HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia

dokumen-dokumen yang mirip
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

MANAJEMEN KUALITAS AIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Journal of Aquatropica Asia Robin dan Nirmala ISSN Vol.2, Original article

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

METODOLOGI PENELITIAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

Journal of Aquatropica Asia Robin ISSN Vol.3, Original article

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE)

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Transkripsi:

41 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia Kondisi fisika dan kimia perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diukur setiap kali sampling. Sampling diambil pada bulan Oktober-Desember 2011 hingga Januari- Februari 2012. Parameter fisika yang diukur adalah suhu, kecerahan dan parameter kimia yang diukur adalah oksigen (O 2 ) terlarut, derajat keasaman (ph) air, karbondioksida (CO 2 ) terlarut dalam air dan total organik mattler (TOM) perairan. Suhu terukur di tiap bulan pengambilan sampling yaitu 29,4 0 C di bulan Oktober, 29,1 0 C di bulan November, 25,3 0 C di bulan Desember, 24,1 0 C di bulan Januari dan 27,1 0 C di bulan Februari. Rata-rata suhu dari hasil pengukuran langsung dilapangan sebesar 27 0 C. Kecerahan terukur selama penelitian di kolong Grasi yakni 90 cm di bulan Oktober dan November, 60 cm di bulan Desember, 30 cm di bulan Januari dan 70 cm di bulan Februari. Rata-rata kecerahan air kolong Grasi yang terukur selama penelitian menunjukkan nilai 68 cm. Untuk derajat keasaman air (ph) terukur dibulan Oktober sebesar 6, di bulan November sebesar 6,5, di bulan Desember ph air terukur 6, Januari dan Februari ph air terukur masing-masing sebesar 5 dan 6, sehingga rata-rata ph air kolong Grasi yang terukur selama penelitian sebesar 6,1 (Tabel 4). Kandungan oksigen (O 2 ) terlarut dalam air kolong Grasi yang terukur selama penelitian di bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 rata-rata sebesar 7,8 mg/l. Kandungan 7,2 mg/l di bulan Oktober, 8 mg/l dibulan November dan di bulan Desember. Sebesar 7,8 mg/l di bulan Januari dan selanjutnya terukur sebesar 8 mg/l di bulan Februari. Kandungan karbondioksida (CO 2 ) terlarut terukur sebesar 2,10 mg/l di bulan Oktober. Selanjutnya secara berurutan 1,82 mg/l, 3,06 mg/l, 4,09 mg/l dan 3,44 mg/l untuk bulan November, Desember, Januari dan Februari. Rata-rata kandungan karbondioksida (CO 2 ) terlarut sebesar 2,90 mg/l. Total organik mattler (TOM) di perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat didapat angka rata-rata 7,87 mg/l selama penelitian. Kisaran kandungan TOM secara berurutan 5,77 mg/l, 4,18 mg/l, 9,06 mg/l, 12,91 mg/l dan 7,40 mg/l

42 untuk bulan Oktober, November, Desember, Januari dan Februari. Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran kualitas air di bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 4 Hasil pengukuran kualitas air di bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Bulan Parameter Kualitas Air Rasio (hari) Hujan : Terang Suhu ( 0 C) Kec. (cm) ph DO (mg/l) CO 2 (mg/l) TOM (mg/l) Oktober 2011 29,4 90 6 7,2 2,10 5,77 0 : 30 November 2011 29,1 90 6,5 8 1,82 4,18 0 : 30 Desember 2011 25,3 60 6 8 3,06 9,06 13 : 17 Januari 2012 24,1 30 5 7,8 4,09 12,91 22 : 8 Februari 2012 27,1 70 6 8 3,44 7,40 9 : 21 Rata-rata/bulan 27±2,3 68±24,8 6,1±0,5 7,8±0,3 2,90±0,9 7,87±3,3 Standar Budidaya untuk Nila Merah (SNI 2009) Standar Budidaya untuk Patin Jambal (SNI 2009) Keterangan : 25-30 20-30 6-8,5 3 < 5-27-32 > 30 6,5-8,5 3 < 5 - Kec = Kecerahan air kolong DO = Dissolved Oxygen (Oksigen terlarut) TOM = Total Organik Matter Rasio hujan terang selama tiga puluh hari setiap bulan dari bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 di kolong Grasi tempat penelitian dilaksanakan, tercatat tidak terjadi hujan dari bulan Oktober hingga November 2011. Hujan mulai terjadi di bulan Desember 2011 dengan intensitas ringan, rasio hujan : terang sebanyak 13 : 17. Hujan lebih sering turun dengan intensitas lebat, terjadi di bulan Januari 2012 dengan rasio hujan : terang sebesar 22 : 8. Penurunan intensitas hujan di bulan Februari 2012 mengalami penurunan dengan rasio hujan : terang sebesar 9 : 21. Rata-rata hasil pengukuran kualitas air parameter fisika dan kimia di Kolong Grasi, menunjukkan kondisi yang ideal untuk kegiatan budidaya ikan nila merah dan patin jambal. Kondisi penurunan beberapa parameter seperti suhu, kecerahan dan peningkatan kadar TOM terjadi di bulan Januari 2012 dan tidak terjadi di bulan-

