (c) = 6804 kpa, lebar roda (l r ) = 17 cm, dan diameter roda (d r ) = 32.4 cm, maka : F = = 0.2 kg rr F rg = Wx ( d / 2) z (28) 2 2 ( d / 2) (( d / 2) z) ) x =.... (29) Tinggi titik singgung roda dengan guludan ditentukan dengan menggunakan pendekatan secara grafis. Tinggi titik singgung roda dengan guludan (z) = 5 cm, maka :

75 58 x = ( 32.4 / 2) 2 (( 32.4 / 2) 5 ) 2 = 11.7 cm Frg = = 45.3 kg 5 ( 32.4 / 2) sehingga tahanan gelinding yang terjadi, Frt = = 45.5 kg Lengan Roda. Lengan roda terbuat dari baja SC45 berbentuk kanal (UNP). Penggunaan bentuk kanal bertujuan untuk memudahkan fungsi joint mekanisme. Dimensi dan analisa gaya yang terjadi pada lengan pengeruk seperti ditunjukkan pada Gambar mm 38 mm F l Gambar 54 Sketsa gaya yang bekerja pada lengan roda. Gaya yang bekerja pada lengan roda merupakan rolling resistance yang terjadi pada roda, dengan panjang poros roda 240 mm dan panjang lengan 302 mm, maka gaya yang terjadi pada lengan, ( ) Fl = 45.5 = 81.7 kg f 302 Lengan roda terdiri dari bagian atas dan bawah, sehingga gaya rolling resitance yang harus ditahan oleh lengan roda (F lr ), 81.7 Flr = = 40.9 kg f 2 Momen inersia (I) lengan roda sama dengan lengan pengeruk yaitu mm 4. Panjang lengan roda (l r ) = 30.2 cm, sehingga momen yang terjadi : M = = kg f mm lr

76 59 Tegangan yang bekerja pada lengan roda dihitung dengan persamaan (9), c 76 / 2 σ lr = M lr = = 1.82 kg f mm 2 I lr Tegangan yang diizinkan bekerja pada lengan roda sama dengan tegangan izin lengan pengeruk yaitu 19.3 kg/mm 2. Berdasarkan pemeriksaan tegangan yang terjadi, maka pemilihan dimensi lengan roda diatas aman untuk konstruksi penggerak pengeruk. Pemegang Roda. Pemegang roda merupakan tempat pemasangan roda ditcher berpengeruk dan sebagai joint mekanisme lengan roda. Pemegang roda di buat dari baja berpenampang U yang di laskan ke poros tempat pemasangan roda (Gambar 55). Pemegang roda meneruskan pergerakan naik turunnya roda ke mekanisme empat batang penghubung roda. Pergerakan pemegang roda harus tetap vertikal terhadap permukaan lintasan roda. L pr r pr F pr Gambar 55 Sketsa gaya yang bekerja pada pemegang roda. Diameter minimal poros pemegang roda dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : c rpr σ = M = Fpr L pr... (30) I 1 4 π rpr 4 1/ 3 4Fpr L pr r pr =... (31) ( / ) σ s f π rpr = ( 58/ 4) / 3 = 9.9 mm D 2 r = = 19.8 mm pr = pr Diameter poros pemegang roda diambil 25 mm.

77 60 Standar Lengan Ayun. Panjang lasan minimum pada standar lengan ayun dapat dihitung dengan persamaan (4). Sambungan las yang direncanakan seperti pada Gambar 45, dengan menggunakan elektroda E60 (σ = 42 kg/mm 2 ), jumlah sambungan (n) = 2, panjang leg (l l ) = 5 mm, dan panjang 3.54 mm, maka : l 43.4 = = 7mm w ( 42 /12) Panjang lasan ini hanya memperhitungkan gaya berat, agar standar aman terhadap impact, maka lasan dilakukan pada seluruh permukaan standar. Rangka. Rangka merupakan penahan dari semua gaya yang bekerja pada ditcher dan kostruksi penggerak pengeruk pada waktu ditcher berpengeruk (mengolah tanah). Rangka juga harus mampu menahan berat ditcher berpengeruk pada saat transportasi. Tiga Titik Gandeng. Rancangan tiga titik gandeng yang digunakan adalah konstruksi tiga titik gandeng katagori II (Tabel 1). Gerakan angkat ditcher didekati dengan mengukur besar sudut angkat lower link traktor sebesar 20 (Gambar 56) C Posisi maksimum 15 cm B Permukaan tanah (Cekungan guludan) A Dasar saluran Gambar 56 Gerakan angkat ditcher pada beberapa posisi. Dari simualsi menggunakan software AutoCAD didapatkan jarak maksimum antara ujung pisau penusuk dengan permukaan tanah adalah 15 cm (posisi C). Posisi A merupakan posisi di mana traktor dan ditcher bekerja di lahan, sedangkan posisi B merupakan posisi di mana ujung pisau penusuk rata dengan permukaan tanah.

78 61 Dudukan Kair dan Konstruksi Penggerak Pengeruk. Rangka dibuat dari pipa kotak dengan bahan S45C (σ B = 58 kgf/mm 2 ). Peninjauan rangka pipa kotak dilakukan pada gaya terbesar yang bekerja. Skema gaya pada rangka pipa kotak dihitung pada (F p ) dan (F v ) seperti ditunjukkan pada Gambar 57. Kekuatan rangka pipa kotak didekati dengan perhitungan sebagai berikut: 0.5ho σ = FL (32) ( ho hi ) 12 Tegangan yang terjadi akibat kedua gaya tersebut dapat dihitung sebagai berikut : ( ) σ p = 524( 650) = 1.7 kg/mm ( ) 12 ( ) σ v = ( 401/ 2) ( 870) = 1.9 kg/mm ( ) 12 Kedua tegangan yang terjadi masih dalam batas tegangan izin bahan (σ a ) = 7.3 kg/mm 2 yang telah dihitung pada persamaan (10). F V F p hi h o σ v σ p l = 870 mm Permukaan tanah 650 mm F dd ` Gambar 57 Skema gaya yang bekerja pada rangka pipa kotak.

79 Struktur Bagian-bagian Ditcher Berpengeruk Rancangan ditcher berpengeruk seperti ditunjukkan pada Gambar 58. Secara struktural bagian-bagian ditcher berpengeruk dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu ditcher, konstruksi penggerak pengeruk dan rangka. Konstruksi penggerak pengeruk kanan 62 Rangka Gambar 58 Rancangan ditcher berpengeruk. Ditcher. Secara struktural bagian-bagian ditcher pembuat saluran drainase terdiri dari kaki ditcher, pisau penusuk, pisau bajak, singkal, pisau samping, dan rangka tarik (Gambar 59). Ditcher Konstruksi penggerak pengeruk kiri Singkal Kaki Pisau penusuk Batang penopang Pisau bajak Stabilizer Pisau samping Gambar 59 Bagian-bagian dari ditcher. Kaki Ditcher. Kaki ditcher dibuat dari bahan baja plat dengan ketebalan 30 mm. Kaki berbentuk parabolik. Kaki ditcher dilengkapi dengan stabilizer yang dibuat dari bahan baja plat dengan ketebalan yang sama dan di ujungnya

80 63 diberi stabilizer dari baja siku ukuran ( ) mm dengan ketebalan 8 mm (Gambar 59). Pisau penusuk. Pisau penusuk dibuat dari bahan baja plat dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 5 cm dan tebal 15 mm. Pada bagian ujung pisau penusuk ditajamkan dan dikeraskan dengan perlakuan panas. Pisau penusuk terletak di ujung atas kaki ditcher dengan sudut kemiringan 15 (Gambar 60). Pisau Bajak. Pisau bajak dibuat dari bahan baja plat dengan tebal 10 mm. Pisau bajak berbentuk jajaran genjang dengan ukuran ( ) mm. Pisau dibuat satu pasang untuk bagian kanan dan kiri membentuk huruf V dengan sudut potong 35. Pisau bajak menempel pada dudukan pisau dengan penguncinya berupa tiga baut tirus. Pada bagian tengah dudukan pisau dilengkungkan sesuai dengan kelengkungan singkal. Ukuran dan posisi lubang pada dudukan pisau disesuaikan dengan lubang pada pisau bajak (Gambar 59). Pisau bajak Dudukan pisau bajak Gambar 60 Bentuk pisau dan dudukannya. Singkal. Singkal dibuat dari baja plat dengan tebal 8 mm. Ada dua bilah singkal yang terletak di belakang pisau bajak. Keduanya menempel bada sisi kanan dan kiri kaki ditcher. Sepasang singkal tersebut dilengkapi dengan batang penopang yang terbuat dari baja pipa diameter 40 mm (Gambar 61). Pisau Samping. Pisau samping dibuat dari baja plat dengan tebal 10 mm. Pisau samping menempel di pinggir luar kanan dan kiri dari bagian singkal dengan sudut kemiringan 55 terhadap bidang horizontal (Gambar 61).

