BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan (Undang-Undang Nomor 36,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. istimewa dalam kehidupan seorang calon ibu. Setiap pasangan menginginkan

2015 GAMBARAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH KOTA BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN. desain case control. Kasus kontrol adalah suatu penelitian (survei) analitik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai saat organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator dasar pelayanan kesehatan. terhadap wanita usia produktif adalah Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. dialami oleh perempuan daripada laki-laki, khususnya pada awal melahirkan.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. 1. Konsep Pendidikan. Menurut Suhartono (2007) pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN jiwa yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan

GAMBARAN KEJADIAN POST PARTUM BLUES BERDASARKAN GEJALA DAN FAKTOR PENYEBAB PADA IBU NIFAS DI KELURAHAN MARGADANA DAN SUMUR PANGGANG

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Diajukan Oleh : HIDAYATUL MUNAWAROH J.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. postpartum yang terdiri dari tiga fase yaitu fase dependen (taking in), fase

BAB I PENDAHULUAN. adalah saat yang paling menggembirakan dan ditunggu-tunggu setiap. perubahan tersebut mungkin relatif pada tiap-tiap wanita.

tingkat emosional. Tekanan psikologis setelah melahirkan merupakan gejala

BAB I PENDAHULUAN. persalinan (WHO, 2008) merupakan periode penting bagi ibu dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama mortalitas (Saefudin, 2002). AKI ini menggambarkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Individu pasti akan mengalami proses penuaan (ageing process) yaitu proses yang

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI PASCA MELAHIRKAN PADA KELAHIRAN ANAK PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. suka cita, tetapi untuk beberapa wanita melahirkan bisa membuat stress dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan di Kelurahan Parupuk

1 BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan merupakan hal yang diharapkan dari setiap pasangan suami istri.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDAR LAMPUNG T.A 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hamil merupakan kodrat bagi wanita, khususnya kehamilan pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi risiko yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di suatu negara, di Indonesia ternyata masih tergolong tinggi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur

BAB 1 PENDAHULUAN. Persalinan merupakan proses fisiologis yang dialami oleh hampir setiap

PERBEDAAN RISIKO DEPRESI POST PARTUM ANTARA IBU PRIMIPARA DENGAN IBU MULTIPARA DI RSIA AISYIYAH KLATEN

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU PRIMIPARA DI RUANG BUGENVILE RSUD TUGUREJO SEMARANG

METODE PENELITIAN. normal atau masa sebelum melahirkan (Wong & Perry, 2006). Sedangkan, postpartum blues

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak

SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Diajukan Oleh: ANIK ENIKMAWATI J

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. bersalin dan nifas. Namun demikian banyak faktor yang membuat teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu proses dari kehidupan seorang wanita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bidan merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini masih cukup tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlunya kesehatan dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari

BAB I PENDAHULUAN. mengalami hambatan dalam persalinan. 1. interaksi secara sinkron antara kekuatan his dan mengejan (power), jalan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KELANCARAN PROSES PERSALINAN DI BPS MUKSININ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Periode postpartum merupakan masa transisi dan perubahan peran pada ibu baru

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

ABSTRAK TINGKAT DEPRESI POSTPARTUM PADA IBU MENYUSUI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR I

BAB I PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Pada proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut definisi World Health Organization (WHO), kematian. negara atau daerah adalah kematian maternal (Prawirohardjo, 1999).

mempelajari berbagai hal. Dalam bidang ilmu kesehatan, bisa mempelajari salah satu peristiwa tersebut adalah kehamilan. Kehamilan dan persalinan

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. melalui jalan lahir dengan melewati beberapa tahapan (Bahiyatun, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa nifas (Sulistyawati, 2009). Periode masa nifas meliputi masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seorang ibu yang didefinisikan sebagai penyatuan sperma dan ovum kemudian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emosional yang sangat besar bagi setiap wanita (Rusli, 2011). Kehamilan dan

RIWAYAT KEJADIAN POSTPARTUM BLUES MENGHAMBAT PERKEMBANGAN ANAK USIA 1 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I. yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal. seorang wanita dan suatu proses alamiah. Berdasarkan hasil studi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana merupakan suatu kejadian traumatis (McFarlane, 2005). Salah satu

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang. muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada pertemuan International Conference on Population

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan selanjutnya. (Manuaba,1998). dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perempuan yang memasuki usia premenopause akan melonjak dari 107 juta

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL DENGAN KESEHATAN JANIN TRIMESTER II DI RSIA KUMALA SIWI JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. hanya menyangkut kehamilan dan persalinan, namun lebih luas dari itu yaitu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2014 salah satunya adalah menurunnya kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup, dan menurunnya angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan juga tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai warga masyarakat dunia untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu agenda MDGs yang berkaitan langsung dengan kesehatan, yaitu menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan sekaligus mencapai tujuan MDGs harus dilakukan intervensi terhadap faktor penentu terbesar, yaitu perilaku dan lingkungan tanpa mengabaikan faktor keturunan dan pelayanan kesehatan. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) dan menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI). AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sementara target yang akan dicapai sesuai kesepakatan MDGs tahun 2015, angka kematian ibu turun menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup (buku panduan hari kesehatan nasional ke-48). 1