43 bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada bulan Januari 2012 intensitas turunnya hujan lebih sering terjadi dan lebih lebat dimana di bulan ini tercatat 22 hari turun hujan dan delapan hari tercatat cuaca terang. Perbedaan rasio cuaca ini diikuti perubahan parameter kualitas air terukur selama penelitian. Effendi (2003) dan Barus (2002) menjelaskan bahwa, turunnya suhu udara akan diikuti dengan turunnya suhu air. Penurunan suhu air ini menyebabkan menurunya kandungan CO 2 terlarut sebaliknya meningkatkan kadar DO dalam air. Kondisi di kolong Grasi justru terjadi sebaliknya. Penurunan suhu di bulan Januari 2012 meyebabkan peningkatan CO 2 terlarut dan cendrung menurunkan DO dalam air. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya bahan organik tersuspensi dan terlarut yang diikuti meningkatnya jumlah fitoplankton dalam air yang ditunjukkan dari turunnya nilai kecerahan air dan meningkatnya nilai TOM kolong Grasi. Proses melimpahnya substrat organik di air merupakan makanan bagi bakteri aerob, peningkatan jumlah bakteri tersebut menyebabkan proses pelepasan CO 2 kedalam air lebih banyak dan proses pengambilan DO dari air lebih banyak pula. Perubahan kualitas air secara fisika, kimia dan biologi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah akumulasi Pb di organ ikan uji. Jumlah Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Hasil budidaya pembesaran yang dilakukan selama empat bulan di kolong Grasi untuk ikan patin jambal dan nila merah menunjukkan terjadi akumulasi Pb di organ ikan. Tabel 5 menunjukkan peningkatan dan penurunan kadar Pb terukur di dalam organ ikan patin jambal selama pemeliharan empat bulan. Formatted: Font: Bold Tabel 5 Kandungan Pb terukur pada organ ikan patin jambal Kandungan Pb Pada Bulan ke- Organ Oktober November Desember Januari Februari Metode/Standar (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) Insang < 0,030 < 0,030 < 0,030 55,23 1,50 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Ginjal < 0,030 < 0,030 0,032 < 0,030 0,917 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Hati < 0,030 < 0,030 < 0,030 15,39 < 0,030 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Daging < 0,030 < 0,030 0,177 40,56 0,188 APHA ed 21 th 3111 B, 2005

44 Gambar 4 menunjukkan trend atau pola akumulasi Pb ke dalam masingmasing organ patin jambal. Pada ikan nila merah terjadi akumulasi Pb di setiap organ. Tabel 6 menunjukkan peningkatan dan penurunan kadar Pb terukur di dalam organ ikan nila merah selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi. Gambar 4 Trend akumulasi Pb pada organ ikan patin jambal. Organ Tabel 6 Kandungan Pb terukur pada organ ikan nila merah Kandungan Pb Pada Bulan ke- Oktober November Desember Januari Februari Metode/Standar (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) Insang < 0,030 < 0,030 2,77 8,41 4,34 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Ginjal < 0,030 < 0,030 < 0,030 93,98 0,842 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Hati < 0,030 0,085 < 0,030 62,14 < 0,030 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Daging < 0,030 < 0,030 < 0,030 < 0,030 0,188 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Gambar 5 menunjukkan trend atau pola akumulasi Pb ke dalam masingmasing organ ikan nila merah selama pemeliharaan. Gambar 5 Trend akumulasi Pb pada setiap organ ikan nila merah.

45 Jumlah logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang masih aman dikonsumsi oleh manusia yaitu 2 mg/kg (Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 dan WHO 1992). Kandungan Pb pada ikan patin jambal mulai ditemukan di bulan kedua pemeliharaan, yakni bulan Desember 2011 pada organ ginjal dan daging masing-masing terukur sebesar 0.032 µg/g dan 0,177 µg/g. Di bulan ketiga (Januari 2012), Pb ditemukan hampir di semua organ ikan patin jambal dan masih batas aman untuk konsumsi, yaitu organ insang sebesar 55,23 µg/g, hati sebesar 15,39 µg/g, daging sebesar 40,56 µg/g. Kandungan Pb tertinggi ditemukan di organ insang pada bulan ketiga pemeliharaan, yakni sebesar 55,23 µg/g. Meskipun demikian, kandungan Pb di organ daging ikan patin jambal adalah yang tertinggi dibandingkan dengan organ-organ yang lain. Hal ini dikarenakan bobot organ daging lebih besar, jika dibandingkan bobot organ lainnya (Rendemen daging = 45 g/100 g). Jika dikonversikan dengan bobot tubuh total dibulan Januari 2012 sebesar 195,4 g, maka organ daging patin mengandung 3,57 mg/kg. Nilai ini diatas batas aman konsumsi yang hanya memperbolehkan 2 mg/kg. Peningkatan kadar Pb diatas baku mutu aman pangan hanya terjadi dibulan Januari 2012, seiring dengan menurunnya kualitas air dan rasio hujan meningkat dalam 30 hari. Penurunan kandungan Pb dalam organ daging terjadi secara signifikan seirinmg dengan membaiknya kualitas air dan beralihnya musim hujan ke musim panas Pada ikan nila merah, Pb telah ditemukan di organ hati di bulan ke dua pemeliharaan, yakni November 2011 sebanyak 0,085 µg/g. Selanjutnya sebanyak 2,77 µg/g ditemukan di organ insang di bulan Desember 2011. Pada bulan Januari 2012, Pb terukur disemua organ ikan nila merah, kecuali di organ daging. Organ insang terukur Pb sebanyak 8,41 µg/g, organ hati sebanyak 62,14 µg/g dan pada organ ginjal terukur sebanyak 93,98 µg/g di bulan Januari 2012. Penurunan kadar Pb terjadi di bulan Februari 2012, dimana pada organ insang terukur sebanyak 4,34 µg/g, organ ginjal sebanyak 0,842 µg/g. Pada organ hati di bulan Februari 2012 tidak ditemukan lagi kandungan Pb. Sebaliknya terjadi peningkatan pada organ daging nila merah, di organ ini terukur sebanyak 0,188 µg/g. Secara keseluruhan akumulasi yang terjadi di organ ikan nila merah yang dipelihara di