81 64 Pisau samping 55 Gambar 61 Posisi singkal dan pisau samping. Konstruksi Penggerak Pengeruk. Secara struktural konstruksi penggerak pengeruk terdiri dari roda, pemegang roda, lengan roda, poros transmisi, lengan pengeruk dan pengeruk (Gambar 62). Fleng bearing Pengeruk Pillow block bearing Lengan roda Pemegang roda Lengan pengeruk Pengeruk Roda Gambar 62 Konstruksi penggerak pengeruk. Roda. Roda penggerak pengeruk mempunyai diameter luar 32.4 cm dan tebal 6 mm. Bahan yang digunakan adalah pipa baja yang dipotong dengan lebar 17 cm. Diameter 32 cm dipilih berdasarkan pertimbagan cekungan alur. Di mana, jika diameter roda terlalu besar maka roda tidak akan melintasi dasar alur, sedangkan jika terlalu kecil roda akan menggusur tanah guludan. Velg roda dibuat dari bahan baja plat dengan tebal 1 cm (Gambar 63.a). Roda penggerak pengeruk harus dapat menggelinding bebas agar tidak menggusur tanah pada saat roda menaiki guludan. Karena itu dipasang 2 bantalan gelinding standar NTN 6005 pada kedua sisi boss. Velg roda dilubangi

82 65 dengan diameter 7 cm untuk dudukan boss. Boss dibuat dari poros baja bahan SC-45 diameter 7 cm yang kemudian dibubut untuk dudukan bantalan dan lubang poros roda. Diameter lubang poros roda yaitu 3 cm. Kedua bibir roda ditutup dengan tutup roda. Tutup roda dibuat dari baja behel diameter 6 mm. Satu tutup terdiri dari 8 lingkar baja behel yang dilas dengan diameter yang bebeda sehingga terbentuk seperti plat dengan kemiringan 40 o. Lebar roda seluruhnya 24.6 cm. Jarak antar roda kiri-kanan pada posisi paling bawah adalah 157 cm. Pemegang Roda. Pemegang roda terdiri dari beberapa bagian yaitu poros roda, baja kanal dudukan engsel 4 batang penghubung, dan plat baja penguat. Poros roda dibuat dari baja poros bahan SC-45 dengan panjang 27.5 cm dan diameter 2.54 cm. Ujung poros berada pada jarak 24 cm dari permukaan kanal. Pada ujung poros dibuat ulir M 22 untuk mengencangkan roda. Poros dilas horizontal pada kanal pada ketinggian 4.25 cm dari dasar kanal dengan sudut kemiringan 76 o. Agar poros tidak melenting, maka diperkuat dengan lasan 3 baja plat berbentuk segitiga dengan tebal 8 mm. Masing-masing ukurannya mengikuti bentuk posisi kanal dan poros. Penguat ini dipasang secara horizontal dan vertikal (Gambar 63.b). Bahan kanal adalah baja UNP ukuran 5 cm x 10 cm dengan ketebalan 5 mm. Posisi kanal ini sejajar dengan poros mekanisme agar mekanisme 4 batang penghubung dapat bekerja (Gambar 63.c). Kedua sisi kanal dilubangi dengan diameter 16 cm untuk engsel 4 batang penghubung dengan jarak 10 cm. Posisi lubang yang paling bawah berjarak 5 cm dari lubang poros. poros transmisi pemegang roda (a) (b) (c) Gambar 63 Roda (a), pemegang roda (b), dan posisi pemegang roda terhadap poros transmisi (c).

83 66 Lengan Roda. Lengan roda dibuat dari bahan baja UNP dengan ukuran 7.6 cm x 3.5 cm, tebal 5 mm dan panjang total 30.2 cm. Posisi batang penghubung adalah sejajar dengan rangka depan ditcher pada posisi horizontal. Lengan atas dan bawah memiliki panjang dan jarak pivot yang sama. Lengan atas disambungkan dengan poros transmisi untuk meneruskan gaya angkat dari pemegang roda. Lengan bawah di engsel pada dudukan mekanisme untuk menyeimbangkan gerakan lengan atas sehingga pergerakan vertikal pemegang roda akan selalu tegak lurus bidang horizontal (Gambar 64.a) Lengan Pengeruk. Lengan pengeruk dibuat dari bahan baja UNP ukuran 7.6 cm x 3.5 cm, tebal 5 mm dan panjang total 84.5 cm. Jarak horizontal pusat roda ke pengeruk 135 cm, sedangkan jarak antara dudukan mekanisme roda dan pengeruk 121 cm. Agar pengeruk berada pada jarak 135 cm dari pusat roda, maka lengan pengeruk sepanjang 53.5 cm di pasang miring dan tidak sejajar dengan rangka depan ditcher maupun tegak lurus dengan poros. Pada waktu pengeruk turun (posisi terendah), sisi dalam pengeruk harus berada pada bibir alur sehingga panjang sambungan batang penghubung berikutnya 30.5 cm dan dipasang sejajar dengan rangka depan ditcher. Jarak antara pin pemegang pengeruk tegak lurus terhadap transmisi adalah 65 cm. Di samping memenuhi rancangan fungsional, konstruksi ini juga dimaksudkan untuk menambah nilai estetika konstruksi penggerak pengeruk. Lengan bawah disambungkan dengan poros transmisi untuk meneruskan momen poros menjadi gaya angkat pengeruk. Lengan atas di pin pada dudukan mekanisme untuk menyeimbangkan gerakan lengan atas sehingga gerakan vertikal pengeruk akan selalu pada tegak lurus bidang horizontal (Gambar 64.b). (a) (b) Gambar 64 Rancangan lengan roda (a), dan lengan pengeruk (b).

84 67 Poros Transmisi. Poros transmisi dibuat dari pipa baja dengan diameter luar 4.25 cm, tebal 5 mm dan panjang cm. Untuk pemasangan poros ke pillow block dan flange bearing, maka pada ujung poros dilaskan baja poros SC- 45. Poros yang digunakan adalah poros bertingkat dengan diameter 3.2 cm dan 2.5 cm. Poros bertingkat bagian depan berdiameter 2.5 cm dipasangkan pada pillow block dan poros bertingkat bagian belakang berdiameter 2.5 cm dipasangkan pada flange bearing. Untuk mendapatkan nilai estetika yang baik, posisi poros disejajarkan dengan rangka ditcher dengan sudut kemiringan 104 o terhadap rangka depan ditcher (Gambar 65). Gambar 65 Rancangan bentuk dan dudukan poros transmisi. Pengeruk. Pengeruk dibentuk menjadi cekung agar tanah tidak diteruskan ke atas dan melewati pengeruk. Tinggi pengeruk 40 cm dengan panjang 55 cm. Bagian atas pengeruk setinggi 30 cm dibuat dari bahan plat baja 30.7 cm x 55 cm setebal 6 mm. Bagian bawah berupa sisir dari plat baja setebal 1 cm sebanyak 10 jari. Bagian atas luar dibentuk miring karena pada bagian tersebut terdapat sedikit tanah yang akan dipindahkan. Bagian bawah berbentuk sisir untuk mengurangi tahanan penetrasi tanah dengan jarak antar jari 6 cm (Gambar 66.a). Ujung jari dibentuk meruncing untuk mengurangi tahanan penetrasi tanah. Pada bagian belakang pengeruk dipasang dudukan engsel lengan pengeruk yang berbentuk baja kanal. Dudukan ini dipasangkan pada pengeruk dengan menambahkan plat baja sesuai dengan kelengkungan pengeruk, agar dudukan pengeruk bisa dipasang pada posisi miring sejajar dengan poros transmisi. Untuk menghindari pemegang pengeruk menggusur kembali guludan yang telah dilewati ketika pengeruk turun, maka bagian bawah dudukan pengeruk dibuat lebih kecil dari pada bagian atasnya (Gambar 66.b). Posisi dudukan ini dilas pada

85 jarak 1/3 dari samping dalam pengeruk. Hal ini didasarkan pada perkiraan posisi di mana gaya terbesar yang terjadi pada plat pengeruk. 68 dudukan lebih guludan (a) (b) Gambar 66 Rancangan pengeruk (a), dan posisi pengeruk setelah melewati guludan (b). Rangka. Rancangan rangka seperti ditunjukkan pada Gambar 68. Secara struktural bagian-bagian rangka terdiri dari tiga titik gandeng, dudukan ditcher, dan dudukan konstruksi penggerak pengeruk. Tiga Titik Gandeng. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan rangka adalah baja siku yang ditangkupkan membentuk pipa kotak berukuran ( ) mm dengan ketebalan 8 mm. Rangka berbentuk segitiga. Tiga titik gandeng dibuat dari baja plat dengan ketebalan 10 mm. Diameter poros untuk lower link adalah 28 mm. Dudukan ditcher. Dudukan ditcher dibuat dari baja siku ukuran( ) mm, tebal 8 mm dengan panjang 40 cm. Baja siku tersebut dibuat dua pasang untuk posisi atas dan posisi bawah. Pemasangannya pada dua pipa kotak yang berada di tengah rangka segitiga menggunakan baut M16 sebanyak 8 buah. Untuk mengunci kaki ditcher pada dudukan ditcher, digunakan baut M20 sebanyak 2 buah (untuk posisi atas dan bawah). Untuk menahan gaya yang bekerja pada ditcher, dipasang segitiga yang dibuat dari baja plat dengan ketebalan 30 mm. Pemasangan segitiga ini dilakukan di atas pipa kotak belakang dan di bawah pipa kotak depan (Gambar 67).

86 69 baut siku ditcher dudukan mekanisme pengeruk segitiga atas siku dudukan ditcher lower link dudukan mekanisme roda Gambar 67 Rangka ditcher berpengeruk. Dudukan Konstruksi Penggerak Pengeruk. Dudukan konstruksi penggerak pengeruk terdiri dari 2 pasang, yaitu 1 pasang bagian depan (kiri-kanan) untuk dudukan mekanisme empat batang penghubung roda dan 1 pasang bagian belakang untuk dudukan mekanisme empat batang penghubung pengeruk. Dudukan ini dilas pada bagian depan dan belakang rangka ditcher. Dudukan dibuat dari bahan baja siku 10 cm x 10 cm dengan ketebalan 8 mm. Posisi penyambungan ke rangka ditcher disejajar dengan poros transmisi. Dudukan mekanisme roda (depan) berbeda dengan dudukan mekanisme pengeruk (belakang). Pada dudukan mekanisme roda, bagian atas adalah untuk pemasangan poros transmisi dan bagian bawah untuk engsel lengan bawah roda. Untuk memasangkan poros pada dudukan mekanisme, maka dipasangkan pillow block standar FYH-UCP205 pada bagian punggung-atas rangka. Sedangkan untuk pemasangan engsel 4 batang penghubung, ditambahkan siku yang ukurannya 4.5 cm x 10 cm panjang 6 cm, dan plat 10 cm x 6 cm pada punggung rangka (Gambar 68.a). Pada rangka mekanisme pengeruk (belakang), bagian atas adalah untuk engsel lengan atas pengeruk sedangkan bagian bawah untuk pemasangan poros transmisi. Untuk memasangkan poros trasmisi pada dudukan mekanisme, dipasangkan flange FYH-UCF205 pada bagian depan-bawah dudukan.

87 Sedangkan untuk pemasangan engsel 4 batang penghubung, ditambahkan siku yang ukurannya 8 cm x 10 cm panjang 10 cm (Gambar 68.b). 70 (a) Lengan roda (b) Lengan pengeruk Gambar 68 Rancangan dudukan lengan penggerak pengeruk. Untuk menahan roda dan pengeruk tidak melewati posisi terendah yang direncenakan, dibuat standar pada bagian bawah dudukan mekanisme roda. Standar dibuat dari plat baja dengan tebal 8 mm dan diperkuat dengan plat baja dengan tebal yang sama. Standar ini berbentuk prisma yang disesuaikan dengan posisi terendah dari lengan bawah roda. Ukuran standar adalah 5.5 cm x 7 cm dengan sudut 137 o (Gambar 69). Gambar 69 Rancangan standar lengan pada dudukan lengan roda. Sketsa rancangan ditcher berpengeruk pada saat beroperasi di lahan seperti ditunjukkan pada Gambar 70.

