BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

Suryati, A..2005, Faktor Resiko Hipertensi, Jurnal keperawatan, Universitas Muhammadiah Jakarta, Edisi Maret 2008

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik

Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolisme gula akibat kurangnya sekresi hormon insulin sehingga terjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 e-issn : p-issn :

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETAATAN BEROBAT DENGAN DERAJAT SISTOLE DAN DIASTOLE PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terus meningkat. Penyakit ini diperkirakan mengenai lebih dari 16 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

WIJI LESTARI J

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kulon Progo yang memiliki 8 dukuh, yaitu Dhisil, Giyoso, Kidulan,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan tingkat pengetahuan

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tyas Kusuma Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlokasi di jalan

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan tentang penelitian ini serta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB I PENDAHULUAN. dimana ketika masalah penyakit menular belum tuntas dikendalikan, kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dapat timbul akibat perkembangan jaman. adalah gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu munculnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1. Gambaran umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang. RW IV ini terdiri dari 10 RT dengan jumlah lansia keseluruhan sebesar 102 lansia dan yang aktif memeriksakan diri di Posbindu Bumi Asri sebanyak 51 orang. Hasil laporan Posbindu lansia yang menderita hipertensi sebanyak 16 orang sehingga dalam penelitian ini yang dijadikan responden penelitian adalah sebanyak 35 responden yaitu lansia yang tidak menderita hipertensi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4-6 Bulan April 2014, dengan mendatangi langsung ke rumah-rumah responden. 2. Karakteristik responden penelitian a. Umur responden Tabel 4.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Umur lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Keterangan Mean Median Min Maksimum SD Umur 64,63 64 60 77 3,76 Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa umur responden ratarata 64,63 tahun dengan median sebesar 64 tahun. Umur termuda adalah 60 tahun dan umur tertua adalah 77 tahun dengan standar deviasi sebesar 3,76. Kategori umur selajutnya disajikan sebagai berikut: 43

44 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Umur Frekuensi Persentase (%) Elderly (60-74 tahun) Old (75-90 tahun) 34 1 97,1 2,9 Jumlah 35 100 Kategori usia lanjut berdasarkan Mubarak dkk (2006) Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa umur respoden sebagian besar adalah kelompok elderly sebanyak 34 orang (97,1%), dan yang kelompok umur old sebanyak 1 orang (2,9%). b. Jenis kelamin responden Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki Perempuan 12 23 34,3 65,7 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa jenis kelamin respoden sebagian besar adalah perempuan dengan jumlah 23 orang (65,7%), dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (34,3%). B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Persepsi Kerentanan Tabel 4.4 Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi kerentanan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Keterangan Mean Median Min Maksimum SD Persepsi kerentanan 36,51 36 29 43 3,45

45 Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi kerentanan adalah 36,51 dengan median 36. Skor terendah adalah 29 dan skor tertinggi adalah 43. Standar deviasi berada pada angka 3,45. Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi kerentanan tidak berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,010 (< 0,05) sehingga pengkategorian data didasarkan pada nilai median. Tabel 4.5 Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi kerentanan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi kerentanan Frekuensi Persentase (%) Tidak baik Baik 10 25 28,6 71,4 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi kerentanan yang baik yaitu sebanyak 25 orang (71,4%), yang memiliki persepsi kerentanan yang tidak baik sebanyak 10 orang (28,6%). Berdasarka hasil jawaban pada tiap item pertanyaan disajikan sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi kerentanan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang No Pernyataan Tidak baik Baik n % n % 1 Hipertensi dapat menyerang siapa saja 4 11,4 31 88,6 2 Semakin tua akan rentan dengan Hipertensi 1 2,9 34 97,1 3 Faktor penyebab hipertensi salah satunya adalah usia 4 11,4 31 88,6 4 Aktivitas fisik yang rendah menjadi perangsang timbulnya hipertensi 5 14,3 30 85,7 5 Kurang olah raga dapat menyebabkan penyakit Hipertensi 13 37,1 22 62,8 6 Porsi makan yang besar penyebab penimbunan lemak yang menyebabkan hipertensi 1 2,9 34 97,1 7 Mengurangi makanan yang berlemak dapat mengendalikan penyakit hipertensi 4 11,4 31 88,6 8 Badan yang gemuk pertanda orang sehat 34 97,1 1 2,9 9 Kelebihan berat badan menjadi salah satu penyebab hipertensi 4 11,4 31 88,6 10 Rasa pusing bukan pertanda penyakit hipertensi 5 14,3 30 85,7