2 Menurut kepala bagian kelangsungan hidup dan perkembangan anak UNICEF, Indonesia telah membuat kemajuan penting untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, sejak membuat komitmen pada a World Fit for Children. Akan tetapi sampai tahun 2012, diperkirakan 150.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahun sebelum mereka mencapai ulang tahun kelima, dan hampir 10.000 wanita meninggal setiap tahun karena masalah kehamilan dan persalinan. Salah satu penyebab tingginya AKI dan AKB adalah adanya masalah kesehatan mental. Gangguan kejiwaan yang berat setelah persalinan diketahui dapat meningkatkan risiko bunuh diri sampai 70 kali dibandingkan karena penyebab lain terutama pada tahun pertama setelah persalinan. Menurut penelitian Oates, 2002, lebih dari 50% wanita yang meninggal karena bunuh diri disebabkan karena penyakit gangguan mental setelah melahirkan. Postpartum blues merupakan awal terjadinya gangguan mental pada ibu postpartum yang nantinya bisa berdampak buruk pada ibu dan bayinya. Postpartum blues atau sering juga disebut sebagai maternity blues adalah suatu sindroma gangguan mental ringan yang sering tampak dalam seminggu pertama setelah persalinan dan ditandai dengan gejala-gejala seperti reaksi depresi, sedih, disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan (Goodman & Horowitz, 2004). Jika postpartum blues tidak tertangani secara benar dan dengan segera, dapat menimbulkan depresi postpartum, yang nantinya akan menyebabkan komplikasi terburuk yaitu postpartum psikosis.

3 Insiden postpartum blues adalah 500-800 kasus dari 1000 kelahiran atau sekitar 50-80% di berbagai negara (Deal & Holt, 1998). Di Asia sendiri angka kejadian postpartum blues cukup tinggi dan bervariasi berkisar antara 26-85% (Iskandar, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Robertson (2003), prevalensi postpartum blues antara 30-75%. Sedangkan menurut penelitian Hidayat (2007), angka kejadian postpartum blues di Indonesia antara 50-70% dari wanita pasca persalinan. Sampai saat ini, penyebab terjadinya postpartum blues belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diperkirakan memicu terjadinya postpartum blues. Beck (1998), melalui studi meta analisisnya memaparkan beberapa variabel predictor yang dapat menimbulkan postpartum blues. Prediktor tersebut antara lain depresi pranatal, stres merawat anak (childcare stress), stres kehidupan sehari-hari (stressful life event), dukungan sosial, kecemasan pranatal, keintiman suami istri, riwayat depresi sebelumnya, self esteem, temperamen bayi, single marital status, status sosial ekonomi dan kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak terencana. Sedangkan menurut Reeder (1997), faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya postpartum blues adalah stresor psikososial seperti sumber keuangan yang tidak adekuat, suasana hidup yang penuh dengan stres, ketidakpuasan terhadap pendidikan dan kesulitan dalam rumah tangga, hubungan emosional atau ketidakintiman suami istri dan kepuasan perkawinan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues salah satunya adalah keintiman suami istri. Keintiman suami istri yang dimaksud tidak hanya terbatas pada seksualitas, akan tetapi mencakup keseluruhan hubungan suami istri seperti

4 perhatian kepada pasangan, dukungan emosional, saling menghormati, perasaan nyaman saat bersama pasangan, keharmonisan atau kualitas pertemuan saat bersama pasangan (Olforsky, 1973). Keintiman suami istri juga termasuk didalamnya adalah kepekaan akan kebutuhan pasangan dan kedekatan fisik dalam interaksi pasangan (Lefrancois, 1993). Wanita pada masa postpartum memerlukan dukungan emosional, perhatian, perasaan nyaman dan kepekaan akan kebutuhannya dari orang-orang disekitarnya terutama dari suami agar dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai ibu. Menurut Suhita (2005), dukungan emosional maupun dukungan psikologis dari suami lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar. Adanya musibah erupsi Merapi yang menimpa sebagian wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 25 Oktober sampai 30 November 2010 lalu, telah menimbulkan dampak yang sangat luas, terutama bagi korban selamat dan keluarganya. Masalah yang timbul antara lain ketersediaan bahan makanan menjadi terbatas, lumpuhnya pelayanan kesehatan, meningkatnya masalah kesehatan ibu dan anak, meningkatnya masalah kesehatan jiwa dan psikososial. Tercatat ada 355 orang meninggal dunia, lebih dari 450 orang mengalami luka-luka baik luka ringan maupun berat bahkan mengalami kecacatan, ratusan rumah rata dengan tanah, dan sebagian besar infrastruktur hancur (Sumarni, 2012). Salah satu daerah yang mengalami kerusakan parah akibat erupsi adalah Kecamatan Cangkringan yang terdiri dari lima desa, yaitu desa Argomulyo, Glagaharjo, Kepuharjo, Umbulharjo, dan Wukirsari.