46 kolong usia tua pasca tambang timah masih dibawah batas aman untuk dikonsumsi. Perbedaan jumlah akumulasi di setiap organ berhubungan erat dengan morfologi dan fungsi fisiologis setiap organ seperti insang, hati, daging dan ginjal. Insang ikan selain sebagai tempat pertukaran gas juga merupakan tempat ekskresi (Affandi & Usman 2002). Insang merupakan organ ikan yang langsung bersentuhan dengan air, sehingga organ insang adalah yang pertama untuk terpapar secara langsung pencemar Pb, baik Pb yang terionisasi dengan air maupun yang berikatan dengan partikel. Morfologi insang ikan nila merah yang lebih rapat dari insang ikan patin jambal menyebabkan perbedaan dalam kemampuan menangkap organisme dan partikel yang ada di air sehingga sebagai penyebab perbedaan kandungan Pb terukur pada insang kedua ikan uji. Selain itu perbedaan pola hidup berdasarkan stratifikasi kedalaman, seperti ikan nila merah cenderung dipermukaan perairan dan ikan patin jambal cenderung didasar perairan KJA menyebabkan potensi paparan insang ikan patin jambal dengan air yang tercemar Pb lebih besar. Pb yang telah diabsorbsi akan masuk ke dalam darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi Pb yang tertinggi dalam organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal), dalam kedua organ tersebut logam berikatan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metalothionin. Hati berperan penting dalam nutrisi dan pertahanan tubuh sebagai respon dari toksikan yang berasal dari luar tubuh. Selain itu, hati juga merupakan tempat penyimpanan lemak dan karbohidrat (Hutton 1982), sehingga Pb mudah terikat didalam hati. Ginjal berfungsi untuk filtrasi (penyaring) dan mengekskresi bahan yang tidak dibutuhkan (Affandi & Usman 2002). Seberapapun besar Pb yang masuk kedalam darah akan disaring oleh ginjal untuk diekskresikan keluar tubuh. Sehingga keberadaan Pb ditemukan terakumulasi di dalam ginjal ikan uji. Darmono (2008), Pb dapat terikat dengan adanya ketersedian ligan dalam sel. Lemak merupakan ligan yang cocok untuk logam berat. Salah satu fungsi organ daging pada ikan adalah tempat penyimpanan lemak. Darah yang telah tercemar Pb, akan beredar sesuai siklusnya. Darah yang mengandung Pb akan

47 masuk kedalam sel-sel daging melalui pembuluh-pembuluh kapiler, selanjutnya karena sifat logam yang mudah terikat dengan lemak, maka Pb akan cepat terikat ke dalam lemak daging. Pb yang telah terikat akan sulit terlepas, sehingga kecil kemungkinan untuk kembali masuk kedalam aliran darah. Kondisi ini merupakan penyebab kecilnya akumulasi yang terukur didalam organ hati dan ginjal ikan patin jambal di bulan Januari 2012, walaupun di bulan yang sama jumlah akumulasi di organ daging terukur sangat tinggi. Kondisi ini juga terjadi sebaliknya pada ikan nila merah, dimana pada organ daging tidak terukur tetapi pada organ hati dan ginjal jumlah akumulasi relatif tinggi. Hal ini pula merupakan penyebab berbedanya jumlah akumulasi Pb yang terukur antara daging ikan nila merah dengan daging ikan patin jambal. Dimana kandungan lemak pada daging nila merah lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging ikan patin jambal yang dipelihara dikolong Grasi (lampiran 3). Analisis Perbedaan Parameter Fisika-Kimia Terukur dan Rasio Isi Usus Terhadap Akumulasi Pb di Setiap Organ Ikan Uji Perbedaan akumulasi Pb di setiap organ pengamatan antara ikan nila merah dan patin jambal serta keterhubungannya terhadap perbedaan parameter fisika-kimia air kolong Grasi, ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap semua organ ikan uji, ditemukan akumulasi tertinggi Pb terjadi di bulan Januari 2012 (bulan ke-3 pemeliharaan). Meskipun demikian, akumulasi yang terukur masih dalam batas aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan diatas baku mutu hanya ditemukan pada organ daging ikan patin jambal di bulan Januari 2012. Penurunan suhu dan ph air, perbedaan cuaca dan peningkatan kecerahan air kolong, serta peningkatan rasio plankton dibandingkan pakan buatan yang ditemukan dalam usus ikan uji di bulan Januari 2012, berdampak pada peningkatan jumlah akumulasi Pb dibeberapa organ ikan uji. Bulan Januari 2012, Pb ditemukan terakumulasi sebanyak 8,4 µg/g di organ insang ikan nila merah dan 55,23 µg/g di organ insang ikan patin jambal. Penurunan suhu dan ph air kolong juga berdampak pada peningkatan akumulasi Pb di organ daging ikan patin jambal, yakni sebesar 40,56 µg/g sedangkan di organ ikan nila merah

48 akumulasi tidak terukur. Pb terukur di organ hati ikan nila merah sebanyak 62,14 µg/g, sedangkan di organ hati ikan patin jambal sebesar 15,39 µg/g. Kandungan Pb juga ditemukan di ginjal ikan nila merah, yakni sebesar 93,98 µg/g sedangkan pada ikan patin jambal kandungan Pb di bulan Januari 2012 (bulan ke-3) tidak ditemukan. Bulan Oktober November Desember Januari Februari Suhu ( 0 C) 29,4 29,1 25,3 24,1 27,1 ph 6 6,5 6 5 6 Kecerahan (cm) 90 90 60 30 70 Rasio Hujan:Terang (hari) 0 : 30 0 : 30 13 : 17 22 : 8 9 : 21 Rasio isi usus (%) - 76,50 : 12.65 71,87 : 28,11 36,48 : 64,48 47,54 : 52,44 Pellet : Plankton (Patin) Rasio isi usus (%) Pellet : Plankton (Nila) - 83,82 : 16,15 42,15 : 57,76 18 : 81,06 21,10 : 78,87 G ambar 6 Akumulasi Pb di setiap organ pengamatan ikan nila merah dan patin jambal serta keterhubungannya terhadap perbedaan parameter fisikakimia terukur dan rasio isi usus.