46 No Pernyataan 11 Gejala hipertensi ditunjukkan dengan sering sakit kepala, cepat capek dan lesu 12 Makanan yang asin penyebab meningkatnya tekanan darah Tidak baik Baik n % n % 13 37,1 22 62,8 2 5,7 33 94,3 Persepsi kerentanan yang baik tersebut ditunjukkan dari pernyataan semakin tua akan rentan dengan hipertensi sebanyak 97,1% responden, pernyataan tentang upaya mengurangi makanan berlemak untuk mencegah hipertensi sebanyak 97,1% responden dan pernyataan tentang menghindari makanan yang asin agar tidak menyebabkan peningkatan tekanan darah sebanyak 94,3% responden. b. Persepsi Keparahan Tabel 4.7 Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi keparahan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Keterangan Mean Median Min Maksimum SD Persepsi keparahan 35,23 35 30 44 3,42 Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi keparahan adalah 35,23 median 35. Skor terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah 44. Standar deviasi berada pada angka 3,42. Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi keparahan tidak berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,001 (< 0,05) sehingga pengkategorian data didasarkan pada nilai median. Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi keparahan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi keparahan Frekuensi Persentase (%) Tidak baik Baik 21 14 60,0 40,0 Jumlah 35 100

47 Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi keparahan yang tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%), yang memiliki persepsi keparahan yang baik sebanyak 14 orang (40,0%). Berdasarkan hasil jawaban pada tiap item pertanyaan disajikan sebagai berikut: Tabel 4.9 Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi keparahan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang No Pernyataan Tidak baik Baik n % n % 1. Hipertensi yang berat dapat menyebabkan stroke 0 0 35 100 2 Hipertensi berat menyebabkan komplikasi dengan penyakit jantung 6 17,1 29 82,9 3 Kurang berolah raga dapat menyebabkan hipertensi bertambah parah 0 0 35 100 4 Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan penimbunan lemak sehingga dapat menimbulka hipertensi 2 5,7 33 94,3 5. Mengkonsumsi ikan laut yang diawetkan dapat memperparah hipertensi 4 11,4 31 88,6 6. Menghindari stress merupakan salah satu upaya mengendalikan penyakit hipertensi 1 2,9 34 97,1 7. Usia yang tua bukan penghalang untuk ikut berfikir keras mencukupi kebutuhan keluarga 0 0 35 100 8. Menambahkan garam pada makanan dapat menambah kenikmatan 6 17,1 29 82,9 9. Hipertensi yang parah hanya menyebabkan pusing saja 0 0 35 100 10 Tidak mengkonsumsi makanan yang diawetkan untuk menjaga tekanan darah 2 5,7 33 94,3 11 Mendekatkan diri kepada Tuhan untuk menghindari stress 2 5,7 33 94,3 Persepsi keparahan yang tidak baik tersebut ditunjukkan dari pernyataan tidak ada kekhawatiran terhadap penyakit hipertensi karena hipertensi yang parah hanya menimbulkan rasa pusing saja sebanyak 100% responden. Pernyataan tentang usia yang tua bukan penghalang untuk ikut berfikir keras mencukupi kebutuhan keluarga sebanyak 100% responden, dan pernyataan menambahkan garam pada makanan dapat menambah kenikmatan sebanyak 82,9% responden.

48 c. Persepsi manfaat Tabel 4.10 Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi manfaat lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Keterangan Mean Median Min Maksimum SD Persepsi manfaat 34 33 30 43 3,19 Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi manfaat adalah 34 dengan median 33. Skor terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah 43. Standar deviasi berada pada angka 3,19. Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi manfaat tidak berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,000 (< 0,05) sehingga pengkategorian data didasarkan pada nilai median. Tabel 4.11 Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi manfaat lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi manfaat Frekuensi Persentase (%) Tidak baik Baik 20 15 57,1 42,9 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi manfaat yang tidak baik yaitu sebanyak 20 orang (57,1%), yang memiliki persepsi manfaat yang baik sebanyak 15 orang (42,9%). Berdasarkan hasil jawaban pada tiap item pertanyaan disajikan sebagai berikut: Tabel 4.12 Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi manfaat lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang No Pernyataan Tidak baik Bak n % n % 1 Melakukan diet untuk mengendalikan penyakit hipertensi 0 0 35 100 2 Menghindari makanan asin dapat mengontrol hipertensi 0 0 35 100

49 No Pernyataan Tidak baik Bak n % n % 3 Olah raga dapat menjaga kebugaran penderita 4 11,4 31 88,5 hipertensi 4 Lansia tidak perlu beraktifitas fisik 2 5,7 33 94,3 5 Hipertensi dapat dikendalikan melalui terapi obat 5 14,3 30 85,7 6 Hipertensi tidak perlu diobati 5 14,3 30 85,7 7 Hipertensi yang terkendali tidak akan menyebabkan 0 0 35 100 komplikasi 8 Banyak makan sayur dan buah dapat mengontrol 0 0 35 100 tekanan darah 9 Sari buah kalengan dapat menggantikan fungsi buah 4 11,4 31 88,5 yang sebenarnya 10 Makan yang banyak untuk menambah kekuatan 2 5,7 33 94,3 tubuh 11 Menghentikan kebiasaan buruk untuk menjaga tekanan darah 1 2,9 34 97,1 Persepsi manfaat yang tidak baik ditunjukkan pada pernyataan lansia tidak perlu beraktifitas fisik sebanyak 94,3% responden, 85,7% responden menyatakan hipertensi tidak perlu diobati dan 88,5% responden menganggap sari buah kalengan dapat menggantikan fungsi buah yang sebenarnya. d. Persepsi Hambatan Tabel 4.13 Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi hambatan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Keterangan Mean Median Min Maksimum SD Persepsi hambatan 35,06 35 27 43 3,43 Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi hambatan adalah 35,06 dengan median 35. Skor terendah adalah 27 dan skor tertinggi adalah 43. Standar deviasi berada pada angka 3,43. Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi hambatan berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,361 (> 0,05) sehingga pengkategorian data didasarkan pada nilai mean.