88 71 Saluran hasil bentukan ditcher tanah hasil pengerukan Guludan awal tumpahan tanah ditcher yang akan dipindahkan Gambar 70 Sketsa ditcher berpengeruk pada saat operasi di lahan. Pembuatan Prototipe Ditcher Berpengeruk Pembuatan prototipe ditcher berpengeruk berpedoman pada gambar teknik yang telah dibuat. Gambar kerja ini berguna untuk melihat kesesuaian konstruksi ditcher berpengeruk. Sebelum membuat prototipe, terlebih dahulu dibuat model dengan skala 1 : 2 (Gambar 71.a). Model dibuat untuk mendapatkan gambaran nyata ditcher berpengeruk. Pembuatan model berguna untuk mensimulasikan kesulitan-kesulitan pada pembuatan langsung prototipe alat. Pembuatan prototipe dimulai dengan pembuatan rangka utama, ditcher, dan konstruksi penggerak pengeruk. Prorotipe ditcher berpengeruk yang telah dibuat mempunyai berat 450 kg dengan dimensi : lebar 2934 mm, panjang 1378 mm dan tinggi 1378 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 71.b. (a) (b) Gambar 71 Model ditcher berpengeruk (a), dan prototipe ditcher berpengeruk (b).

89 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian diawali dengan penggandengan prototipe ditcher berpengeruk ke traktor roda-4. Traktor yang digunakan mempunyai daya 70 HP dan termasuk katagori II (spesifikasi traktor pada Lampiran 13). Hasilnya menunjukkan adanya ketidaksuaian ketinggian ditcher pada saat transportasi. Di mana bagian ditcher paling bawah (pisau penusk) hanya mempunyai ketinggian 5 cm dari permukaan tanah pada posisi lower link traktor sudah mengangkat maksimal (Gambar 72). Gambar 72 Penggandengan ditcher berpengeruk pada traktor roda-4. Dalam kondisi seperti itu, pengujian tidak dapat dilanjutkan. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan modifikasi pada bagian tiga titik gandeng. Modifikasi Pertama Penurunan Tiga Titik Gandeng Untuk mencapai jarak minimal 20 cm antara pisau penusuk dengan tanah pada saat lower link mengangkat maksimal, maka posisi tiga titik gandeng diturunkan sebesar 15 cm (Gambar 73). 15 cm (a) (b) Gambar 73 Modifikasi tiga titik gandeng, (a) sebelum diturunkan; (b) setelah diturunkan.

90 73 Perubahan Konstruksi Lengan Roda Penurunan tiga titik gandeng pada rangka utama mengakibatkan lengan atas roda harus diubah. Untuk mendapatkan sifat kinematik yang sama dengan rancangan awal, maka lengan ini dimundurkan ke belakang sejauh 15 cm tanpa mengubah posisi engsel pada pemegang dan posisi poros transmisi. Lengan atas roda dipotong miring pada jarak 75 cm dari engsel pada pemegang. Potongan ini disambungkan dengan kanal baru ke poros transmisi. Poros transmisi dipotong sepanjang 10 cm. Penyambungan lengan atas ke poros pada jarak 6 cm dari ujung poros untuk menghindari besi plat dudukan lower hitch stud. Dudukan lengan roda ditambahkan baja plat yang dilubangi di sisi belakang untuk dudukan pillow block (Gambar 74) plat tambahan (a) (b) Gambar 74 Lengan ayun roda hasil modifikasi (a), dan plat tambahan dudukan pillow block (b). Modifikasi ini mengakibatkan perubahan dari konstruksi lengan roda yang semula sejajar dengan tiga titik gandeng menjadi membentuk sudut pada pangkal sambungan. Setelah dimodifikasi pengangkatan lower link tampak maksimal yaitu sejajar dengan pengangkatan rangka (Gambar 75). Gambar 75 Penggandengan ditcher berpengeruk setelah dimodifikasi.

91 74 Berdasarkan modifikasi yang dilakukan, kesalahan diduga ada pada desain awal tiga titik gandeng yaitu pada tinggi pengangkatan top link traktor yang tidak diperhitungkan. Setelah dilakukan pembenahan terhadap bagian tiga titik gandeng, pengujian dapat dilanjutkan dengan uji lapang ditcher berpengeruk. Uji Lapangan Awal Pengujian dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian Leuwikopo. Jenis tanah lahan pengujian adalah Latosol Darmaga. Tekstur tanah pada kedalaman sampai 20 cm mempunyai fraksi: 18% pasir, 16% debu dan 66% liat, sedangkan pada kedalaman 20 cm sampai 40 cm mempunyai fraksi: 25% pasir, 13% debu dan 62% liat (Herlina 2003). Lahan pengujian di buat sesuai dengan kondisi lahan kerja alat yang telah direncanakan. Hasil pengujian menunjukkan buangan tanah ke samping hasil pemotongan ditcher tidak mengalir secara lancar. Tanah tertahan di pisau samping seperti ditunjukkan pada Gambar 75.a. Akibatnya, aliran tanah membalik ke depan dan keluar melewati samping singkal yang tidak tertutupi oleh pisau samping sehingga menyebabkan tanah tidak sampai pada bagian pengeruk (Gambar 76.b). Hal ini bertolak belakang dengan tujuan desain yang direncanakan, yaitu tanah mengalir melalui pisau samping langsung menuju ke pengeruk (tanpa jatuh dulu ke guludan), sehingga perlu dilakukan modifikasi pada ditcher. pisau samping (a) Tanah yang tertahan (b) Tanah yang membalik Gambar 76 Aliran tanah pada pisau samping.

92 75 Saluran drainase yang dihasilkan tidak berbentuk trapesium, tetapi masih berbentuk profil V. Hal ini dikarenakan adanya tanah yang turun kembali (mengalir) ke dasar saluran drainase melalui sisi dalam pengeruk, di mana tanah ini seharusnya dikeruk oleh pengeruk dengan sempurna dan dinaikkan ke lereng guludan (Gambar 77). Penyebab lainnya adalah terjadinya longsoran tanah pada dinding saluran akibat tidak tercapainya slope stability (kemantapan lereng), dan kurang lebarnya pemotongan tanah oleh pisau bajak pada dasar saluran. (b) Aliran tanah jatuh kembali ke dasar saluran (a) Bentuk provil V yang dihasilkan Gambar 77 Saluran drainase yang dihasilkan. Pengamatan pada singkal ditcher menunjukkan terjadinya kelengketan tanah dan tanah memadat diantara singkal dengan pisau samping. Hal ini disebabkan oleh tanah yang tertahan di sudut antara singkal dan pisau samping terdesak terus oleh tanah yang ada di depannya. Di samping itu, hasil pengamatan menunjukkan terjadinya slip roda traktor penarik cukup tinggi, sehingga tanah pada puncak guludan digusur ke belakang oleh roda traktor. Akibatnya lintasan roda ditcher (penggerak pengeruk) tidak mengikuti profil yang direncanakan, di mana profil guludan lintasan roda berubah mendekati rata sehingga mekanisme penggerak pengeruk tidak bekerja dengan baik (Gambar 78).

93 76 tanah gusuran roda traktor Gambar 78 Slip roda traktor menggusur tanah guludan ke belakang. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, perlu diadakan modifikasi baik pada ditcher maupun pada konstruksi penggerak pengeruk. Modifikasi Kedua Pelepasan Pisau Samping dan Pelebaran Singkal Pisau samping ditcher dilepas untuk mengatasi tanah yang tertahan pada pisau samping seperti ditunjukkan pada Gambar 79. Gambar 79 Pelepasan pisau samping ditcher. Singkal diperlebar untuk mencapai kemantapan lereng (slope stability) sehingga mengatasi tanah yang turun kembali (mengalir) ke dasar saluran. Pelebaran singkal didasarkan pada sudut curah granular tanah. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan sudut curah tanah ternyata lebih landai dibandingkan dengan kemiringan sudut singkal samping seperti ditunjukkan pada Gambar 80.

94 77 Kemiringan singkal sebelum diperlebar Penyesuaian pelebaran singkal mengikuti sudut curah tanah Sudut curah Granular tanah Gambar 80 Pelebaran singkal berdasarkan sudut curah tanah. Bagian pinggir (sisi samping) singkal diperlebar ke bawah sampai pada ujung pinggir dari pisau bajak, sehingga lebar singkal mempunyai lebar 90 cm pada ketinggian singkal 35 cm. Rencana modifikasi dan hasilnya seperti ditunjukkan pada Gambar cm Rencana modifikasi (a) Rencana modifikasi (b) Hasil modifikasi Gambar 81 Modifikasi pada singkal. Pelebaran Pisau Bajak Pisau bajak diganti dengan pisau bajak yang lebih panjang garis potongnya sehingga didapatkan lebar pemotongan yang lebih lebar. Hal ini dilakukan agar tidak terbentuk profil V melainkan terbentuk saluran drainase dengan profil trapesium. Penggantian ini juga dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kemiringan singkal yang baru, dengan harapan tidak terjadi longsoran tanah pada sisi saluran. Dengan modifikasi tersebut, maka lebar potong pisaubajak menjadi 60 cm seperti ditunjukkan pada Gambar 82.

