mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

dokumen-dokumen yang mirip
INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

ASIDOSIS RESPIRATORIK

Kesetimbangan asam basa tubuh

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC)

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

2. PERFUSI PARU - PARU

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

MEMBRAN RESPIRATORIUS

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

Sistem Pernapasan - 2

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Reaksi keseluruhannya :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kurnia Eka Wijayanti

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

Easy Way to Interpret

1. 4A 2. 3A 3. 3B. : Mengetahui masalah gizi dan penatalaksanaannya pada sistem respirasi

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

KESEIMBANGAN ASAM- BASA. dr.sudarno

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

MACAM-MACAM SUARA NAFAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pesawat komersial mempunyai kabin bertekanan (cabin pressure) yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EFEK TEKANAN UDARA TERHADAP FISIOLOGI TUBUH. Oleh: All Satya Graha Dosen Ju^usan Pendidikan Kesehatan dan Rekrcasi FIK

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

Kontusio paru A. PENGERTIAN

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

OKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Detil Anatomi dari Penyaliban

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

REVIEW PENGEMASAN MATA KULIAH

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND

VII. KESEIMBANGAN ASAM BASA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAGAL NAFAS. disusun oleh : Sandriolahdisa Syarifah Nur Ezzati Eka Putra Anto. Pembimbing : dr. Tunggul Hutapea, sp.p

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

2

PEMERIKSAAN ASTRUP/ANALISA GAS DARAH * * * * * * * * * * EFY AFIFAH, M.Kes DKKD FIK UI

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB 1 PENDAHULUAN LatarBelakang. Pernafasan adalah suatu kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan.

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

Vol. 1 No. 1 ISSN Analisis Kapasitas Vital Paru Terhadap VO2Max Mahasiswa Baru FPOK IKIP Mataram Tahun Akademik 2015 / 2016

PERTUKARAN UDARA O 2 DAN CO 2 DALAM PERNAPASAN

Transkripsi:

B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi atau dengan kata lain timbulnya retensi CO 2 di dalam jaringan. Faktor yang mendasari hal tersebut terjadi adalah sebagai berikut: a. Produksi CO 2 yang meningkat. b. Dorongan ventilasi menurun (klien tidak mau bernafas). c. Malfungsi pompa respirasi atau resistensi saluran nafas yang meningkat, sehingga menyulitkan klien mempertahankan ventilasi adekuat (klien tidak dapat bernafas). d. Inefisien pertukaran gas (ketidakcocokan rasio ventilasi-perfusi atau ruang rugi / anatomical dead space yang meningkat). Kegagalan hiperkapnia atau ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi saja atau gabungan dengan salah satu atau semua mekanisme hipoksemiaketidakseimbangan V/Q, pirau, atau mungkin gangguan difusi. Kegagalan ventilasi murni terjadi pada gangguan ekstra pulmonal yang melibatkan kegagalan kendali saraf atau otot-otot pernafasan. Contoh klasik gagal nafas hiperkapnia adalah COPD dan melibatkan ketidakseimbangan V/Q dan hipoventilasi. Jika pada klien ini, gagal nafas dicetuskan oleh sekret yang tertahan dan pneumonia, dapat terbentuk pirau yang cukup besar. Walaupun gangguan obstruktif saluran nafas umumnya mengakibatkan gagal nafas hiperkapnia, namun terdapat pengecualian pada penyakit saluran nafas yang reversibel, seperti asma. Serangan asma akut biasanya ditandai dengan hipoksemia dan hipokapnia karena klien biasanya dapat melakukan hiperventilasi. Peningkatan PaCO 2 meskipun sampai batas-batas normal pada serangan asma yang berkepanjangan dapat merupakan tanda bahwa fungsi paru telah menurun. Fokus primer dari kegagalan ventilasi adalah tindakan untuk memperbaiki ventilasi, dan pada waktu yang bersamaan mencegah terjadinya hipoksia jaringan yang serius. Cara-cara untuk membedakan 13