50 Tabel 4.14 Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi hambatan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi hambatan Frekuensi Persentase (%) Tidak baik Baik 19 16 54,3 45,7 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi hambatan yang tidak baik yaitu sebanyak 19 orang (54,3%), yang memiliki persepsi hambatan yang baik sebanyak 16 orang (45,7%). Berdasarkan hasil jawaban pada tiap item pertanyaan disajikan sebagai berikut: Tabel 4.15 Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi hambatan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang No Pernyataan Tidak baik Baik n % n % 1 Jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia untuk memeriksakan penyakit hipertensi 2 5,7 33 94,3 2 Posyandu lansia membantu saya untuk memeriksa kesehatan secara rutin 3 8,6 32 91,5 3 Kondisi perekonomian keluarga yang kurang menyebabkan saya tidak dapat memeriksakan penyakit saya 8 22,9 27 77,1 4 Tenaga kesehatan di Posyandu masih kurang sehingga tidak dapat memberikn pelayanan maksimal 6 17,1 29 82,9 5 Badan yang lemas membuat saya malas berolah raga 6 17,2 29 82,8 6 Dinginya udara pagi menyebabkan saya malas berolah raga 10 28,6 25 71,4 7 Keluarga tidak peduli dengan penyakit saya sehingga saya merasa putus asa 2 5,7 33 94,3 8 Perhatian keluarga membuat saya tetap bersemangat 3 8,6 32 91,5 9 Mudahnya transportasi membuat saya rajin memeriksakan diri di pelayanan kesehatan 8 22,9 27 77,1 10 Saya tidak punya kendaraan untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan sendiri 6 17,1 29 82,9 11 Usia yang sudah tua digunakan untuk bermalasmalasan saja di rumah 6 17,2 29 82,8 12 Berjalan kaki ke tempat pelayanan kesehatan yang jauh membuat saya kecapekan 9 25,7 26 74,3

51 Persepsi hambatan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia untuk memeriksakan penyakit hipertensi sebanyak 94,3% responden, 77,1% menyatakan kondisi perekonomian keluarga yang kurang menyebabkan tidak dapat memeriksakan penyakitnya, dan 82,8% merasa malas berolah raga karena dinginnya udara pagi. e. Upaya pencegahan hipertensi Tabel 4.16 Deskripsi Responden Berdasarkan upaya pencegahan hipertensi pada lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Keterangan Mean Median Min Maksimum SD Upaya pencegahan 13,23 13 8 17 2,49 Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa skor rata-rata upaya pencegahan hipertensi adalah 13,23 dengan median 13. Skor terendah adalah 8 dan skor tertinggi adalah 17 dengan standar deviasi berada pada angka 2,49. Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa upaya pencegahan tidak berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,046 (<0,05) sehingga pengkategorian data didasarkan pada nilai median. Berdasarkan distribusi frekuensi dapat dijelaskan sebagai berikut : Tabel 4.17 Distribusi frekuensi Berdasarkan upaya pencegahan hipertensi lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Upaya pencegahan Frekuensi Persentase (%) Tidak baik Baik 21 14 60,0 40,0 Jumlah 35 100 Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa sebagian besar upaya pencegahan hipertensi respoden dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%) dan yang baik sebanyak 14 orang (40,0%).

52 Tabel 4.18 Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi hambatan lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang No Pernyataan Dilakukan Tidak dilakukan n % n % 1 Saya mengurangi porsi makan terutama nasi 33 94.3 2 5.7 2 Saya mengkonsumsi makanan lain pengganti nasi 33 94.3 2 5.7 3 Saya banyak makan sayur 28 80.0 7 20.0 4 Saya banyak makan buah 14 40.0 21 60.0 5 Saya berusaha mengurangi berat badan saya agar menjadi ideal 34 97.1 1 2.9 6 Saya diet ketat untuk mengurangi berat badan 30 85.7 5 14.3 7 Saya tidak makan makanan asin 17 48.6 18 51.4 8 Saya sudah tidak lagi makan daging 27 77.1 8 22.9 9 Saya berolah raga dengan teratur agar tubuh saya bugar 33 94.3 2 5.7 10 Saya melakukan aktifitas fisik di rumah agar selalu berkeringat 33 94.3 2 5.7 11 Saya tidak mengkonsumsi makanan kalengan 28 80.0 7 20.0 12 Saya tidak makan makanan yang dawetkan 14 40.0 21 60.0 13 Saya menghentikan kebiasaan merokok untuk mengontrol tekanan darah saya 34 97.1 1 2.9 14 Saya tidak berkumpul dengan orang-orang yang merokok 30 85.7 5 14.3 15 Saya menjaga pikiran saya dari stres 17 48.6 18 51.4 16 Saya membuat hidup saya menjadi santai 17 Saya taat dalam beribadah agar hidup menjadi tenang 27 77.1 8 22.9 31 88.6 4 11.4 Upaya pencegahan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan saya banyak makan buah sebanyak 60% responden tidak melakukan, pernyataan saya tidak makan makanan yang diawetkan sebanyak 60% responden tidak melakukan, pernyataan saya menjaga pikiran saya dari stres sebanyak 51,4% responden tidak melakukan dan pernyataan saya tidak makan makanan asin sebanyak 51,4% responden tidak melakukan.

