BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2. Landasan Teori

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB II TUJUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

THEORY OF REASONED ACTION

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose,

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. kontribusi temuan bagi teori dan praktek. Pada bab ini juga disampaikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN DI KLINIK KECANTIKAN WAJAH BERBASIS WEB MOBILE

5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menggunakan perangkat mobile serta jaringan nirkabel (Ayo et al., 2007). Jonker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan).

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

Pertemuan PEMBENTUKAN SIKAP. Mei 2013-YDI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)

BAB II DATA UMUM Klinik Kecantikan Pengertian Klinik

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Nani Dewi S, Widiastuti: Analisis Intensi Mahasiswa Dalam Memilih Universitas Darma Persama (UNSADA) & Ardi Winata Jakarta

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

Hasil pengujian secara simultan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijabarkan sebagai berikut.

Bab 3. Metode Penelitian

ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku merokok hampir di setiap sudut kota, baik di ruang - ruang publik

PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN AKUNTANSI PADA DOSEN AKUNTANSI KOTA BENGKULU: PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian ditambahkan pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku untuk menunjukan suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang diperkirakan individu dalam menunjukan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2 hal berbeda yang saling berhubungan yaitu, kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. (Rima, 2009) Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Menurut Theory of Planned Behavior, intensi untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Intensi berkorelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005). 11

Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Berdasarkan Theory of Planned Behavior, intensi terbentuk dari attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavior control yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku Intensi memiliki 4 faktor yang mendasarinya yaitu target, action, context, dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku. Misalnya, menggunakan cream wajah untuk mendapatkan wajah cantik. Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku. Misalnya, mencari informasi produk perawatan terbaik ketika ingin mempercantik diri. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. Misalnya, ketika kulit kusam dapat membangkitkan keinginan untuk merawat diri. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu munculnya perilaku, misalnya melakukan perawatan untuk menjaga kulit lebih sehat. Maka berdasarkan pengertian intensi dari beberapa ahli tersebut, dapat diambil pengertian bahwa intensi yaitu kecenderungan atau usaha seseorang untuk memunculkan atau melakukan suatu prilaku. 2.2. INTENSI MENGGUNAKAN JASA KLINIK KECANTIKAN Intensi menggunakan jasa klinik kecantikan adalah niat, maksud, dan tujuan seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, disaat mereka 12

membutuhkan pelayanan jasa klinik kecantikan seperti untuk menghilangkan jerawat, mencerahkan kulit dan mempercantik bentuk wajah, meremajakan kulit, dan sebagainya (Nursukmawati, 2013). Seseorang yang percaya bahwa dengan menggunakan jasa klinik kecantikan dapat memenuhi kebutuhannya dalam mempercantik kulit wajah, maka ia akan memiliki intensi yang tinggi untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Selain itu, intensi individu untuk menggunakan jasa klinik kecantikan juga akan semakin besar jika keluarga, teman, kerabat, memberikan rekomendasi dan mendukung untuk menggunakan jasa suatu klinik kecantikan. Akan tetapi, individu juga perlu menyadari akan kontrol yang dimiliki dirinya seperti sumber daya dan kesempatan yang ada untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Adanya sumber daya dan kesempatan yang dimiliki individu serta persepsi individu bahwa melakukan perawatan di klinik kecantikan adalah hal yang mudah akan membuat intensi individu menggunakan jasa klinik kecantikan semakin besar. 2.3. SIKAP Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. defenisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang di arahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar. 13

Defenisi diatas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. (Rahmah, 2011) Sikap merupakan kecenderungan kognitif, afektif, dan tingkah laku yang dipelajari untuk merespon secara positif maupun negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep, atau seseorang. Sikap merupakan faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah laku yang menghindari, melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993). Gagne dan Briggs (Ajzen, 2002), sikap merupakan suatu keadaan internal yang mempengaruhi pilihan, tindakan individu terhadap objek, orang, atau kejadian tertentu. Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi internal yang mempengaruhi tindakan individu. 14

2.4. NORMA SUBJEKTIF Norma subjektif merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang apakah individu akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2000). Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif berhubungan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau individu lain dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku apa yang terlibat. Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Individu berkeyakinan bahwa individu lain atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan atau perilaku yang dilakukannya. Ketika individu meyakini apa yang menjadi norma dalam kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Menurut Ajzen (2005), norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal 15

ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma subjektif adalah penilaian individu terhadap tekanan sosial atau pengaruh kelompok tertentu untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. 2.5. PERCEIVED BEHAVIOR CONTROL Perceived Behavioral Control (kontrol perilaku) merupakan gambaran mengenai perasaan akan kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005), kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu, pengalaman orang lain, seperti keluarga dan teman, dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Maka dapat diartikan 16

perceived behavioral control merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah atau kemampuan diri individu untuk menunjukkan suatu perilaku. 2.6. KLINIK KECANTIKAN Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa pelayanan dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang berhubungan dengan kulit seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan lain sebagainya.(wikipedia, 2014) Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya. Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik kecantikan yang mengkombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan seperti spa. Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah facial. Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai perawatan kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, pengunaan masker, dan pemijatan. Biasanya dilakukan di salon kecantikan tetapi juga dapat ditemukan di berbagai perawatan spa. 17