49 Kondisi perubahan cuaca yang ekstrim dari musim panas ke musim hujan di bulan Januari 2012, dikuti juga penurunan tingkat kecerahan. Fenomena ini mengindikasikan peningkatan kadar TOM dan jumlah plankton di air kolong Grasi. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya hamburan partikulat (substrat) dan meningkatnya jumlah plankton dalam perairan kolong Grasi. Pada saat yang sama terjadi penurunan ph perairan menjadi lebih asam. Bryan (1976a) dan Forstner (1979b) mengemukakan bahwa penurunan nilai ph air menyebabkan kelarutan logam berat dalam air meningkat dan dalam keadaan yang sesuai (seperti menurunnya ph air menjadi asam), beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikulat yang mengendap akan kembali ke dalam air diikuti remobilisasi dan difusi ke atas. Pada saat Pb terlepas kedalam air, maka peluang Pb mencemari plankton sebagai pakan alami ikan uji semakin besar. Proses pengambilan logam dalam makhluk hidup perairan autotrofik (Fitoplankton) menurut Bryan (1976b) adalah melalui mekanisme pertukaran ion yang dengan cepat terserap pada permukaan sel, dari tempat mereka berdifusi ke dalam membran sel, terakhir diserap dan diikat oleh protein (tempat pertukaran ion) di dalam sel. Peningkatan jumlah plankton dalam air akan memperbesar peluang termakannya plankton yang telah tercemar Pb oleh ikan uji. Fenomena ditemukannya lebih banyak plankton daripada pakan buatan di dalam usus ikan nila merah dan patin jambal di bulan Januari 2012, yaitu rasio (%) pakan buatan : plankton untuk ikan patin sebesar 36,48 : 64,48 dan untuk ikan nila merah sebesar 18 : 81,06, menyebabkan di bulan tersebut (Januari 2012) terjadi peningkatan jumlah Pb di setiap organ ikan uji. Sehingga masuknya Pb kedalam organ ikan nila merah dan patin jambal yang dibudidayakan dikolong pasca penambangan timah Bangka Belitung ialah melalui rantai makanan. Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan Bryan (1979), makanan dan partikulat merupakan sumber akumulasi (logam berat) penting yang terjadi pada ikan. Naik turunnya suhu di dalam suatu perairan mempengaruhi kelarutan beberapa jenis gas dalam air serta aktivitas biologis-fisiologis biota di dalam ekosistem air (Barus 2002). Meningkatnya suhu dari bulan Januari 2012 ke bulan Februari 2012 menyebabkan meningkatnya laju aktivitas biologis-fisiologis ikan

50 uji. Peningkatan laju aktivitas biologis-fisiologis yang disertai dengan membaiknya kualitas perairan kolong Grasi dapat menyebabkan proses depurasi (pembersihan) organ tubuh ikan terhadap pencemar Pb berjalan cepat. Terlihat dari menurunnya kandungan Pb pada ikan uji di bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012) seiring dengan meningkatnya nilai kecerahan, suhu dan ph perairan di bulan tersebut. Dampak Akumulasi Pb Terhadap Penambahan Bobot Tubuh Penambahan bobot tubuh ikan nila merah dan ikan patin jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 (A) menunjukkan penambahan bobot tubuh ikan nila merah mengalami peningkatan dari bulan pertama pemeliharaan sampai dengan bulan keempat pemeliharaan. Berat awal ikan Nila merah yakni dibulan Oktober 2011 rata-rata 6,8 g ± 0,3852. Diakhir pemeliharan yakni di bulan Februari 2012 bobot tubuh rata-rata 188,7 g ± 7,2057. Gambar 7 (B) menunjukkan penambahan bobot tubuh ikan patin jambal pada bulan pertama pemeliharaan hingga bulan ketiga (Januari 2012) mengalami peningkatan. Penambahan bobot tubuh hampir terhenti di bulan ketiga pemeliharaan hingga bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012). Rata-rata berat awal ikan Patin jambal dibulan Oktober 2011 sebesar 4,9 g ± 0,5172. Bulan Februari 2012 bobot tubuh rata-rata 201,2 g ± 17,7050. (A) Gambar 7 Penambahan bobot tubuh ikan nila merah dan ikan patin jambal. (B)

51 Akumulasi Pb yang terjadi disetiap organ ikan nila merah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan bobot tubuh selama empat bulan pemeliharaan. Hampir tidak terukurnya jumlah akumulasi Pb dari bulan pertama ke bulan kedua pemeliharaan pada setiap organ ikan nila merah, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena tubuh ikan nila merah masih tumbuh dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar. Akumlasi Pb yang mulai terukur pada bulan kedua hingga bulan ketiga pemeliharaan, yakni organ insang, hati dan ginjal, tidak mengakibatkan penurunan penambahan bobot tubuh ikan nila merah. Kondisi yang sama terus terjadi di bulan ketiga pemeliharaan hingga ke bulan empat pemeliharaan. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah. Hal ini dikarenakan rendahnya akumulasi di setiap organ ikan nila merah selama pemeliharaan dan akumulasi yang terjadi masih dalam ambang batas toleransi ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan. Penambahan bobot tubuh ikan patin jambal selama empat bulan pemeliharaan, didapatkan bahwa akumulasi Pb yang terjadi disetiap organ pengamatan memberikan pengaruh yang signifikan di bulan ketiga pemeliharaan (Januari 2012) hingga bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012). Dimana dibulan tersebut, penambahan bobot tubuh hampir tidak terjadi. Kondisi sebalikya terjadi di di bulan pertama hingga ketiga pemeliharaan, dimana penambahan bobot tubuh tetap terjadi tanpa terganggu Pb. Hal ini terjadi karena di bulan pertama hingga bulan ketiga pemeliharaan akumulasi Pb masih sangat kecil. Sedangkan di bulan ketiga pemeliharaan akumulasi Pb mengalami peningkatan disemua organ, terutama organ daging yang sudah melebihi ambang batas aman untuk konsumsi manusia. Selain itu, peningkatan akumulasi di bulan ketiga pemeliharaan juga diikuti peningkatan akumulasi pada organ insang, daging dan hati. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tersebut, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan patin jambal.

52 Gambar 8 menunjukkan perbandingan pertumbuhan normal (penambahan bobot tubuh) ikan nila merah dan patin jambal setiap bulan pemeliharaan selama empat bulan di tempat budidaya terkontrol, terhadap pertumbuhan ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara di kolong tua. (A) (B) (B) (C) Gambar 8 (A) Grafik pertumbuhan ikan nila merah normal (B) Grafik pertumbuhan ikan patin jambal normal (C) Grafik pertumbuhan ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua (D) Grafik pertumbuhan ikan patin jambal yang dipelihara di kolong tua. (D) Perbedaan terjadi di pertumbuhan ikan patin di bulan Januari ke bulan Februari pemeliharaan. Pada pertumbuhan normal patin jambal (8 B), bulan ketiga dan keempat pemeliharaan bobot tubuh masih terus bertambah, sedangkan pada ikan patin jambal yang dipelihara di kolong tua pertumbuhan di masa tersebut mulai melambat (8 D). Hal ini berhubungan dengan semakin meningkatnya kandungan Pb di organ ikan patin. Terkait dengan fungsi organ insang yang juga sebagai alat pengeluaran, organ daging dan hati sebagai tempat penyimpanan.