53 2. Analisis Bivariat a. Hubungan presepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hiptensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang r = 0,604 p = 0,000 Grafik 4.1 Hubungan persepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hipertensi Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,604 dengan nilai p sebesar 0,000 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,6043 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat. Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier, hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi kerentanan meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat.

54 Tabel 4.19 Hasil tabulasi silang antara persepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi kerentanan Tidak baik Upaya pencegahan Tidak % Baik % baik 9 90,0 1 10,0 Total % Baik 12 48,0 13 52,0 25 100 Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100 Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi kerentanan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 90,0% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik (52,0%). 10 100 b. Hubungan presepsi keparahan dengan upaya pencegahan hiptensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang r = 0,689 p = 0,000 Grafik 4.2 Hubungan persepsi keparahan dengan upaya pencegahan hipertensi Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,689 dengan

55 nilai p sebesar 0,000 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi keparahan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,689 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat. Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier, hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi keparahan meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Tabel 4.20 Hasil tabulasi silang antara persepsi keparahan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi keparahan Tidak baik Upaya pencegahan Tidak % Baik % baik 15 71,4 6 28,6 Total % Baik 6 42,9 8 57,1 14 100 Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100 21 100 Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi keparahan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 71,4% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik (57,1%).

56 c. Hubungan presepsi manfaat dengan upaya pencegahan hiptensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang r = 0,493 p = 0,003 Grafik 4.3 Hubungan persepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,493 dengan nilai p sebesar 0,003 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,493 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat. Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier, hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi manfaat meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat.

57 Tabel 4.21 Hasil tabulasi silang antara persepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi manfaat Tidak baik Upaya pencegahan Tidak % Baik % baik 16 80,0 4 20,0 Total % Baik 5 33,3 10 66,7 15 100 Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100 20 100 Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi manfaat yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 80,0% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik (66,7%). d. Hubungan presepsi hambatan dengan upaya pencegahan hiptensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang r = 0,460 p = 0,005 Grafik 4.4 Hubungan persepsi hambatan dengan upaya pencegahan hipertensi Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Product Moment didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,460 dengan nilai

58 p sebesar 0,005 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi hambatan dengan upaya pencegahan hipertensi. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,460 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat. Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier, hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi hambatan meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Tabel 4.22 Hasil tabulasi silang antara persepsi hambatan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang Persepsi hambatan Tidak baik Upaya pencegahan Tidak % Baik % baik 12 63,2 7 36,8 Total % Baik 9 56,2 7 43,8 16 100 Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100 19 100 Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi hambatan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 63,2% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan tidak baik (56,2%).

59 C. Pembahasan 1. Analisis Univariat a. Persepsi kerentanan Hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata persepsi kerentanan adalah 36,51 dengan skor terendah adalah 29 dan skor tertinggi adalah 43. Berdasarkan kategorinya didapatkan bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi kerentanan yang baik yaitu sebanyak 25 orang (71,4%), yang memiliki persepsi kerentanan yang tidak baik sebanyak 10 orang (28,6%). Persepsi kerentanan yang baik merupakan bentuk kewaspadaan responden terhadap penyakit yang dihadapi sehingga menimbulkan rasa kehati-hatian dalam menjaga dan mengelola agar tidak terserang penyakit hipertensi yang biasanya banyak diderita oleh lansia. Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner persepsi kerentanan yang baik meliputi semakin tua akan rentan dengan hipertensi sebanyak 97,1% responden, pernyataan tentang upaya mengurangi makanan berlemak untuk mencegah hipertensi sebanyak 97,1% responden dan pernyataan tentang menghindari makanan yang asin agar tidak menyebabkan peningkatan tekanan darah sebanyak 94,3% responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden sadar bahwa di usianya yang semakin tua maka dirinya akan rentang dengan berbagai penyakit termasuk penyakit hipertensi. Hasil penelitian juga masih menemukan persepsi kerentanan dalam kategori tidak baik. Persepsi kerentanan yang tidak baik berdasarkan hasil jawaban kusioner meliputi kekurangpahaman responden bahwa gejala hipertensi dapat ditunjukkan dengan sering sakit kepala, cepat capek dan lesu serta kurangnya melalukan olah raga untuk menghindari penyakit hipertensi. Hal ini dapat dipahami karena dengan usia yang semakin tua responden menganggap bahwa