2.6.1. Fungsi Klinik Kecantikan Fungsi Klinik kecantikan merupakan suatu tempat untuk melakukan konsultasi dan perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit, dan rambut dengan dilakukan oleh ahli kecantikan dan dokter spesialis. 2.6.2. Tujuan Klinik Kecantikan Tujuan utama pembuatan klinik kecantikan pada umumnya ingin menjadikan para pengunjungnya terbebas dari jerawat, memberikan keindahan wajah, tubuh, dan rambut. sehingga tampak cantik, bersih, sehat, dan natural dari rambut hingga ujung kaki. 2.6.3. Macam-macam Klinik Kecantikan 1. Klinik Kecantikan Khusus Kulit Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus kulit, dan fokus pada kulit baik masalah-masalah yang biasa dialami kulit dan dan cara merawatnya. 2. Klinik Kecantikan Khusus Rambut Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus rambut, dan fokus pada rambut baik masalah-masalah yang biasa dialami rambut dan penataannya. 3. Klinik Kecantikan Khusus Perawatan Tubuh 18

Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus tubuh, focus terhadap masalah-masalah kelebihan berat badan dan focus pada perawatan agar menjadikan tubuh ideal. 4. Klinik Kecantikan Bedah Plastik Klinik kecantikan bedah plastik melayani mereka yang menginginkan perubahan fisik akibat kecelakaan yang dihadapi ataupun perubahan yang sengaja ingin dilakukan. 5. Klinik Kecantikan Kulit dan Rambut Klinik kecantikan yang menyediakan perawatan untuk rambut dan kulit. 6. Klinik Kecantikan yang mencakup semuanya Klinik kecantikan yang menyediakan segala macam peraawatan dan tindakan. 2.7. DINAMIKA 2.7.1. Dinamika Sikap terhadap Intensi Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari 19

keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Ajzen mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu perilaku dapat mempengaruhi besar tidaknya intensi seseorang untuk melakukan perilaku tersebut yang berakibat apakah orang tersebut melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan semakin tinggi intensinya untuk melakukan perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan semakin rendah intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Banyak peneliti yang mendukung pernyataan ini melalui penelitian yang telah dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irena Anggita Nurul Adha dan Ratri Virianita (2010), sikap terhadap pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis terbukti memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan pada intensi pemanfaatan internet. Semakin positif sikap pengusaha UKM, maka semakin kuat pula intensi atau niat untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnis. Semakin tinggi pengetahuan, keyakinan mengenai pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis, ketertarikan dan kecenderungan untuk memanfaatkan internet, 20

maka semakin besar pula niat pengusaha UKM untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnisnya. Berdasarkan Theory of Planned Behavior oleh Ajzen dan didukung oleh beberapa penelitian terdahulu maka bisa dilihat bahwa sikap dapat berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini merupakan penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan semakin negatif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka semakin rendah juga intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Berikut ini adalah rumus untuk mengukur attitude toward behavior : Keterangan: A B = sikap terhadap perilaku B b i = behavioral belief e i = evaluation of outcome 2.7.2. Dinamika Norma subjektif terhadap Intensi Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif berhubungan dengan harpan-harapan yang berasal dari referent atau individu lain dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu 21

sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku apa yang terlibat. Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen,2005). Telah banyak penelitian yang menggungkap adanya pengaruh norma subjektif terhadap intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku seperti yang dikatakan oleh Ajzen. Penelitian yang dilakukan oleh Sari Rochmawati (2013) menyatakan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Hasil pengujian hipotesis pada konstruk ini adalah norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Selain itu, dalam hal ini nasihat atau saran dari kolega dan keluarga penggunaan kartu kredit menjadi salah satu pertimbangan dengan alasan untuk mempermudah kegiatan atau aktivitas mereka dalam bekerja. Dengan demikian, hasil pengujian hipotesis ini 22

menunjukkan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Dari teori yang diungkapkan oleh Ajzen melalui Theory of Planned Behavior dan hasil dari banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka bisa disimpulkan bahwa norma subjektif dapat berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Ketika norma subjektif mendukung seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka akan semakin tinggi intensinya terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, dan ketika norma subjektif yang ada tidak mendukung seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka intensinya terhadap menggunakan jasa klinik kecantikan juga akan semakin rendah. Theory of Planned Behavior, juga mengidentikan Subjective Norms pada dua hal, yaitu: belief dari individu tentang reaksi atau pendapat individu lain atau kelompok lain tentang apakah individu perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk mengikuti pendapat individu lain tersebut (Michener, Delamater, & Myers, 2004). Rumus dari Subjective Norms adalah sebagao berikut (Ajzen, 2005): Keterangan: SN = Subjective Norm 23

n i = belief normative (kepercayaan seseorang bahwa seseorang atau kelompok yang menjadi referensi berpikir bahwa ia seharusnya menampilkan atau tidak menampilkan perilaku) m i = motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok yang menjadi referensi 2.7.3. Dinamika Perceived Behavior Control terhadap Intensi Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Perceived Behavior Control ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu maupun pengalaman orang lain, seperti keluarga dan teman, dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Penelitian telah banyak dialkukan untuk membuktikan apakah benar perceived behavior control mempengaruhi intensi seseorang terhadap suatu perilaku. 24