95 78 60 cm 25 cm (a) Rencana modifikasi Gambar 82 Modifikasi pada pisau bajak. (b) Hasil modifikasi Perpanjangan Pemegang Roda Pemegang roda diperpanjang agar lintasan roda ditcher berada di belakang roda traktor. Hal ini untuk menghindari roda ditcher berpengeruk melintasi profil guludan yang telah mengalami gusuran oleh roda traktor. Dengan demikian roda ditcher dapat menngelinding mengikuti profil guludan yang utuh (yang direncanakan). Untuk tujuan itu, roda ditcher berpengeruk digeser ke samping luar. Perpanjangan ini berdasarkan tread width rear roda traktor yang digunakan yaitu 160 cm. Dengan pergeseran ini jarak antara roda kanan dan kiri ditcher pada posisi paling rendah menjadi 157 cm. Lebar roda traktor yang digunakan 46 cm dan lebar roda baru ditcher berpengeruk direncanakan 35 cm. Dengan demikian perencanaan penambahan panjang pemegang baru didekati dengan: L = ( ) = 42 cm 2 Agar pemegang roda tidak terlalu panjang, diambil perpanjangan 40 cm. Perpanjangan ini dilakukan dengan memperpanjang poros roda menjadi 67.5 cm dengan diameter yang sama dengan sebelumnya. Penguat atas ditinggikan menjadi 25 cm dengan ketebalan yang sama dengan sebelumnya. Untuk itu kanal dudukan lengan ayun ditambah ketinggianya menjadi 31.5 cm. Kanal ini diberi 3 pasang lubang pada kedua sisinya untuk alternatif perubahan ketinggian posisi engsel mekanisme empat batang penghubung lengan roda. Lubang ini mempunyai diameter 16 mm dengan jarak antar lubang 5 cm. Penguat dilubangi

96 dengan tujuan mengurangi penambahan berat pemegang seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 83 Pemegang roda setelah dimodifikasi. Penambahan Sisi Samping Pengeruk Pengeruk dimodifikasi dengan menambahkan baja plat setebal 6 mm pada bagian samping dalam. Bentuk yang dirancang adalah bentuk segitiga. Untuk menguatkan besi plat ini maka dipasang siku penguat dengan ukuran 30 mm x 30 mm pada bagian belakang besi plat tambahan tersebut (Gambar 84). Dengan modifikasi ini diharapkan tanah pada sisi dalam pengeruk tidak jatuh kembali ke dasar saluran. (a) Rencana modifikasi (b) Hasil modifikasi Gambar 84 Modifikasi pada pengeruk. Pembesaran Diameter Roda Diameter roda dimodifikasi menjadi 42 cm. Roda juga diperlebar menjadi 35 cm dengan tujuan memperkecil terjadinya gusuran guludan. Agar roda baru tidak terlalu berat, maka dipilih baja plat yang lebih tipis untuk bahan pembuatan roda. Bahan yang dipilih adalah baja plat tebal 4 mm yang kemudian di roll sehingga membentuk lingkaran. Bahan velg dipilih dari besi plat dengan

97 80 ketebalan 8 mm. Velg diberi 5 buah lubang disekeliling boss berdiameter 100 mm dengan tujuan mengurangi penambahan berat roda. Boss dan bearing roda yang digunakan sesuai dengan rancangan sebelumnya. Tutup samping roda dihilangkan untuk menghindari terperangkapnya tanah dalam roda (Gambar 85). Gambar 85 Roda hasil modifikasi. Konstruksi ditcher berpengeruk hasil modifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 86. Untuk mengamati perubahan-perubahan yang terjadi akibat pemodifikasian, dilakukan uji fungsional pada konstruksi penggerak pengeruk. Gambar 86 Ditcher berpengeruk setelah dimodifikasi. Uji Fungsional Uji fungsional dilakukan untuk melihat kesesuaian gerakan roda ditcher dengan pengeruk, ketinggian pengeruk yang dapat dicapai dan gaya turun pengeruk (gaya vertikal pada roda). Pengujian dilakukan dengan cara mengangkat roda ditcher berpengeruk yang ditempatkan pada posisi datar (level) sehingga kesalahan hasil pengukuran dapat dihindari. Hal ini dikarenakan posisi prototipe alat mempengaruhi pengukuran tinggi pengeruk dan beban yang terjadi. Uji fungsional dilakukan untuk tiga kondisi yang berbeda. Uji fungsional

98 81 pertama dilakukan dengan kondisi lengan ayun tidak dimodifikasi. Uji fungsional kedua dan ketiga dilakukan dengan lengan ayun yang telah dimodifikasi. Ketinggian Pengeruk Pengujian dilakukan dengan menyamakan kenaikan roda ditcher berdasarkan ketinggian roda pada profil guludan lintasan roda, sehingga diperoleh profil kenaikan (ketinggian) pengeruk. Hasil pengujian penggunaan roda kecil pemegang pendek dan panjang ditunjukkan pada Gambar 87 (Lampiran 14). Profil ketinggian pengeruk yang dihasilkan mempunyai bentuk yang sama, namun terdapat perbedaan ketinggian terhadap perlakuan yang dilakukan. 70 tinggi (cm) lebar (cm) profil guludan aw al profil guludan akhir rencana roda kecil pemegang pendek kanan roda kecil pemegang pendek kiri roda kecil pemegang panjang kanan roda kecil pemegang panjang kanan Gambar 87 Hasil uji ketinggian pengeruk. Ketinggian maksimum pengeruk yang direncanakan dari cekungan guludan setinggi 56.4 cm. Penggunaan roda kecil dan pemegang roda pendek memberikan ketinggian maksimum pengeruk kanan 54.6 cm (beda -1.8 cm dengan desain) dan pengeruk kiri 58.9 cm (beda +2.5 cm dengan desain), sehingga mengakibatkan unbalancing 4.3 cm. Penggunaan roda kecil dan pemegang roda panjang memberikan ketinggian maksimum pengeruk kanan 59.5 cm (beda +3.1 cm dengan desain) dan pengeruk kiri 52.9 cm (beda -3.5 cm dengan desain), sehingga mengakibatkan unbalancing 6.6 cm. Pengujian juga menunjukkan adanya perbedaan ketinggian pengeruk antara roda kecil pemegang pendek dengan pemegang panjang, yaitu pengeruk kanan -4.9 cm dan pengeruk

99 82 kiri +6 cm. Perbedaan ini disebabkan oleh pembuatan pemegang roda pendek yang tidak tepat sama dengan pemegang panjang, terutama posisi dan ukuran lubang pin pada pemegang roda. Hasil pengujian penggunaan roda kecil dan roda besar pemegang panjang untuk setiap posisi lubang pemegang seperti ditunjukkan pada Gambar 88. Profil ketinggian pengeruk masih memenuhi syarat desain hanya pada posisi lubang pin terendah, sedangkan penurunan selanjutnya posisi lubang pin pemegang mengakibatkan ketinggian pengeruk semakin tinggi. Hal ini menunjukkan penambahan alternatif lubang pemegang tidak berfungsi. Penambahan lubang pin pemegang roda akan berfungsi bila lebih rendah dari posisi lubang pin yang standar. tinggi guludan (cm) lebar guludan (cm) profil guludan awal profil rencana guludan akhir roda kecil lubang pertama roda kecil lubang kedua roda kecil lubang ketiga roda besar lubang pertama roda besar lubang kedua roda besar lubang ketiga Gambar 88 Ketinggian pengeruk pada perubahan lubang joint pemegang. Gaya Pengeruk Gerakan turun pengeruk memberikan besar gaya yang berbeda seperti ditunjukkan Gambar 89. Gaya turun pengeruk berbeda untuk pengeruk kanan dan kiri baik untuk penggunaan roda kecil dan pemegang pendek maupun penggunaan roda besar pemegang panjang. Perbedaan gaya pengeruk ini disebabkan oleh pembuatan konstruksi penggerak pengeruk kanan dan kiri yang kurang bersesuaian. Hal ini akan memungkinkan terjadinya gerakan ayun lengan pengeruk kanan dan kiri yang tidak seragam.

100 83 Tinggi roda (cm) roda kecil pemegang pendek kanan roda kecil pemegang pendek kiri roda besar pemegang panjang kanan roda besar pemegang panjang kiri Gaya (kn) Gambar 89 Gaya tarik pengeruk berdasarkan ketinggian roda. Uji Lapangan Lanjutan Pengujian lanjutan di lakukan pada lahan pengujian Laboratorium Lapang Departemen Departemen Teknik Pertanian Leuwikopo dan pada lahan tebu PG. Jatitujuh Majalengka. Kondisi Tanah Kadar Air. Pengamatan kondisi kadar air rata-rata dan kerapatan isi tanah lahan seperti ditunjukkan pada Tabel 5 (data lengkap pada Lampiran 15). Lahan Leuwikopo A. Jatitujuh Tabel 5 Kadar air dan kerapatan isi tanah Posisi pada guludan Kadar air Kerapatan isi (%) tanah (gram/cc) Puncak Cekungan Puncak Cekungan Tahanan Penetrasi Tanah. Hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah pada lahan percobaan Leuwikopo dan lahan pengujian PG. Jatitujuh seperti ditunjukkan pada Gambar 90 (data dan perhitungan tahanan penetrasi disajikan pada Lampiran 16).

101 84 0 Tahanan penetrasi (kpa) Kedalaman (cm) puncak guludan Leuwikopo cekungan guludan Leuwikopo puncak guludan Jatitujuh cekungan guludan Jatitujuh Gambar 90 Tahanan penetrasi tanah lahan pengujian. Tahanan penetrasi lahan percobaan meningkat secara bervariasi terhadap kedalaman tanah. Pada puncak guludan lahan Leuwikopo terlihat bahwa tahanan penetrasi yang terjadi cenderung naik hingga kedalaman 40 cm dari permukaan tanah dan selanjutnya stabil dengan tahanan penetrasi maksimum 1761 kpa pada kedalaman 55 cm. Demikian juga tahanan penetrasi yang terjadi pada cekungan guludan lahan percobaan Leuwikopo, dimana tahanan yang terjadi cenderung naik hingga kedalaman 35 cm kemudian stabil hingga kedalaman 55 cm dengan tahanan penetrasi maksimum 1937 kpa pada kedalaman 35 cm. Tahanan penetrasi maksimum yang masih dapat terbaca, pada puncak guludan lahan PG. Jatitujuh 2464 kpa., tahanan penetrasi pada cekungan guludan yang terbaca 2033 kpa pada kedalaman 50 cm, sedangkan selanjutnya terjadi over. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kekerasan tanah yang disebabkan oleh pemadatan tanah akibat penggunaan traktor ataupun alat pengolahan lahan lain serta tingkat aerasi dari tanah tersebut. Kohesi dan Sudut Gesekan Dalam. Nilai kohesi dan sudut gesekan dalam dihitung berdasarkan pengukuran tahanan geser tanah (Lampiran 17). Nilai kohesi dan sudut gesekan dalam pada lahan percobaan Leuwikopo didapatkan nilai rata-rata 4.93 kpa dan pada puncak guludan, 2.92 kpa dan pada cekungan guludan. Pada lahan percobaan PG. Jatitujuh didapatkan nilai rata-rata 6.80 kpa dan pada puncak guludan. Sedangkan