60 kemampuan fisiknya telah melemah sehingga badan akan mudah capek dan terasa lesu serta ada keengganan untuk melakukan olah raga secar rutin. Sesuai dengan teori tentang HBM bahwa persepsi kerentanan merupakan penilaian individu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit. Seseorang dapat bertindak untuk mengobati atau mencegah suatu penyakit, maka dirinya harus menyadari bahwa dirinya rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa dirinya rentan terhadap penyakit tersebut. Misalnya mempunyai riwayat penyakit tertentu dalam keluarga, seperti hipertensi, diabetes atau penyakit jantung dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) menemukan bahwa menemukan bahwa sebagian besar responden merasa rentan terhadap suatu penyakit yaitu sebanyak 58,8%. Berdasarkan perasaan rentan terhadap penyakit ini maka responden penelitian berupaya untuk melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berpendapat bahwa persepsi kerentanan yang tidak baik dapat menyebabkan responden tidak mempunyai program dalam pencegah penyakit hipertensi. Lansia merasa bahwa dirinya bukanlah termasuk kelompok umur yang rentan terhadap penyakit hipertensi sehingga lansia cenderung mengabaikan penerapan pola hidup sehat seperti menerapkan pola makan, kurang olah raga dan sebagainya yang dapat menyebabkan resiko penyakit hipertensi.

61 b. Persepsi keparahan Hasil penelitian ini diketahui bahwa skor rata-rata persepsi keparahan adalah 35,23 dengan skor terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah 44. Berdasarkan kategorinya didapatkan bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi keparahan yang tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%), yang memiliki persepsi keparahan yang baik sebanyak 14 orang (40,0%). Persepsi keparahan ini merupakan perasaan individu lansia tentang tingkat keparahan penyakit hipertensi, memalui persepsi keparahan yang baik maka responden dapat melakukan antisipasi cara mencegah terhadap penyakitnya hipertensi. Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner, persepsi keparahan yang tidak baik tersebut ditunjukkan dari pernyataan tidak ada kekhawatiran terhadap penyakit hipertensi karena hipertensi yang parah hanya menimbulkan rasa pusing saja sebanyak 100% responden. Pernyataan tentang usia yang tua bukan penghalang untuk ikut berfikir keras mencukupi kebutuhan keluarga sebanyak 100% responden, dan pernyataan menambahkan garam pada makanan dapat menambah kenikmatan sebanyak 82,9% responden Persepsi keparahan menimbulkan suatu pertanyaan dari dalam individu sendiri apakah suatu penyakit atau sakit yang diderita dapat menyebabkan kematian da berakibat buruk. Persepsi keparahan ini penilaian individu mengenai seberapa parah dari suatu penyakit dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Kondisi ini kemudian akan memicu upaya individu untuk mencari pengobatan dan tindakan pencegahan penyakit yang didorong oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu (Kozier, 2011).

62 Penelitian yang dilakukan oleh Marno (2012) menemukan bahwa sebagian besar responden penelitian memiliki persepsi keparahan yang tidak baik yaitu sebesar 63,3%. Persepsi keparahan yang tidak baik ini dapat dipahami karena dalam penelitian ini responden penelitian belum menderita hipertensi sehingga belum ada kekhawatiran yang kuat terhadap terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berpendapat bahwa persepsi keparahan merupakan perasaan individu tentang keparahan penyakitnya dimana penyakit hipertensi ini dapat menyebabkan komplikasi terhadap penyakit lain. Lansia yang merasakan bahaya penyakit hipertensi dan adanya rasa ketakutan terhadap keparahan penyakit itu sendiri maka ada upaya yang keras dari lansia untuk melakukan pencegahan dengan baik. c. Persepsi manfaat Hasil penelitian mendapatkan bahwa skor rata-rata persepsi manfaat adalah 34 dengan skor terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah 43. Berdasarkan kategorinya diketahui bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi manfaat yang tidak baik yaitu sebanyak 20 orang (57,1%), yang memiliki persepsi manfaat yang baik sebanyak 15 orang (42,9%). Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian merasakan tentang manfaat dari upaya pencegahan hipertensi dengan baik. Pengelolaan terhadap upaya pencegahan hipertensi yang baik dapat dirasakan dengan tingkat kesehatan lansia yang hingga saat dilakukannya penelitian ini tidak menderita hipertensi. Hasil penelitian juga menemukan adanya persepsi manfaat yang tidak baik cukup besar yaitu 57,1%. Hasil jawaban dari kuesioner menunjukkan bahwa persepsi manfaat yang tidak baik ditunjukkan pada pernyataan lansia tidak perlu beraktifitas fisik sebanyak 94,3%

