PEDOMAN UMUM PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) - II

dokumen-dokumen yang mirip
Seleksi pemilihan lokasi sasaran adalah sebagai berikut:

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

Channeling UPS-BKM TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PILOT PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DASAR DEPDIKNAS BEKERJASAMA DENGAN BKM-P2KP

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4.1. TINGKAT NASIONAL Project Management Unit (PMU)

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

BAB III METODOLOGI KAJIAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

Penanggung jawab: Kepala PMU : Ir. Danny Sutjiono Pimpro P2KP : Ir. Arianto, Dipl. SE, MT

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB VI STRATEGI TERMINASI PROYEK (Exit Strategy)

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

PNPM MANDIRI PERKOTAAN LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum

Bab 3. Pelaksanaan P2KP

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Bab 4. Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir oleh UPK-BKM

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BOOKLET UNTUK PENDAMPING & PENGELOLA PINJAMAN BERGULIR

DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri - Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Membangun BKM. Membangun BKM. Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP. Membangun BKM DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERKOTAAN MANDIRI

KEBIJAKAN DAN RENCANA PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN TAHUN Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir?

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Penilaian Indikator Kinerja BKM Universitas Indonesia

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

Ade Andriyani 1 Tety Elida 2 Beny Susanti 3. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN DASAR (AD) BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT (BKM) T E G A K DESA TEGAK KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

Panduan Pembangunan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DRAFT PEDOMAN TEKNIS PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) 2013

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

( BAPKPP & BAPPUK ) Nama Kelompok : KEMBANGSONGO I Kelurahan/Desa :... Kota/Kabupaten :. : Daerah Istimewa Yogyakarta NO. NAMA JABATAN KETERANGAN

Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, Agustus 2013

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

Transkripsi:

PEDOMAN UMUM PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) - II

Bab 1. Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, dan mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari bahwa kemiskinan adalah persoalan struktural dan multi dimensional, yang mencakup politik, sosial, ekonomi, aset, dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi kemiskinan muncul dalam berbagai bentuknya, seperti antara lain : Dimensi politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benarbenar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi; Dimensi sosial sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya masyarakat miskin ke dalam institusi sosial yang ada dan terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka; Dimensi ekonomi muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan Dimensi aset ini ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan dan permukiman, dan sebagainya. Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun kepemimpinan kolektif dari organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan

P2KP-II merupakan pengembangan dari P2KP-I dengan memperluas orientasi dari gerakan masyarakat menjadi gerakan kemitraan dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan. Gerakan kemitraan hanya dapat dicapai, apabila: 1) adanya upaya penguatan peran masing-masing pelaku sesuai proporsinya; 2) adanya kontribusi peran pemerintah serta kelompok peduli dalam rangka mendukung pemampuan peran dan keberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan; serta 3) adanya sinergi kebersamaan berlandasan kepentingan yang sama, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, indikator keberhasilan pelaksanaan P2KP untuk sebagian besar ditentukan pada konsistensi dari pelaksanaan prinsip-prinsip dan nilai-nilai P2KP, konsistensi pelaksanaan pendekatan TRIDAYA, serta terbangunnya kerjasama dan kemitraan sinergis antara masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat! dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman. Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilainilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya mengendalikan pengelolaan dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman. Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman mereka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran. Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP-I cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai gerakan masyarakat, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. Pengalaman P2KP tahap pertama menunjukkan bahwa keberhasilan P2KP untuk menumbuhkan partisipasi dan mengembangkan kapasitas kelembagaan masyarakat setempat, ternyata belum diimbangi dengan pengakaran kelembagaan lokal tersebut serta belum tumbuhnya prakarsa dan dukungan yang memadai dari pelaku-pelaku pembangunan lokal lainnya, seperti pemerintah daerah, pengusaha dan kelompok peduli/ahli (LSM, profesional, perguruan tinggi, ulama dan lain-lain),

sehingga belum terwujud kerjasama dan gerakan sinergis yang optimal antara pelaku-pelaku pembangunan lokal tersebut dalam penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa penyempurnaan yang mampu mendorong dan memperkuat peran kelembagaan masyarakat lokal serta membangun sinergi dan kepedulian bersama antara masyarakat, pemerintah daerah, dan kelompok peduli. Penyempurnaan-penyempurnaan pada P2KP-II terutama ditekankan pada orientasi yang lebih berbobot muatan pada upaya-upaya untuk menggali dan melembagakan nilai-nilai kemanusiaan yang universal sebagai wujud nyata penerapan prinsip dan nilai P2KP, mendorong dan memperkokoh pendekatan TRIDAYA, serta membangun dan melembagakan kemitraan sinergis antara masyarakat dengan pemerintah daerah serta kelompok peduli setempat. Pelaksanaan P2KP yang dilandasi dengan nilai-nilai kemanusiaan (kejujuran, dapat dipercaya, keadilan, kerelawanan, kesederhanaan, dan lain-lain) serta dilandasi pula dengan nilai-nilai kemasyarakatan (partisipasi, demokrasi, transparasi, dan akuntabilitas, serta desentralisasi) diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku inilah menjiwai dan melandasi pendekatan TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan sosial kemasyarakatan, pendayagunaan prasarana dan sarana, serta pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi. Pada akhirnya, tumbuh berkembangnya kesadaran kritis serta perilaku kolektif (masyarakat) akan dapat mendukung bagi proses membangun dan melembagakan gerakan kemitraan antara masyarakat, pemerintah daerah, dan kelompok peduli setempat. 1.2. VISI, MISI, PRINSIP DAN NILAI DI P2KP Mengingat bahwa Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya sinergi gerakan kemitraan dalam program penanggulangan kemiskinan di perkotaan dari, oleh dan untuk masyarakat, maka diperlukan rumusan visi, misi, prinsip dan nilai yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku dan arah bagi semua pelaku P2KP maupun bagi lembaga-lembaga masyarakat dalam mengembangkan program-program kemiskinan 1.2.1. Visi Masyarakat yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta kelompok peduli setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan efektif, secara mandiri dan berkelanjutan. 1.2.2. Misi Memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan, melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan melembagakan budaya kemitraan antar pelaku pembangunan. 1.2.3. Prinsip Prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah : a) Demokrasi; dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, maka mekanisme pengambilan keputusan (dalam pelaksanaan P2KP) dilakukan secara kolektif dan demokratis. Untuk itu, masyarakat didorong agar mampu membangun dan memperkuat organisasi masyarakat warga dengan representasi, yang akseptabel, insklusif, transparan, demokratis dan akuntabel; b) Partisipasi; dalam tiap langkah kegiatan P2KP harus dilakukan secara partisipatif sehingga mampu membangun rasa kepemilikan dan proses belajar melalui bekerja bersama. Partisipasi dibangun dengan menekankan proses pengambilan keputusan oleh warga, mulai dari