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heriyanni Mashithoh (2009) didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara Perceived Behavioral Control terhadap variabel minat pengunjung untuk memilih TMII sebagai destinasi wisata. Sehingga didapatkan kesimpulan yang berangkat dari Theory of Planned Behavior oleh Ajzen dan hasil dari penelitan-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada perceived behavior control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Semakin positif perceived behavior control yang dimiliki seseorang terhadap perilaku menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin tinggi intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, dan sebaliknya, jika semakin negatif perceived behavior control seseorang, maka intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan semangkin rendah. Dalam Theory of Planned Behavior, kontrol perilaku merupakan hasil fungsi dari control beliefs dan power of control beliefs. Control beliefs adalah keyakinan individu terhadap faktor-faktor yang mampu memberi kemudahan atau hambatan dirinya untuk melakukan suatu perilaku. Sedangkan power of control beliefs adalah derajat seberapa besar faktor-faktor kontrol tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut atau tidak. Perceived Behavior Control dapat di gambarkan dengan rumus : 25

PBC c i p i = Perceived Behavior Control = Control belief = power of control 2.7.4. Dinamika Sikap, Norma subjektif, dan Perceived Behavior Control terhadap Intensi Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian ditambahkan pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku untuk menunjukan suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang diperkirakan individu dalam menunjukan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Ajzen (2005) mengartikan intensi sebagai kecenderungan tingkah laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat akan diwujudkan dalam bentuk tindakan. Semakin besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan seseorang untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Dengan adanya beberapa definisi intensi dan aspek pembentukannya, dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang berkaitan pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Intensi menjadi determinan awal untuk menunjukkan suatu perilaku. Ajzen (2005) dalam Theory of Planned Behavior menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi seseorang untuk menunjukkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control. Secara garis besar, 26

sikap memiliki peranan penting bagi individu terhadap intensinya melakukan suatu perilaku. Semakin positif sikap yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku, maka semakin besar pula intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Norma subjektif yang didapat dari lingkungan sekitar yang mendukung atau tidaknya individu untuk melakukan suatu perilaku. Semakin adanya tekanan sosial yang menekan individu untuk melakukan suatu, maka intensi individu akan semakin besar pula. Begitu juga dengan perceived behavior control, semakin adanya kemudahan dan keuntungan individu untuk melakukan suatu perilaku, maka intensinya akan semakin tinggi. Hubungan antara sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control terhadap intensi melakukan suatu perilaku didukung oleh beberapa penelitian. Hasil penelitian Ari Aria Catur Siwi dan Sito Meiyanto (2002) ditinjau dari teori perilaku berencana yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dimana teori perilaku berencana menjelaskan bahwa intensi berperilaku spesifik seperti intensi membeli produk kosmetika pemutih kulit dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu sikap terhadap produk, norma subyektif terhadap perilaku membeli produk, dan kontrol keperilakuan terhadap produk. Tiga determinan tersebut memuat sejumlah aspek yaitu aspek motif berperilaku, aspek kognitif terhadap perilaku dan aspek kontrol volisional terhadap perilaku spesifik. Penilaian konsumen terhadap ketiga aspek tersebut akan menghasilkan evaluasi merek secara keseluruhan. Selanjutnya evaluasi secara menyeluruh pada suatu merek tertentu akan mempengaruhi intensi membeli merek produk tersebut. 27

Dari penjelasan di atas, maka didapat kesimpulan bahwa sikap, norma subjektiftif, dan perceived behavior control akan memiliki peran dalam intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini akan dilihat intensi seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap, norma subjektiftif yang mendukung, dan perceived behavior control yang positif seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensi seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan sebaliknya, semakin negatif sikap, norma subjektif yang tidak mendukung, dan perceived behavior control negatif seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka akan semakin rendah juga intensinya terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan. 2.8. HIPOTESIS 2.8.1. Hipotesis Utama : Sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersamasama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap, semakin tinggi norma subjektif, dan semakin besar perceived behavior control yang dimiliki seseorang, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 2.8.2. Hipotesis Tambahan : 1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku menggunakan 28

jasa klinik kecantikan, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 2. Norma subjektif berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin banyak dukungan yang didapatkan seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 3. Perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin besar kendali yang dimiliki seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 29