63 responden, 85,7% responden menyatakan hipertensi tidak perlu diobati dan 88,5% responden menganggap sari buah kalengan dapat menggantikan fungsi buah yang sebenarnya. Hasil ini menunjukkan bahwa responden tidak merasakan manfaat dari berberapa pernyataan di atas. Aktivitas fisik dengan berolah raga dapat membantu lansia mencegah hipertensi serta menghindari makanan-makanan yang sudah diawetkan walaupun itu berbentuk sari buah maka dapat menghindari penyakit hipertensi. Persepsi manfaat merupakan penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan dan persepsi rintangan adalah penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial. Hal ini berkaitan dengan adanya suatu hambatan yang dirasakan oleh individu untuk mendapatkan kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2009) menemukan bahwa pada persepsi manfaat sebagian besar responden (71,4%) mempunyai tingkat persepsi manfaat pencegahan penyakit katagori rendah dan 28,6 % dalam katagori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berpendapat bahwa responden kurang menyadari tentang pentingnya pencegahan hipertensi sehingga persepsinya terhadap manfaat pencegahan hipertensi menjadi rendah dan cenderung mengabaikan berbagai upaya yang dapat mencegah timbullnya penyakit hipertensi. d. Persepsi hambatan Hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata persepsi hambatan adalah 35,06 dengan skor terendah adalah 27 dan skor tertinggi adalah

64 43. Berdasarkan kategorinya menunjukkan bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi hambatan yang tidak baik yaitu sebanyak 19 orang (54,3%), yang memiliki persepsi hambatan yang baik sebanyak 16 orang (45,7%). Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian mampu mempersepsikan hambatan untuk dapat melakukan pencegahan hipertensi dengan baik, artinya responden dapat mengelola hambatan yang merintangi dirinya untuk mencegah penyakit hipertensi sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyakit hipertensi tetap berjalan dengan baik. Hasil jawaban kuesioner ditemukan persepsi hambatan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia untuk memeriksakan penyakit hipertensi sebanyak 94,3% responden, 77,1% menyatakan kondisi perekonomian keluarga yang kurang menyebabkan tidak dapat memeriksakan penyakitnya, dan 82,8% merasa malas berolah raga karena dinginnya udara pagi. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor jarak yang jauh serta kondisi perekonomian keluarga menjadi kendala bagi lansia untuk memeriksakan kesehatannya. Persepsi hambatan juga masih menemukan yang tidak baik cukup besar yaitu sebesar 54,3%. Persepsi hambatan yang tidak baik tersebut dapat berupa jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia untuk memeriksakan penyakit hipertensi, kondisi perekonomian keluarga yang kurang menyebabkan tidak dapat memeriksakan penyakitnya, dan merasa malas berolah raga karena dinginnya udara pagi. Hal ini menunjukkan bahwa responden mempunyai banyak kendala dan hambatan dalam upaya mencegah penyakit hipertensi oleh lansia. Responden tidak mampu mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang ada selama proses pencegahan terhadap penyakit hipertensi.

65 Persepsi hambatan merupakan aspek negatif yang terdapat pada suatu tindakan kesehatan tertentu, yang mungkin menjadi penghalang untuk melakukan perilaku pencegahan penyakit, misalya rasa malu, takut, rasa sakit (Odgen, 1996). Hasil penelitian Marno (2012) menemukan bahwa sebagian besar respoden memiliki persepsi hambatan yang tidak baik yaitu sebanyak 56,7%. Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian tidak mampu mempersepsikan hambatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengelolaan terhadap suatu penyakit dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa persepsi hambatan yang dianggap sebagai penghalang untuk melakukan perilaku pencegahan penyakit hipertensi banyak ditemukan pada permasalahan jauhnya jarak lokasi pelayanan kesehatan serta keterbatasan ekonomi keluarga. e. Upaya pencegahan hipertensi Hasil penelitian didapatkan bahwa skor rata-rata upaya pencegahan hipertensi adalah 13,23 dengan skor terendah adalah 8 dan skor tertinggi adalah 17. Berdasarkan kategorinya menunjukkan bahwa sebagian besar upaya pencegahan hipternsi oleh respoden dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%) dan yang baik sebanyak 14 orang (40,0%). Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian dapat melakukan upaya pencegahan hipetensi dengan berbagai cara pencegahan seperti menjaga pola makan, memperbanyak makan sayur dan buah, mengurangi berat badan, tidak merokok, berolah raga dan tindakan-tindakan pencegahan lainnya. Upaya pencegahan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan saya banyak makan buah sebanyak 60% responden tidak melakukan,

66 pernyataan saya tidak makan makanan yang diawetkan sebanyak 60% responden tidak melakukan, pernyataan saya menjaga pikiran saya dari stres sebanyak 51,4% responden tidak melakukan dan pernyataan saya tidak makan makanan asin sebanyak 51,4% responden tidak melakukan. Upaya pencegahan penyakit hipertensi merupakan upaya untuk meminimalisir faktor-faktor resiko penyebab hipertensi yang meliputi mengatasi obesitas, mengurangi asupan garam, diet rendah lemak, menciptakan keadaan rileks atau manajemen stres, melakukan olah raga teratur dan berhenti merokok (Depkes RI, 2006). Penelitian yang dilakukan Budisetio (2010) menemukan bahwa pencegahan hipertensi kurang dapat dilakukan dan sebagian besar responden lebih banyak yang melakukan upaya pengobatan. Pencegahan terhadap hipertensi seharusnya merupakan kepanjangan alami dari pengobatan yang sangat penting. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa upaya pencegahan yang tidak baik ini merupakan implementasi dari semua aktivitas yang merupakan pantangan seperti pola makan yang tidak baik, merokok, banyak mengkonsumsi garam dapur, kurangnya aktivitas fisik dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian masih melakukan atau mengkonsumsi beberapa jenis mekanan yang memang seharusnya dihindari untuk mencegah terserang penyakit hipertensi.