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. 1. Patofisiologi Hiperkapnia Hiperkapnia berarti jumlah karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Kemungkinan pertama yang harus dipikirkan adalah bahwa beberapa keadaan yang menyebabkan hipoksia juga akan menyebabkan hiperkapnia. Tetapi, biasanya hiperkapnia yang berkaitan dengan hipoksia hanya terjadi bila hipoksia disebabkan oleh hipoventilasi atau oleh gangguan sirkulasi. Karena hipoksia disebabkan oleh terlalu sedikitnya oksigen dalam udara, terlalu sedikitnya hemoglobin, atau keracunan enzim oksidatif yang hanya terjadi bila terdapat oksigen atau digunakannya oksigen oleh jaringan. Oleh karena itu, mudah dimengerti bahwa hiperkapnia tidaklah sama dengan tipe hipoksia. Pada hipoksia yang disebabkan oleh difusi yang buruk melalui membran paru atau melalui jaringan, hiperkapnia yang berat biasanya tidak terjadi pada waktu yang bersamaan karena difusi oksigen dioksida 20 kali lebih cepat daripada oksigen. Dan jika hiperkapnia mulai terjadi, akan segera merangsang ventilasi paru, yang akan memperbaiki hiperkapnia tetapi tidak pada hipoksia. Pada hipoksia yang disebabkan oleh hipoventilasi, pemindahan karbondioksida antara alveoli dan atmosfer dipengaruhi oleh jumlah transfer oksigen. Oleh karena itu, hiperkapnia selalu terjadi bersamaan dengan hipoksia. Dan pada defisiensi sirkulasi, penurunan aliran darah mengurangi pengeluaran karbon dioksida dari jaringan, Sehingga jaringan menjadi hiperkapnia. Tetapi, kapasitas transport darah untuk karbon dioksida kira-kira tiga kali kapasitas transpor oksigen, sehingga hiperkapnia jaringan lebih jarang terjadi daripada hipoksia jaringan. Bila PCO 2 alveolus meningkat di atas sekitar 60 sampai 75 mmhg, maka orang tersebut kemudian akan bernafas secepat dan sedalam ia mampu, dan kelaparan udara, yang juga disebut dispnea, menjadi berat. Ketika PCO 2 meningkat sampai 80 hingga 100 mm Hg, maka orang tersebut menjadi letargi dan kadang-kadang bahkan semikomatosa. Anestesia dan kematian dapat terjadi bila PCO 2 meningkat sampai 120-150 mmhg. Kemudian, pada nilai 14

PCO 2 yang lebih tinggi lagi, maka kelebihan karbon dioksida sekarang malah lebih menekan pernafasan daripada merangsangnya, jadi menimbulkan lingkaran yang menyebabkan timbulnya karbon dioksida yang lebih banyak lagi, selanjutnya menurunkan pernafasan, kemudian lebih banyak lagi terdapat karbon dioksida, dan seterusnya sampai mencapai puncaknya secara cepat dalam menimbulkan kematian akibat pernafasan. Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran nafas, obat-obat yang menekan fungsi pernafasan, kelemahan atau paralisis otot pernafasan, trauma dada atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernafasan menjadi dangkal dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flapping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh dan disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO 2 yang tinggi, sehingga pernafasan dapat dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberi oksigen kadar tinggi, pernafasan akan dihambat sehingga hiperkapnia bertambah berat. 2. Mekanisme Hiperkapnia Hiperkapnia (hipoventilasi alveolar) terjadi saat : 1. Nilai V E dibawah normal 2. Nilai V E normal atau tinggi, tetapi rasio V D /V T meningkat 3. Nilai V E dibawah normal, dan rasio V D /V T meningkat Perlu ditekankan bahwa istilah hipoventilasi yang merujuk pada hipoventilasi alveolar, karena hiperkapnia dapat timbul merkipun ventilasi semenit lebih besar daripada normal, jika rasio V D /V T tinggi atau keluaran CO 2 meningkat (pada saat aktivitas atau keadaan laju metabolisme meningkat yang lain). Ruang rugi alveolar dan rasio volume ruang rugi/volume tidal merupakan konsep fisiologi yang mempermudahkan kita mengerti mekanisme ini, tetapi 15

tidak selalu mempunyai hubungan dengan anatomi. Trakea dan jalan nafas menjadi penghantar pergerakan udara dari dan kedalam paru selama siklus pernafasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi pada pertukaran udara dengan darah kapiler paru. Komponen ini merupakan ruang rugi anatomis. Jalan nafas buatan dan bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang dilalui udara inspirasi dan ekspirasi juga merupakan ruang rugi anatomis. Pada pasien dengan penyakit paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi total terdiri dari ruang rugi fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi jumlah aliran darah regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching). Walaupun V/Q mismatching umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan menyebabkan peningkatan PaCO 2. Kenyataannya hampir semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching yang berat, hiperkapnia merangsang peningkatan ventilasi, mengembalikan PaCO 2 ke tingkat normal. Jadi, V/Q mismatching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia, tetapi normokapnia dengan peningkatan V E. 3. Gambaran klinis Hiperkapnia yang terjadi dalam udara ruangan selalu disertai hipoksemia. Gejala gagal nafas mencerminkan efek-efek dari hiperkapnia dan hipoksemia. Efek utama dari PaCO 2 yang meningkat adalah penekanan sistem saraf pusat (CNS). Itulah sebabnya mengapa hiperkapnia yang berat kadang-kadang disebut sebagai narkosis CO 2. Hiperkapnia mengakibatkan vasodilatasi serebral, peningkatan aliran darah serebral, dan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya timbul gejala yang khas, seperti sakit kepala, yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari (karena PaCO 2 sedikit meningkat sewaktu tidur). Tanda dan gejala yang lain adalah edema papil, iritabilitas neuromuscular (asteriksis), suasana hati yang berubah, dan rasa mengantuk yang terus bertambah, yang akhirnya akan menuju koma yang ringan. Meskipun peningkatan PaCO 2 merupakan rangsangan yang paling kuat untuk bernafas, tetapi peningkatan PaCO 2 juga menimbulkan efek yang menekan pernafasan jika kadarnya melebihi 70 mmhg. Selain itu klien dengan COPD dan hiperkapnia kronik akan menjadi tidak peka terhadap peningkatan 16

PaCO 2 dan menjadi bergantung pada dorongan hipoksia. Hiperkapnia menyebabkan kontriksi pada pembuluh darah paru, sehingga dapat memperberat hipertensi arteria pulmonalis. Jika retensi CO 2 sangat berat, dapat terjadi penurunan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi sistemik, gagal jantung, dan hipotensi. Hiperkania menyebabkan asidosis respiratorik, yang sering bercampur dengan asidosis metabolik jika terjadi hipoksia. Campuran ini dapat mengakibatkan penurunan ph darah yang serius. Respon kompensatorik ginjal terhadap asidosis respiratorik adalah reabsorbsi bikarbonat untuk mempertahankan ph darah agar tetap normal. Respon ini memerlukan waktu sekitar 3 hari, sehingga asidosis respiratorik akan jauh lebih berat jika awitannya cepat. Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat. Peningkatan PaCO 2 merupakan penekan pada sistem saraf pusat, tetapi mekanismenya melalui turunnya ph cairan serebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO 2. Karena CO 2 berdifusi secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, ph turun secara cepat dan hebat karena hiperkapnia akut. Peningkatan PaCO 2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga bikarbonat serum dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap asidosis respiratorik kronik. Hal ini menjelaskan bahwa kadar ph yang rendah lebih berkorelasi dengan perubahan status mental dan perubahan klinis lain dari pada nilai PaCO 2 mutlak. Gejala hiperkapnea dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia. Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan hiperkapnia mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau menurun, tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas. Jadi, disepnia, takipnea, hiperpnea, bradipnea dan hipopnea dapat berhubungan dengan gagal napas hiperkapnia. Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk menentukan mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas hiperkapnia karena penyakit paru versus penyakit non-paru. Pasien dengan penyakit paru sering kali menunjukkan hipoksemia yang tidak sesuai dengan 17

derajat hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai menggunakan perbedaan PO 2 alveolar arterial. Tetapi, pasien dengan masalah non-paru dapat pula mempunyai hipoksemia sekunder sebagai efek kelemahan neuromuscular (sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau pneumonia respirasi. Kelaianan pada paru-kontras dengan kelainan komponen lain sistem pernapasan-berhubungan dengan peningkatan V D /V T dan, karenanya sering menunjukkan peningkatan V E dan frekuensi pernapasan. Tetapi, pada pasien dengan kelumpuhan otot pernapasan dapat juga ditemui takipnea. Efek dari hiperkapnea dan hipoksia dapat menyamarkan gangguan neurologis, pengobatan berlebihan dengan sedatif, mixedema, atau trauma kepala. Perubahan status mental dapat menyulitkan penilaian kekuatan otot dan kekuatan otot ekstremitas dapat tidak berhubungan dengan kekuatan otot respirasi. 18