53 Melambatnya penambahan bobot tubuh juga terjadi di bulan keempat pemeliharaan seiring dengan meningkatnya akumulasi Pb pada organ ginjal. Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengeksresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, seperti bahan logam berat yang toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam. Secara morfologi Pb akan merusak tubulus dan proksimal ginjal. Endapan Pb terjadi di lumen tubulus sehingga menyebabkan epitel sel mati dan lumen tubulus membengkak. Dengan rusaknya sel ginjal ini, maka peranan filtrasi ginjal akan terganggu. Asam amino yang masih berguna tidak tersaring dalam ginjal dan terbuang bersama urin, yang akhirnya juga ikan akan kekkurangan nutrisi dalam tubuhnya dan pertumbuhan menjadi terhambat (Darmono 2008). Keberadaan Pb pada organ ikan uji menyebabkan kerusakan jaringan pada lokasi baik tempat masuknya logam (insang) maupun tempat penimbunanya (hati). Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam dapat berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme). Kerusakan ini menyebabkan tidak berfungsinya secara normal organ-organ ikan uji. Menurut Darmono (2008), Pb yang terakumulasi di insang ikan akan menyebabkan penebalan pada sel insang sehingga menyebabkan insang kesulitan mengambil oksigen di air dan ikan menjadi hipoksia (kekurangan oksigen dalam tubuhnya). Ini ditunjukkan dengan berkurangnya kemampaun renang ikan. Rusaknya fillamen insang insang (nekrosis) menyebabkancelah lamella insang melebar (rusak) sehingga menyebabkan volume sel darah merah berkurang dari lamella dan fungsi filtrasi insang ikan menurun. Secara enzimatis, pengaruh toksisitas Pb pada insang ikan terjadi di enzim karbonik anhidrase dan transport ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO 2 menjadi asam karbonat. Apabila ikan Zn itu dig anti dengan logam lain, fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut akan menurun. Dengan digantinya kedudukan Zn di enzim karbonik anhidrase oleh Pb, maka enzim insang yang berperan sebagai proses respirasi tidak berfungsi. Keadaaan ini akan menyebabkan ikan mengalami keterlambatan tumbuh bahkan dapat menyebabkan kematian.

54 Fungsi hati yang sebagai penghasil enzim pencernaan akan mendapat pengaruh toksik Pb yang masuk, sehingga secara keseluruhan juga akan berdampak penambahan bobot tubuh. Secara morfologis sel-sel hati akan mengalami kerusakan dan secara enzimatis akan menurunkan kinerja enzim aspartat amino transferase. Penurunan enzim pencernaan ini akan menyebabkan terhambatnya deposit vitamin B12 di hati. Jika vitamin B12 yang berperan dalam pemacu proses pertumbuhan ikan tidak diproduksi secara normal, maka akan tentun akan mengganggu proses pertumbuhan. Selanjutnya, Pb di hati juga akan menghambat pembentukan garam-garam empedu. Garam empedu yang berfungsi untuk melarutkan dan membawa lemak dari usus beserta vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,K), jika gagal terbentuk atau terbentuk dalam jumlah sedikit maka lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak terangkut secara maksimal dari usus, yang akhirnya berdampak pada terganggunya proses metabolisme tubuh ikan dan terhambatnya pertumbuhan. Terukurnya Pb di dalam organ daging, ginjal dan hati ikan patin jambal, mengindikasikan keberadaan Pb di dalam darah ikan. Keberadaan Pb di dalam darah menghambat fungsi hemoglobin darah dalam mengikat oksigen, Pb mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi delta aminolevulinik acid (delta ALAD) menjadi forfobilinogen dan menghambat korporasi dari Fe ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara menghambat enzim delta aminolevulinik asid dehidratase (delta ALAD) dan feroketalase yang akhirnya meningkatkan ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta mensintesis Hb. Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat Pb adalah peningkatan produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda (retikulosit) dan sel stipel kemudian dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil (basophilic stippling) merupakan gejala dari adanya gangguan metabolik dari pembentukan Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-tanda keracunan Pb. Sel darah merah gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut menyisakan organel yang biasanya menghilang pada proses kedewasaan sel. Akibatnya ikan akan mengalami anemia. Kurangnya Hb darah juga akan menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam darah, diikuti dengan berkurangnya fungsi darah, sehingga peran darah sebagai penyerap dan penghantar sari makanan dan oksigen untuk

55 metabolisme atau pertumbuhan sel menjadi terhambat, yang selanjutnya juga akan menurunkan laju penambahan bobot tubuh secara keseluruhan. Uji t-test Uji t-test dilakukan untuk melihat pengaruh antara kandungan Pb yakni sebesar 16,50 mg/kg di sedimen kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terhadap akumulasi Pb yang terjadi di setiap organ ikan Uji. Hasil t-test menyatakan bahwa semua akumulasi logam berat Pb yang terjadi di organ ikan uji tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kadar logam berat Pb di sedimen kolong Grasi. Karena hasil T-hitung setiap organ lebih kecil dari T-tabel, maka dapat disimpulkan tidak terjadi pengaruh yang nyata antara sedimen kolong grasi terhadap organ ikan uji. (Tabel 7). Ikan Nila Merah Organ Tabel 7 Hasil hitung t-test Ikan Patin Jambal Organ Insang Ginjal Hati Daging Insang Ginjal Hati Daging t-hitung t-hitung 1,9970437 1,2712113 1,0035224 1,949 1,0358978 1,172022 1,0097656 1,0131233 2.7764451 05 2.7764451 05 t-tabel 2.7764451 05 2.7764 2.7764451 05 2.7764451 05 t-tabel 2.7764451 05 2.7764451 05 Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Dari tabel diatas dapat didefinisikan bahwa, kandungan Pb pada sedimen kolong Grasi sebesar 16,50 mg/kg (Oktober 2011) tidak memberikan pengaruh terhadap akumulasi yang terjadi di setiap organ insang, ginjal, hati dan daging ikan nila merah dan ikan patin jambal yang dibudidayakan selama empat bulan di kolong tersebut. Hasil ini menyatakan bahwa, akumulasi Pb yang terjadi di setiap organ ikan nila merah dan patin jambal bersumber dari makanan. Untuk memperkuat pernyataan tersebut, maka dilakukan uji komposisi usus ikan.