102 85 pada cekungan guludan terjadi over karena penetrometer yang dipakai tidak mengjangkau nilai beban yang harus diberikan. Adhesi dan Sudut Gesek Tanah-Baja. Nilai adhesi dan sudut gesek logam-tanah dihitung berdasarkan pengukuran tahanan gesek tanah (Lampiran 18). Nilai adhesi dan sudut gesek logam-tanah pada lahan percobaan Leuwikopo didapatkan nilai rata-rata 4.80 kpa dan pada puncak guludan, 1.18 kpa dan pada cekungan guludan. Pada lahan percobaan PG. Jatitujuh, nilai adhesi dan sudut gesek adalah 1.32 kpa dan pada puncak guludan, 5.17 kpa dan pada cekungan guludan. Nilai kohesi dan adhesi mempunyai perbedaan yang nyata. Tingginya nilai kohesi ini menunjukkan ikatan antara tanah dengan logam cukup kuat. pada tingkat pembebanan tersebut ikatan antara logam dengan tanah yang kuat ini akan menyebabkan kelengketan tanah pada permukaan ditcher, seperti ditunjukkan pada Gambar 91. Gambar 91 Kelengketan tanah pada ditcher. Uji Kinerja Dithcer Berpengeruk Ditcher. Hasil pengukuran (lebar dasar, lebar atas, kedalaman dan sudut potong) saluran drainase lahan percobaan Leuwikopo dan PG. Jatitujuh seperti ditunjukkan pada Tabel 6 (Lampiran 19). Tabel 6 Hasil pengukuran penampang saluran yang dihasilkan oleh ditcher Lahan pengujian Leuwikopo Jatitujuh Posisi pada Lebar penampang (cm) Sudut potongan ( o ) Kedalaman (cm) guludan bawah atas kanan kiri puncak cekungan puncak cekungan

103 86 Saluran drainase yang dihasilkan berbentuk trapesium (Gambar 92). Hal ini dapat terjadi karena singkal telah dilebarkan ke bawah sehingga menghalangi tanah untuk mengalir ke tepi dinding saluran drainase. 113 cm 33 cm 100. cm 38.7 cm 36.9 cm 37 cm (a) Lahan uji Leuwikopo (b) Lahan uji PG. Jatitujuh Gambar 92 Profil saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher. Perbandingan dimensi pendekatan saluran drainase yang dihasilkan oleh ditcher seperti ditunjukkan pada Gambar 93. Kedalaman (cm) rancangan Leuwikopo Jatitujuh Lebar (cm) Gambar 93 Perbandingan dimensi pendekatan saluran hasil ditcher. Konstruksi Penggerak Pengeruk. Profil guludan hasil pengujian roda kecil pemegang roda pendek di lahan Leuwikopo ditunjukkan pada Gambar 94 (Lampiran 20).

104 87 guludan awal guludan hasil ditcher guludan roda ditcher guludan rencana Ketinggian (cm) Jarak (cm) Gambar 94 Profil hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek lahan pengujian Leuwikopo. Profil guludan awal dengan profil lintasan roda ditcher terdapat beda tinggi yang nyata. Hal ini disebabkan karena sebelum roda ditcher melewati guludan tersebut, roda traktor terlebih dahulu menggusur puncak guludan. Penyebab lain adalah besarnya rolling resitance roda ditcher sehingga menggusur puncak guludan. Kondisi ini sangat mempengaruhi hasil pengerukan oleh mekanisme pengeruk, karena pengerukan yang terjadi berdasarkan profil lintasan roda. Dengan turunnya ketinggian guludan oleh lintasan roda traktor, maka pijakan roda ditcher pada cekungan guludan semakin tinggi sehingga pengeruk naik lebih tinggi dari posisi 0 level cekungan guludan. Hal ini mengakibatkan profil akhir yang dihasilkan masih jelek, yaitu masih terdapatnya tanah pada cekungan guludan setinggi 15 cm (Gambar 95). Di samping itu, terjadinya pergeseran puncak dan cekungan guludan, dimana puncak dan cekungan guludan cenderung bergeser ke belakang. Meskipun mekanisme pengerukannya sudah dapat bekerja, namun hasil guludan baru masih jauh dari yang diharapkan. 70 puncak guludan hasil ditcher puncak guludan rencana cekungan guludan hasil ditcher cekungan guludan rencana 60 Ketinggian (cm) Jarak (cm) Gambar 95 Profil melintang hasil pengerukan roda kecil pemegang roda pendek lahan pengujian Leuwikopo.

105 88 Hasil pengujian dengan menggunakan roda besar dan pemegang roda panjang seperti ditunjukkan pada Gambar 96. Profil guludan akhir yang dihasilkan lebih baik dari pengujian pertama. Dimana profil guludan awal dan profil lintasan roda ditcher sudah mendekati. Hal ini dikarenakan lintasan roda sudah pada guludan yang utuh, karena tidak lagi berada pada lintasan roda traktor. ketinggian (cm) guludan awal guludan hasil ditcher gululudan roda ditcher guludan rencana jarak (cm) Gambar 96 Profil hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada lahan pengujian Leuwikopo. Ketinggian guludan akhir yang di capai lebih tinggi yaitu 47.5 cm, sudah mendekati ketinggian desain 55 cm. Hal ini karena masih terjadinya gusuran tanah akibat tahanan gelinding roda mekanisme, namun sudah lebih rendah dari pengujian pertama. Meskipun lebih baik dari pengujian pertama, profil guludan pada dasar guludan masih terdapat tumpukan tanah setinggi 6 cm (Gambar 97). Hal ini dikarenakan lintasan roda tidak menapak tepat pada cekungan guludan yang disebabkan terlambatnya turun roda dan adanya bongkahan tanah pada cekungan guludan puncak guludan hasil ditcher puncak guludan rencanan cekungan guludan hasil ditcher cekungan guludan rencana Ketinggian (cm) Jarak (cm) Gambar 97 Profil melintang hasil pengerukan roda besar pemegang roda panjang pada lahan pengujian Leuwikopo.

106 89 Pengamatan pengujian di lahan uji Leuwikopo juga dilakukan untuk semua cekungan guludan. Dimana cekungan guludan baru yang dihasilkan dikelompokkan dalam tiga katagori, yaitu A (baik), B(sedang) dan C (jelek) untuk selisih tinggi tanah pada cekungan guludan berturut-turut 5-10 cm, cm, dan lebih besar dari 20 cm. Pengamatan persentase kualitas cekungan guludan di tunjukkan pada Gambar 98 (Lampiran 21). A B C persentase (%) kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri lengan pendek roda kecil lengan panjang roda kecil lengan panjang roda besar ukuran roda dan lengan lengan panjang roda besar Gambar 98 Kualitas cekungan guludan baru. Pengujian yang dilakukan di PG. Jatitujuh menggunakan roda besar dan pemegang panjang. Profil hasil guludan baru yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 99. Roda ditcher masih menggusur guludan awal sehingga mempengaruhi profil guludan akhir yang dihasilkan. 60 guludan awal guludan hasil ditcher guludan roda ditcher guludan rencana Ketinggian (cm) Jarak (cm) Gambar 99 Profil hasil pengerukan roda pemegang roda panjang pada lahan pengujian PG. Jatitujuh. Tumpukan tanah pada dasar guludan lebih tinggi dari pada pengujian kedua di lahan pengujian Leuwikopo (Gambar 100). Tinggi tumpukan tanah

107 90 rata-rata 15.8 cm. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan kondisi tanah, kecepatan maju traktor, dan profil guludan awal dengan profil pengujian di lahan Leuwikopo, yaitu terdapatnya bongkahan akar tebu dan tanah yang lebih besar puncak guludan hasil ditcher puncak guludan rencana cekungan guludan hasil ditcher cekungan guludan rencana Ketinggian (cm) Jarak (cm) Gambar 100 Profil melintang hasil ditcher roda besar pemegang roda panjang pada lahan pengujian PG. Jatitujuh. Slip Roda Traksi, Draft dan Kapasitas Lapang. Pada pengujian di lahan Leuwikopo ini didapatkan hasil tahanan tarik (draft) rata-rata sebesar 2.84 kn. Slip roda traksi yang terjadi untuk roda kanan rata-rata sebesar 35.73% dan roda kiri rata-rata sebesar 39.43%. Sementara untuk kecepatan maju pada landasan keras, dalam hal ini digunakan landasan aspal didapatkan nilai kecepatan ratarata sebesar 0.53 m/detik. Untuk landasan tanah atau lahan percobaan Leuwikopo kecepatan maju rata-ratanya sebesar 0.31 m/detik. Pada lahan pengujian di lahan PG. Jatitujuh, tahanan tarik rata-rata 6.49 kn dengan slip roda traksi rata-rata sebesar 63.38% untuk roda kanan dan 62.87% untuk roda kiri. Kecepatan maju pengolahan yang diperoleh pada landasan aspal rata-rata sebesar 0.74 m/detik dan untuk lahan tanah didapatkan nilai rata-rata sebesar 0.57 m/detik (Lampiran 23). Kecepatan ini lebih tinggi dibandingkan rotary ditcher (0.34 m/detik) tapi lebih rendah dari kair mata satu (0.87 m/detik). Kapasitas lapang teoritis 3.72 ha/jam untuk lahan uji Leuwikopo dan 6.85 ha/jam untuk lahan uji PG. Jatitujuh (Lampiran 24). Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi roda traksi traktor yang digunakan dan kondisi tanah lahan uji yang berbeda.

108 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Prototipe ditcher berpengeruk untuk pembuatan saluran drainase pada budidaya tanaman tebu lahan kering telah dirancang dan dibuat, dengan modifikasi pada bagian: rangka, singkal, pisau samping, pisau bajak, roda, pemegang roda dan pengeruk, ditcher berpengeruk dapat bekerja dengan baik sesuai dengan rancangan fungsional. 2. Ditcher dapat membuat saluran drainase berpenampang trapesium dengan dimensi lebar dasar, lebar atas, dan kedalaman berturut-turut 39.1 cm, cm, dan 33.1 cm di lahan uji Leuwikopo dan 37.9 cm, cm, dan 38.7 cm di lahan uji PG. Jatitujuh. 3. Pengeruk dapat mengeruk tanah buangan ditcher pada cekungan guludan dan menempatkannya di punggung guludan, dengan tinggi tanah belum terkeruk 6 cm untuk lahan pengujian Leuwikopo dan 15.8 cm untuk lahan pengujian PG. Jatitujuh. Saran 1. Rangka utama dan poros mekanisme perlu ditinggikan agar tidak menghalangi tanah buangan ditcher. 2. Jarak roda ditcher berpengeruk terhadap roda traktor perlu diperhitungkan agar mendapatkan keseragaman posisi roda pada guludan.