tataran ide/gagasan, perencanaan, pengorganisasian, pemupukan sumber daya, pelaksanaan hingga evaluasi dan pemeliharaan. Partisipasi juga berarti upaya melibatkan segenap komponen masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) yang selama ini tidak memiliki peluang/ akses dalam program/kegiatan setempat; c) Transparansi dan Akuntabilitas; dalam proses manajemen proyek maupun manajemen organisasi masyarakat harus menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga masyarakat belajar dan melembagakan sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakannya. Termasuk terbuka untuk diperiksa oleh BPKP, auditor atau pemeriksaan oleh masyarakat sendiri dan pihak terkait lainnya, serta menyebarluaskan hasil pemeriksaan dan audit tersebut ke masyarakat, pemerintah, lembaga donor, serta pihak-pihak lainnya; dan d) Desentralisasi; dalam proses pengambilan keputusan yang langsung menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaat atau diserahkan pada masyarakat sendiri, sehingga keputusan yang dibuat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat banyak. 1.2.4. Nilai Nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli), dalam melaksanakan P2KP adalah : a) Dapat dipercaya; semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan P2KP-II harus benar-benar dapat menjaga kepercayaan yang diberi masyarakat maupun pemerintah untuk menerapkan aturan main P2KP dengan baik dan benar. Dengan demikian, pemilihan pelaku-pelaku P2KP di tingkat masyarakat pun, harus menghasilkan figur-figur yang benar-benar dipercaya masyarakat sendiri, bukan semata mempertimbangkan status sosial, pengalaman serta jabatan; b) Ikhlas/kerelawanan; dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan P2KP benarbenar berlandaskan niat ikhlas untuk turut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di wilayahnya, dan tidak mengharapkan imbalan materi, jasa, maupun mengutamakan kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya; c) Kejujuran; dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana serta pelaksanaan kegiatan P2KP harus dilakukan dengan jujur, sehingga tidak dibenarkan adanya upaya-upaya untuk merekayasa, memanipulasi maupun menutup-nutupi sesuatu, yang dapat merugikan masyarakat miskin serta menyimpang dari visi, misi dan tujuan P2KP; d) Keadilan; dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan P2KP harus menekankan asas keadilan (fairness), kebutuhan nyata dan kepentingan masyarakat miskin. Keadilan dalam hal ini tidak berarti sekedar pemerataan; e) Kesetaraan; dalam pelibatan masyarakat pada pelaksanaan dan pemanfaatan P2KP, tidak membeda-bedakan latar belakang, asal usul, agama, status, maupun jenis kelamin dan lainlainnya. Semua pihak diberi kesempatan yang sama untuk terlibat dan/atau menerima manfaat P2KP, termasuk dalam proses pengambilan keputusan; serta f) Kebersamaan dalam keragaman; dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan perlu dioptimalkan gerakan masyarakat, melalui kebersamaan dan kesatuan masyarakat, sehingga kemiskinan benar-benar menjadi urusan semua warga masyarakat dari berbagai latar belakang, suku, agama, mata pencaharian, budaya, pendidikan dan sebagainya, dan bukan hanya menjadi urusan dari masyarakat miskin atau pelaku P2KP atau sekelompok elit saja.

Bab 2. Tujuan, Sasaran, dan Strategi 2.1. TUJUAN Membangun atau mengukuhkan kelembagaan masyarakat yang representatif dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan serta memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal; Mendorong pemerintah daerah untuk makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, melalui peningkatan kemitraan dengan kelembagaan masyarakat (organisasi masyarakat warga); dan Meningkatkan akses bagi masyarakat miskin perkotaan, ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana, pendanaan dan lain-lain. 2.2. SASARAN 2.2.1. Masyarakat Kelompok sasaran penerima manfaat P2KP adalah warga masyarakat miskin perkotaan, sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan setempat yang disepakati oleh warga, termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang telah lama miskin, yang penghasilannya merosot dan tidak berarti akibat inflasi, serta yang kehilangan sumber nafkahnya dikarenakan krisis ekonomi, dan lain-lainnya. 2.2.2. Pemerintah daerah (Dinas) bersama kelembagaan masyarakat kelurahan Pemerintah kota/kabupaten yang terpilih sebagai peserta, melalui dinas terkait bersama kelembagaan masyarakat warga yang mengakar (BKM), merupakan sasaran penerima manfaat komponen Bantuan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) P2KP. 2.2.3. Proses Penetapan Lokasi Sasaran Lokasi sasaran P2KP meliputi sekitar 2.227 kelurahan/desa di perkotaan yang tersebar di sekitar 79 Kota/Kabupaten. Lokasi sasaran tersebut terletak di Pulau Jawa (bagian Selatan), Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Proyek dilaksanakan dalam dua tahap, yakni tahap I dengan lokasi sasaran meliputi kelurahan/desa di perkotaan yang tersebar di sekitar 53 Kota/ Kabupaten dari wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa, yakni; Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan tahap-ii dilaksanakan di kelurahan/ Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 1

desa di perkotaan yang tersebar di sekitar 26 Kota/ Kabupaten di Pulau Jawa Bagian Selatan. Sebagaimana disebutkan bahwa P2KP sebagai proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan pada dasarnya akan menjangkau keluarga-keluarga miskin di lebih dari 2.000 kelurahan dari berbagai macam kawasan pusat perkotaan, yang dipilih melalui hasil evaluasi berdasarkan prosedur dan langkahlangkah sebagai berikut : Langkah 1: Dipilih kecamatan urban/perkotaan (dengan menggunakan kriteria BPS; Kecamatan yang memiliki jumlah kelurahan lebih banyak dari pada jumlah desa) dan ditambah dengan kecamatan di ibukota kabupaten, serta keduanya bukan lokasi sasaran dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan bukan lokasi P2KP-I. Wilayah-wilayah yang memenuhi kriteria di atas, masuk dalam daftar calon kecamatan sasaran P2KP-II; Langkah 2: Berdasarkan skor kemiskinan dengan variabel PODES dan dengan jumlah penduduk kelurahan.. 1.000 jiwa, maka disusun peringkat kemiskinan antar kecamatan per kota/kabupaten. Setelah itu, 20 % kecamatan terkaya dikeluarkan dari daftar calon kecamatan sasaran untuk kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan; Langkah 3: Dilakukan konfirmasi daftar calon kecamatan sasaran yang sudah dikeluarkan 20% kecamatan terkaya seperti tersebut di atas dengan surat Direktur Bina Teknik, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Kimpraswil kepada seluruh Ketua Bappeda Propinsi yang akan menjadi wilayah P2KP-II; Langkah 4: Masukan yang diperoleh dari kota / kabupaten, melalui propinsi, diolah kembali dengan menggunakan kriteria bahwa kecamatan yang diusulkan/ditambahkan tidak merupakan wilayah sasaran Program Pengembangan Kecamatan (berdasarkan long list lokasi PPK), serta dibuat peringkat kemiskinan berdasarkan variabel PODES, dan dilakukan penyaringan, yaitu 20 % kecamatan terkaya dikeluarkan dari daftar kecamatan sasaran proyek untuk kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan; Langkah 5: Daftar kecamatan ini kemudian dalam lokakarya konsultasi dengan Daerah yang dilaksanakan di 13 lokasi di propinsi wilayah P2KP II pada tanggal 4 14 Maret 2002, dilakukan konfirmasi kembali secara langsung dengan seluruh calon kota/ kabupaten yang akan mengikuti P2KP II; Langkah 6: Dari hasil masukan daerah (kota/kabupaten) diperoleh tambahan usulan kecamatan yang diharapkan dapat dimasukkan dalam daftar kecamatan calon sasaran, yang kemudian dilakukan proses seleksi sebagaimana yang sudah dilakukan dalam proses seleksi sebelumnya, yaitu; bukan merupakan kecamatan yang menjadi wilayah kerja PPK, mengeluarkan 20 % kecamatan terkaya per kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan, dan dari jumlah kecamatan yang diperoleh dikeluarkan kecamatan yang jumlah keluarga Pra-KS dan KS-I kurang dari 30 % jumlah keluarga yang ada; dan Langkah 7: Akhirnya diperoleh daftar kecamatan / kelurahan sasaran P2KP-II yang definitif setelah dilakukan berbagai penyaringan tersebut di atas (hingga langkah ke-7). Meskipun demikian, apabila kota/ kabupaten memutuskan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan P2KP, mereka harus memenuhi beberapa kondisi sebagai berikut: Menjamin bahwa penanggulangan kemiskinan adalah prioritas kota/kabupaten (administrasi dan kebijakan atau peraturan); Setuju untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan dan aturan P2KP; Menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek, termasuk bersedia serta menjamin pelaksanaan audit independen dan pemeriksaan oleh BPKP terhadap pelaku-pelaku P2KP di wilayahnya; 2 Pedoman Umum

BAGAN 2.1. LANGKAH-LANGKAH PENETAPAN LOKASI SASARAN Evaluasi Data PODES (2000) tidak Drop tidak Kriteria : Kec. urban / Ibu kota Kab. Non-PPK dan Non P2KP-I Kriteria: Tidak termasuk 20% kec. terkaya dan memiliki Pra-KS dan KS-I > 30% ya Drop 1 ya Daftar I Kec Calon Lokasi Sasaran dengan mengeluarkan 20% kecamatan terkaya 2 6 Daftar II Kecamatan Calon Lokasi Sasaran 5 7 Daftar Final Kec/Kel Calon Lokasi Sasaran Konfirmasi ke Pemda 3 Masukan dari Pemda Tambahan dan Perubahan Lokasi 4 Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 3

Menjamin dan menyediakan staf-staf proyek yang dibutuhkan bagi koordinasi proyek serta pencairan dana bantuan; dan Menyediakan dana operasional dan pendamping sesuai kebutuhan. bantuan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET). 2.3.2. Pendekatan a) Pendekatan TRIDAYA Terlampir dalam Buku Pedoman Umum P2KP, adalah daftar lokasi sasaran P2KP per tanggal 15 Mei 2002. Apabila selama pelaksanaan P2KP terdapat kebijakan untuk menyesuaikan dan merevisi daftar lokasi sasaran tersebut (jumlah wilayah, nama lokasi, maupun besaran jumlah bantuan dana P2KP), maka PMU/Pimpro P2KP akan menerbitkan Surat Edaran sebagai ralat terhadap daftar lokasi sasaran tersebut. 2.3. STRATEGI DAN PENDEKATAN 2.3.1. Strategi Memberdayakan pelaku-pelaku pembangunan strategis dan masyarakat agar mampu membangun dan menanggulangi kemiskinan secara mandiri, melalui: Membangun kapasitas masyarakat miskin perkotaan untuk mampu membentuk serta melembagakan kelembagaan representatif masyarakat yang akuntabel terhadap masyarakat. Kelembagaan masyarakat ini yang selanjutnya diperkuat kapasitasnya agar mampu menjadi motor penggerak penggalian serta pelembagaan nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan (prinsip dan nilai P2KP); Penyediaan akses secara langsung ke sumber daya kunci yang dibutuhkan masyarakat miskin, dalam bentuk Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dikelola kelembagaan masyarakat, yakni organisasi masyarakat warga (BKM) secara transparan serta akuntabel; dan Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk bermitra dengan organisasi masyarakat warga dalam penyediaan pelayanan umum, melalui penyediaan serta pengembangan Pendekatan TRIDAYA pada hakekatnya merupakan pendekatan yang menekankan proses pemberdayaan sejati mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia yaitu daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi dan daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan agar tercipta lingkungan yang lestari. Gambaran umum mengenai pendekatan TRIDAYA ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. di halaman berikut. Diyakini bahwa pelaksanaan P2KP sebagian besar akan sangat ditentukan oleh individu-individu dari pelaksana, pemanfaat, maupun pelaku-pelaku P2KP lainnya. Oleh karena itu, dengan memberdayakan individu-individu tersebut diharapkan dapat membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku yang positif, mandiri dan merdeka berlandaskan nilainilai kemanusiaan yang universal. Perubahan perilaku individu inilah yang menjadi pilar bagi perubahan perilaku kolektif, sehingga pada akhirnya masyarakat (kumpulan-kumpulan individu yang memiliki kesadaran kritis) mampu membangun dan menumbuhkembangkan keberdayaan sosial kemasyarakatan, keberdayaan prasarana dan sarana serta keberdayaan kegiatan usaha ekonomi. b) Pendekatan Pembangunan Bertumpu Pada Kelompok Pelaksanaan strategi-strategi P2KP sebagaimana digambarkan di atas juga didasarkan pada pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok (community based development approach), dimana kelompok-kelompok dapat dibangun atas dasar berbagai ikatan pemersatu antara lain sebagai berikut: kesamaan tujuan, kesamaan kegiatan, kesamaan domisili yang pada dasarnya 4 Pedoman Umum

mengarah kepada efisiensi, efektivitas serta mendorong tumbuh dan berkembangnya kapital sosial. Dengan demikian kelompok dalam konteks P2KP adalah kelompok masyarakat yang sudah ada (existing groups) dan atau kelompok-kelompok yang dibangun baru dalam rangka pelaksanaan P2KP, yang dapat memenuhi syarat-syarat sebagai kelompok masyarakat sebagaimana ditetapkan P2KP. Beberapa pertimbangan digunakannya pendekatan bertumpu pada kelompok ialah : Dalam kelompok, warga masyarakat diharapkan dapat lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan dan nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan, misalnya; kejujuran, keikhlasan, dapat dipercaya, pengorbanan, kebersamaan, menjalin kesatuan, gotong royong, solidaritas antar sesama, dan sebagainya; Proses pemberdayaan (empowerment) dapat berjalan lebih efektif dan efisien; Terjadi proses saling asah-saling asuh antar sesama warga atau anggota; Terjadi konsolidasi kekuatan bersama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi); dan Kelompok dapat berfungsi untuk mengembangkan dan melembagakan tanggung renteng, membangun jaminan karakter antar anggota, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menggerakkan keswadayaan dan modal, meningkatkan dan menertibkan angsuran pinjaman, menguatkan dan mengembangkan usaha anggota dan banyak lagi fungsi serta manfaat lainnya. Pendekatan bertumpu pada kelompok harus dilakukan secara konsisten oleh semua pelaku P2KP. Bahkan dalam menangani persoalan-persoalan yang sifatnya amat khusus dan mendesak (musibah, perlakuan terhadap orang jompo, anak terlantar dll), yang menuntut penanganan kasus demi kasus yang seringkali juga individual, tetap harus berbasis pada kekuatan kelompok, dimana semua keputusan penggunaan dana harus melalui berbagai pertimbangan dan rembug warga yang difasilitasi BKM dengan memperoleh persetujuan KMW. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 5

Bab 3. Komponen Proyek dan Bantuan Teknik Untuk dapat mendukung kegiatan proyek agar tercapai tujuan P2KP seperti tersebut di atas, maka P2KP dibagi menjadi 3 komponen proyek sebagai berikut: A. Pengembangan Masyarakat dan Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah; B. Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); dan C. Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET). 3.1. KOMPONEN PROYEK 3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah a) Uraian Proyek menyediakan dukungan bagi kegiatankegiatan yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat dan pengembangan kapasitas pemerintah kota/ kabupaten agar mampu bekerjasama lebih efektif dengan kelembagaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Kegiatan-kegiatan komponen pengembangan masyarakat meliputi serangkaian kegiatan yang diawali dengan membangun kesadaran kritis masyarakat, pengorganisasian masyarakat, pemilihan pimpinan kolektif masyarakat (BKM) yang representatif, hingga perencanaan partisipatif untuk penyusunan program jangka menengah penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dari, oleh dan untuk masyarakat, serta upaya-upaya nyata yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan hidup masyarakat miskin. Pada dasarnya, dukungan pembiayaan komponen ini mencakup biaya fasilitator untuk melaksanakan pendampingan masyarakat dan mediasi sosial, biaya pelatihan dan sosialisasi, termasuk penyiapan materimateri sosialisasi dan pelatihan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek P2KP. Secara singkat, komponen ini akan mendukung empat aktivitas utama sebagai berikut: Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 1

1) Pengorganisasian Masyarakat Kegiatan pengorganisasian masyarakat diawali dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan kesadaran kritis masyarakat, melalui serangkaian kegiatan diskusi kelompok terarah atau Focussed Group Discussion (FGD) dan pemetaan swadaya atau Community Self Survey (CSS), sebagai upaya mendorong masyarakat membahas bersama persoalan riil kemiskinan yang dihadapi dan bagaimana menyelesaikannya, serta apa yang dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan secara efektif dalam bentuk antara lain; komitmen (individu dan kelompok), keahlian, sumberdaya, kelembagaan, organisasi dan lain-lainnya. Proses pengorganisasian masyarakat ini akan mengarah pada terbentuknya kader masyarakat yang kemudian bersama fasilitator mendorong peran aktif masyarakat dalam proses pembentukan atau pengukuhan lembaga representasi masyarakat yang sudah ada, yang selanjutnya akan berperan sebagai motor penggerak masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Apabila masyarakat memutuskan untuk membentuk lembaga baru, fasilitator bertugas memfasilitasi proses pemilihan anggota lembaga tersebut agar terlaksana secara demokratis, partisipatif, akuntabel dan inklusif. Sebaliknya, apabila masyarakat memilih untuk memanfaatkan lembaga yang sudah ada, maka fasilitator akan memfasilitasi masyarakat untuk memutuskan apakah anggota-anggota lembaga tersebut telah dipilih melalui proses yang demokratis, partisipatif, akuntabel dan inklusif atau apakah struktur lembaga tersebut harus direvisi/dimodifikasi sebelum masyarakat benar-benar sepakat menetapkan untuk memanfaatkan lembaga yang ada tersebut sebagai BKM. Istilah BKM, Badan Keswadayaan Masyarakat, pada dasarnya merujuk baik pada kelembagaan yang dibentuk baru ataupun pemanfaatan lembaga yang ada, yang telah melalui proses konfirmasi ulang oleh masyarakat setempat. 2) Perencanaan Partisipatif Untuk Menyusun Program Jangka Menengah Dalam Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) Kegiatan ini akan mendukung BKM dalam mengkoordinasi masyarakat untuk melakukan perencanaan secara partisipatif dalam menyusun PJM Pronangkis di masing-masing kelurahannya. Tim fasilitator bersama kader-kader masyarakat memfasilitasi proses pelaksanaan di masyarakat, untuk menjamin bahwa proses penyusunan PJM Pronangkis dilakukan secara partisipatif serta benarbenar didasarkan kebutuhan riil masyarakat sesuai hasil pemetaan swadaya yang telah dilakukan oleh masyarakat sendiri sebelumnya. Ruang lingkup kegiatan dalam PJM Pronangkis pada dasarnya adalah kegiatan yang benar-benar merupakan kebutuhan dan prioritas masyarakat, baik itu santunan bagi masyarakat rentan/lemah, penciptaan lapangan kerja baru, pinjaman bergulir untuk usaha kecil, pembangunan infrastruktur/ prasarana, hingga pelayanan sosial, dan lain-lainnya. PJM Pronangkis disusun sebagai rencana jangka menengah penanggulangan kemiskinan, yakni dalam jangka waktu 3 tahun, berisikan indikasi kegiatankegiatan yang diusulkan sebagai prioritas kegiatan masyarakat dan jenis sumber dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan yang diusulkan tersebut. Termasuk juga dalam hal tersebut adalah sumber dana dari P2KP, swadaya masyarakat, APBD, sektor swasta, sumbangan dan sebagainya. Selanjutnya, rencana detail investasi tahunan pada tahun pertama akan diidentifikasi yang dapat diusulkan untuk dibiayai sebagian dan/atau keseluruhan dari alokasi dana P2KP, termasuk kegiatan-kegiatan yang diusulkan untuk memperoleh bantuan dana PAKET. 3) Jaringan Kerjasama dan Forum BKM Komponen pengembangan masyarakat juga memberikan pendampingan serta pelatihan untuk mendukung BKM dalam membentuk asosiasi atau forum antar BKM di tingkat kota/kabupaten, sebagai sarana kerjasama secara kolektif, sarana komunikasi dan informasi. 2 Pedoman Umum

Forum BKM akan berfungsi sebagai jaringan tukar menukar pengalaman, melaksanakan kegiatan bersama, mengkombinasikan sumber daya yang ada untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, serta menyuarakan aspirasi masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal yang berkaitan dengan kebijakan publik. Selain itu, kegiatan ini juga mendorong jaringan kerjasama, baik antar KSM, antar BKM maupun Forum BKM dengan dengan pihak terkait lainnya, untuk kepentingan dan kemanfaatan masyarakat miskin, antara lain; desain produk, perencanaan, pemasaran, advokasi masyarakat miskin, pusat informasi, jaringan bisnis dan sebagainya. 4) Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Kegiatan ini difokuskan pada pengembangan kapasitas pemerintah daerah untuk menjalin kemitraan dan bekerjasama dengan masyarakat pada umumnya dan khususnya dengan BKM-BKM serta Forum BKM melalui sosialisasi dan pelatihan, utamanya pada pelaksanaan kegiatan PAKET. Dalam pelaksanaan komponen ini, Pemerintah Daerah (Pemda) akan terlibat secara intensif bersama masyarakat dan kelompok peduli sejak tahap awal kegiatan hingga tahap paska proyek P2KP. Keterlibatan pemda akan dilakukan melalui koordinasi dengan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) yang ditugaskan oleh PMU/Pimpro P2KP di satuan wilayah kerja setempat. Pada tahap awal, staf pemda serta dinas tekait akan mengikuti pelatihan mengenai substansi dan siklus proyek P2KP. Selanjutnya berkoordinasi dengan KMW, Pemda juga akan memfasilitasi serangkaian lokakarya yang berkaitan dengan sosialisasi P2KP, pelaksanaan beberapa pelatihan tertentu dan lain-lainnya. Dalam hal ini, KMW serta Pemda dapat melakukan sharing pendanaan. Selain itu, bentuk keterlibatan pemda lainnya adalah dalam hal kontribusi pendanaan (baik untuk biaya operasional maupun lainnya), monitoring, penyiapan exit strategy dan lain-lain. b) Ketentuan Umum 1) Siapa yang dimaksud masyarakat Pengertian masyarakat dalam P2KP adalah seluruh warga kelurahan peserta P2KP - baik yang kaya maupun yang miskin, kaum minoritas, pendatang dan penduduk asli setempat -, yang setelah melalui proses pemberdayaan dapat menyadari dan memahami kondisi kelurahan mereka serta persoalan kemiskinan yang masih dihadapi dan sepakat perlunya mengorganisasi diri untuk menanggulangi persoalan kemiskinan tersebut secara sistematik. 2) Kelembagaan masyarakat yang harus dibangun warga dalam P2KP Warga yang sadar akan potensi dan persoalan yang masih harus diselesaikan tersebut, harus mampu membentuk organisasi masyarakat warga (civil society organization), dengan rumusan sebagai berikut : Organisasi masyarakat warga ialah organisasi yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang berupaya memenuhi kebutuhan atau memperjuangkan kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama atau menyatakan kepedulian bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama. Sifat organisasi masyarakat warga adalah terbuka (inklusif), mengakar, demokratis, dengan tetap mempertahankan sifat independen dan otonom terhadap institusi pemerintah, politik, militer, keluarga, agama dan usaha. Dengan demikian, organisasi masyarakat warga yang ingin dibangun dalam P2KP adalah organisasi yang didasarkan pada ciri-ciri sukarela, kesetaraan, kemitraan, inklusif, demokrasi, kemandirian, otonomi, proaktif, semangat saling membantu, menghargai keragaman dan kedamaian. Masyarakat di kelurahan sasaran dapat membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), maupun memampukan lembaga-lembaga yang telah ada melalui peningkatan peran dan fungsinya, selama lembaga tersebut sebagai bagian integral dari organisasi masyarakat warga juga telah memenuhi kriteria ciri dan sifat organisasi masyarakat dalam P2KP. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 3

Lembaga masyarakat tersebut dilegalisasi secara hukum melalui pencatatan ke notaris dan dapat berbadan hukum dalam bentuk peguyuban/ perkumpulan warga. Untuk memimpin organisasi masyarakat warga ini, dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Pimpinan kolektif warga ini kemudian secara jenerik disebut BKM. Tidak ada satupun anggota BKM yang memiliki hak istimewa (privilege) dan semua hasil keputusan BKM dilaksanakan secara kolektif, melalui mekanisme Rapat Anggota BKM. 3) Peran apa yang harus dilakukan oleh BKM BKM mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan program jangka menengah (3 tahun) penanggulangan kemiskinan maupun rencana tahunan (PJM dan Rencana Tahunan Pronangkis) serta diajukan ke PJOK untuk mencairkan dana BLM P2KP; Bertindak sebagai forum pengambilan keputusan untuk hal-hal yang menyangkut pelaksanaan P2KP pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada umumnya; Bertindak sebagai motor penggerak untuk menggali dan melembagakan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal dan nilainilai lokal kemasyarakatan setempat; Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka Mengembangkan jaringan BKM di tingkat kota/ kabupaten sebagai mitra kerja Pemda dan wahana untuk menyuarakan aspirasi masyarakat warga yang diwakilinya Menetapkan kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana bantuan langsung masyarakat (BLM), yang sehari-hari dikelola oleh UPK 4) Pendamping masyarakat dalam proses pemberdayaan Tim Fasilitator sebagai input proyek, secara intensif memfasilitasi Kader Masyarakat, BKM, UPK, Kelompok Swadaya Masyarakat serta masyarakat miskin secara umum dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Tim Fasilitator merupakan bagian dari perangkat Konsultan Manajemen Wilayah (KMW). Kader Masyarakat yang dipilih dari, oleh dan untuk masyarakat dan berperan bekerja sebagai agen pembangunan masyarakat setempat secara sukarela. Kader masyarakat merupakan bagian dari perangkat masyarakat di kelurahan sasaran. Kader Masyarakat ini akan mendapatkan pelatihan yang diselenggarakan oleh KMW. Dalam hal terdapat penduduk asli atau minoritas pada satu kelurahan yang membutuhkan pendekatan dan dukungan proses pengorganisasian masyarakat yang berbeda, maka harus dijamin keterlibatan mereka dalam lembaga masyarakat tersebut, sebagaimana diatur dalam lampiran 1 Buku Pedoman Umum ini mengenai ketentuan perlakuan terhadap penduduk asli. 5) Peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Pemda mengorganisasikan dinas-dinas setempat untuk menjalin kemitraan sinergis dengan masyarakat, melalui BKM, serta kelompok peduli setempat dalam rangka keterpaduan upayaupaya penanggulangan kemiskinan; Bertindak sebagai fasilitator, dinamisator dan pendukung untuk hal-hal yang menyangkut pelaksanaan P2KP pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada umumnya; Bertindak sebagai dinamisator proses pembangunan partisipatif yang dilakukan melalui pelaksanaan P2KP pada umumnya, maupun pelaksanaan komponen PAKET P2KP secara khusus; Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat serta pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin; Memfasilitasi permasalahan, pengaduan dan konflik yang timbul dalam pelaksanaan P2KP 4 Pedoman Umum

dengan menyiapkan sarana dan pranata yang dibutuhkan, berkoordinasi dengan KMW; Memfasilitasi fase terminasi maupun exit strategy, agar masyarakat mampu mandiri dan berkelanjutan dalam pengelolaan kelembagaan, kegiatan dan dana berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai dan prinsip di P2KP). 3.1.2. Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) a) Uraian Komponen dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) secara nyata diadakan dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber daya kapital, yang dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Jenis-jenis kegiatan dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat melalui suatu rembug warga, berdasarkan ketentuan P2KP. Dana BLM bersifat dana waqaf dari pemerintah ke masyarakat kelurahan penerima, yang pengendalian pengelolaannya dipercayakan ke BKM yang dibentuk secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel. Dana BLM harus dimanfaatkan hanya untuk kepentingan masyarakat miskin. Untuk mengelola dana BLM, BKM membentuk gugus tugas, yakni Unit Pengelola Keuangan (UPK), di samping gugus tugas lainnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Fungsi utama UPK adalah manajemen dana BLM dan dana-dana lain yang diperoleh organisasi masyarakat warga melalui BKM (dana PAKET, sumbangan dll), termasuk mengawasi dan mengadministrasi penyaluran, pengembalian serta penggunaan dana pinjaman bergulir. UPK dipimpin seorang manajer dan beberapa staf yang dipilih melalui Rapat Anggota BKM, berdasarkan kriteria kemampuan di bidang keuangan dan pengelolaan pinjaman bergulir. b) Ketentuan Umum 1) Alokasi Dana BLM Besarnya dana BLM ditentukan berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah keluarga miskin (Pra KS dan KS1) di kelurahan penerima proyek (sesuai hasil data PODES 2000), sehingga distribusi alokasi dana BLM adalah sebagaimana tampak pada Tabel 3.1. Jumlah alokasi dana BLM untuk masing-masing kelurahan sasaran akan diinformasikan secara terbuka, sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan. Namun perlu dipahami, bahwa jumlah dana BLM yang telah Tabel 3.1 Distribusi Alokasi Dana BLM Kategori Ukuran Kelurahan Kecil Sedang Besar Jumlah penduduk Kelurahan Tahun 2000 < 3.000 jiwa 3.000 s/d 10.000 jiwa > 10.000 jiwa Jumlah KK Miskin (Pra KS dan KS1) Jumlah Alokasi Dana BLM < 300 KK Rp 150 juta > 300 KK Rp 250 juta < 1.000 KK Rp 250 juta > 1.000 KK Rp 450 juta > 1.000 KK Rp 450 juta Plafon maksimal dana BLM untuk tiap usulan pinjaman bergulir per KSM Minimal jumlah anggota per KSM Plafon maksimal pinjaman per anggota KSM Rp 30 juta 5 orang Pinjaman pertama sebesar Rp 500 ribu dan pinjaman selanjutnya sebesar Rp 2 juta Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 5

dialokasikan untuk masing-masing kelurahan sasaran tersebut merupakan jumlah maksimum yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan jumlah pencairan yang sesungguhnya akan didasarkan pada kemampuan pengelolaan dan kesiapan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, sesuai dengan tujuan dan ketentuan P2KP. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan masyarakat di suatu kelurahan sasaran dinilai tidak dapat menunjukkan kemampuan dan kesiapan melaksanakan program P2KP, maka alokasi dana yang ada - sebagian atau seluruhnya - dapat ditangguhkan atau dibatalkan. Demikian pula halnya, apabila masyarakat tidak mampu mencairkan seluruh alokasi dana BLM hingga masa proyek P2KP berakhir, maka sisa alokasi dana BLM harus dikembalikan ke kas negara. Dana BLM harus diartikan sebagai waqaf (titipan) yang bermakna bahwa penggunaan dana BLM oleh masyarakat hanya bagi kepentingan penanggulangan kemiskinan dan bukan hadiah atau dana tak bertuan yang dapat digunakan sekehendak hati. Selain itu harus disadari pula bahwa sumber dana P2KP adalah hutang luar negeri yang harus dibayar kembali di kemudian hari. Diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan dana tersebut secara tepat, benar, efesien, efektif dan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinannya, yang pada gilirannya akan memiliki tingkat produktifitas yang tinggi, sehingga dapat menjadi bagian dari sumber pendapatan untuk dapat membayar kembali hutang luar negerinya. 2) Penyaluran dan pencairan dana BLM ke BKM Pencairan Dana BLM ke BKM/masyarakat dilakukan secara bertahap, yakni Tahap 1 sebesar 20% dan Tahap 2 sebesar 50% dan Tahap 3 sebesar 30% dari total alokasi dana BLM untuk kelurahan peserta, melalui rekening Bank yang ditunjuk oleh BKM Pencairan dana BLM tahap 1 merupakan insentif terhadap proses pembelajaran masyarakat dalam menyusun PJM dan rencana tahunan Pronangkis, Pencairan dana BLM tahap 2 adalah insentif untuk proses pembelajaran masyarakat dalam menyusun usulan-usulan kegiatan sesuai Pronangkis yang telah disepakati bersama, sedangkan Pencairan dana BLM tahap 3 merupakan insentif untuk proses pembelajaran masyarakat dalam memperkuat potensi keberlanjutan kegiatan, kelembagaan, dana serta penerapan prinsip dan nilai P2KP. Catatan Pencairan dana tahap 1 sebesar 20% dari total alokasi BLM dapat dilakukan apabila BKM telah terbentuk dan dilegalisasi (melalui akta notaris), serta menyerahkan PJM dan Rencana Tahunan Pronangkis (termasuk rencana penyerapan BLM), yang telah disepakati masyarakat dan diverifikasi KMW, kepada PJOK. BKM kemudian menandatangani Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan (SPPB) bersama dengan pihak pemerintah, yang diwakili PJOK. SPBB akan memuat dan mengatur peran serta tanggung jawab dari masing-masing pihak, persyaratan dan ketentuan pencairan dana BLM, serta perjanjianperjanjian lain yang harus disepakati berkenaan dengan penggunaan dana bantuan BLM selama masa proyek P2KP. Dana tahap 1 diutamakan untuk membiayai usulan kegiatan yang sifat kemanfaatannya bagi kepentingan umum masyarakat miskin atau pengelolaan usulan kegiatannya dilakukan secara kolektif. Termasuk kategori ini adalah usulan perbaikan dan pembangunan pelayanan prasarana, pelatihan untuk organisasi masyarakat, pelatihan penciptaan peluang usaha baru oleh kelompok masyarakat miskin yang belajar mengelola satu usaha secara bersamasama dan pelayanan sosial bagi masyarakat termiskin, orang jompo, anak yatim piatu, musibah, penyandang cacat dan lainnya. Usulan kegiatan harus secara arif mencerminkan konsep TRIDAYA secara seimbang (lingkungan,sosial, dan ekonomi) berdasarkan kondisi setempat. Hal ini dimaksudkan bahwa pada tahap awal perlu upaya-upaya untuk mendorong tumbuhnya kebersamaan, solidaritas dan kesatuan sosial di masyarakat kelurahan tersebut. 6 Pedoman Umum

Pencairan tahap 2 sebesar 50 % ke rekening BKM hanya dapat dilaksanakan apabila: 1) Berdasarkan verifikasi KMW terhadap kinerja, transparansi dan efesiensi pengelolaan dana tahap 1 menunjukkan hasil yang memuaskan, 2) 95% dana tahap 1 telah dimanfaatkan, 3) Proposal/usulan KSM untuk dana tahap 2 telah disetujui oleh Rapat Prioritas BKM, serta 4) Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan yang diusulkan telah diverifikasi oleh Fasilitator dan KMW. Apabila berdasarkan hasil evaluasi kinerja KMW ternyata kinerja BKM maupun masyarakat kelurahan dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat mengusulkan penundaan pencairan BLM tahap 2 dalam batas waktu yang ditetapkan KMW. Dalam kurun waktu yang ditetapkan tersebut, BKM dan masyarakat harus dapat memperbaiki kinerjanya sesuai dengan ketentuan P2KP. Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan, BKM dan masyarakat kelurahan tidak dapat memperbaiki kinerjanya dan dinilai tidak mampu untuk melaksanakan P2KP sesuai Buku Pedoman, maka KMW dapat mengajukan pertemuan dengan Tim Koordinasi Kota/ Kabupaten untuk membahas rekomendasi pembatalan seluruh sisa dana BLM bagi kelurahan tersebut kepada PMU/Pimpro P2KP. PMU/Pimpro P2KP berwenang memutuskan bentuk rekomendasi berdasarkan usulan dari salah satu atau kedua belah pihak (KMW dan atau Tim Koordinasi Kota/Kabupaten) untuk membatalkan atau menunda pencairan sisa dana BLM untuk kelurahan tersebut. Pencairan dana tahap 2 selain dapat digunakan untuk pendanaan usulan kegiatan sebagaimana tahap 1 di atas, dapat juga untuk pendanaan usulan kegiatan yang sifat kemanfaatannya bagi kepentingan individu warga miskin (prasarana, pelatihan, dan usaha) yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan tetap dalam konteks keseimbangan aktualisasi konsep TRIDAYA. Pencairan dana tahap 2 hanya dapat dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan setelah penandatanganan SPPB atau pencairan tahap 1. Pencairan tahap 3 sebesar 30 % ke rekening BKM hanya dapat dilaksanakan apabila: 1) berdasarkan hasil verifikasi KMW terhadap indikator keberlanjutan (sustainability) telah ada potensi kemandirian BKM; keberlanjutan program, dana dan kelembagaan di kelurahan tersebut, 2) kinerja pengelolaan dana dan kegiatan pada tahap sebelumnya cukup memuaskan, 3) 95% dana tahap sebelumnya telah dimanfaatkan, 4) proposal/ usulan kegiatan KSM untuk dana tahap 3 telah disetujui dalam Rapat Prioritas BKM, serta 5) kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan yang diusulkan telah diverifikasi oleh Tim Fasilitator dan KMW. Pencairan dana tahap 3 dapat digunakan untuk membiayai usulan-usulan kegiatan sebagaimana pada tahap 1 dan 2 di atas. Apabila berdasarkan hasil evaluasi kinerja KMW ternyata kinerja/potensi keberlanjutan P2KP di kelurahan tersebut dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat mengusulkan penundaan pencairan BLM tahap 3 dalam batas waktu yang ditetapkan KMW. Dalam kurun waktu yang ditetapkan tersebut, BKM dan masyarakat harus dapat memperbaiki kinerja/potensi keberlanjutannya sesuai dengan ketentuan P2KP. Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan, BKM dan masyarakat kelurahan tidak dapat memperbaiki kinerja/potensi keberlanjutannya, maka KMW dapat mengajukan adanya pertemuan dengan Tim Koordinasi Kota/Kab. untuk membahas rekomendasi pembatalan sisa alokasi dana BLM bagi kelurahan tersebut kepada PMU/Pimpro P2KP. PMU/Pimpro P2KP berwenang memutuskan bentuk rekomendasi berdasarkan usulan dari salah satu atau kedua belah pihak (KMW dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan 7

atau Tim Koordinasi Kota/Kabupaten) untuk membatalkan atau menunda pencairan sisa dana BLM untuk kelurahan tersebut. Pencairan dana tahap 2 hanya dapat dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan setelah pencairan dana BLM tahap 2. Pembatalan Penyaluran Dana BLM. Selain berkaitan dengan persyaratan pencairan Dana BLM pada setiap tahapnya, KMW beserta Tim Koordinasi Kota/Kabupaten juga dimungkinkan untuk mengajukan rekomendasi pembatalan penyaluran dana BLM, sebagian atau seluruhnya, kepada PMU/Pimpro P2KP apabila terdapat salah satu atau lebih indikator sebagai berikut: Tidak terdapat atau dipilih kader-kader masyarakat di kelurahan setelah 6 bulan Tim Fasilitator bertugas di kelurahan tersebut. BKM tidak terbentuk dan/atau kinerjanya tidak efektif setelah satu tahun pelaksanaan P2KP di kelurahan tersebut. Diketemukan indikasi penyalahgunaan dana bantuan. Tidak terdapat indikasi potensi keberlanjutan (sustainability) program, dana dan kelembagaan di kelurahan tertentu tidak tercapai. Terdapat indikasi bahwa visi, misi, tujuan, prinsip dan nilai-nilai P2KP tidak dapat dilaksanakan secara konsisten. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara KMW dengan Tim Koordinasi Kota/Kabupaten mengenai rekomendasi pembatalan penyaluran dana BLM pada kelurahan tertentu, maka PMU/ Pimpro P2KP berwewenang untuk mengambil keputusan mengenai hal tersebut, setelah memperoleh pertimbangan dari salah satu atau kedua belah pihak. Pembekuan Kegiatan Pinjaman Bergulir. Dalam hal pencapaian kinerja kegiatan pinjaman bergulir yang dikelola oleh UPK-BKM tidak memuaskan (misalnya: tingkat pengembalian pinjaman yang sangat rendah dan menyebabkan akumulasi dana BLM P2KP di masyarakat semakin berkurang tajam, dll), KMW bersama dengan Tim Koordinasi Kota/Kabupaten dapat mengambil keputusan Pembekuan Kegiatan Pinjaman Bergulir. Melalui ketentuan ini, maka alokasi dana BLM yang belum dicairkan untuk kelurahan tersebut, hanya dapat dicairkan kembali apabila saldo dana BLM untuk kegiatan pinjaman bergulir yang ada di BKM ditambah dengan saldo dana BLM yang belum dicairkan, digunakan untuk usulan kegiatan pembangunan prasarana. Usulan kegiatan prasarana/infrastruktur harus sesuai dengan PJM Pronangkis dan disepakati masyarakat melalui serangkaian rembug warga, serta telah diverifikasi dan direkomendasi oleh KMW, berdasarkan ketentuan P2KP. 3) Penggunaan Dana BLM Apa yang tidak boleh dibiayai oleh BLM Pada dasarnya dana BLM ini dapat digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman kepada PJM Pronangkis dan kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat benar-benar memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di kelurahan bersangkutan. Meskipun demikian beberapa kegiatan yang tidak boleh dibiayai dengan dana BLM ini, yaitu: Pembelian atau usaha narkoba; Pembiayaan kegiatan yang berkaitan dengan politik (kampanye dll) Kegiatan militer atau semi-militer (pembelian senjata dan sejenisnya); Deposito atau yang berkaitan dengan upaya memupuk bunga bank; Pembebasan lahan dan penampungan; Pembangunan rumah ibadah; Pembangunan gedung kantor pemerintah atau kantor BKM; Produk-produk yang merugikan lingkungan; Usaha perjudian dan usaha yang bertentangan dengan susila serta moral dan nilai-nilai agama; Kegiatan-kegiatan yang berdampak negatif terhadap lingkungan, penduduk asli dan kelestarian budaya lokal; dan. 8 Pedoman Umum