56 Analisis Sumber Akumulasi Pb Berdasarkan Komposisi Isi Usus Ikan Uji Ikan Nila Merah (O. niloticus) Ada beberapa kelas mikroorganisme yang teridentifikasi didalam usus ikan nila merah selain pakan buatan (pellet) selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 8 menunjukkan Frekuensi Kejadian dan nilai Indeks Preponderance ikan nila merah di bulan November 2011. Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan nila merah di bulan November 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae dan kelas Chrysophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 96,6% untuk pellet, 43,20% untuk Chlorophyceae dan sebesar 3,30% untuk Chrysophyceae. Tabel 8 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan November 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 96,6 53,53 83,82 Chlorophyceae 43,20 43.43 15,99 Chrysophyceae 3,30 3,03 0,16 Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan November 2011, yaitu 96,60% untuk pellet, 15,99% untuk Chlorophyceae dan 0,16% untuk Chrysophyceae. Gambar 9 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan November 2011.

57 Gambar 9 Spektrum komposisi isi perut nila merah di bulan November 2011. Tabel 9 menunjukkan Frekuensi Kejadian ikan nila merah di bulan Desember 2011. Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila merah di bulan Desember 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 90% untuk pellet, 100% pada Chlorophyceae. Nilai frekuensi kejadian Chrysophyceae sebesar 10% Bacillariophyceae sebesar 20%. Tabel 9 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Desember 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 90 21,35 42,15 Chlorophyceae 100 59,87 51,53 Chrysophyceae 10 8,85 1,90 Bacillariophyceae 20 9,89 4,33 dan Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan Desember 2011, yaitu 42,15% untuk pellet, 51,53% untuk Chlorophyceae, sebesar 1,90% untuk Chrysophyceae dan sebesar 4,33% untuk Bacillariophyceae. Gambar 10 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan Desember 2011. Gambar 10 Spektrum Komposisi isi perut nila merah di bulan Desember 2011.

58 Frekuensi kejadian di dalam usus ikan nila merah di bulan Januari 2012 didominansi kelas Chrysophyceae dan kelas Chlorophyceae, serta sedikit ditemukan pellet (Tabel 10). Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila merah di bulan Januari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 53% untuk pellet, 100% pada kelas Chlorophyceae, 83% untuk kelas Chrysophyceae, 46,60% untuk kelas Bacillariophyceae. Gambar 11 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan Januari 2012. Tabel 10 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Januari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 53,3 19,71 18 Chlorophyceae 100% 36,6 23,19 Chrysophyceae 83% 32,09 48,14 Bacillariophyceae 46,60 11,59 9,73 Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan Januari 2012. Sebesar 18% untuk pellet dan 23,19% untuk kelas Chlorophyceae. Kelas Chrysophyceae sebesar 48,14% dan nilai kisaran untuk kelas Bacillariophyceae sebesar 9,73%. Gambar 11 Spektrum komposisi isi usus ikan nila merah bulan Januari 2012. Tabel 11 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan nila merah di bulan Februari 2012. Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila

59 merah di bulan Februari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 56,6% untuk pellet, 100% pada kelas Chlorophyceae, 3,30% untuk kelas Chrysophyceae dan 33,30% untuk kelas Bacillariophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan Februari 2012. Sebesar 21,10% untuk pellet dan 66,71% untuk kelas Chlorophyceae. Kelas Chrysophyceae sebesar 0,06% dan nilai kisaran untuk kelas Bacillariophyceae sebesar 12,10%. Tabel 11 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Februari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 56,6 18,77 21,10 Chlorophyceae 100 61,95 66,71 Chrysophyceae 3,30 0,93 0,06 Bacillariophyceae 33,30 18,30 12,10 Gambar 12 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan Januari 2012. Gambar 12 Spektrum komposisi isi usus ikan nila merah bulan Februari 2012. Ikan Patin Jambal (P. djambal) Ada beberapa jenis mikroorganisme yang teridentifikasi didalam usus ikan Patin Jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kabupaten

60 Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 12 menunjukkan frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan November 2011. Tabel 12 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan November 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 100 62,13 76,50 Chlorophyceae 36,60 25,24 10,28 Euglenophyceae 13,30 12,61 2,37 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Patin Jambal di bulan November 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea dan kelas Euglenophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 100% untuk pellet, 36,60% pada kelas Chlorophycea, 13,30% untuk kelas Euglenophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan Patin Jambal di bulan November 2011. Sebesar 76,50% untuk pellet, 10,28% untuk kelas Chlorophycea dan 2,37% untuk kelas Euglenophyceae. Gambar 13 menunjukkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan November 2011. Gambar 13 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan November 2011.

61 Tabel 13 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan Desember 2011. Tabel 13 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan Desember 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 100 52,05 71,87 Chlorophyceae 83,20 27,38 20,71 Euglenophyceae 6,60 3,42 0,31 Bacillariophyceae 30 17,12 7,09 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan patin jambal di bulan Desember 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea, kelas Bacillariophyceae dan kelas Euglenophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 100% untuk pellet, 83,20% pada kelas Chlorophycea, 6,60% untuk kelas Euglenophyceae dan sebesar 30% untuk kelas Bacillariophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan Patin Jambal di bulan Desember 2011. Sebesar 71,87% untuk pellet, 20,71% untuk kelas Chlorophycea. Sebesar 7,09% untuk kelas Bacillariophyceae dan 0,31% untuk kelas Euglenophyceae. Gambar 14 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan Desember 2011.