109 DAFTAR PUSTAKA Alcock R Tractor-Implements Systems. Wesport: The Avi Publishing Company, Inc. Anonim Pedoman Budidaya Tebu Lahan di Lahan Kering. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan. Anonim Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. ASAE ASAE Standards. USA: American Society of Agricultural Engineers. Baver LD, Gardner WH, Gardner WR Soil Physics. New York: John Wiley and Sons, Inc. Das, Braja M Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Jakarta: Penerbit Erlangga. Davies DB, Eagle DJ, Finney JB Soil Management. Ipswich: Farming Press Daywin FJ, Sitompul RG, Hidayat I Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kerin. Bogor: JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET, Institut Pertanian Bogor. French RH Open-Channel Hydraulics. New York: McGraw-Hill Book Company. Gill WR, Vanden Berg GE Soil Dynamic in Tillage and Traction. United State of America: Agric.Res.Service. US Departement of Agriculture. Gangde CN, Kolte NN, Verma PP Testing of Bullock-operated Variable Width Sugarcane Ridger. Int J Agric Mech AALA ; 27:46-48 Hadisaputro S Panduan Tekbologi Tebu Dua Ribu. Pasuruan: Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia. Hansen VE, Israelsen OW, Stringham GE Dasar-dasar dan Praktek Irigasi. Tachyan EP, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hardiyatno HC Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Herlina E Hubungan antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pf dan Permeabilitas pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fateta Institut Pertanian Bogor. Kartasapoetra AG, Sutedjo MM, Pollein E Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Jakarta: Bumi Aksara. Kartohadikusumo, N Proceedings Ikatan Ahli Gula Indonesia, Pertemuan II, Yogyakarta, Maret 1975.

110 93 Koto H Rancangan Hidraulik Terbaik pada Saluran Drainase Permukaan di Pabrik Gula Jatitujuh PTP (Persero) XIV Jatibarang Cirebon-Jabar. [Skripsi]. Bogor: Fateta Institut Pertanian Bogor. Liljedahl JB. Turnquist PK, Smith DW, Hoki M Tractors and Their Power Units. New York: John Willey Mandang T, Nishimura I Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. Bogor : JICA-DGHE-IPB PROJECT/ADAET. Martin GH Kinematika dan Dinamika Teknik. Setiyobakti, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Mckyes F Soil Cutting and Tillage. New York: Elsevier Science Publishing Company, Inc. Nakazawa S Farm Machinery Management. Japan: Japan International Cooperation Agency. Nash WA Theory and Problems of Strength of Materials. USA: McGraw- Hill Book Company. Notojoewono W Tebu. Djakarta: PT. Soeroengan. Oezer Y Agroteknologi Tebu Lahan Kering. Jakarta: Arikha Media Cipta. Pambudi S Peningkatan Kinerja Furrower Dalam Pembuatan Guludan Untuk Budidaya Tanaman Sayuran Secara Mekanis Dengan Tenaga Traktor Tangan. [Skripsi]. Bogor: Fateta Institut Pertanian Bogor. [PAPMPI] Perhimpunan Ahli dan Peminat Mekanisasi Pertanian Indonesia Mekanisasi Tebu di Luar Jawa. Bogor: Fatemata IPB - FTP UGM. Popov EP Mekanika Teknik. Astamar Z, penerjemah; Siregar D, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pramuhadi G Pengolahan Tanah Optimum pada Budidaya Tebu Lahan Kering. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rozak A Phenomena Of Soil Compaction By Four Wheel Drive Tractor, Proceeding JICA-DGHE-IPB PROJECT/ADAET;Bogor, August 7-8, Indonesia. Saputro OWW Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan dan Modifikasi Furrower Pembuat Bedengan Untuk Budidaya Sayuran. [Skripsi]. Bogor: Fateta, Institut Pertanian Bogor. Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK Soil and Water Conservation Engineering. New York: John Wiley and Sons, Inc. Smith HP, Wilkes LH Farm Machinery and Equipments. McGraw-Hill, Inc. Srivastava Ak, Georing CE, Rohrbach RP Engneering Principles of Agricultural Machines, USA: American Society of Agricultural Engineers.

111 Sutardjo RME Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta: Bumi Aksara. Waldron, KJ, Kinzel GL Kinematics, Dynamics, and Design of Machinery. New York: John Wiley & Sons, Inc. Wardojo, Priyono CNS Konservasi Tanah pada Budidaya Tebu di Lahan Kering. Surakarta: Balai Teknologi Pengelolaan DAS DEPTAN. Wesley LD Mekanika Tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Wijanto Desain Alat Penanam Tebu Mekanis. [Tesis]. Bogor: Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yasumasa K Farm Machinery Vol. II. Japan : Japan International Cooperation Agency. 94

112 LAMPIRAN

113 96 Lampiran 1 Data identifikasi masalah a) Pengukuran profil guludan plant cane Ulangan L1 (cm) L2 (cm) t (cm) Rata-rata (cm) L1 L2 t b) Pengukuran profil guludan ratoon cane Ulangan L1 (cm) L2 (cm) L3 (cm) t (cm) Rata-rata L3 L2 t L1

114 97 Lampiran 1 (lanjutan) c) Pengukuran penampang saluran drainase Ulangan L1 (cm) L2 (cm) t (cm) Rata-rata L1 L2 t d) Tahanan penetrasi small plate secara vertikal pada puncak guludan Kedalaman (cm) Beban (kg) 50 OV OV OV Rata-rata Tahanan penetrasi (kpa) e) Tahanan penetrasi small plate secara horizontal pada lereng guludan Kedalaman (cm) Beban (kg) Rata-rata 20.4 Tahanan penetrasi (kpa) 87

115 98 Lampiran 1 (lanjutan) f) Tahanan penetrasi small cone pada guludan Posisi pengukuran Ulangan Kedalaman (cm) puncak guludan beban (kg) cekungan guludan puncak guludan rata-rata cekungan guludan puncak guludan Cone index (kpa) cekungan guludan

116 99 Lampiran 1 (lanjutan) g) Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah Posisi pengukuran No sampel BB+W (gram) BK+W (gram) BW (gram) Vt (cc) K A (%) BD (gram/cc) P P puncak guludan P P P L L lereng guludan L L L C C cekungan guludan C C C puncak guludan lereng guludan rata-rata cekungan guludan h) Kecepatan kair mata satu (v km ) Waktu 10 baris = ( ) / 4 = 62/4 = 15,6 detik Panjang perbaris =135 cm v km = / 15,5 = 0.87 m/detik = 3,132 km/jam i) Kecepatan Dondy Ditcher (v dd ) Waktu 10 baris = ( ) / 5 = 200/5 = 40 detik Panjang perbaris = 135 cm v dd = / 40 = 0.34 m/detik = 1,224 km/jam

117 100 Lampiran 2 Kalibrasi load cell a) Data pengukuran Beban (kg) Regangan (με) penambahan total U1 U2 U3 rata-rata b) Korelasi regangan dengan berat pembebanan. beban (kg) y = x R 2 = kurva pengukuran Linear (kurva pengukuran) regangan (με)

118 Lampiran 3 Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah 1. Ring sampel (ring + tutup) ditimbang, dicatat dan diberi nomer Sampel tanah (ring + tutup + contoh tanah) ditimbang dan dicatat hasilnya sesuai nomer urut ring. 3. Contoh tanah dikeringkan dengan cara dipanggang dalam oven yang bersuhu 150 o C jam kemudian sampel tanah yag telah dikeringkan (ring + tutup + contoh tanah) ditimbang kembali. 5. Kadar air tanah dihitung dengan cara : mtb mtk KA = x100 % mtk dimana : KA = kadar air (%); mtb = massa tanah basah (g); mtk = massa tanah kering (g). 6. Kerapatan isi tanah dihitung dengan cara : mt ρ = Vr di mana : ρ = Kerapatan isi tanah (g/cm 3 ); mtk = massa tanah (g), Vr = voleme ring sampel (cm 3 ).

119 102 Lampiran 4 Cara perhitungan kohesi tanah dan sudut gesekan dalam 1. Permukaan tanah percobaan diratakan terlebih dahulu kemudian gali sampai kedalaman + 10 cm untuk mewakili kedalaman 0-20 cm dan kedalaman 30 cm untuk mewakili kedalaman cm. 2. Gelang geser bersirip dipasangkan pada penetrometer. Gelang geser ditekan konstan pada tingkat beban 20 kgf, kemudian lengan torsi dipasang dan diputar hingga terjadi geseran pada tanah. Nilai torsi putar maksimum yang ditunjukkan oleh skala indikataor torsi dicatat. 3. Pengukuran diulangi pada tingkat beban 40 kgf. 4. Tahanan geser untuk tiap tingkat beban dihitung dengan cara : 3Τ τ 98 2π Dimana : = 3 3 ( r ) 0 r1 τ : tahanan geser (kpa); Τ : torsi putar (kgf.cm); r o : jari-jari luar gelang geser bersirip (5 cm); r 1 : jari-jari dalam gelang geser bersirip (3 cm). Dari data tahanan geser pada dua tingkat beban tersebut dapat dihitung nilai kohesi tanah (C) dan sudut gesekan dalam (ø) dengan rumus berikut : 1 τ 2 τ 1 φ = tan C = τ 1 σ 1 tanφ σ 2 σ 1 Dimana : τ 1 : tahanan geser pada tingkat beban 20 kgf (kpa); τ 2 : tahanan geser pada tingkat beban 40 kgf (kpa); σ 1 : tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas penampang gelang; σ 1 : tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas penampang gelang; ø : sudut gesekan dalam ; C : Kohesi (kpa)