67 2. Analisis bivariat a. Hubungan presepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,604 dengan nilai p sebesar 0,000 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia. Hubungan kedua variable adalah positif yaitu apabila persepsi kerentanan meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Berdasarkan nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup kuat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi kerentanan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 90,0% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik (52,0%). Persepsi kerentanan ini lebih menitikberatkan pada seseorang yang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, yaitu dalam hal ini adalah lansia yang telah memahami atau merasakan bahwa dirinya rentan terhadap penyakit hipertensi. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa dirinya rentan terhadap penyakit tersebut. Persepsi kerentanan ini timbul sebagai akibat dari kesadaran individu bahwa dirinya rentan terhadap suatu penyakit. Bentuk perilaku ini sebagai upaya untuk mengantisipasi kerentanan penyakit hipertensi diwujudkan dalam bentuk berbagai perilaku yang dapat mencegah penyakit hipertensi. Kesiapan individu dipengaruhi oleh persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil

68 kerentanan terhadap penyakit dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Seseorang merasa perlu melakukan tindakan pengobatan ketika dirinya telah menerima kerentanan suatu penyakit dan menganggap hal itu serius. Keyakinan terhadap sesuatu yang dianggap menguntungkan akan merangsang seseorang melakukan tindakan untuk memperoleh keuntungan tersebut (Notoatmodjo, 2007). Penelitian Marno (2012) menemukan bahwa persepsi kerentanan berhubungan secara signifkan terhadap praktik diet sebagai upaya pencegahan penyakit diabetes. Persepsi kerentanan yang baik maka akan menimbulkan praktik pencegahan yang baik pula dan sebaliknya. b. Hubungan presepsi keparahan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,689 dengan nilai p sebesar 0,000 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi keparahan dengan upaya pencegahan hipertensi. Bentuk hubungan kedua variabel adalah positif yaitu apabila persepsi keparahan meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Berdasarkan nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup kuat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi keparahan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 71,4% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik (57,1%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumboyono, Supriati, dan Roesardhyati (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara persepsi keparahan penyakit

69 dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi. Responden dalam penelitian ini berpersepsi bahwa penyakit hipertensi merupakan penyakit yang parah, sehingga responden merasa bahwa dirinya harus segera melakukan tindakan pengobatan. Hal ini yang mendorong pasien untuk mematuhi pengobatan yang telah diberikan kepadanya oleh tenaga kesehatan. Persepsi keparahan ini didasarkan pada tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu. Penyakit hipertensi yang belum menunjukkan gejala keparahan dianggap sebagai suatu penyakit yang biasa karena gejala dan komplikasinya berlangsung lama. Namun demikian bagi lansia yang memahami tentang bahaya penyakit hipertensi yang tidak dapat disembuhkan harus mewaspadai tentang keparahan penyakit ini dimana penyakit ini hanya dapat dikontrol. Sesuai dengan pendapat Thalacker (2011) bahwa jika seseorang memiliki persepsi parah terhadap penyakit hipertensi, maka seseorang tersebut akan lebih cenderung untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih baik dan mengikuti pengobatan yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan. Gaya hidup yang diubah meliputi berhenti merokok, mengurangi stress, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat badan berlebih dan mengurangi sodium dan lemak hewani dalam diet yang telah diakui oleh program tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa persepsi terhadap keparahan penyakit hipertensi dapat meningkatkan rasa kepatuhan bagi penderita untuk melakukan pengelolaan dengan salah satu caranya adalah dengan melakukan pencegahan terhadap penyakit hipertensi. Hal ini terutama bagi responden yang telah

70 merasakan lamanya penyakit ini dan ditambah dengan adanya komplikasi penyakit maka keinginan untuk dapat tetap sehat akan dilakukan dengan berbagai upaya termasuk sangat berhati-hati dengan pola makannya. c. Hubungan presepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,493 dengan nilai p sebesar 0,003 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi. Bentuk hubungan kedua variabel adalah positif yaitu apabila persepsi manfaat meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Berdasarkan nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi manfaat yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 80,0% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik (66,7%). Persepsi manfaat ini dapat dijelaskan bahwa individu yang merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), maka akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. (Notoatmodjo, 2007). Hal senada juga dikemukakan oleh Odgen (1996) bahwa persepsi manfaat ini mengacu pada keyakinan individu mengenai keefektifan suatu tindakan dalam mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh suatu penyakit.