62 Gambar 14 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan Desember 2011. Januari 2012. Tabel 14 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan Tabel 14 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan Januari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 96 29,59 36,68 Chlorophyceae 74,99 7,17 5,13 Euglenophyceae 32,14 2,01 0,08 Bacillariophyceae 71,42 24,13 22,25 Chrysophyceae 85,71 37,06 41,02 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea, kelas Bacillariophyceae, kelas Euglenophyceae dan kelas Chrysophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 96% untuk pellet, 74,99% pada kelas Chlorophycea, 32,14% untuk kelas Euglenophyceae. Sebesar 85,71 untuk kelas Chrysophyceae dan sebesar 71,42% untuk kelas Bacillariophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012. Sebesar 36,68% untuk pellet, 5,13% untuk kelas Chlorophycea. Sebesar 22,25% untuk kelas Bacillariophyceae dan 0,08% untuk kelas Euglenophyceae serta 41,02% untuk kelas Chrysophyceae. Gambar 15 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012.

63 Gambar 15 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan Januari 2012. Tabel 15 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan Februari 2012. Tabel 15 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan Februari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 100 39,13 47,54 Chlorophyceae 89,30 24,14 23,73 Euglenophyceae 3 3,38 0,41 Bacillariophyceae 70 33,33 28,30 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea, kelas Bacillariophyceae dan kelas Euglenophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 100% untuk pellet, 89,30% pada kelas Chlorophycea, 3% untuk kelas Euglenophyceae dan untuk kelas Bacillariophyceae sebesar 70%. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan patin jambal di bulan Februari 2012. Sebesar 47,54% untuk pellet, 23,73% untuk kelas Chlorophycea. Sebesar 28,30% untuk kelas Bacillariophyceae dan sebesar 0,41% untuk kelas Euglenophyceae. Gambar 16 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan Februari 2012.

64 Gambar 16 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan Februari 2012. Plankton yang ditemukan mengisi usus ikan nila merah dan patin jambal di bulan Januari 2012 lebih beragam jenisnya. Bulan Januari 2012 persentase plankton lebih besar, mengisi usus ikan nila merah dan patin jambal dibandingkan dengan persentase pakan buatan. Kondisi ini merupakan imbas dari menurunnya kualitas air di bulan Januari 2012, seperti menurunnya tingkat kecerahan. Memperkuat dugaan akumualsi pada organ ikan nila merah dan patin jambal terjadi melalui jalur rantai makanan. Dimana di bulan Januari 2012, peningkatan jenis dan jumlah plankton dalam usus ikan nila merah dan patin jambal, berkorelasi positif terhadap peningkatan akumulasi Pb di setiap organ ikan nila merah dan patin jambal. Membaiknya kualitas air (Februari 2012), seperti meningkatnya nilai kecerahan, diikuti dengan berkurangnya nilai dominansi plankton dalam usus ikan uji secara kuantitas maupun jenis. Kondisi ini juga diikuti dengan menurunnya jumlah Pb terukur di setiap organ ikan uji. Peningkatan jumlah plankton (kuantitas dan jenis) secara bertahap di usus ikan uji selama bulan Oktober 2011 hingga Desember 2011, selalu diikuti dengan peningkatan jumlah akumulasi Pb di setiap organ ikan uji. Fenomena ini memperkuat bahwa, akumualsi Pb pada organ ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara di kolong tua, terjadi melalui jalur rantai makanan. Analisis Kelayakan Ekonomis Budidaya di Kolong Tua serta Keterhubungan Dampak Stres Terhadap Laju Pertumbuhan Untuk ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua pasca tambang timah, jumlah pakan yang dihabiskan selama pemeliharaan empat bulan sebanyak 52,38 kg dengan harga pakan Rp 8.000,00/Kg. Survival Rate (SR) sebesar 91% dan nilai FCR sebesar 2,1 bobot kering. Jumlah pakan yang dihabiskan patin jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong tua pasca tambang timah sebanyak 52,38 kg dengan harga pakan Rp 8.000,00/Kg. Survival Rate (SR) sebesar 87% dan nilai FCR sebesar 1,4 bobot kering (Lampiran 3). Tabel 16 menunjukkan analisa usaha ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara system KJA di kolong tua pasca tambang timah Bangka Belitung. Untuk melihat

65 tingkat stress yang terjadi dari dampak akumulasi Pb di setiap organ ikan uji dan pengaruhnya terhadap kelayakan usaha budidaya perikanan tawar, maka dilakukan uji glukosa untuk melihat tingkatan stres pada ikan uji. Dari tabel 16 diatas dapat disimpulkan bahwa, pemeliharaan ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara sebanyak 600 ekor dengan system KJA selama empat bulan pemeliharan di kolong tua, menguntungakan untuk dilakukan. Dengan nilai kelayakan usaha (B/C) 2,7 untuk ikan nila merah dan 2,9 untuk ikan patin jambal. Tabel 17 menunjukkan glukosa darah terukur untuk ikan patin jambal dan nila merah selama pemeliharaan di kolong Grasi Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 16 Analisa usaha ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara system KJA di kolong tua pasca tambang timah Bangka Belitung Biaya (Rp) No. Uraian Patin Nila merah jambal A. ANALISIS LABA RUGI 1. Investasi (4 bulan) Pembuatan karamba 1 kelompok karamba (2 a. petak) 2.000.000 2.000.000 b. Alat dan sarana produksi 100.000 100.000 Jumlah 1 2.100.000 2.100.000 2. Biaya 2.1. Biaya Operasional a. Benih ikan @ Rp 350,00 (Patin : 600 ekor). @ Rp 150,00 (Nila : 600 ekor) 90.000 210.000 b. Pakan ikan @ 9.000,00 471.420 471.420 c. Obat-obatan - - Jumlah 2.1 561.420 561.420 2.2. Biaya Tetap a. Penyusutan karamba/4 bln (6,4%) 128.000 128.000 b. Perbaikan karamba/4 bln 200.000 200.000 c. Penyusutan alat/4 bln (6,4%) 6400 6400 Jumlah 2.2 334.400 334.400 3 Total Biaya (2.1 + 2.2) 895.820 895.820 4 Penerimaan Produksi ikan 2.479.200 2.630.000 5 Laba Operasional (4-2.1) 1.917.780 2.068.580

66 6 Laba Bersih (4-3) 1.583.380 1.734.180 B. ANALISIS BIAYA MANFAAT 1. B/C (>1 layak usaha) 2,7 2,9 Glukosa darah terukur sebanyak 78,74 mg dalam setiap 100 ml darah ikan patin jambal di bulan November 2011 dan menurun menjadi 71,26 mg di bulan Desember 2011. Selanjutnya jumlah glukosa darah meningkat menjadi 90,87 mg di bulan Januari 2012 dan kembali menurun di di bulan Februari, yakni sebesar 87,36 mg. Peningkatan kandungan glukosa darah pada ikan nila merah telah terjadi sejak bulan November 2011 (56,32 mg) menurun menjadi 52,87 mg di bulan Desember 2011. Peningkatan terjadi dibulan Januari 2012 menjadi 87,36 mg dan menurun kembali hingga 82,76 mg di bulan Februari 2012. Tabel 17 Glukosa darah ikan patin jambal dan nila merah selama pemeliharaan bulan November 2011- Februari 2012 PATIN (Bulan) Glukosa Darah (mg/100ml) NILA (Bulan) Glukosa Darah (mg/100ml) November 2011 78,74 November 2011 56,32 Desember 2011 71,26 Desember 2011 52,87 Januari 2012 90,87 Januari 2012 87,36 Februari 2012 87,36 Februari 2012 82,76 Ikan lebih sensitif terhadap stres daripada vertebrata lainnya karena homeostasis fisiologisnya terikat erat dan tergantung pada air di lingkungan sekitarnya. Gangguan air dan homeostasis ion selama stres adalah karena hubungan yang sangat dekat antara cairan tubuh dalam insang. Bioavailabilitas bahan kimia yang tinggi dalam air juga merupakan faktor penyebab stress. ikan yang terkena polusi melalui permukaan insang. Ikan merespon stres pada tiga tingkatan. Respon stres tingkat primer, sekunder dan tersier. Respon primer adalah pelepasan hormon stres, corticosteriods dan katekolamin, ke dalam aliran darah. Respons sekunder adalah efek dari hormon-hormon pada tingkat sel termasuk mobilisasi dan realokasi energi, gangguan osmotik dan peningkatan denyut jantung, pengambilan oksigen dan transfer. Respon tersier melampaui tingkat sel untuk seluruh binatang. Ini menghambat respon kekebalan, reproduksi, pertumbuhan dan kemampuan untuk

67 mentolerir stres tambahan. Indikator yang paling banyak diterima dari stres adalah peningkatan glukosa darah (Affandi & Usman 2002). Peningkatan dan penurunan kualitas air kolong tua sebagai wadah budidaya ikan patin jambal dan nila merah, selalu diikuti dengan peningkatan dan penurunan akumulasi Pb dalam organ ikan uji dan selalu disertai dengan peningkatan dan penurunan kadar glukosa dalam darah ikan uji. Pada saat terjadi penurunan kualitas air kolong Grasi secara fisika dan kimia di bulan Januari 2012, maka diikuti dengan penambahan akumulasi Pb ke dalam setiap organ ikan uji. Peningkatan yang terjadi tersebut, mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan ikan patin jambal dari bulan Januari 2012 ke bulan Februari 2012 (Gambar 10 B). Sebaliknya pada ikan nila merah, keterlambatan pertumbuhan tidak terjadi walaupun ditemukan konsentrasi Pb di setiap organ meningkat di bulan Januari 2012. Hasil pengujian glukosa darah pada kedua jenis ikan uji menguatkan bahwa, peningkatan kadar glukosa dalam darah merupakan indikator ikan yang dipelihara di kolong tua dengan akumulsi Pb di organ-organnya, hidup dalam kondisi stress. Kenyataan ini terlihat dari berhentinya laju penambahan bobot tubuh pada ikan patin jambal di bual Januari 2012 ke bulan Februari 2012, besertaan dengan peningkatan jumlah Pb dalam organ. Kondisi ini menggambarkan bahwa ikan patin jambal yang dibudidayakan di kolong Grasi mengalami stress tingkat tersier, dimana ikan telah mengalami keterhambatan dalam pertumbuhan, yang dikarenakan relokasi energi pertumbuhan dari pakan menjadi energi bertahan untuk hidup. Stres yang disebabkan akumulasi Pb ini masih dalam batas toleransi ikan, sehingga kegiatan budidaya tetap dapat dilakukan. Selain itu, kegiatan budidaya tetap bisa dilakukan karena peningkatan stress tidak terjadi setiap bulan. Peningkatan stress hanya terjadi dibulan Januari 2012 saja, dimana kondisi kualitas air memburuk karena rasio hari hujan lebih tinggi dibandingkan dengan hari terang, dan beserta dengan membaiknya kualitas air di bulan Februari 2012 yang diikuti oleh menurunnya konsentrasi Pb dalam organ ikan patin jambal. Perubahan kualitas air di bulan Januari 2012 juga diikuti dengan penambahan konsentrasi akumulasi Pb di setiap organ ikan nila merah. Kondisi

68 ini menyebabkan stres pada ikan nila merah. Hal ini diperkuat dengan hasil pengukuran kadar glukosa dalam darah ikan nila merah yang meningkat di bulan Januari 2012 (Tabel 17). Peningkatan glukosa dalam darah ikan nila merah tidak mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan ikan setiap bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa, ikan nila merah yang dipelihara di kolong tua dengan system KJA mengalami stress, tapi masih dalam tingkatan primer. Kondisi respon stress primer masih dalam tahapan pelepasan hormon stres (corticosteriods dan katekolamin) ke dalam aliran darah, menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa kedalam darah sehingga mengakibatkan glukosa darah ikan nila merah meningkat. Pada tahapan ini, kinerja insulin ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua masih bekerja dengan baik. Terlihat dari belum terjadi keterlambatan penambahan bobot tubuh di setiap bulan pemeliharaan untuk ikan nila merah.