120 103 Lampiran 5 Cara perhitungan adhesi dan sudut gesekan tanah-baja 1. Permukaan tanah percobaan diratakan terlebih dahulu kemudian gali sampai kedalaman + 10 cm untuk mewakili kedalaman 0-20 cm dan kedalaman 30 cm untuk mewakili kedalaman cm. 2. Gelang gesek dipasangkan pada penetrometer. Gelang geser ditekan konstan pada tingkat beban 20 kgf, kemudian lengan torsi dipasang dan diputar hingga terjadi gesekan pada tanah. Nilai torsi putar maksimum yang ditunjukkan oleh skala indikator torsi dicatat. 3. Pengukuran diulangi pada tingkat beban 40 kgf. 4. Tahanan gesek untuk tiap tingkat beban dihitung dengan cara : τ 3Τ 98 2π = 3 3 ( r ) 0 r1 Dimana : τ : tahanan gesek (kpa); Τ : torsi putar (kgf.cm); r o : jari-jari luar gelang gesek (5 cm); r 1 : jari-jari dalam gelang gesek (3 cm). Dari data tahanan gesek pada dua tingkat beban tersebut dapat dihitung nilai adhesi tanah-baja (C) dan sudut gesekan tanah-logam (ø) dengan rumus berikut : 1 τ 2 τ 1 φ = tan C = τ 1 σ 1 tanφ σ 2 σ 1 Dimana : τ 1 : tahanan gesek pada tingkat beban 20 kgf (kpa); τ 2 : tahanan gesek pada tingkat beban 40 kgf (kpa); σ 1 : tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas penampang gelang; σ 1 : tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas penampang gelang; ø : sudut gesekan tanah-logam ; C : adhesi tanah-baja (kpa)

121 104 Lampiran 6 Pendekatan profil guludan awal PG. Jatitujuh a) Nilai pendekatan profil guludan awal x' y y' di mana; x = jarak guludan searah dengan gerakan maju traktor (cm) y = ketinggian guludan dengan level 0 cekungan guludan (cm) y = ketinggian guludan dengan level 0 dasar saluran drainase (cm) b) Profil pendekatan guludan awal Tinggi guludan (cm) Lebar guludan (cm)

122 105 Lampiran 7 Pendekatan perhitungan profil lintasan roda traktor dan profil guludan akhir a) Perhitungan sinkage guludan akibat lintasan roda traktor Diameter roda traktor = 149 cm Lebar roda traktor = 47 cm Massa roda belakang traktor = 3574 kg (Liljedahl, 1989) 3574 Massa 1 roda belakang traktor = = 1787 kg 2 diameter roda traktor Panjang kontak roda traktor-tanah = 2 Luas kontak roda traktor tanah ( A) = 0.78bl 149 A = 0.78 x 47 x 2 2 A = cm W 1787 Penekanan roda traktor = = = kgf/cm 2 A (McKyes, 1985) (Liljedahl, 1989) Sinkage hasil pengukuran pada pada kedalaman 7 cm adalah 1.25 kgf/cm 2 Sinkage yang terjadi akibat lintasan traktor = x 7 = 3.66 cm b) Perhitungan profil guludan akhir hasil pengerukan Profil guludan akhir di dekati berdasarkan analisis rancangan lengan ayun, dengan data sebagai berikut : Panjang lengan roda = 27.5 cm Panjang lengan pengeruk = 63.5 cm Diameter roda penggerak = 16.2 cm Tinggi pusat pengeruk = 20 cm h d max = 25 cm Tinggi poros = 50 cm Jarak roda engsel lengan ayun depan = 15 cm Beda sudut = o Dengan didasarkan pada profil guludan awal (Lampiran 6), diperoleh nilai pendekatan profil lintasan roda dan guludan akhir sebagai berikut :

123 Lampiran 7 (lanjutan) c) Nilai pendekatan perhitungan profil lintasan roda traktor dan guludan akhir profil profil lintasan perubahan lengan ayun depan lengan ayun belakang Δθ profil guludan revisi faktor roda traktor tinggi θ r koreksi θ pengeruk p y 3 h r y z y' z' h p x y 1 y 2 rad deg rad deg rad Deg

124 107 Lampiran 7 (lanjutan) d) Profil lintasan roda dan hasil pengerukan yang direncanakan 60 Lebar guludan (cm) Tinggi guludan (cm) Profil aw al Profil akhir Profil roda

125 108 Lampiran 8 Perhitungan volume tanah yang dipindahkan Persamaan profil guludan diperoleh dari trendline menggunakan komputer berdasarkan data hasil pengukuran seperti ditunjukkan gambar dibawah ini. Lebar guludan (cm) y = x x y = x x Profil aw al 30 Profil akhir Poly. (Profil aw al) 20 Poly. (Profil akhir) Tinggi guludan (cm) Persamaan profil guludan awal yaitu: 2 y = f ( x) = 0.007x x Volume tanah yang dipindahkan oleh ditcher untuk setiap 1 siklus guludan dihitung dengan menggunakan integral dengan cara membagi bangun trapesium guludan menjadi beberapa bagian seperti ditunjukkan gambar dibawah ini. Bangun ruang ABCD-EFGH (cekungan guludan) dihitung dengan menggunakan persamaan:

126 109 Lampiran 8 (lanjutan) V = luas trapesium ABCD x panjang guludan J 90cm K b θ a h = 40cm C A 35cm B D 10cm b = = 27.5 cm 2 = b h tgθ a = V dg 10 = tanθ 35 + = = 40 = = (6.875) cm = cm x 10 x 135 Bangun CDGH-JK (tengah saluran drainase) dihitung volumenya dengan persamaan: V tg = = f ( x) x (AB+ 2a) x 3 = x = cm x x x 95 0 ( ) x ( 48.75) Bangun DHKL dan CGIJ dihitung dengan menggunakan integral. Bangun DHKL dan CGIJ digabung menjadi satu guludan utuh, sehingga volumenya:

127 110 Lampiran 8 (lanjutan) V sg = = f ( x) x (KL) x = x = cm x x x ( 90 ( ) ) 95 0 x 2 ( ) V total = Vdg + Vtg + Vsg = = cm Dengan menggunakan bulk density hasil pengukuran (BD = 1.14 gram/cm 3 ), maka berat total tanah buangan ditcher adalah M total 1.14 = x 1000 = kg Volume tanah yang digali oleh ditcher diasumsikan, ditumpahkan ke samping kanan dan kiri saluran dengan vuolume yang sama, sehingga volume tanah yang harus dipindahkan persiklus guludan adalah: V k V 2 = total = dan beratnya adalah: M k = x = kg = cm 3 Ketinggian tanah yang menutupi cekungan guludan, didekati sebagai berikut : hg = 40 cm ha = 10 cm ht = 2 ht = 25 cm h t

128 111 Lampiran 8 (lanjutan) Ketinggian ini dijadikan sebagai acuan ketinggian tanah yang harus dipindahkan ke puncak guludan. Dengan mensimulasikan konstruksi penggerak pengeruk (roda dan pengeruk) seperti ditunjukkan pada Lampiran 7. Lebar pengerukan tanah dihitung berdasarkan volume tanah yang dinaikkan ke punggung guludan, yaitu : L p A V = A p p p = A = = A ak V p A aw ( x x ) ( x x ) ak A = 2464 cm aw 2 0 L p = = cm 2464 Untuk menghindari kemungkinan adanya tanah pada cekungan guludan yang tidak terkeruk oleh pengeruk, maka diambil lebar pengeruk (L p ) = 55 cm.

129 112 Lampiran 9 Nilai faktor N a) Nilai faktor N γ

130 113 Lampiran 9 (lanjutan) b) Nilai faktor N c

131 114 Lampiran 10 Sifat-sifat mekanis bahan a) Sifat fisis beberapa bahan baja (Sularso 1987). b) Sifat fisis beberapa bahan teknik (Popov 1994)

132 115 Lampiran 11 Berat komponen ditcher berpengeruk berdasarkan pendekatan software AutoCad Massa jenis bahan yang digunakan (ρ) = 7830 kg/m 3 (Lampiran 10) Bagian Ditcher Mekanisme lengan ayun Rangka Komponen Berat satuan Berat Jumlah (kg) (kg) Pisau penusuk Pisau bajak Dudukan pisau Sayap Pisau samping Kaki Roda Pemegang roda Lengan atas roda Lengan bawah roda Baut pemegang roda Poros Lengan atas pengeruk Lengan bawah pengeruk Pengeruk Baut pengeruk pillow block flens bearing siku kair Rangka Berat total

133 116 Lampiran 12 Tampilan simulasi gerakan penggerak pengeruk a) Roda ditcher berpengeruk pada cekungan guludan b) Roda ditcher berpengeruk pada puncak guludan

134 117 Lampiran 13 Spesifikasi traktor yang digunakan a) Lahan uji Leuwikopo Merk, model Negara pembuat Tenaga Berat Berat roda depan Berat roda belakang Panjang Lebar Tinggi Lebar roda belakang Tebal roda belakang Diameter roda belakang Lebar jejak roda belakang Deutz, D7260 Jerman 70 hp 2430 kg 930 kg 1480 kg 3960 mm 1940 mm 1800 mm 438 mm 378 mm 1490 mm 500 mm b) Lahan uji PG. Jatitujuh Merk, model Negara pembuat Tenaga Diameter roda depan Diameter roda belakang Jarak roda belakang Panjang traktor John Deere,D7260 Amerika 120 hp 1180 mm 1525 mm 1800 mm 4430 mm

135 Lampiran 14 Data uji pengukuran konstruksi penggerak pengeruk a) Penggunaan : pemegang pendek dan roda kecil Lengan ayun Kanan Kiri Roda Pengeruk Pembacaan load cell Tinggi Geseran Tinggi Geseran με (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Rata-rata Gaya (kn) b) Penggunaan : pemegang panjang dan roda kecil Lengan Roda Pengeruk Pembacaan load cell ayun Tinggi Geseran Tinggi Geseran με (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Rata-rata Kanan Kiri Gaya (kn)

136 119 Lampiran 14 (lanjutan) c) Penggunaan : pemegang panjang, roda kecil, dan penurunan roda 5 cm Lengan ayun Kanan Kiri Roda Pengeruk Pembacaan load cell Tinggi Geseran Tinggi Geseran με (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Rara-rata Gaya (kn) d) Penggunaan : pemegang panjang, roda kecil, dan penurunan roda 10 cm Lengan ayun Kanan Kiri Roda Pengeruk Pembacaan load cell Gaya Tinggi Geseran Tinggi Geseran με (kn) (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Rata-rata