71 Hasil penelitian Marno (2012) menemukan bahwa persepsi manfaat berhubungan secara signifikan terhadap praktik diet dalam pencegahan diabetes. Persepsi manfaat yang baik yang ditunjukkan dengan perilaku diet yang patuh maka berpengaruh terhadap praktik diet itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka peneliti berpendapat bahwa persepsi manfaat dari tindakan lebih menentukan daripada rintanganrintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut. Seperti halnya dengan penderita hipertensi yang memahami bahwa dirinya rentan terkena penyakit hipertensi maka ada upaya untuk melakukan tindakan yang dapat mencegahnya. Tindakan itu sendiri adalah berupa kepatuhan terhadap diet, olah raga, dan pemeriksaan secara rutin walaupun dalam melakukan tindakan pencegahan ini banyak sekali rintangan yang dihadapi, namun dengan memahami manfaat pentingnya upaya pencegahan maka rintanganrintangan tersebut menjadi terkalahkan. d. Hubungan presepsi hambatan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,460 dengan nilai p sebesar 0,005 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara persepsi hambatan dengan upaya pencegahan hipertensi pada lansia. Bentuk hubungan kedua variabel adalah positif yaitu apabila persepsi hambatan meningkat maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Berdasarkan nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi hambatan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak

72 baik yaitu sebanyak 63,2% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan tidak baik (56,2%). Persepsi hambatan ini merupakan penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial. Hal ini berkaitan dengan adanya hambatan-hambatan yang dirasakan oleh individu untuk mendapatkan kesehatan. Persepsi hambatan merupakan bentuk terakhir dari teori HBM yaitu merupakan persepsi terhadap hambatan yang akan dihadapi dari tindakan atau perilaku kesehatan. Suatu tindakan bisa saja tidak diambil oleh seseorang, meskipun individu tersebut percaya terhadap keuntungan mengambil tindakan tersebut. Hal ini bisa saja disebabkan oleh hambatan. Hambatan mengacu pada karakteristik dari pengukuran sebuah pencegahan seperti merepotkan, mahal, tidak menyenangkan atau bahkan menyakitkan. Karakteristik ini dapat menyebabkan individu menjauh dari tindakan yang diinginkan untuk dilaksanakan (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Marno (2012) menemukan bahwa persepsi hambatan berhubungan secara bermakan dengan praktik diet sebagai upaya pencegahan penyakit diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi seseorang tentang hambatan yang dihadapi maka dapat mempengaruhi tindakan yang akan dilakukannya. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa lansia dalam melakukan pencegahan hipertensi akan menemui hambatan yang besar karena banyak faktor yang mempengaruhi atau menghambat tindakan lansia untuk melakukan pencegahan hipertensi seperti kebiasaan merokok, selera makan yang lebih suka rasa asin,

73 malas untuk berolah raga dan sebagainya, serta jauhnya jarak pelayanan kesehatan dan faktor ekonomi. Sehingga kuncinya adalah bagaimana penderita mampu mempersepsikan hambatan ini dengan baik sehingga timbul kepatuhan yang tinggi terhadap upaya pencegahan hipertensi. D. Keterbatasan penelitian Keterbatasan penelitian ini terletak pada adanya kendala di lapangan bahwa responden yang telah berusia lanjut cukup sulit untuk dijadikan partisipan dalam penelitian ini karena kurang terciptanya komunikasi yang efektif. Kendala lain adalah responden yang digunakan adalah lansia yang aktif di Posbindu sementara yang tidak aktif tidak dapat digunakan sebagai responden penelitian sehingga tidak dapat memberikan gambaran lebih jelas terhadap kondisi responden secara keseluruhan. E. Implikasi Keperawatan Hasil penelitian ini memberikan tambahan informasi dan mendukung penelitian dan teori yang sudah ada yaitu hubungan persepsi lansia terhadap upaya pencegahan penyakit hipertensi. Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar persepsi lansia dalam kategori tidak baik dan hanya persepsi kerentanan yang baik. Bila dikaitkan dengan pelayanan keperawatan, maka diharapkan perawat komunitas dapat melakukan pendampingan terhadap lansia yang berpotensi terkena hipertensi dengan memberikan pelayanan kesehatan serta memberikan informasi terhadap lansia secara langsung berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan penyakit hipertensi. Berkaitan dengan persepi keparahan, manfaat dan hambatan kategorinya tidak baik karena lansia yang menjadi responden penelitian tidak menderita hpertensi sehingga masih memiliki persepsi yang negatif, oleh karena itu institusi keperawatan dapat bekerja sama dengan posbindu dalam upaya

74 peningkatan pengetahuan lansia sehingga ada kesadaran dari para lansia untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit hipertensi, dengan memahami secara benar baik berkaitan dengan tingkat keparahan, manfaat dan hambatan yang ditemukan selama proses pencegahan terhadap penyakit hipertensi.

75