5 Kondisi pasca bencana yang serba tidak menentu menimbulkan tekanan yang luar biasa bagi para korban, tidak hanya stres namun kemungkinan timbulnya depresi juga tidak kecil. Luka psikis yang mendalam dapat muncul dalam gejalagejala psikologik yang disebut sebagai Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD) atau gangguan sindroma pasca traumatik. Dampak psikologis yang tidak pendek melainkan bisa memakan waktu hingga lebih 10 tahun ke depan bahkan kemungkinan terjadinya gangguan stres pascatrauma sampai dengan jangka 30 tahun (Pitaloka, 2005). Respon psikologis yang dapat terjadi pada korban adalah rasa takut akan kemungkinan peristiwa tersebut terulang kembali, rasa marah, dan distres. Kehilangan yang dirasakan adalah kehilangan orang yang dicintai, yang merupakan penyebab stres paling berat, kehilangan harta/benda, dan yang mengalami luka-luka (Galambos, 2004). Pada tahun 2012 warga di empat kecamatan lereng Merapi banyak yang terdeteksi risiko berat gangguan jiwa. Selain gangguan jiwa berat, juga rawan terkena gangguan jiwa ringan seperti kecemasan, susah tidur, serta malas untuk beraktivitas. Menempati lingkungan baru rentan terhadap gangguan jiwa karena akan mengalami adaptasi dan menemui gangguan-gangguan baru (Antaranews, 2013). Kehilangan tempat tinggal dan harus tinggal di lokasi pengungsian merupakan masalah lain yang harus dihadapi oleh masyarakat yang terkena dampak bencana. Saat ini sebagian warga yang terkena dampak erupsi tinggal di hunian tetap, yaitu tanah yang dialokasikan oleh pemerintah yang masing-masing keluarga

6 menerima kurang lebih 100 meter 2. Kondisi hunian tetap dan lingkungannya di wilayah Kecamatan Cangkringan saat ini sebagian besar telah dibangun, namun fasilitasnya masih terbatas, antara lain kurangnya air bersih, akses ke pelayanan masyarakat yang cukup jauh dari tempat tinggal. Kondisi hunian tetap yang serba terbatas dan apa adanya akan menimbulkan persoalan baru terutama pada wanita, apalagi bagi ibu postpartum. Di hunian tetap tersebut, ibu masih harus dibebani tanggung jawab domestik, yaitu mengurus bayinya, memasak dan berbagai pekerjaan lain. Beban domestik terasa lebih berat di hunian tetap yang serba terbatas tersebut, sehingga memungkinkan menambah rasa stres bagi ibu postpartum (Sustiwi, 2005). Stressor pasca bencana inilah yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues. Penelitian Harville et al., 2009, memaparkan bahwa wanita hamil dan wanita postpartum yang terkena dampak pasca bencana rentan mendapatkan gangguan mental yang serius. Diperkirakan adanya stres pasca bencana juga akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu postpartum yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan ibu maupun bayi. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu warga huntap di Gondang bulan Mei 2013, sebagian menyatakan bertambah stres karena harus menyesuaikan dengan tetangga-tetangga baru, harus mencari pinjaman untuk membenahi bangunan huntap dan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Suami istri harus bekerja keras. Suami sering harus meninggalkan rumah kadang dalam waktu lama. Kondisi ini akan berdampak pada berkurangnya keharmonisan dan keintiman hubungan suami istri. Selain itu ruangan dalam huntap yang sempit dan masih

7 ditambah dengan tinggal bersama orang tua sehingga dalam satu rumah yang luasnya hanya 100 m 2 ditempati banyak orang menyebabkan privasi bersama suami berkurang. Sedangkan hasil wawancara dengan seorang guru wanita di huntap Gondang bulan Mei tahun 2013, diperoleh keterangan bahwa dengan berada di huntap kejadian pertengkaran suami istri sampai melakukan kekerasan fisik dan kekerasan psikologis, meningkat. Kejadian perselingkuhan juga meningkat. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bidan di klinik bersalin sekitar huntap Kecamatan Cangkringan, diperoleh adanya kejadian postpartum blues pada wanita postpartum yang tinggal di huntap, keadaan wanita tersebut menjadi sangat sensitif, terlihat depresi, dan tidak mau mengurus kebutuhan bayinya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara keintiman suami istri dengan kejadian postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap daerah pasca erupsi Merapi, Kecamatan Cangkringan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimanakah hubungan antara keintiman suami istri dengan kejadian postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi.

8 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keintiman suami istri dengan kejadian postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui prevalensi postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan daerah pasca bencana erupsi Merapi. b. Mengetahui keintiman suami istri pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan daerah pasca bencana erupsi Merapi. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Bagi klinik bersalin dan puskesmas di Kecamatan Cangkringan Sebagai bahan pemikiran dari dampak bencana yaitu mempersiapkan pelayanan kesehatan yang baik bagi wanita postpartum yang tinggal di huntap untuk menghindari terjadinya postpartum blues. 2. Bagi profesi perawat Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan pada perawat dalam mengetahui peran pasangan, yaitu suami ibu postpartum untuk mencegah terjadinya postpartum blues, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif

9 3. Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang postpartum blues sehingga masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ibu postpartum khususnya yang berada di daerah pasca bencana. E. Keaslian Penelitian Sebatas pengetahuan penulis, penelitian mengenai postpartum blues pada wanita postpartum di huntap yang dihubungkan dengan keintiman suami istri belum pernah di lakukan. Berikut beberapa penelitian yang telah dilakukan dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti: 1. Kornelis et al., (2013) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara Keakraban Suami dan Istri terhadap Kecenderungan Depresi pada Pasangan Lansia di Dusun Ngandong, Girikerto, Turi, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat observasional menggunakan rancangan cross sectional yang bersifat deskriptif analitik. Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang hadir pada kegiatan skrining kesehatan di dusun Ngandong, Kelurahan Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman yang memenuhi kriteria inklusi. Pengukuran keakraban suami istri dinilai dengan Kuesioner Keakraban Suami Istri sedangkan kecenderungan depresi pada lansia diukur dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS). Hasil dari penelitian ini adalah keakraban suami istri mempunyai pengaruh terhadap

10 kecenderungan terjadinya depresi pada pasangan lansia yaitu dengan semakin besarnya nilai keakraban suami istri maka akan semakin kecil terjadinya depresi. Persamaan penelitian Kornelis dengan penelitian ini terletak pada variabel bebasnya yaitu keakraban suami istri atau keintiman suami istri. Rancangan penelitiannya sama-sama menggunakan cross sectional. Perbedaannya terletak pada variabel terikatnya yaitu pada penelitian Kornelis adalah depresi sedangkan pada penelitian ini adalah postpartum blues. Populasi pada penelitian ini adalah pasangan suami istri yang masih dalam usia subur, sedangkan pada penelitian Kornelis populasinya adalah lansia. 2. Mardiah (2008) yang berjudul Hubungan Usia Ibu dengan Gejala Postpartum Blues di wilayah Kota Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang sudah melahirkan normal di Rumah Bersalin, Bidan Praktek Swasta di wilayah Kota Tasikmalaya. Hasil penelitian ini menunjukkan kejadian postpartum blues pada ibu nifas dengan usia kurang dari atau sama dengan 20 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan ibu nifas usia lebih dari 20 tahun. Perbedaan penelitian Mardiah dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel bebasnya, dimana peneliti meneliti variabel bebas keintiman suami istri. Dan tempat penelitian, peneliti mengambil tempat di daerah hunian tetap pasca bencana erupsi Merapi. 3. Fatimah (2009) yang berjudul Hubungan Dukungan Suami dengan Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Primipara di Ruang Bugenvile RSUD Tugurejo

11 Semarang. Desain penelitian ini menggunakan metode analitik korelasional pada 25 ibu primipara. Hasil penelitian ini analisis bivariat dengan uji pearson chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan suami dengan kejadian postpartum blues pada ibu primipara di Ruang Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang. Perbedaan penelitian Fatimah dengan penelitian ini terletak pada variabel bebasnya, dimana peneliti meneliti variabel bebas keintiman suami istri, tempat penelitian, peneliti mengambil tempat di daerah pasca bencana erupsi Merapi, subjek penelitian dan jenis penelitian. 4. Cury et al. (2008) yang berjudul Maternity Blues : Prevalence and Risk Factors. Penelitian Cury dkk merupakan transversal study dengan subjek 113 wanita postpartum selama 10 hari di masa puerpurium. Instrumen yang digunakan adalah Stein s Scale (1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi postpartum blues sekitar 32,7% dengan Stein Scale. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Cury dkk terletak pada subjek penelitian dan instrumen yang digunakan. Subjek penelitian pada penelitian Cury dkk adalah semua wanita postpartum selama 10 hari, sedangkan pada penelitian ini semua wanita postpartum dalam masa 2 hari postpartum. Pada penelitian Cury dkk, instrumen yang digunakan adalah Stein s Scale, sementara peneliti menggunakan kuesioner Edinburgh Postnatal Depressive Syndrome (EPDS).