137 120 Lampiran 14 (lanjutan) e) Penggunaan : pemegang panjang dan roda besar Lengan ayun Kanan Kiri Roda Pengeruk Pembacaan load cell Tinggi Geseran Tinggi Geseran με Ratarata (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Gaya (kn) f) Penggunaan : pemegang panjang, roda besar, dan penurunan roda 5 cm Lengan ayun Kanan Kiri Roda Pengeruk Pembacaan load cell Tinggi Geseran Tinggi Geseran με (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Rata-rata Gaya (kn)

138 121 Lampiran 14 (lanjutan) g) Penggunaan : pemegang panjang, roda besar, dan penurunan roda 10 cm Lengan ayun Kanan Kiri Roda Pengeruk Pembacaan load cell Tinggi Geseran Tinggi Geseran με (cm) (cm) (cm) (cm) U1 U2 U3 Rata-rata Gaya (kn)

139 122 Lampiran 15 Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah pada waktu pengujian a) Lahan uji Leuwikopo Posisi pengukuran No sampel BB+W (gram) BK+W (gram) BW (gram) Vt (cc) K A (%) BD (gram/cc) P P puncak guludan P P P L L lereng guludan L L L C C cekungan guludan C C C puncak guludan lereng guludan rata-rata cekungan guludan b) Lahan uji PG. Jatitujuh Posisi pengujian No sampel BB+W (gram) BK+W (gram) BW (gram) Vt (cc) K A (%) BD (gram/cc) P P puncak guludan P P P C C cekungan guludan C C C puncak guludan rata-rata cekungan guludan

140 123 Lampiran 16 Pengukuran tahanan penetrasi tanah pada waktu pengujian a) Pengukuran tahanan penetrasi tanah lahan pengujian Leuwikopo Posisi pengukuran Ulangan Kedalaman (cm) puncak guludan OV OV OV OV beban (kg) Cekungan guludan puncak guludan rata-rata cekungan guludan puncak guludan Cone index (kpa) cekungan guludan Keteranan : OV = over (beban penetrasi melewati jangkauan beban maksimum penetrometer SR-2, yaitu 50 kgf)

141 124 Lampiran 16 (lanjutan) b) Pengukuran tahanan penetrasi tanah lahan pengujian PG. Jatitujuh Posisi pengukuran Ulangan Kedalaman (cm) OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV puncak guludan OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV beban (kg) OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV cekungan guludan OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV OV puncak guludan OV OV OV OV OV OV rata-rata cekungan guludan OV OV OV OV OV OV OV OV puncak guludan OV OV OV OV OV OV Cone index (kpa) cekungan guludan OV OV OV OV OV OV OV OV Keteranan : OV = over (beban penetrasi melewati jangkauan beban maksimum penetrometer SR-2, yaitu 50 kgf)

142 125 Lampiran 17 Pengukuran tahanan geser tanah pada waktu pengujian Torsi (kgf.cm) Leuwikopo PG. Jatitujuh Posisi pengukuran Ulangan Beban tekan 20 kgf Beban tekan 40 kgf Beban tekan 20 kgf Beban tekan 40 kgf puncak guludan cekungan guludan puncak guludan rata-rata cekungan guludan

143 126 Lampiran 18 Pengukuran tahanan gesek tanah pada waktu pengujian Posisi pengukuran Ulangan Beban tekan 20 kgf Torsi (kgf.cm) Leuwikopo PG. Jatitujuh Beban Beban tekan tekan 40 kgf 20 kgf Beban tekan 40 kgf puncak guludan cekungan guludan puncak guludan rata-rata cekungan guludan

144 127 Lampiran 19 Pengukuran penampang saluran drainase hasil ditcher berpengeruk a) Lahan uji Leuwikopo Posisi pengukuran Ulangan Lebar penampang (cm) Sudut potongan ( o ) Kedalaman bawah atas kanan kiri (cm) puncak guludan cekungan guludan puncak guludan rata-rata cekungan guludan

145 128 Lampiran 19 (lanjutan) b) Lahan pengujian PG. Jatitujuh Posisi pengukuran Ulangan Lebar penampang (cm) Sudut potongan ( o ) Kedalaman bawah atas kanan kiri (cm) puncak guludan cekungan guludan puncak guludan rata-rata cekungan guludan

146 129

147 130

148 131

149 132

150 133

151 134

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Iklim

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Iklim TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tanaman tebu (saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae,

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F

DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F14102039 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Juli 2006. Identifikasi masalah dilaksanakan di kebun tebu dan divisi teknik Pabrik Gula Jatitujuh,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapangan Leuwikopo jurusan Teknik Pertanian IPB. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jagung. B. Pengolahan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jagung. B. Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Jagung Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan persyaratan

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I Pertemuan ke-6 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN (Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering) Oleh: KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI

DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI DISAIN MESIN PENANAM JAGUNG TERINTEGRASI DENGAN PENGGERAK TRAKTOR DUA-RODA EDI SYAFRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DESAIN DAN UJI PERFORMANSI RODA SIRIP LENGKUNG TRAKTOR TANGAN UNTUK PENGOLAHAN TANAH DI LAHAN KERING

DESAIN DAN UJI PERFORMANSI RODA SIRIP LENGKUNG TRAKTOR TANGAN UNTUK PENGOLAHAN TANAH DI LAHAN KERING DESAIN DAN UJI PERFORMANSI RODA SIRIP LENGKUNG TRAKTOR TANGAN UNTUK PENGOLAHAN TANAH DI LAHAN KERING Design and Performance Test of the Curve Wheel Lug of Hand Tractor to Soil Processing at Dry Area Agricultural

Lebih terperinci

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F14101077 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI KINERJA BULLDOZER

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 di Laboratorium Daya, Alat, dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

Koto H Rancangan Hidraulik Terbaik pada Saluran Drainase Permukaan di Pabrik Gula Jatitujuh PTP (Persero) XIV Jatibarang Cirebon-Jabar.

Koto H Rancangan Hidraulik Terbaik pada Saluran Drainase Permukaan di Pabrik Gula Jatitujuh PTP (Persero) XIV Jatibarang Cirebon-Jabar. DAFTAR PUSTAKA Alcock R. 1986. Tractor-Implements Systems. Wesport: The Avi Publishing Company, Inc. Anonim. 1982. Pedoman Budidaya Tebu Lahan di Lahan Kering. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan.

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB III PERSIAPAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ( Design and testing tools planting corn seeds)

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ( Design and testing tools planting corn seeds) DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ( Design and testing tools planting corn seeds) Muhammad Iskandar, Syafriandi, Mustaqimah Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Desrial 2, M. Faiz Syuaib, Kusnanto, dan Ronal Heri ABSTRAK Pemupukan merupakan salah satu usaha peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

II. PASCA PANEN KAYU MANIS

II. PASCA PANEN KAYU MANIS 1 I. PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan komoditas perkebunan yang telah lama dimanfaatkan oleh manusia sebagai bumbu penyedap masakan (Anonim, 2010). Di Indonesia, produk kayu manis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flow Chart Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Mulai Studi Literatur Perencanaan dan Desain Perhitungan Penentuan dan Pembelian Komponen Proses Pengerjaan Proses Perakitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan

I. PENDAHULUAN. Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan dengan pola tanam padi-padi-palawija. Penanaman kedelai setelah penanaman padi di lahan sawah

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DRAINASE MOLE

II. TINJAUAN PUSTAKA DRAINASE MOLE II. TINJAUAN PUSTAKA A. DRAINASE MOLE Pembuatan saluran drainase merupakan salah satu kegiatan utama pada waktu menyiapkan suatu lahan pertanian. Tanaman membutuhkan cukup air untuk pertumbuhannya tetapi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo, 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Pembuatan Dan Pengujian Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo, Lampung Selatan. Kemudian perakitan dan pengujian dilakukan Lab.

Lebih terperinci

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Alat dan Bahan A. Alat 1. Las listrik 2. Mesin bubut 3. Gerinda potong 4. Gerinda tangan 5. Pemotong plat 6. Bor tangan 7. Bor duduk 8. Alat ukur (Jangka sorong, mistar)

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

ALAT PENGOLAHAN TANAH PRIMER (BAJAK SINGKAL) (Laporan Praktikum Mata Kuliah Alat dan Mesin Pertanian) Oleh: Hendri Setiawan

ALAT PENGOLAHAN TANAH PRIMER (BAJAK SINGKAL) (Laporan Praktikum Mata Kuliah Alat dan Mesin Pertanian) Oleh: Hendri Setiawan ALAT PENGOLAHAN TANAH PRIMER (BAJAK SINGKAL) (Laporan Praktikum Mata Kuliah Alat dan Mesin Pertanian) Oleh: Hendri Setiawan 1314071028 LABORATORIUM DAYA, ALAT, DAN MESIN PERTANIAN JURUSAN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September- Oktober

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan tanah di lapangan dengan cara selongsong

Cara uji kepadatan tanah di lapangan dengan cara selongsong SNI 6792:2008 Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan tanah di lapangan dengan cara selongsong ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional SNI 6792:2008 Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA

PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA PENGARUH KETINGGIAN PEMANGKASAN DENGAN MESIN POTRUM SRT-03 TERHADAP TORSI PEMANGKASAN DAN KUALITAS LAPANGAN RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFF WAY 146 I PUTU SURYA WIRAWAN PROGRAM STUDI ILMU KETEKNIKAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

Gambar 1. Bagian-bagian bajak singkal (Smith, 1955)

Gambar 1. Bagian-bagian bajak singkal (Smith, 1955) PERANCANGAN BAJAK SINGKAL PADA LAHAN DENGAN KANDUNGAN LIAT TINGGI A. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam rancangan bajak singkal Sifat tanah liat yang padat, menggumpal dan sulit merembeskan air

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

PERFORMANSI TRAKTOR TANGAN RODA DUA MODIFIKASI MENJADI RODA EMPAT MULTIFUNGSI (PENGOLAHAN DAN PENYIANGAN) UNTUK KACANG TANAH DI KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERFORMANSI TRAKTOR TANGAN RODA DUA MODIFIKASI MENJADI RODA EMPAT MULTIFUNGSI (PENGOLAHAN DAN PENYIANGAN) UNTUK KACANG TANAH DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 1, Maret 217 PERFORMANSI TRAKTOR TANGAN RODA DUA MODIFIKASI MENJADI RODA EMPAT MULTIFUNGSI (PENGOLAHAN DAN PENYIANGAN) UNTUK KACANG TANAH DI KABUPATEN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci